Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

(1)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI KOPERASI CREDIT

UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG KABUPATEN DELI SERDANG.

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

090200485

GERHAD SIHOMBING

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI KOPERASI CREDIT

UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG KABUPATEN DELI SERDANG.

Oleh

090200485

GERHAD SIHOMBING

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh :

NIP. 196603031985081001

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Rosnidar Sembiring SH., M.Hum

NIP. 196602021991032002 NIP. 196101181988031010

Zulkifli Sembiring, SH., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK * Gerhad Sihombing ** Rosnidar Sembiring

*** Zulkifli Sembiring

Kelahiran Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah merupakan suatu jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) bagi sistem Hukum Perdata khususnya.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu : bagaimana hak dan kewajiban dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan?bagaimana aspek hukum jaminan hak tanggungan? bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit UnionSeia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli

Serdang? Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, yaitu

pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berupa studi empiris berusaha menemukan proses bekerjanya hukum

Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menguasai benda jaminan dan mempergunakannya dalam kegiatan usaha, Apabila persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit terpenuhi maka pemberi Hak Tanggungan berhak untuk mendapatkan fasilitas kredit, Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menarik jaminan Hak Tanggungan atas barang tersebut apabila menurut penilaian kreditur bahwa kredit tersebut dikatakan lunas. Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menerima kembali sisa uang hasil penjualan jaminan setelah dikurangi dengan pinjaman pokok bunga dan biaya yang timbul dari penjualan benda tersebut jika terjadi pelelangan akibat wanprestasi dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan. Kewajiban Pemberi Hak Tanggungan. Pemberi Hak Tanggungan wajib bertanggungjawab sepenuhnya atas barang-barang yang dijadikan jaminan, termasuk di dalamnya memperbaiki, mengganti kehilangan barang yang pinjam pakai serta memelihara dan mengurus sebaik-baiknya. Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh karena kerusakan atas barang-barang menjadi kewajiban bagi debitur untuk menanggungnya. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata adalah melalui penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi. Kata Kunci : Wanprestasi, Perjanjian, Kredit, Jaminan Hak Tanggungan

* Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Rosnidar Sembiring, Dosen Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum USU *** Zulkifli Sembiring, Dosen Pembimbing II Dosen Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segalaberkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI KOPERASI CREDIT UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG KABUPATEN DELI SERDANG”

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempuranan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan yang maksimal kepada fakultas dengan meningkatkan saran dan prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum sebagai Pembantu Dekan I yang telah membantu para mahasiswa dengan memberikan perubahan dan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan akademik adminstrasi. 3. Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, MH, DFM Yang telah

membantu mahasiswa di dalam pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan kampus.

4. Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, M.Hum yang telah banyak membantu mahasiswa di bidang kemahasiswaan dan beasiswa. 5. Bapak Dr. Hasyim Purba SH, M.Hum sebagai Pelaksana Ketua

Departemen Hukum Keperdataan yang telah banyak membantu dan memudahkan saya dalam pengajuan judul skripsi.

6. Ibu Dr.Rosnidar Sembiring,SH, M.Hum sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, M.H sebagai Pembimbing II yang turut memberikan petunjuk yang sangat banyak serta bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Latifah SH, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi dukungan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti


(6)

perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. Ibu Aflah Lubis, SH, M.Hum.

10.Terima kasih buat orang tua penulis Bapak Drs.Parlindungan Sihombing,MM dan Ibunda yang penulis cintai yang telah banyak memberikan semangat, dukungan materil, doa, dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai sekarang.

11.Terima Kasih buat kakak saya Antonia Sihombing,SE dan T.Simatupang,abang saya Briptu Mangatas Sihombing,SE dan dr.Rup Hasibuan dan abang saya Lorencius Sihombing S.Pd yang selalu mendukung untuk pendidikan penulis.

12.Terima Kasih buat keponakan tersayang Vanesha, Silvy dan Saul yang menjadi penghibur penulis.

13.Terima Kasih buat apara yang paling baik Samuel Nababan SH

14.Terima Kasih buat teman Indra Hadi dan Melisa Meong, selaku teman penulis

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermanfaat dan berkah dalam hal penulisan ingin menggapai cita-cita.


(7)

Medan, Juli 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penulisan ... 12

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KOPERASI CREDIT UNION a. Sejarah dan Latar Belakang Didirikan ... 17

b. Tujuan dan Jenis Kredit Yang Diberikan ... 20

c. Credit Union Seia Sekata Kec. Galang, Kab. Deli Serdang . 25 BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN A. Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 29

1. Jaminan ... 29


(9)

3. Asas-asas Hak Tanggungan ... 35

4. Objek Hak Tanggungan ... 37

5. Subjek Hak Tanggungan ... 39

6. Proses Pembebanan Hak Tanggungan ... 40

7. Eksekusi Hak Tanggungan ... 48

B. Wanprestasi ... 54

1. Pengertian Wanprestasi ... 54

2. Sebab Terjadinya Wanprestasi ... 55

3. Akibat Hukum dari Wanprestasi ... 60

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI CREDIT UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG, KABUPATEN DELI SERDANG. A. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 73

B. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ABSTRAK * Gerhad Sihombing ** Rosnidar Sembiring

*** Zulkifli Sembiring

Kelahiran Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah merupakan suatu jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) bagi sistem Hukum Perdata khususnya.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu : bagaimana hak dan kewajiban dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan?bagaimana aspek hukum jaminan hak tanggungan? bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit UnionSeia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli

Serdang? Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, yaitu

pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berupa studi empiris berusaha menemukan proses bekerjanya hukum

Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menguasai benda jaminan dan mempergunakannya dalam kegiatan usaha, Apabila persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit terpenuhi maka pemberi Hak Tanggungan berhak untuk mendapatkan fasilitas kredit, Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menarik jaminan Hak Tanggungan atas barang tersebut apabila menurut penilaian kreditur bahwa kredit tersebut dikatakan lunas. Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menerima kembali sisa uang hasil penjualan jaminan setelah dikurangi dengan pinjaman pokok bunga dan biaya yang timbul dari penjualan benda tersebut jika terjadi pelelangan akibat wanprestasi dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan. Kewajiban Pemberi Hak Tanggungan. Pemberi Hak Tanggungan wajib bertanggungjawab sepenuhnya atas barang-barang yang dijadikan jaminan, termasuk di dalamnya memperbaiki, mengganti kehilangan barang yang pinjam pakai serta memelihara dan mengurus sebaik-baiknya. Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh karena kerusakan atas barang-barang menjadi kewajiban bagi debitur untuk menanggungnya. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata adalah melalui penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi. Kata Kunci : Wanprestasi, Perjanjian, Kredit, Jaminan Hak Tanggungan

* Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Rosnidar Sembiring, Dosen Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum USU *** Zulkifli Sembiring, Dosen Pembimbing II Dosen Fakultas Hukum USU


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan masalah yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah karena Koperasi dan Usaha Mikro, dan Menengah merupakan sebagian dari tata perkonomian masyarakat Indonesia. Pada penelitian ini penulis menjadikan Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang sebagai tempat penelitian. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti memilih lokasi ini adalah lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian pada masalah yang sama, lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal peneliti untuk memudahkan tinjauan penelitian.

undang yang mengatur mengenai Koperasi adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang telah dicabut dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian untuk selanjutnya disingkat UUP. Dalam pertimbangan Undang-Undang ini dinyatakan :

1. Bahwa koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;


(12)

2. Bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;

3. Bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat.

Peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokrasi, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.

Perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri didalam kehidupan masyarakat.

Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi akan merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokrasi, otonom, partisipatif, dan berwatak sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan


(13)

untuk mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.

Undang-undang menegaskan bahwa status badan hukum koperasi, pengesahan anggaran dasar, dan pembinaan merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi koperasi. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemerintah mencampuri urusan internal organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian koperasi.1

Undang-undang juga memberikan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengarahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, koperasi dapat lebih menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu dalam undang-undang ini ditanamkan pemikiran kearah pengembangan pengelolaan koperasi secara

Pemerintah, baik pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Demikian juga pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada koperasi. Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi. Selain itu pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diiusahakan oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.

1

Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012


(14)

profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas, undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan premodalan koperasi serta pembinaan koperasi, sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.2

Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, maka diperlukan juga adanya perjanjian penjaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Untuk itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terlibat melalui lembaga ini. Lembaga hak jaminan dibutuhkan karena sudah semakin banyak kegiatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi yang membutuhkan dana yang cukup besar, dimana sebagian besar dana itu diperoleh melalui kegiatan perkreditan serta untuk mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam

Pencapaian tujuan ekonomi, kredit harus diberikan dengan jaminan agar kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang salah satunya adalah membuat perjanjian kredit yang berfungsi memberi batasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian penjaminan sebagai perjanjian tambahan. Keduanya dibuat secara terpisah, namun kedudukan perjanjian penjaminan sangat tergantung dari perjanjian pokoknya. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditur, sehingga apabila debitur wanprestasi maka kreditur tetap mendapatkan hak atas piutangnya.

2 Ibid


(15)

pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Lembaga hak jaminan atas tanah menurut Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, untuk selanjutnya disingkat dengan UUHT seperti yang disebutkan dalam penjelasannya, yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan kedudukan mendahulukan (hak preferensi) kepada pemegangnya;

2) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan, di tangan siapapun obyek tersebut berada;

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.3

Hukum jaminan yang mampu mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit yang menjaminkan barang-barang yang akan dimilikinya sebagai jaminan. Secara hukum seluruh kekayaan debitur menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada kreditur. Pada dasarnya harta kekayaan seseorang merupakan jaminan dari hutang-hutangnya sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan “ Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”. Ketentuan ini juga menerangkan

3

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal


(16)

mengenai fungsi jaminan yang selalu ditujukan kepada upaya pemenuhan kewajiban debitur yang dinilai dengan uang, yaitu dipenuhi dengan melakukan pembayaran. Oleh karena itu, jaminan memberikan hak kepada kreditur mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan.

Perjanjian kredit dimana pihak-pihak telah memperjanjikan dengan tegas bahwa apabila debitur wanprestasi, maka kreditur berhak mengambil sebagian atau seluruh hasil penjualan harta jaminan tersebut sebagai pelunasan utang debitur (verhaalsrecht).4 Jika ada beberapa kreditur, maka pembagian diantara para kreditur tersebut didahulukan kepada para kreditur yang telah melakukan pengikatan jaminan secara khusus seperti jaminan hak tanggungan untuk menerima pelunasan hak tagihnya secara penuh. Seperti telah diketahui, bahwa ketentuan tentang Hypotheek dan Credietverband sudah tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataannyapun tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari pesatnya kemajuan pembangunan ekonomi sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dirasa kurang memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan.5

Memenuhi kebutuhan masyarakat, maka lahirlah undang-undang yang mengatur hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sebelum lahirnya UUHT ini digunakannya peraturan yang lama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 57 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

4

Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, Jakarta,

2002, hal 8.

5

Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan


(17)

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria untuk selanjutnya disingkat UUPA, bahwa selama undang-undang mengenai hak tanggungan sebagaimana dikehendaki dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai Hypotheek dalam Buku II KUHPerdata dan Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.6

Diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, maka terwujudlah sudah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA dan seluruh ketentuan mengenai Hypotheek dan

Credietverband tidak diberlakukan lagi dan sebagai gantinya diberlakukan ketentuan di dalam UUHT, sehingga hak tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah.7

UUHT Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah merupakan suatu jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UUPA yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan UUHT bagi sistem Hukum Perdata khususnya hukum jaminan yaitu dalam rangka memberikan kepastian hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit kepada kreditur, debitur maupun pemberi hak tanggungan dan pihak ketiga yang terkait. Hal tersebut mengingat bahwa dalam perjanjian kredit senantiasa memerlukan jaminan yang cukup aman bagi pengembalian dana yang disalurkan melalui kredit. Adanya jaminan ini

6 Ibid 7


(18)

sangat penting kedudukannya dalam mengurangi risiko kerugian bagi pihak bank (kreditur). Adapun jaminan yang ideal dapat dilihat dari :

a) Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan ;

b) Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk meneruskan usahanya;

c) Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu, maka digunakan untuk melunasi utang si debitur.8

Berbagai hal yang diatur dalam UUHT, hal yang perlu mendapat perhatian yaitu mengenai perkembangan dan penegasan obyek hak tanggungan, masalah yang berkenaan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang substansi dan syarat berlakunya berbeda dengan praktek yang berlaku selama ini, dan penegasan tentang kekuatan eksekutorial Sertipikat Hak Tanggungan. Dalam Pasal 14 UUHT dikatakan bahwa Sertipikat Hak Tanggungan berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan demikian apabila ternyata di kemudian hari debitur cidera janji, akan memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelesaian hutang piutang karena tanpa melalui proses gugatan terlebih dahulu, sehingga adanya kekuatan eksekutorial

8

R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan)


(19)

pada Sertifikat Hak Tanggungan merupakan landasan hukum bagi kreditur sebagai upaya untuk mempercepat pelunasan kredit.

Ketentuan Pasal 6 UUHT dinyatakan bahwa apabila debitur cidera janji, maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Pemberian kredit, bank atau pihak pemberi selalu berharap agar debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam praktek, tidak semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan berakhir dengan lancar. Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada waktunya sebagaimana yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit antara pihak debitur dan perusahaan perbankan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah misalnya karena debitur tidak mampu atau karena mengalami kemerosotan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan usaha debitur atau memang debitur segaja tidak mau membayar karena karakter debitur tidak baik.9

9

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Bandung : Alfabeta, 2003, hal 265.

Penyelesaian kredit bermasalah bagi debitur yang tidak memiliki itikad baik akan ditempuh melalui lembaga hukum dengan tujuan untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan dalam rangka pelunasan hutang debitur pada perusahaan perbankan.


