Bentuk – Bentuk Bullying BULLYING Kekerasan

c. Bullying Mental Psikologis Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktek bullying ini terjadi diam-diam dan diluar sadar permantauan kita. Contoh- contohnya: memandabg sinis,memandang penuh ancaman, mempermalukan didepan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, merendahkan, meneror lewat pesan pendek, telepon atau e-mail, menolak, menuduh, menggosipkan, memfitnah, membentak, memelototi, mencibir. Sullivan 2000 menyebutkan bahwa bullying dapat terjadi dalam beberapa bentuk, namun secara garis besar Sullivan membagi menjadi dua kelompok besar bullying yakni: a. Bullying Fisik Meliputi mengigit, menjambak, memukukl, menendang, mengunci didalam kamar, meninju, mendorong, mencakar, meludahi atau bentuk-bentuk serangan fisik lainnya. Bullying fisik juga meliputi perusakan barang – barang milik seseorang. Bullying fisik sering menyebabkan luka yang mudah terlihat, seperti memar atau lecet. Bentuk ini merupakan bentuk yang mudah terlihat dan mudah teridentifikasi. Bullying fisik yang ekstrim bisa mengakibatkan kematian. b. Bullying non fisik Bullying non fisik terdiri dari bullying verbal dan non verbal. Bullying verbal dan non verbal. Bullying verbal meliputi telepon dengan kata-kata kasar. Kemarahan atas uang atau benda – benda lain, intimidasi atau ancaman kekerasan, pemangilan nama dengan nama sembarangan, penyebut tanda-tanda yang sifatnya rasis, bahasa-bahasa yang melecehkan secara seksual, mengolok – ngolok dengan ungkapan kebencian dan juga menyebarkan rumor-rumor yang ngawur dan sifatnya merendahkan atau menghina. Non verbal bullying dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Non verbal bullying langsung sering dibarengi dengan bullying fisik mupun verbal. Bullying tak langsung bersifat manipulatif, tidak terang-terangan dan subtil. Bullying non verbal langsung meliputi penggunaana bahasa tubuh yang kasar dan wajah yang cemberut, sementara bullying non verbal yang tidak langsung meliputu usaha manipulasi hubungan dan penghancuran persahabatan, secara sengaja dan sistematis mengucilkan, mengabaikan, atau mengisolasi seorang dan sering juga dengan cara mengirimkan pesan-pesan jahat tanpa nama atau surat kaleng Sullivan, 2000. Sullivan menjelaskan bahwa bullying bisa terjadi dengan bentuk-bentuk yang tersebut diatas atau kombinasi dari beberapa di antaranya, lebih jauh Sullivan memaparkan adanya bentuk bullying yang lain yakni, bullying rasis, pelecehan seksual, bullyig atas anak – anak yang berkebutuhan khusus dan bullying yang preverensi seksual. Bullying rasis terjadi disemua negara dan biasanya ditunjukan ke kelompok minoritas. Bullying rasis adalah tempat dimna rasisme dan bullying dab bullying bertemu. Bullying tersebut merupakan penyalahgunaan kekuatan yang melibatkan fisik maupun psikologis atau keduanya untuk tujuan merendahkan ataupun menyakiti. Bentuk yang paling umum dari bullying rasis adalah dengan cara pemanggilan nama yang berbau rasis. Pelecehan seksual merupakan bentuk bullying dengan cara memelototi bagian – bagian tubuh tertentu sehingga mejadikan korban meras tidak nyaman, dilecehkan atau terhina. Pelecehan seksual biasanya ditunjukan kepada anak – anak perempuan, namun bisa juga terjadi pada anak –anak laki – laki. Bullying terhadap anak – anak dengan kebutuhan khusus adalah jenis bullying baik fisik maupun non fisik, verbal maupun non verbal. Anak – anak berkebutuhan khusus misalnya anak – anak yang memakainkacamata tebal, anak – anak yang mempunyai gangguan pendengaran dan anak – anak yang mengalami kelambatan belajar Sullivan, 2000. Dapat disimpulkan bahwa bentuk – bentuk yang ada adalah bullying verbal, bullying fisik, bullying diam, bullying emosional dan bullying cyber.

