dari para pihak, penjualan di bawah tangan dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUHT.
D. Wanprestasi 4. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam
perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
46
Tidak terpenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasan, yaitu:
47
1. Karena kesalahan debitur, baik karena sengaja atau kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa force majeur, jadi di luar kemampuan debitur,
debitur tidak bersalah. Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan
wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitur itu dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada empat keadaan yaitu:
48
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak
memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-
undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.
46
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Putra Abardin, 2007, hal 18.
47
Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian Bandung: Mandar Maju, 2004, hal 62
48
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Jakarta, 2001, hal 45.
Universitas Sumatera Utara
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur
melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya
menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut yang ditetapkan undang-undang.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Di sini
debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dipenuhinya
tersebut.
5. Sebab Terjadinya Wanprestasi
Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang
dibebani kewajiban debitur tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban wanprestasi ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua
kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni : a.
Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian.
38
Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik
dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan
keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi Kerugian itu dapat
Universitas Sumatera Utara
dipersalahkan kepadanya debitur jika ada unsur kesengajatiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan
debitur sengaja kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau
patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian.
49
Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan
kemungkinan munculnya kerugian tersebut
50
Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” dapat berbuat atau bersikap lain
dan “dapat menduga” akan timbulnya kerugian.
51
b. Karena keadaan memaksa overmacht force majure, diluar kemampuan
debitur,debitur tidak bersalah. Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh
pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan.
52
Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih
dahulu.
53
49
J. Sario, Op. cit, hal. 91.
50
Ibid
51
Ibid
52
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 27.
53
Ibid, hal. 31
Dalam hukum anglo saxon Inggris keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau
Universitas Sumatera Utara
peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.
54
Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.
Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena
perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa
menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi
prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap.
55
Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah :
56
a Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda
yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap b
Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.
c Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Ajaran tentang Keadaan Memaksa overmacht. Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya wanprestasi dalam
pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai keadaan memaksa
54
Ibid .hal 27
55
Ibid
56
Ibid
Universitas Sumatera Utara
tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa overmachtsleer ini
sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari janji beding pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu.
57
Dalam hal benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya kewajibannya
untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi.
58
a Keadaan memaksa yang bersifat objektif
Pada awalnya dahulu hanya dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam
perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat subjektif.
Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat dipenuhi oleh siapapun.
59
Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa overmacht kalau setiap orang dalam kedudukan
debitur tidak mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya.
60
57
J. Satrio, Op. cit. hal. 254
58
Ibid
59
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 28.
60
J. Satrio, Loc. cit.
Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi
prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya “orang” pada umumnya tidak bisa berprestasi bukan “debitur” dak bisa
berprestasi, sehingga kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran objektif.
61
Dasar ajaran ini adalah ketidakmungkinan. Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan
istilah “absolute overmacht” apabila benda objek perikatan itu musnah diluar kesalahan debitur.
62
Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan
dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi melawan hukum jika dilaksanakan.
63
Dalam keadaan yang seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri perikatan karena tidak mungkin
dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap.
64
b Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif
Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau
kemampuan debitur.
55
Salah seorang sarjana yang terkenal mengembayatn teori tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut pendapatnya keadaan
memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala upaya yang menurut ukuran yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai
dengan perjanjian tersebut.
65
61
Ibid. hal. 255.
62
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 29.
63
Ibid
64
Ibid
65
J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 263, dikutip dari V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat, Tjeenk
Willink, Zwolle, 1948, hal. 122
Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran “debitur pada
umumnya”objektif, tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang
Universitas Sumatera Utara
dipakai sebagai ukuran adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari pertimbangan “debitur yang bersangkutan dengan semua ciri-
cirinya” atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan.
66
Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. Menurut ajaran ini debitur itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau
menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah “relatieve overmacht”. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara.
67
Oleh karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh
debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebut sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan. Timbulnya ajaran mengenai
keadaan memaksa seperti yang telah diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan secara umum dalam undang-undang.