(20)

Bank sebagai pemegang hak tanggungan tidak dapat menggunakan haknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUHT tanpa adanya campur tangan pihak lain untuk penyelamatan piutangnya. Penyelesaian melalui parate eksekusi ternyata tidak mudah bagi perusahaan perbankan, karena membutuhkan waktu yang lama serta tidak adanya kepastian. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan sering timbul hambatan-hambatan di lapangan. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yang sering terjadi di perusahaan perbankan, diantaranya adalah mengenai proses pengosongan rumah karena eksekusi diprioritaskan pada rumah yang sudah dalam keadaan kosong serta adanya perbedaan penafsiran jumlah hutang tertentu yang tercantum dalam grosse akta pengakuan hutang, yaitu adanya ketidaksesuaian besarnya jumlah hutang apakah sudah dihitung dengan bunga atau belum karena apabila belum, maka hanya jumlah hutang tertentu itu saja yang dapat dieksekusi sedangkan untuk hutang bunga penagihannya harus melalui gugatan biasa. Adanya perubahan jumlah hutang yang telah berubah yang disebabkan oleh jumlah hutang tertentu yang tercantum dalam grosse akta pengakuan hutang telah dicicil atau dilunasi sebagian tetapi hal tersebut jarang sekali terjadi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul dalam penyusunan skripsi ini adalah Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.


(21)

I. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan?

2. Bagaimana Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

J. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu

1. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan

2. Untuk mengetahui Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

K. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat praktis dan teoritis yaitu sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Perbankan mengenai penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan Hak Tanggungan.


(22)

b. Sebagai bahan studi bagi pengkajian selanjutnya yang lebih mendalam tentang masalah penyelesaian wanprestasi dengan jaminan hak tanggungan di Koperasi Credit Union Seia Sekata

2. Secara Praktis

Bagi pihak bank dapat memberikan gambaran yang jelas dalam menyelamatkan kredit macet dan juga sebagai bahan masukan bagi bank dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam menyelesaikan kredit macet.

L. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

M.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan skripsi ini


(23)

menggunakan metode yuridis normatif, yaitu melihat bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah.10

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan barang jaminan yang akan dilelang atau dijual.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya di analisa sesuai yang diharapkan berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Data pr imer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Data primer diperoleh dengan: Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang mengetahui dan terkait dengan barang jaminan yang dijadikan Hak Tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dan barang jaminan

10

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan


(24)

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi:

a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

b) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. c) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

e) Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi:

a) Buku-buku yang membahas tentang hukum agraria dan masalah Hak Tanggungan.

b) Buku-buku yang membahas tentang penyelesaian kredit macet. c) Hasil penelitian tentang penyelesaian kredit macet.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan lain-lain.


(25)

4. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Dalam penarikan kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode menarik kesimpulan dari yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

N. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan

BAB II KOPERASI CREDIT UNION

Pada bagian ini membahas mengenai Sejarah dan Latar Belakang Didirikan, tujuan Tujuan dan Jenis Kredit Yang Diberikan dan Credit Union Seia Sekata Kec. Galang, Kab. Deli Serdang

BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

Pada bagian ini membahas mengenai Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan Jaminan, Pengertian dan Ciri-ciri Hak


(26)

Tanggungan, Asas-asas Hak Tanggungan, Objek dan Subjek Hak Tanggungan, Objek Hak Tanggungan, Subjek Hak Tanggungan, Proses Pembebanan Hak Tanggungan, Eksekusi Hak Tanggungan, Wanprestasi, Pengertian Wanprestasi, Sebab Terjadinya Wanprestasi, Akibat Hukum dari Wanprestasi

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI CREDIT UNION SEIA SEKATA KECAMATAN GALANG, KABUPATEN DELI SERDANG.

Pada bab ini akan membahas Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan, Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(27)

BAB II

KOPERASI CREDIT UNION

A. Sejarah dan Latar Belakang Didirikan

Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang untuk selanjutnya disingkat Kopdit “CU. Seia Sekata” didirikan pada tanggal 17 September 1995. Pada awalnya diprakarsai oleh tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh pendidik dilingkungan Batu 13 dan SMP Cinta Kasih Batu 13, Kecamatan Dolok sekitarnya. Mereka sepakat mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama “Seia Sekata” yang berfungsi sebagai alat pemersatu untuk semua masyarakat umum yang tidak membedakan Suku, Agama, dan Ras.

Kemudian tindak lanjutnya berdasarkan usul Bapak/Ibu guru dilanjutkan pada hari Rabu 17 September 1995 dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat:11

1. Sahat Dominikus Sinaga dari Blok 10 2. Agustinus Saibun Siahaan dari Batu 12 3. Roslince Hutasoit dari Desa Batu 12 4. Tinus Saragih dari Desa Martebing 5. Mortar Sitohang dari Desa Martebing

Susunan Pengurus Kopcit “CU. Seia Sekata” Dolok Marsihul Periode 2010 – 2015

11

Wawancara dengan Bapak Lisnus Munthe, selaku Manager Koperasi CU Seia Sekata tanggal 15 Mei 2013


(28)

Ketua : Jadepan Munthe, S.Pd Pengurus :

Wakil Ketua I : Djamintur Naiggolan Sekretaris : Japiun Saragih, S.Pd Wakil Sekretaris : Sahala Nainggolan Bendahara : Pontas Nainggolan Anggota : Morhan Nababan Anggota : Deson Simanjuntak

Pengawas :

Ketua : Desmon Simaremare, S.Pd Sekretaris : Pandapotan Parhusip,BA Anggota : Ardin Marpaung, S.Pd Manager : Lisnus Munthe, SE

Pada tanggal 17 Juli 1999 kantor dipindahkan kedepan sekolah dengan menyewa rumah penduduk sebagai tempat pelayanan anggota, tahun 2002 didirikan kantor yang tidak jauh dari tempat tersebut dan tempat itulah menjadi kantor kopdit “CU. Seia Sekata”, dan tahun 2010 kantor baru dibangun kembali ditempat yang sama setelah lokasi bertambah luas yang diresmikan tanggal 11 Desember 2010. Pada tanggal 12 April 2005 memperoleh Badan Hukum dari Dinas Perindustrian, perdagangan, koperasi, UMKM untuk selanjutnya disingkat PERINDAGKOP Kab. Serdang Bedagai. Dan diperbarui menjadi Badan Hukum tingkat Propinsi pada tanggal 14 April 2008. Kopdit “CU. Seia Sekata anggota SPD (Simpan Pinjam Daerah) BK3D No. 077, anggota Daperma (Dana


(29)

Perlindungan Bersama) No. 910, dan Anggota Peserta Dakesma (Dana Kesejahteraan Sosial Bersama) dengan No, 003.

Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. modal sendiri berasal dari:

1. Simpanan atau Penyetoran Anggota : sejumlah nilai uang tertentu yang dibayarkan oleh anggota yang berbentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela.

