Wanprestasi 4. Pengertian Wanprestasi Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

dari para pihak, penjualan di bawah tangan dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUHT.

D. Wanprestasi 4. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. 46 Tidak terpenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasan, yaitu: 47 1. Karena kesalahan debitur, baik karena sengaja atau kelalaian. 2. Karena keadaan memaksa force majeur, jadi di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah. Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitur itu dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada empat keadaan yaitu: 48 1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang- undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang. 46 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Putra Abardin, 2007, hal 18. 47 Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian Bandung: Mandar Maju, 2004, hal 62 48 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Jakarta, 2001, hal 45. Universitas Sumatera Utara 2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut yang ditetapkan undang-undang. 3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Di sini debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dipenuhinya tersebut.

5. Sebab Terjadinya Wanprestasi

Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban debitur tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban wanprestasi ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni : a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. 38 Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi Kerugian itu dapat Universitas Sumatera Utara dipersalahkan kepadanya debitur jika ada unsur kesengajatiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. 49 Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut 50 Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” dapat berbuat atau bersikap lain dan “dapat menduga” akan timbulnya kerugian. 51 b. Karena keadaan memaksa overmacht force majure, diluar kemampuan debitur,debitur tidak bersalah. Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. 52 Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu. 53 49 J. Sario, Op. cit, hal. 91. 50 Ibid 51 Ibid 52 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 27. 53 Ibid, hal. 31 Dalam hukum anglo saxon Inggris keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau Universitas Sumatera Utara peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali. 54 Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur. Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap. 55 Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah : 56 a Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap b Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara. c Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur. Ajaran tentang Keadaan Memaksa overmacht. Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai keadaan memaksa 54 Ibid .hal 27 55 Ibid 56 Ibid Universitas Sumatera Utara tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa overmachtsleer ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari janji beding pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu. 57 Dalam hal benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. 58 a Keadaan memaksa yang bersifat objektif Pada awalnya dahulu hanya dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat subjektif. Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat dipenuhi oleh siapapun. 59 Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa overmacht kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya. 60 57 J. Satrio, Op. cit. hal. 254 58 Ibid 59 Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 28. 60 J. Satrio, Loc. cit. Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya “orang” pada umumnya tidak bisa berprestasi bukan “debitur” dak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada Universitas Sumatera Utara umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran objektif. 61 Dasar ajaran ini adalah ketidakmungkinan. Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan istilah “absolute overmacht” apabila benda objek perikatan itu musnah diluar kesalahan debitur. 62 Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi melawan hukum jika dilaksanakan. 63 Dalam keadaan yang seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap. 64 b Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau kemampuan debitur. 55 Salah seorang sarjana yang terkenal mengembayatn teori tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut pendapatnya keadaan memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala upaya yang menurut ukuran yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai dengan perjanjian tersebut. 65 61 Ibid. hal. 255. 62 Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 29. 63 Ibid 64 Ibid 65 J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 263, dikutip dari V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat, Tjeenk Willink, Zwolle, 1948, hal. 122 Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran “debitur pada umumnya”objektif, tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang Universitas Sumatera Utara dipakai sebagai ukuran adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari pertimbangan “debitur yang bersangkutan dengan semua ciri- cirinya” atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan. 66 Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. Menurut ajaran ini debitur itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah “relatieve overmacht”. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. 67 Oleh karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebut sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan. Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan secara umum dalam undang-undang. 68

