kesenjangan hukum bagi pencari keadilan. Apalagi tersangkaterdakwa ditahan tanpa adanya suatu proses pemeriksaan yang cepat tanpa alasan yang mendasar.
Penyatuan antara kedua dasar diatas, baik Dasar Obyektif maupun Dasar Subyektif perlu diimplementasikan melalui proses penyidikan,penuntutan dan
pemeriksaan di Pengadilan secara baik dan benar oleh Setiap Pelayan Penegak Hukum di Tanah Papua. Hal ini perlu dilakukan secara hati-hati sebelum melakukan suatu
tindakan Hukum ,sehingga prosesnya secara Kualitatif akan digiring ke satu MUARA MORAL
yaitu TEGAKNYA HUKUM DAN TERCIPTANYA KEADILAN
BERDASARKAN KEBENARAN YANG HAKIKI. Harapannya bahwa sebelum tindakan diambil,maka perlu dilakukan Analisa
yang baik terhadap Materi Pelanggaran melalui Proses Penyelidikan sebelum penyidikan suatu dugaan tindak pidana. Tanpa Analisa dengan perimbangan akan
Moralitas,maka penetapan status hukum bagi seorang saksi menjadi tersangkapun hanya mempunyai bobot kuantitas dan bukan kualitas. Kondisi ini perlu diciptakan
sehingga kematangan dalam penyelidikan akan menjawab bobot kualitas menuju muara Moral yang didambakan setiap masyarakat pencari Keadilan.
B. Pejabat yang berwenang melakukan Penahanan
Dalam hal penahanan, maka menurut Pasal 20 KUHAP kewenangan untuk melakukan penahanan ada pada:
1. Penyidik, yaitu polisi atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk melakukan
serangkaian tindakan pengumpulan bukti 2.
Penuntut Umum, yaitu jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Universitas Sumatera Utara
3. Hakim, baik hakim Pengadilan Negeri maupun hakim Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung, yaitu pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan tindak pidana
lihat Pasal 21 ayat 4 KUHAP dengan ancaman: a. pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 ayat 1, Pasal 351 ayat 1, Pasal 353 ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal
453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie pelanggaran terhadap
Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi Undang-undang
Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8, Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun
1976 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086.
Apabila perbuatan seorang tersangka memenuhi ketentuan tersebut di atas, maka penahanan terhadap seorang tersangka menurut Pasal 21 ayat 1 KUHAP harus
didasarkan pada pertimbangan: •
tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;
• adanya kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri;
• merusak atau menghilangkan barang bukti;
• dan atau mengulangi tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
C. Macam-macam Bentuk Penahanan