2. Dana cadangan : sejumlah uang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksud untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

Modal koperasi yang berasal dari penyetoran anggota dapat berbentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela:

a. Simpanan pokok : jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya yang harus disetorkan pada waktu masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi b. Simpanan wajib: jumlah simpanan tertentu yang harus dibayar oleh anggota

dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan. Simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan keputusan rapat anggota.

c. Simpanan sukarela : suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota atau bukan anggota kepada koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan. Simpanan sukarela dapat diambil kembali setiap saat


(30)

Selain dari modal sendiri untuk mengembangkan usahanya koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal pinjaman dapat berasal dari:

1) Anggota

2) koperasi lainnya dan atau anggotanya 3) Bank dan lembaga keuangan lainnya 4) sumber lain yang sah

B. Tujuan dan Jenis Kredit Yang Diberikan

1. Tujuan Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang

Tujuan utama Koperasi Indonesia adalah mengembangkan kesejahteraan anggota, pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Koperasi Indonesia adalah perkumpulan orang-orang, bukan perkumpulan modal sehingga laba bukan merupakan ukuran utama kesejahteraan anggota. Manfaat yang diterima anggota lebih diutamakan daripada laba. Meskipun demikian harus diusahakan agar koperasi tidak menderita rugi. Tujuan ini dicapai dengan karya dan jasa yang disumbangkan pada masing-masing anggota.12

UUP Pasal 3 tujuan koperasi Indonesia dinyatakan “koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka

12 Ibid


(31)

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dinyatakan bahwa asas yang melandasi upaya pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah adalah :13

a. Kekeluargaan

b. Demokrasi ekonomi c. Kebersamaan

d. Efisiensi berkeadilan e. Berkelanjutan

f. Berwawasan lingkungan g. Kemandirian

h. Keseimbangan kemajuan i. Kesatuan ekonomi nasional

2. Jenis Produk-produk Kopdit “CU. Seia Sekata a. Produk Simpanan

1) Simpanan Saham terdiri dari :

a) Simpanan Pokok, artinya simpanan yang hanya dibayar sekali saja untuk setiap anggota.

b) Simpanan Wajib, artinya simpanan yang jumlahnya tidak dibatas. c) Simpanan Sukarela, artinya simpanan yang jumlahnya tidak dibatasi.

13


(32)

2) Simpanan Non saham terdiri :

a) Simpanan Bunga Harian (SIBUHAR), artinya simpanan yang dapat disetor dan ditarik dan bunga dihitung berdasarkan harian. Tingkat suku bunga 0,8% perbulan (dapat berubah sewaktu-waktu).

b) Simpanan Sukarela Berjangka (SISUKA), artinya simpanan yang disetor dengan sistem kontrak bulanan dengan tingkat suku bunga 1% perbulan (dapat berubah sewaktu-waktu) dan bunga dapat diambil setiap bulan sesuai tanggal pendaftaran.

c) Simpanan Seia Sekata Pendidikan Anak (SISKAPAN), yaitu simpanan sistem kontrak setiap 3 tahun dengan tingkat suku bungan 10,8% pertahun dan bunga dapat diambil setelah jatuh tempo untuk akan dibawah 17 tahun.

d) Tabungan Hari Tua (BARITA), artinya simpanan sistem kontrak setiap 5 tahun dengan tingkat suku bungan 8,4% pertahun dan bunga dapat diambil setelah jatuh tempo.

e) Tabungan Hari Raya (TAHAR), artinya tabungan yang dipersiapkan untuk hari raya (tabungan awal minimal Rp. 100.000, selanjutnya minimal Rp. 10.000, dan biaya adminstrasi masuk Rp. 10.000, bunga 9,6% pertahun dan dapat diambil 20 hari sebelum hari raya).

f) Tabungan Masa Tahun Baru (TAMBAR), yaitu tabungan yang dipersiapkan untuk tahun baru (sistem sama dengan TAHAR).

b. Produk Pinjaman


(33)

2) Pinjaman Providen (untuk kesejahteraan) Syarat-syarat pelayanan pinjaman :

a) Pinjaman hanya diberikan dkepada anggota biasa.

b) Permohonan Pinjaman harus memenuhi persyaratan TUKKEPPAR (Tujuan Pinjaman, Kerajinan Menabung, Kemampuan untuk mengembalikan pinjaman, Prestasi pengembalian pinjaman sebelumnya, dan Partisipasi anggota).

c) Pinjaman pertama sebesar Rp. 3.000.000,- dan sudah memiliki simpanan saham minimal sebesar Rp. 700.000,- dan wajib ada agunan.

d) Sebelum pinjaman dicairkan terlebih dahulu dilakukan survey agunan kelapangan dan diketahui Kepala Desa/ Lurah.

e) Agunan yang ditandatangani oleh Kepala Desa wajib sudah diregistrasi. f) Pinjaman yang memakai surat dari kepala Desa maksimal sebesar Rp.

20.000.000,-

g) Pinjaman Rp. 20.000.000,- keatas agunan harus memakai Sertifikat (Akte Camat)

h) Setiap persetujuan pinjaman diatas saham wajib membuat surat penyerahan hak dengan perjanjian.

i) Pinjaman berikut diberikan maksimal 5 kali dari jumlah simpanan saham, dan harus didukung oleh agunan yang memadai dan nilainya minimal 2x dari jumlah pinjaman.


(34)

j) Setiap pinjaman dipotong 2% dari jumlah pinjaman, dimana sebesar 1% untuk menambah simpanan sukarela anggota, 0,5% sebagai profisi, dan 0,5% menjadi Dana Risiko.

k) Pinjaman / saham disetujui secara bertingkat, Misalnya : a. Tahap I Rp. 3.000.000,-

b. Tahap II Rp. 7.000.000,-/saham Rp. 1.400.000,- c. Tahap III Rp. 15.000.000,-/saham Rp. 3.000.000,- d. Tahap IV Rp. 25.000.000,-/saham Rp. 5.000.000,-

l) Besar bunga pinjaman 2,5% perbulan dengan sistem bunga menurun berdasarkan saldo pinjaman.

m) Kelalaian membayar bunga pinjaman dikenakan denda sebesar 5% dari jumlah bunga tertunggak.

c. Dana Perlindungan Bersama (Daperma)

Daperma adalah dana perlindungan bersama yang bertujuan melindungi Simpanan dan Pinjaman anggota serta menyantuni keluarga anggota.

Yang disantuni dan yang dilindungi adalah :

1) Santunan Simpanan Saham maksimal sebesar Rp. 30.000.000,-

2) Perlindungan Piutang Pinjaman Anggota maksimal Rp. 100.000.000,- Catatan : Perlindungan pinjaman ini berlaku sampai umur sebelum 70 tahun, tetapi apabila belum lunas akan menjadi tanggungan ahli waris anggota.