6. Akibat Hukum dari Wanprestasi

Karena itu hakim berwenang menilai fakta yang terjadi wanprestasi bahwa debitur sedang dalam keadaan memaksa overmacht atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat dibebani kewajiban atas risiko atau tidak atas wanprestasi tersebut. a. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi 66 Ibid. hal. 263 67 Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 30 68 Ibid. hal. 31 Universitas Sumatera Utara tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi. Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur. 69 Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhi prestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut ketentuan pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. 70 Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu sebagai berikut : Pasal 1238 KUHPerdata : “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” 71 1 Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut 69 Ibid.hal 21 70 Ibid hal 22 71 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 8. Universitas Sumatera Utara tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada pemberitahuan, walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau akta sejenis. Namun, yang paling penting ada peringatan atau pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan wanprestasi. 2 Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu tersebut, dia telah wanprestasi. Ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun ketentuan pasal ini dapat juga diikuti oleh perikatan untuk berbuat sesuatu. 72 Sebaiknya ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu. Jadi dalam penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal ini dapat ditiru dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan untuk berbuat sesuatu. 73 Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak perlu dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan itu berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur melakukan perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai wanprestasi. 74 72 Abdulkadir Muhammad, Loc. cit 73 Ibid. 74 Ibid. hal 23 Universitas Sumatera Utara Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut : 75 a Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. Apakah yang dimaksud dengan ganti rugi, kapan ganti kerugian itu timbul, dan apa yang menjadi ukuran ganti kerugian tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang. Pasal 1243 KUHPerdata : “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.” Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut : 1 Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya. 2 Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut. 76 Ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah dihitung 75 Ibid. hal 24 76 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 13. Universitas Sumatera Utara berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang. Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 tiga unsur, yakni : a Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan cost, misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan. b Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur damages. Kerugian disini adalah sungguh- sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar c Bunga atau keuntungan yang diharapkan interest. Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya. Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada. Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur unsur-unsur. 77 “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan yaitu : dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur atas tuntutan kreditur. Pembatasan- pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur. Pembatasan-pembatasan tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata. Pasal 1247 KUHPerdata : 77 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 40. Universitas Sumatera Utara dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.” Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyata-nyata telah dapat diperhitungkan pada saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak. 78 Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian langsung sebagai akibat wanprestasinya debitur. Pasal 1248 KUHPerdata : “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.” 79 a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan. Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan kerugian : b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi lalai. 80 Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang prestasinya berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 1250 KUHPerdata. 78 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 16. 79 Ibid 80 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 41. Universitas Sumatera Utara Pasal 1250 ayat 1 KUHPerdata : “Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus”. Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang. Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.” Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium bunga menurut undang-undang. 81 Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir interest”, sebagai hukuman bagi debitur. 82 Moratoir berasal dari kata “mora” bahasa Latin yang berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut semata-mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut. 83 Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak 81 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal.18. 