68
6. Akibat Hukum dari Wanprestasi
Karena itu hakim berwenang menilai fakta yang terjadi wanprestasi bahwa debitur sedang dalam keadaan memaksa overmacht atau tidak, sehingga
diketahui apakah debitur dapat dibebani kewajiban atas risiko atau tidak atas wanprestasi tersebut.
a. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur
Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi
66
Ibid. hal. 263
67
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 30
68
Ibid. hal. 31
Universitas Sumatera Utara
tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan
apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi.
Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang
waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur.
69
Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk
memperingatkan debitur guna memenuhi prestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut
ketentuan pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
70
Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu sebagai berikut :
Pasal 1238 KUHPerdata : “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
71
1 Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan
waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang
wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut
69
Ibid.hal 21
70
Ibid hal 22
71
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada pemberitahuan, walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau
akta sejenis. Namun, yang paling penting ada peringatan atau pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya
dalam keadaan wanprestasi. 2
Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu
tersebut, dia telah wanprestasi. Ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan
untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun ketentuan pasal ini dapat juga
diikuti oleh perikatan untuk berbuat sesuatu.
72
Sebaiknya ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu.
Jadi dalam penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal ini dapat ditiru dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan
untuk berbuat sesuatu.
73
Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini
tidak perlu dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan itu berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur
melakukan perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai wanprestasi.
74
72
Abdulkadir Muhammad, Loc. cit
73
Ibid.
74
Ibid. hal 23
Universitas Sumatera Utara
Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut :
75
a Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur
Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. Apakah yang dimaksud dengan ganti rugi, kapan ganti kerugian itu timbul, dan apa yang menjadi ukuran
ganti kerugian tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang. Pasal 1243 KUHPerdata :
“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan
dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :
1 Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti
kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya.
2 Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,
pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.
76
Ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah dihitung
75
Ibid. hal 24
76
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang. Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 tiga unsur, yakni :
a Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan cost, misalnya ongkos
cetak, biaya materai, biaya iklan. b
Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur damages. Kerugian disini adalah sungguh-
sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga
merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar c
Bunga atau keuntungan yang diharapkan interest. Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada. Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh
kreditur unsur-unsur.
77
“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan
Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih
memberikan pembatasan-pembatasan yaitu : dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur atas tuntutan kreditur. Pembatasan-
pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur. Pembatasan-pembatasan
tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata. Pasal 1247 KUHPerdata :
77
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”
Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyata-nyata telah dapat
diperhitungkan pada saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.
78
Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus
dibayarnya hanya meliputi kerugian langsung sebagai akibat wanprestasinya debitur.
Pasal 1248 KUHPerdata : “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si
berutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang
baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.”
79
a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.
Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan kerugian :
b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi lalai.
80
Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang prestasinya
berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 1250 KUHPerdata.
78
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal. 16.
79
Ibid
80
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1250 ayat 1 KUHPerdata : “Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan
pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang
ditentukan oleh undang-undang, dan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus”.
Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang. Penggantian biaya, rugi
dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia
berlaku demi hukum.” Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang
pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium bunga menurut
undang-undang.
81
Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir interest”, sebagai hukuman bagi debitur.
82
Moratoir berasal dari kata “mora” bahasa Latin yang berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut
semata-mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian
tersebut.
83
Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak
81
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit, hal.18.
82
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 43.
83
Ahmadi Miru dan Sakka Pati , Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu undang-undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut
berlaku demi hukum mulai saat terjadinya wanprestasi.
84
b Dalam perjanjian timbal balik bilateral, wanprestasi dari satu pihak
memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim
Pasal 1266 KUHPerdata : “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan –
persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”.
Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan,
meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah
leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana
namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi selalu dianggap
sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut pembatalan perjanjian melalui
pengadilan, baik karena wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam perjanjian maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak
dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan kepada pihak
84
Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang waktu yang tidak lebih dari satu bulan.