(35)

d. Dana Kesejahteran Masyarakat Bersama (Dakesma)

Dakesma adalah bentuk pelayanan kesejahteraan sosial yang dibangun dari kekuatan swadaya seluruh anggota Kopdit dibawah Badan Koordinasi Pusat Koperasi Kredit Sumatera Utara (BK3D) dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jumlah setoran luran DAKESMA ditetapkan sebesar Rp. 30.000,- setiap tahun perorang yang ditagih dari anggota, dan dapat berubah seiring kenaikan santunan.

2) Setiap anggota yang meninggal dunia, berhak dan akan menerima santunan Dakesma sebesar Rp. 3.500.000,- (Tiga juta ratus ribu rupiah) yang akan diserahkan pengurus kepada ahli waris yang ditunjuk oleh atas nama yang bersangkutan pada saat acara duka.

C. Credit Union Seia Sekata Kec. Galang, Kab. Deli Serdang

Kopdit “CU. Seia Sekata” didirikan pada tanggal 17 September 1995 mempunyai visi dan misi :

Visi : Menjadi lembaga pelayanan keuangan yang sehat, kuat dan terpercaya. Misi : 1. Memberikan pelayanan prima kepada anggota.

2. Melakukan serangkaian pendidikan, pelatihan bagi Pengurus, Pengawas, Managemen, dan Anggota.

3. Melaksanakan pengawasan baik secara internal maupun external. 4. Memasyarakatkan Credit unio (CU)


(36)

Kepengurusan Kopdit CU Seia Sekata : Kepala Cabang : Purnama Manik

Pembukuan : Emaninta Tarigan, A.Md Pembukuan : Reynol Junifer Sirait, A.Md Kasir : Maris Sherliniaty Sipayung, A.Md Nama-nama Kolektor Kopdit CU Seia Sekata dan Wilayahnya 1. Demak Manurung : Wilayah Bakaran Batu dan Malaori 2. Nikson Sinaga : WilayahSukarame dan Batu 10 3. Jhony Butar-Butar : Wilayah Batu 12 dan Silau Merawan 4. Nelson Simanjuntak : Wilayah Pekan Kamis

5. Sabam Simarmata : Wilayah Blok 10 PUK 6. Etal Sinurat : Wilayah Huta Nauli 7. Sopan Sidauruk : Wilayah Desa Pardomuan 8. Lawer Manurung : Wilayah Desa Dame 9. Morhan Nababan : Wilayah Bangun Bandar 10.Rasman Butar-Butar : Wilayah Dolok Masihul 11.Sudirman Rajagukguk : Wilayah Desa Bantan 1 12.Misnan : Wilayah Desa Bantan 2 13.Masro Purba : Wilayah Tebing Tinggi 14.Cosmas Manik : Wilayah Partambanan 15.Ridwan Lubis : Wilayah Pertapaaan 16.Gabe Saragih : Wilayah Bah Sidua-dua 17.Idris : Wilayah Dolok Sagala 18.Ita Nurcahaya Batubara : Wilayah Kebun Sayur 19.Rinanto Butar-Butar : Wilayah Sei Martebing 20.M. Yunus : Wilayah Kota Tengah 21.Juni Joni Manullang : Wilayah Bandar Negeri 22.Lamhot Silitonga : Wilayah Bedagai 23.Poltak Marjati Pardosi : Wilayah Kwala Bali 24.Herison Purba : Wilayah Bintang Bayu 25.Maston Simarmata : Wilayah Galang II 26.Donald Hasibuan : Wilayah Galang Kota 27.Solihin : Wilayah Tanjung Harap 28.Jankristian Sitopu : Wilayah Negeri Dolok I 29.Sukarmin : Wilayah Negeri Dolok II 30.Rosmalina Manik : Wilayah Bandar Nagori


(37)

Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota Kopdit CU Seia Sekata mengadakan kerjasama dengan Organisasi Non Pemerintah, yaitu :

1. Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) adalah organisasi koperasi tingkat nasional yang berkedudukan di Jalan Gunung Sahari III No. 11 A Jakarta khususnya DAPERMA.

2. Pusat Koperasi Kredit Sumatera Utara (PUSKOPDIT) yang berkedudukan di Pematang Siantar adalah organisasi sekunder tingkat daerah.

Kerjasama yang diselenggarakan PUSKOPDIT adalah : a. Pendidikan dan Pelatihan

b. Silang Pinjam Daerah (SPD)

c. Merekomendasi Urusan Klaim DAPERMA d. DAKESMA

3. KOPDIT dibawah PUSKOPDIT Sumatera Utara, menjalin kerjasama yang baik dalam berbagai bidang antara lain :

a. Konsultasi dibidang pengembangan keanggotaan b. Konsultasi dalam pengelolaan usaha keuangan

Aspek hukum dalam Kopdit CU Seia Sekata

1. Akte pendirian Koperasi Kredit Seia Sekata dengan Badan Hukum No. 518.503 /03/BH/II/PAD/KUK/2008 sejak tanggal 14 April 2008.

2. Surat Permohonan pinjaman dan perjanjian pinjaman telah dibuat sesuai dengan aturan yang berlaku.


(38)

1. Biaya pendaftaran anggota baru sebesar Rp. 200.000,- dengan rincian sebagai berikut :

a. Uang pangkal Rp. 35.000,- (Saat masuk anggota) b. Simpanan Pokok Anggota Rp. 35.000,- (Saat masuk anggota) c. Simpanan Wajib Rp. 35.000,- (Disetor setiap bulan) d. Biaya Pendidikan Rp. 30.000,- (Saat masuk anggota) e. Simpanan Sukarela Rp. 25.000,- (selanjutnya bebas) f. Uang Buku Rp. 10.000,- (dan tiap ganti buku) g. Membayar Iuran DAKESMA Rp. 30.000,- (setiap tahunnya) 2. Anggota dinyatakan berhenti secara otomatis jika meninggal dunia

3. Keanggotaan secara otomatis berhenti apabila saldo simpanan saham dibawah Rp. 30.000,-

4. Keanggotaan secara otomatis berhenti jika telah non aktif selama satu tahun dan tidak pernah melakukan penyetoran atas simpanan wajibnya dan tidak pernah menghadiri undangan-undangan koperasi serta tidak memiliki sisa saldo pinjaman

5. Anggota meminta berhenti/atau mengundurkan diri atas kemauan sendiri 6. Anggota dapat diberhentikan oleh pengurus karena melanggar AD/ART,

Poljak dan atau keputusan RAT.

7. Anggota yang keluar atas permintaan sendiri sesuai poin 5 harus dilengkapi dengan formulir permohonan pengunduran diri yang ditandatangani oleh orang yang bersangkutan


(39)

Keuntungan bagi anggota Kopdit CU Seia Sekata Kec. Galang Kab. Deli Serdang dari unit yang ditawarkan oleh koperasi salah satunya adalah berlakunya bunga surut dalam pembayaran kredit setelah anggota membayar bunga pinjaman dan cicilan uang pokok kredit, artinya suku bunga tidak berlaku tetap selama masa pembayaran kredit.