82 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 43. 83 Ahmadi Miru dan Sakka Pati , Loc. cit. Universitas Sumatera Utara tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu undang-undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut berlaku demi hukum mulai saat terjadinya wanprestasi. 84 b Dalam perjanjian timbal balik bilateral, wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim Pasal 1266 KUHPerdata : “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan – persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi selalu dianggap sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut pembatalan perjanjian melalui pengadilan, baik karena wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam perjanjian maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan kepada pihak 84 Ibid Universitas Sumatera Utara yang wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang waktu yang tidak lebih dari satu bulan. 85 c Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata. Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu. Pasal 1237 KUHPerdata : Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan pasal ini dapat kita lihat bahwa kelalaian debitur dalam menyerahkan kebendaan mengalihkan risiko menjadi atas tanggungannya. d Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim Pasal 181 ayat 1 HIR. Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. e Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian Pasal 1267 KUHPerdata. Ini berlaku untuk semua perikatan. Pasal 1267 KUHPerdata : Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk 85 Ibid Universitas Sumatera Utara memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu : 86 a. Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan agar prestasi tersebut dipenuhi, jika hal itu masih memungkinkan; atau. b. Menuntut pembatalan perjanjian. Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian biaya, rugi dan bunga kalau ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 1267 ini. Berdasarkan pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan pilihan tuntutan kreditur tersebut menjadi lima kemungkinan tuntutan, yaitu : 87 a Pemenuhan perjanjian; b Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi c Ganti kerugian saja; d Pembatalan perjanjian; e Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian. Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan karena seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri sendiri, karena ganti kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan 86 Ibid. 87 Ibid. Universitas Sumatera Utara perjanjian atau membatalkan perjanjian sehingga hanya ada empat kemungkinan, yaitu : 88 1. Pemenuhan perjanjian; 2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian; 3. Pembatalan perjanjian; 4. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian 2. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal. 89 Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin dilaksanakan, maka perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal demi hukum. Sedangkan Jadi perikatan ini dianggap tidak pernah ada seolah-olah tak pernah dibuat. Jika suatu pihak telah melakukan pembayaran terhadap harga barang yang menjadi objek perikatan, pembayaran tersebut harus dikembalikan kepadanya. Bila pembayaran belum dilakukan, pelunasannya tidak perlu dilaksanakan dihentikan. Dalam keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara keadaan ini memberisi mempunyai daya menangguhkan dan bila keadaan memaksa sudah berakhir maka kewajiban berprestasi hidup kembali. Bila prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur maka perikatan menjadi gugur, dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pada pihak lain. Istilah batal dan gugur di atas mempunyai arti yang berbeda. 88 Ibid 89 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 32 Universitas Sumatera Utara istilah gugur, prestasi memungkinkan untuk mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung keadaan memaksa, tujuan perikatan menjadi tidak tercapai karena terhalang oleh keadaan memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada perikatan yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada pihak yang lainnya. 90 90 Ibid. hal. 33 Universitas Sumatera Utara BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI CREDIT UNION SEIASEKATA KECAMATAN GALANG, KABUPATEN DELI SERDANG. C. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan 1. Pemberi Hak Tanggungan Pemberi Hak Tanggungan adalah menurut Pasal 8 UUHT, orang perseorangan atau Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian, karena objek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara, sejalan dengan ketentuan Pasal 8 UUHT itu yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara. a. Hak Pemberi Hak Tanggungan 1 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menguasai benda jaminan dan mempergunakannya dalam kegiatan usaha. 2 Apabila persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit terpenuhi maka pemberi Hak Tanggungan berhak untuk mendapatkan fasilitas kredit. Universitas Sumatera Utara 3 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menarik jaminan Hak Tanggungan atas barang tersebut apabila menurut penilaian kreditur bahwa kredit tersebut dikatakan lunas. 