B. FAKTOR – FAKTORYANG MEMPENGARUHI BULLYING

Kebanyakn prilaku bullying berkembang dari berbagai faktor yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal yang menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor – faktor penyebab terjadinya bullying menurut Ariesto dalam Mudjijanti, 2011, antara lain:

a. Faktor guru

Ada beberapa faktor dari guru yang dapat menyebabkan siswa berprilaku bullying, diantaranya adalah: 1 Kurangnya pengetahuan guru bahwa bullying baik fisik maupu psikis dapat beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai self esteem siswa. 2 Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Setiap anak mempunyai konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan tindakannya, termasuk dalam tindakan siswa yang dianggap melanggar batas. Pelanggaran yang dilakukan siswa merupakan sebuah tanda dari masalah yang tersembunyi dibaliknya. 3 Permasalahan psikologis guru yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga guru menjadi lebih sensitif dan reaktif. 4 Adanya tekanan kerja. Target yang harus dipenuhi guru, baik dari segi kurikulum, meteri maupun prestasi yang harus dicapai siswa sementara kendala yang diraskan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar. 5 Pola pengajaran yang masih mengedepankan faktor kaptuhan dan ketaatan pada guru sehingga pola pengajaran bersifat satu arah dari guru ke murid. Pola ini bisa berdampak negatif apabila dalam diri guru terdapat insecurity yang berusaha dikompensasi lewat penerapan kekuasaan. 6 Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan mengabaikan kemampuan afektif siswa. Tidak menutup kemungkinan suasana belajar menjadi kering dan stressfull.

b. Faktor siswa

Salah satu faktor yang mempengaruhiterhadap prilaku bullying pada siswa adalah dari sikap siswa itu sendiri. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri.

c. Faktor keluarga

Menurut para ahli psikologis di Amerika Serikat, pengaruh keluarga masih menjadi penyebab dominan seorang anak melakukan bullying. Anak –anak yang tumbuh dari keluarga yang sering menjadi korban penghinaan, pukulan fisik dan ketidakadilan dari saudara atau orang tua, cenderung melakukan tindakan kekerasan di kemudian hari Sugijokanto,2014 1 Pola asuh, meliputi: a Anak yang di didik dalam pola asuh yang indulgent memanjakan, highly privilege mengistimewakan dan over protective terlalu melindungi. Dengan memenuhi semua keinginan dan tuntutan sang anak maka dapat menjadikan anak tersebut tidak bisa belajar mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Hal ini dapat menjadikan anak seperti raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut orang lain melakukan keinginannya, sehingga anak akan memaksa orang lain utuk memenuhi kebutuhannya dengan cara apapun asalkan tujuannya dapat tercapai. b Orang tua yang emotionally or physically uninvolved, bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik dan sebagainya. Hal ini dapat berdampak secara psikologis, yakni munculnya perasaan inferior , rejected dan sebagainya. Sebaliknya, orang tua yang terlalu rigit dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan berekspresi pada anaknya, dan lebih banyak mengkritik, membuat anak merasa dirinya “not good enough person”, hingga dalam diri mereka timbul inferioritas, depedensi, sikapnya penuh keraguan, tidak percaya diri, rasa takut pada pihak yang lebih kuat, sikap taat dan patuh yang irrasional, dan sebaginya. Lambat laun tekanan emosi itu bisa keluar dalam bentuk agrevitas yang di arahkan pada orang lain. c Orang tua mengalami masalah psikologis. Jika orang tua mengalami masalah psikologis yang berlarut – larut bisa mempengaruhi pola hunbungan dengan baik. Lama – kelamaan kondisi ini dapat mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Anak bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, sensitif, reaktif, cepat marah dan sebagainya. 2 Keluarga disfungsional Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul atau menyiksa fisik atau emosi, mengintimidasi anggota keluarga lain atau keluarga yang sering memiliki konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah yang berkepanjangan yang dialami oleh keluarga dapat mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.

d. Faktor lingkungan

Bullying dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu: 1. Adanya budaya kekerasan, seseorang melakukan bullying karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan bullying. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang bullying hal yang biasawajar. 2. Mengalami sindrom Stockholm. Sindrom Stockholm merupakan suatu kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun hubungan yang positif. Seperti budaya dalam orientasi siswa baru, karena meniru prilaku seniornya.