(40)

BAB III

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

C. Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan 1. Jaminan

Pada hakekatnya hak-hak jaminan kebendaan tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri, melainkan selalu merupakan accessoire dari suatu perikatan pokok. Walaupun hanya merupakan accessoire, hak-hak jaminan kebendaan itu bagi yang berhak (kreditur) sangat berperan karena memberikan preferensi (voorang, pendahuluan) dalam hal ia melakukan verhaal atas benda-benda tertentu dari harta kekayaan debitur guna menutup shulld si debitur kepadanya.14 Ada kemungkinan seorang debitur mempunyai utang pada beberapa kreditur, karena itu harus berpedoman pada Pasal 1132 KUH Perdata. Oleh karena itu menurut R. Subekti15

14

Purwahid Patrik dan Kashadi. 2002. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT.

Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. hal. 4

15

R. Subekti. Jaminan-Jaminan Untuk Pembayaran Kredit Menurut Hukum Indonesia.

Bandung: Alumni, 1991, hal 12

, Pasal 1132 tersebut di atas mengatakan bahwa ada kemungkinan Undang-undang memberikan kedudukan istimewa atau privilege

atau preferensi kepada kreditur-kreditur tertentu. Kreditur-kreditur seperti itu didahulukan pembayarannya.

Hak-hak yang bersifat memberikan jaminan secara khusus diatur dalam Bab-Bab XIX, XX, dan XXI dari Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(41)

(KUH Perdata). Hak-hak mana adalah privilege, gadai dan hipotik.16 Dengan berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan yang mencabut sebagian ketentuan hipotik, maka hak istimewa ini juga di atur. Mengenai Hak Tanggungan ini Mochammad Djai’is,17

a. Utang yang telah ada; atau

mengemukakan bahwa “menurut ketentuan Hukum Jaminan, suatu jaminan selalu merupakan accessoire dari perjanjian pokok”. Hal demikian juga diatur dalam UUHT.

Dalam Pasal 1 butir 1 UUHT dinyatakan antara lain bahwa “Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu”. Jenis utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan, diatur dalam Pasal 3 ayat (1), dinyatakan bahwa:

b. Utang yang diperjanjikan dengan jumlah tertentu; atau

c. Utang yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.

Accesoire disini dimaksudkan sebagai perjanjian tambahan atau ikutan dari perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok. Berkaitan dengan preferensi dalam Hak Tanggungan, dikemukakan oleh Purwahid Patrik dan Kashadi bahwa :18

16

Purwahd Patrik dan Kashadi. Loc.cit.

17

Mochammad Dja’is. “Peran Sifat Accesoire Hak Tanggungan Dalam Mengatasi

Kredit Macet”. Masalah-Masalah Hukum. Majalah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Semarang. Edisi Khusus Tahun XXV. 1997, hal 54.

18


(42)

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan piutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa apabila debitur cidera janji (wanprestasi) maka kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Maksudnya walaupun seseorang menjadi kreditur peringkat pertama

(preferen) harus menyelesaikan lebih dahulu piutang negara bila ada, termasuk yang diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata tentang hak didahulukan yang dilekatkan pada barang tertentu dan Pasal 1149 KUH Perdata tentang hak didahulukan atas segala barang bergerak dan barang tetap pada umumnya.

2. Pengertian dan Ciri-Ciri Hak Tanggungan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima19

19

H. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2005 hal 95.

. Istilah yang sering dipakai adalah agunan. Pengertian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT yang dinyatakan bahwa :

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.


(43)

Selain pengertian Hak Tanggungan dalam UUHT, Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah20

Penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut, dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa, pembebanan Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula

:

“Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya”.

Definisi yang dikemukakan Budi Harsono ini menekankan pada penguasaan hak atas tanah oleh kreditur sebagai agunan yang secara fisik tetap dikuasai pemiliknya, namun baru dijual lelang bila debitur cedera janji. Mengenai pengertian Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT di atas, latar belakangnya diuraikan dalam Penjelasan Umum ayat 6 :

Hak Tanggungan yang diatur dalam undang-undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat adanya benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya, yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Hukum Tanah Nasional didasarkan kepada Hukum Adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang merupakan kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

20

Budi Harsono yang dikutip H. Salim HS., Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah , 2005 hal 97.


(44)

meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut sudah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaan dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain.

Bangunan yang digunakan ruang bawah tanah yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang berada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut undang-undang ini. Oleh sebab itu undang-undang ini diberi judul: “Undang-Undang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah, dan dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Dari uraian dan paparan di atas, dapatlah dikemukakan ciri Hak Tanggungan. Ciri Hak Tanggungan adalah:21

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference.

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT. Biarpun objek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap

21


(45)

masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cidera janji;

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan;dan

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi. Ciri-ciri di atas selalu melekat pada Hak Tanggungan. Menurut J. Satrio bahwa :22

1) Hak jaminan;

ciri-ciri Hak Tanggungan bisa dilihat dalam Pasal 1 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, suatu pasal yang hendak memberikan perumusan tentang Hak Tanggungan yang antara lain dinyatakan cirinya:

2) Atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah yang bersangkutan;

3) Untuk pelunasan suatu hutang;

4) Memberikan kedudukan yang diutamakan.

Bila dibandingkan ciri-ciri yang dikemukakan dua sarjana di atas, maka ciri yang ditampilkan berbeda dasar pengaturannya yaitu Pasal 3 dan Pasal 1 UUHT sedangkan yang sama hanyalah mengenai kedudukan yang diutamakan.

22

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: Citra Aditya Bakti.


(46)

3. Asas-asas Hak Tanggungan

Mengenai asas-asas Hak Tanggungan banyak pakar yang memberikan pendapat. Asas-asas dari Hak Tanggungan ini meliputi asas publisitas, asas spesialitas dan asas tidak dapat dibagi-bagi.

Asas publisitas ini dapat diketahui dari Pasal 13 ayat (1) UUHT yang menegaskan bahwa : “Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan”. Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan tersebut terhadap pihak ketiga.

Asas spesialitas ini dapat diketahui dari Penjelasan Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum”. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin.

Asas tidak dapat dibagi-bagi ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1), bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2).23

Selain tiga asas yang diketengahkan di atas, H. Salim HS, juga mengemukakan asas-asas sebagai berikut:24

23

Purwahid Patrik dan Kashadi. Op.cit. hal 55.

24


(47)

a. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) UUHT;

b. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) UUHT;

c. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) UUHT;

d. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) UUHT;

e. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baruakan ada di kemudian hari (Pasal 4 ayat (4) UUHT. Dengan syarat diperjanjikan secara tegas;

f. Sifat perjanjian adalah tambahan (accesoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) UUHT;

g. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1)) UUHT;

h. Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) UUHT;

i. Mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 UUHT; j. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;

k. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) UUHT;

l. Wajib didaftarkan (Pasal 13) UUHT; m. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;

n. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) UUHT;


(48)

Mengenai sita yang disebutkan di atas tetap dilaksanakan sesuai prosedur di Pengadilan Negeri.