4 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menerima kembali sisa uang hasil penjualan jaminan setelah dikurangi dengan pinjaman pokok bunga dan biaya yang timbul dari penjualan benda tersebut jika terjadi pelelangan akibat wanprestasi dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan. b. Kewajiban Pemberi Hak Tanggungan 1 Pemberi Hak Tanggungan wajib bertanggungjawab sepenuhnya atas barang-barang yang dijadikan jaminan, termasuk di dalamnya memperbaiki, mengganti kehilangan barang yang pinjam pakai serta memelihara dan mengurus sebaik-baiknya. 2 Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh karena kerusakan atas barang- barang menjadi kewajiban bagi debitur untuk menanggungnya. 3 Pemberi Hak Tanggungan wajib berusaha dengan sebaik-baiknya terhadap barang-barang yang dipinjam pakai untuk menghindari dan mengurangi kemrosotan dari nilai barang tersebut 4 Pemberi Hak Tanggungan wajib menyerahkan surat asli yang menyatakan kepemilikan dari objek Hak Tanggungan dalam rangka pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan 5 Apabila barang tersebut menurut sifatnya dan tujuannya adalah untuk diperdagangkan, maka adanya kewajiban untuk melapor secara tertulis. Universitas Sumatera Utara 6 Pemberi Hak Tanggungan berkewajiban untuk melunasi pinjaman dengan Jaminan Hak Tanggungan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. 7 Pemberi Hak Tanggungan wajib untuk membayar bunga atas kredit yang diperoleh dengan menggunakan Hak tanggungan. c. Pemegang Hak Tanggungan Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian, yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu orang perseorangan Warga Negara Indonesia maupun orang asing. a. Hak Pemegang Hak Tanggungan 1 Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk memanggil kepada pemberi Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan menyalahgunakan kekuasaannya terhadap barang-barang yang dijadikan obyek jaminan. 2 Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk memeriksa, mengawasi terhadap barang-barang yang dapat dijadikan obyek jaminan. 3 Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual benda jaminan yang berada dalam penguasaan pemberi Hak Tanggungan dalam hal debitur wanprestasi. Universitas Sumatera Utara b. Kewajiban Pemegang hak Tanggungan 1 Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk menyerahkan benda jaminan apabila pemberi Hak Tanggungan telah melunasi kewajibannya. 2 Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk menyediakan dana bagi pemberi Hak Tanggungan yang membutuhkan kredit. 3 Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk mendaftarkan jaminan Hak Tanggungan kepada notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah atau sering disingkat dengan sebutan PPAT agar segera dikeluarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT. D. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang . Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang memperoleh pendapatan dari pembayaran bunga kredit, oleh debitur sehingga dalam pelepasan kredit pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang mensyaratkan adanya jaminan sebagai pengaman jika debitur lalai dalam memenuhi kewajibannya, namun tidak menutup kemungkinan pula debitur melakukan wanprestasi, sehingga menyebabkan kredit macet. Universitas Sumatera Utara Selain ketentuan mengenai parate eksekusi, kepada pemegang Hak Tanggungan pertama juga dapat diberi kekuasaan oleh pemberi Hak Tanggungan untuk menjual melalui lelang obyek Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji. Janji untuk memberi kewenangan ini dicantumkan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Dengan adanya ketentuan tersebut diatas, yang mengikat semua pihak, diharapkan dalam praktek tidak ada lagi perbedaan persepsi mengenai tata cara eksekusi Hak Tanggungan, terutama di antara pihak-pihak penegak hukum. Dalam UUHT yang berkaitan dengan Eksekusi Hak Tanggungan juga diatur dalam Bab V, yaitu Pasal 20 dan Pasal 21. Dalam menentukan kriteria kredit dapat dinyatakan macet, karena dalam jangka waktu yang telah ditentukan debitur tidak dapat melunasinya, sehingga debitur dinyatakan lalai. Wanprestasi tersebut dapat disebabkan karena: 91 1. Debitur menyalahgunakan kredit yang diberikan oleh kreditur untuk keperluan yang tidak semestinya dilakukan sehingga mengalami kesulitan dalam membayar angsuran yang menjadi tunggakan angsuran. 2. Kondisi ekonomi debitur. 3. Sejak awal debitur mempunyai karakter atau niat yang tidak baik. 4. Debitur meninggal dunia dan tidak ada barang jaminan. 5. Adanya keadaan atau kejadian di luar dugaan dan tidak disengaja terhadap usaha debitur sehingga tidak dapat menepati janji untuk menanggulangi terjadinya wanprestasi tersebut pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan 91 91 Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara Galang, Kabupaten Deli Serdang mengambil layath-layath pengamanan secara preventif dan represif. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dengan cara pengamanan secara represif dan preventif. Pengamanan secara preventif dilakukan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang setelah melihat adanya tanda-tanda bahwa debitur akan wanprestasi, kemudian petugas akan melakukan pendekatan-pendekatan kepada debitur. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara memberikan pengarahan- pengarahan, bimbingan-bimbingan dan petunjuk-petunjuk tentang risiko yang harus ditanggung dan denda yang dikenakan jika sampai terjadi keterlambatan pembayaran angsuran atau penjelasan lainnya. Dengan usaha pendekatan- pendekatan ini diharapkan akan memancing debitur untuk berusaha secara maksimal agar dapat membayar angsuran tepat pada waktunya. Langkah pengamanan secara represif dilakukan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang untuk menyelesaikan kredit-kredit yang mengalami ketidak lancaran karena debitur wanprestasi, untuk menanggulangi hal-hal tersebut dilakukan teguran-teguran untuk menagih tunggakan pembayaran yaitu dengan tindakan-tindakan meliputi: a. Surat Peringatan Surat Peringatan ini diberikan kepada debitur bahwa jangka pengembalian sudah lewat dan debitur masih mempunyai tunggakan pinjaman selama tiga 3 bulan berturut-turut. Di dalam surat peringatan ini terdapat tiga 3 Universitas Sumatera Utara kali surat peringatan, yaitu surat peringatan I, surat peringatan II, dan surat peringatan III yang masing-masing memiliki jangka waktu yaitu15 hari dan jarak antara surat peringatan I ke surat peringatan II selama 7 hari begitupun dari surat peringatan II ke surat peringatan III. b. Surat Somasi Jika sampai surat peringatan ke III tetapi debitur masih belum melakukan prestasinya maka sekitar tiga 3 minggu setelah surat peringatan ke III tersebut maka dari pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang akan memberikan surat somasi kepada debitur yang isinya bahwa debitur harus segera melunasi hutangnya atau harus segera melakukan prestasi sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan di awal. Surat somasi yang diberikan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang kepada debitur yang melakukan wanprestasi, menggunakan jasa seorang advokat yang bernama Andreas Tri Suwito Adi, S.H., MTP yang beralamatkan di Lubuk Pakam c. Penyitaan Jika setelah diberikannya surat somasi kepada debitur tetapi debitur belum juga melakukan prestasinya, maka kredit dinyatakan macet dan debitur dinyatakan wanprestasi. Dan setelah usaha-usaha yang dilakukan oleh kreditur mengalami kegagalan maka kreditur akan melaksanakan haknya dengan cara melelang barang jaminan untuk melunasi hutang debitur, pelelangan jaminan tersebut oleh Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dilakukan dengan dua 2 cara, yaitu Universitas Sumatera Utara melalui Kantor Penyelesaian Perselisihan Piutang Negara KP3N Lubuk Pakam atau sering disebut Kantor Lelang dan pelelangan bias dilakukan melalui jalur pengadilan. Selain dengan dua 2 cara pelelangan tersebut, pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang masih mempunyai satu 1 cari lagi, yaitu dengan cara ‘Hapus Buku’. Yang dimaksud dengan Hapus Buku ialah, obyek yang dijaminkan secara langsung akan menjadi milik kreditur tanpa adanya lelang melalui Pengadilan maupun Kantor Lelang, dan secara langsung pula hutang debitur yang ada pada kreditur dihilangkan dan dianggap lunas. Dengan adanya pelelangan tersebut, barang jaminan yang masih dikuasai oleh pemberi Hak Tanggungan dilakukan penarikan oleh pihak pemegang Hak tanggungan dengan surat penarikan jaminan. Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang pada dasarnya dalam menyelesaikan wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan menggunakan Hak Tanggungan. Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang lebih mengutamakan musyawarah atau pendekatan-pendekatan kepada debitur meskipun tidak menutup kemungkinan pemberlakuan ketentuan penjualan benda jaminan. Menurut Pasal 20 dan Pasal 21 UUHT, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara: 92 1 Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan: a Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT, atau 92 Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara b Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 UUHT, obyek Hak Tanggungan di jual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam Peraturan perUndang-undangan untuk pelunasan pemegang Hak Tanggungan dengan Hak mendahulu dari pada kreditur- krediturlainnya. 2 Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 3 Pelaksanaan penjualan yang dimaksud dalam ayat 2 hanya dapat dilakukan setelah lewat satu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi danatau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam dua 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan danatau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. 4 Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 maka batal demi hukum. 5 Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan. Universitas Sumatera Utara 6 Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan UUHT. Pada prinsipnya bahwa penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi. Hasil dari penjualan benda yang dijadikan jaminan tersebut digunakan untuk pelunasan hutang dari debitur, dan apabila ada kelebihannya maka akan dikembalikan kepada pemberi Hak Tanggungan. 93 93 Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di “mitra mayapada usaha” di Surakarta

1 4 79

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Kota

0 2 19

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 17

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia.

0 4 13

PENDAHULUAN Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Study Kasus Di Bpr Bank Boyolali).

0 1 16

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Study Kasus Di Bpr Bank Boyolali).

0 1 14

PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada PD. BPR DJOKO TINGKIR SRAGEN.

0 1 13

BAB II KOPERASI CREDIT UNION A. Sejarah dan Latar Belakang Didirikan - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang - Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

0 0 16