4. Objek Hak Tanggungan

Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang,tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :25

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas;

c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum; dan d. Memerlukan penunjukan oleh undang-undang.

Berkaitan dengan syarat di atas, Purwahid Patrik dan Kashadi mengemukakan bahwa yang dijadikan objek dari hak tanggungan meliputi:26 1) Yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) :

a) Hak Milik ; b) Hak Guna Usaha ; c) Hak Guna Bangunan

2) Yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) :

Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar, menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

25

Ibid. hal. 104

26

Patrik, Purwahid dan Kashadi. Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT. Semarang:


(49)

3) Yang disebutkan dalam Pasal 27 :

a) Rumah susun yang berdiri di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai yang diberikan oleh negara ;

b) Hak milik atas satuan rumah susun, yang bangunannya berdiri di atas tanah hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh negara.

Selain objek Hak Tanggungan sebagaimana dikemukakan di atas, Ignatius Ridwan Widyadharma juga menambahkan bahwa:27

(1) Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.

Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karyanya yang telah ada atau akan ada dan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) UUHT). Kemungkinan dalam kenyataan, ada bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 4 ayat (4) UUHT tersebut di atas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan Penand atanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta autentik (Pasal 4 ayat (5) UUHT).

Objek Hak Tanggungan dapat meliputi tanah dan bangunan di atasnya serta tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada. Objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan, sehingga akan terjadi peringkat Hak Tanggungan.

Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 UUHT :

(2) Apabila suatu objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahannya.

27

Ignatius Ridwan Widyadharma,. Sedikit Tentang Hukum Jaminan Di Indonesia.


(50)

(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan APHT yang bersangkutan.

5. Subjek Hak Tanggungan

Subjek dalam hal ini adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan.28 Subjek di sini dapat berarti orang pribadi atau badan hukum. Seperti setiap perjanjian yang lain, dalam perjanjian pemberian hak tanggungan ada 2 (dua) pihak yang saling berhadapan, yaitu kreditur, yang setelah pemberian Hak Tanggungan akan disebut pemegang Hak Tanggungan dan pihak pemberi Hak Tanggungan, yang bisa debitur sendiri atau pihak- ketiga, sehingga mereka akan disebut debitur pemberi Hak Tanggungan atau pihak-ketiga pemberi Hak Tanggungan.29

Subjek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT. Dalam kedua pasal itu dinyatakan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan Hak Tanggungan adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan. Pemberi Hak Tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktek pemberi Hak Tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang yang meminjam uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima Hak

28

Kashadi. Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, 2000, hal 27.

29


(51)

Tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.30

Pasal 8 UUHT disebutkan bahwa “pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Pemberi Hak Tanggungan bisa debitur sendiri, bisa pihak lain dan bisa juga debitur bersama pihak lain. Pihak lain tersebut bisa pemegang hak atas tanah yang dijadikan jaminan namun juga bisa pemilik bangunan, tanaman dan /atau hasil karya yang ikut dibebani Hak Tanggungan.31

Proses pemberian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 15 UUHT. Pasal 10 mengatur tata cara pemberian Hak Tanggungan secara langsung, sedangkan Pasal 15 mengatur tentang pemberian kuasa pembebanan hak tangungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada penerima kuasa. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu :

Keterlibatan pihak lain sebagai pemberi Hak Tanggungan karena dibutuhkan debitur dan sudah ada kesepakatannya tersendiri.

Pasal 9 UUHT dinyatakan bahwa : “Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang”.

6. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

32

a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin ;

30

H. Salim HS. Op.cit. hal 103-104.

31

Purwahid Patrik dan Kashadi. Op.cit. hal 63

32


(52)

b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Perjanjian utang piutang sebagai tahap yang mendasari tahap pemberian Hak Tanggungan dapat dibuat secara notariil atau dibawah tangan.

1) Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Dalam Pasal 10 UUHT ditentukan bahwa : “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian yang menimbulkan utang tersebut”.

H. Salim HS33

a) Didahului janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang.

, prosedur pemberian Hak Tanggungan, dengan cara langsung disajikan berikut ini:

b) Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

c) Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan, akan tetapi belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

33


(53)

Mariam Darus Badrulzaman34 juga mengemukakan bahwa, bentuk perbuatan hukum dari perjanjian pemberian Hak Tanggungan ini adalah Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat PPAT (Pasal 10 ayat (2) jo. Pasal 17 UUHT. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kedudukannya sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik35

Dalam pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT, wajib dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak Tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi. Jika tanah yang dijadikan jaminan belum bersertifikat yang wajib bertindak sebagai saksi adalah Kepala Desa dan seorang anggota pemerintahan dari desa yang bersangkutan. (Pasal 25 PP. 10 Tahun 1961).

. Dikatakan otentik karena dibuat oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

36

34

Mariam Darus Badrulzaman. Serial Hukum Perdata Buku II Kompilasi Hukum

Jaminan Bandung: Mandar Maju, 2004, hal 62

35

Purwahid Patrik dan Kashadi. Op.cit. hal 65

36

Ibid. hal 65-66

Kepala Desa dan anggota pemerintahan desa dianggap lebih mengetahui riwayat tanah tersebut. Dengan demikian, PPAT wajib menolak permintaan untuk membuat APHT jika tanah yang bersangkutan diketahui masih dalam perselisihan /sengketa. Mengenai isi dari APHT diatur dalam Pasal 11 UUHT yang menyebutkan bahwa :


(54)

(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan : (a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan.

(b) Domisili para pihak, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan apabila di dalam APHT domisili pilihan itu tidak dicantumkan kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih.

(c) Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 Ayat (1). nilai tanggungan

(d) uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.

(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain :

(a) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

(b) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

(c) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua


(55)

Pengadilan Tinggi yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitur betul-betul cidera janji.

(d) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.

(e) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji.

(f) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. (g) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas

objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

(h) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.

(i) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan.


(56)

(j) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.

(k) Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (4).

Berkaitan dengan isi APHT sebagaimana tersebut di atas, menurut Mariam Darus Badrulzaman, UUHT menentukan isi APHT dalam tiga jenis yaitu: 37

(1) Isi Wajib

Isi wajib, isi fakultatif dan isi dilarang.

Jika isi wajib ini tidak dicantumkan selengkap-lengkapnya maka APHT ini batal demi hukum. Ketentuan ini berkaitan dengan asas spesialitas dari Hak Tanggungan, yaitu mengenai subyek, objek, dan utang yang dijamin (Pasal 11 ayat (1) UUHT dan Penjelasannya).

(2) Isi fakultatif

Isi fakultatif ini tidak bersifat limitative, tetapi enumeratif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akte. Pihak-pihak bebas menentukan apakah isi tersebut dicantumkan atau tidak di dalam APHT janji-janji yang dimuat itu dan kemudian APHT nya didaftarkan pada Kantor Pertanahan, memperoleh sifat kebendaan dan mengikat pihak ketiga (Pasal 11 ayat (2) UUHT dan penjelasannya).

(3) Janji yang dilarang

Pasal 12 UUHT mengatakan sebagai berikut:

37

Mariam Darus Badrulzaman. Serial Hukum Perdata Buku II Kompilasi Hukum


(57)

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.

Janji yang dilarang ini merupakan pengecualian terhadap janji-janji yang dapat dimuat dalam APHT.

a. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan Dalam Pasal 13 UUHT ditegaskan bahwa :

(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. (2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akte

pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akte pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan Warkah lain yang di perlukan kepada kantor Pertanahan. (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kantor pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

(4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. (5) Hak Tanggungan lahir pada tanggal buku-tanah Hak Tanggungan


(58)

Kemudian di dalam Pasal 14 UUHT disebutkan bahwa:

(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

(3) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. (4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(5) Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

Tahap pendaftaran dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-rah seperti disebutkan dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT. Jadi irah-irah yang dicantumkan pada Sertifikat Hak Tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji (wanprestasi) siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh


(59)

kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga

parate executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata.38

Eksekusi Hak Tanggungan adalah jika debitur cidera janji maka objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur yang lain.

Parate eksekusi adalah eksekusi penjualan secara langsung melalui pelelangan umum tanpa melalui pengadilan sedangkan Peraturan Hukum Acara perdata yang dimaksud adalah HIR/RBg.

7. Eksekusi Hak Tanggungan

39

Syarat dan cara eksekusi dikemukakan oleh Ignatius Ridwan Widyadharma, bahwa apabila debitur cidera janji dapat ditempuh eksekusi Hak Tanggungan lewat dua kemungkinan yaitu :40

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan tersebut.

b. Titel eksekutorialnya yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

38

Purwahid Patrik dan Kashadi. Op.cit. hal 67-68

39

Ibid. hal 85

40


(60)

Pendapat di atas didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT selengkapnya Pasal 20 menegaskan :

1) Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b) Titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya ;

2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak ; 3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan ;

4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), batal demi hukum ;


(1)

6) Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan UUHT.

Pada prinsipnya bahwa penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi.

Hasil dari penjualan benda yang dijadikan jaminan tersebut digunakan untuk pelunasan hutang dari debitur, dan apabila ada kelebihannya maka akan dikembalikan kepada pemberi Hak Tanggungan.93


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

Dari latar belakang, hasil penelitian dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menguasai benda jaminan dan mempergunakannya dalam kegiatan usaha, Apabila persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit terpenuhi maka pemberi Hak Tanggungan berhak untuk mendapatkan fasilitas kredit, Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menarik jaminan Hak Tanggungan atas barang tersebut apabila menurut penilaian kreditur bahwa kredit tersebut dikatakan lunas. Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menerima kembali sisa uang hasil penjualan jaminan setelah dikurangi dengan pinjaman pokok bunga dan biaya yang timbul dari penjualan benda tersebut jika terjadi pelelangan akibat wanprestasi dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan. Kewajiban Pemberi Hak Tanggungan. Pemberi Hak Tanggungan wajib bertanggungjawab sepenuhnya atas barang-barang yang dijadikan jaminan, termasuk di dalamnya memperbaiki, mengganti kehilangan barang yang pinjam pakai serta memelihara dan mengurus sebaik-baiknya. Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh karena kerusakan atas barang-barang menjadi kewajiban bagi debitur untuk menanggungnya.


(3)

2. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata adalah melalui penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi.

D. Saran

1. Sebaiknya pihak koperasi lebih tegas lagi dan berhati-hati dalam memberikan kredit kepada nasabah serta lebih mengoptimalkan penyelesaian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dengan menggunakan dasar hukum Pasal 6 undang-undang Hak Tanggungan.Apabila dalam menyelesaikan kredit macet dengan menggunakan pranata penjualan dibawah tangan, maka agar lebih berkoordinasi dengan para pihak yang berkepentingan.

2. Kreditur harus memilih calon penjamin memiliki kredibilitas dan karakter yang baik derita memiliki kemampuan financial yang cukupuntuk menjamin debitur atas hutang-hutangnya pada kreditur dan pengikatan kredit yang dibuat harus sempurna (jangan sampai terjadi cacat hukum)


(4)

3. Kendala dalam pelelangan dan penjualan asset yang menjadi hak tanggungan pinjaman Kredit di Koperasi CU Seia Sekata adalah dimana pihak debitur terkadang tidak menerima pihak koperasi untuk bertindak melelang atau menjual assetnya sementara jangka waktu debitur untuk melunasi piutang sesuai kesepakatan bersama telah melewati batas waktu pembayaran. Untuk mencegah terjadinya sengketa dalam pelelangan atau penjualan asset debitur yang menjadi hak tanggungan tersebut maka disarankan agar pada saat pelelangan atau penjualan diawasi oleh pihak yang berwenang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Fuady Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 2002.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Bandung : Alfabeta, 2003. Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1985.

Purwahid Patrik dan Kashadi. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. 2002

R. Subekti. Jaminan-Jaminan Untuk Pembayaran Kredit Menurut Hukum

Indonesia. Bandung: Alumni. 1991.

R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak

Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Alumni, 1996.

R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Putra Abardin, 2007. R. Subekti, Aneka Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, Jakarta, 2001.

H. Salim HS. 2005. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Pendapat Budi Harsono yang dikutip H. Salim HS. halaman 97. Bandingkan dengan pendapat dari M. Khoidin. 2005.

J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2002

J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, dikutip dari V.Brakel,

Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan


(6)

Widyadharma, Ignatius Ridwan. Sedikit tentang Hukum Jaminan Di Indonesia. Semarang: Tanjung Mas, 1999.

Kashadi. 2000. Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja. 2004. Seri Hukum Harta Kekayaan Hak

Tanggungan. Jakarta: Prenada Media.

M. Khoidin. 2005. Dimensi Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Mariam Darus Badrulzaman. Serial Hukum Perdata Buku II Kompilasi Hukum

Jaminan Bandung: Mandar Maju. 2004.

Mochammad Dja’is. “Peran Sifat Accesoire Hak Tanggungan Dalam Mengatasi

Kredit Macet”. Masalah-Masalah Hukum. Majalah Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro. Semarang. Edisi Khusus Tahun XXV. 1997

Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian Bandung: CV Mandar Maju, 2004

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi


Dokumen yang terkait

Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di “mitra mayapada usaha” di Surakarta

1 4 79

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Kota

0 2 19

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 17

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia.

0 4 13

PENDAHULUAN Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Study Kasus Di Bpr Bank Boyolali).

0 1 16

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Study Kasus Di Bpr Bank Boyolali).

0 1 14

PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada PD. BPR DJOKO TINGKIR SRAGEN.

0 1 13

BAB II KOPERASI CREDIT UNION A. Sejarah dan Latar Belakang Didirikan - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

0 0 16