85
c Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi pasal 1237
ayat 2 KUHPerdata. Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
Pasal 1237 KUHPerdata : Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu,
kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan pasal ini dapat
kita lihat bahwa kelalaian debitur dalam menyerahkan kebendaan mengalihkan risiko menjadi atas tanggungannya.
d Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim Pasal 181 ayat
1 HIR. Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam
perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. e
Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian Pasal 1267 KUHPerdata.
Ini berlaku untuk semua perikatan. Pasal 1267 KUHPerdata :
Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk
85
Ibid
Universitas Sumatera Utara
memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga
Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi
dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu :
86
a. Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan agar prestasi tersebut
dipenuhi, jika hal itu masih memungkinkan; atau. b.
Menuntut pembatalan perjanjian. Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian biaya, rugi dan bunga
kalau ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 1267 ini.
Berdasarkan pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan pilihan tuntutan kreditur tersebut menjadi lima kemungkinan tuntutan, yaitu :
87
a Pemenuhan perjanjian;
b Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
c Ganti kerugian saja;
d Pembatalan perjanjian;
e Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan karena
seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri sendiri, karena ganti kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan
86
Ibid.
87
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian atau membatalkan perjanjian sehingga hanya ada empat kemungkinan, yaitu :
88
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;
3. Pembatalan perjanjian;
4. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian
2. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara
otomatis mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal.
89
Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin dilaksanakan,
maka perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal demi hukum. Sedangkan Jadi perikatan
ini dianggap tidak pernah ada seolah-olah tak pernah dibuat. Jika suatu pihak telah melakukan pembayaran terhadap harga barang yang menjadi objek
perikatan, pembayaran tersebut harus dikembalikan kepadanya. Bila pembayaran belum dilakukan, pelunasannya tidak perlu dilaksanakan dihentikan.
Dalam keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara keadaan ini memberisi mempunyai daya menangguhkan dan bila keadaan memaksa
sudah berakhir maka kewajiban berprestasi hidup kembali. Bila prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur maka perikatan menjadi gugur,
dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pada pihak lain. Istilah batal dan gugur di atas mempunyai arti yang berbeda.
88
Ibid
89
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
istilah gugur, prestasi memungkinkan untuk mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung keadaan memaksa, tujuan perikatan menjadi tidak tercapai karena
terhalang oleh keadaan memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada perikatan yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada
pihak yang lainnya.
90
90
Ibid. hal. 33
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI CREDIT UNION
SEIASEKATA KECAMATAN GALANG, KABUPATEN DELI SERDANG.
C.
Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan
1. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberi Hak Tanggungan adalah menurut Pasal 8 UUHT, orang perseorangan atau Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian, karena objek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara, sejalan dengan ketentuan Pasal 8 UUHT itu yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara.
a. Hak Pemberi Hak Tanggungan
1 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menguasai benda jaminan dan
mempergunakannya dalam kegiatan usaha. 2
Apabila persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit terpenuhi maka pemberi Hak Tanggungan berhak untuk mendapatkan fasilitas
kredit.
Universitas Sumatera Utara
3 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menarik jaminan Hak
Tanggungan atas barang tersebut apabila menurut penilaian kreditur bahwa kredit tersebut dikatakan lunas.
4 Pemberi Hak Tanggungan berhak untuk menerima kembali sisa uang
hasil penjualan jaminan setelah dikurangi dengan pinjaman pokok bunga dan biaya yang timbul dari penjualan benda tersebut jika terjadi
pelelangan akibat wanprestasi dari debitur atau pemberi Hak Tanggungan.
b. Kewajiban Pemberi Hak Tanggungan
1 Pemberi Hak Tanggungan wajib bertanggungjawab sepenuhnya atas
barang-barang yang dijadikan jaminan, termasuk di dalamnya memperbaiki, mengganti kehilangan barang yang pinjam pakai serta
memelihara dan mengurus sebaik-baiknya. 2
Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh karena kerusakan atas barang- barang menjadi kewajiban bagi debitur untuk menanggungnya.
3 Pemberi Hak Tanggungan wajib berusaha dengan sebaik-baiknya
terhadap barang-barang yang dipinjam pakai untuk menghindari dan mengurangi kemrosotan dari nilai barang tersebut
4 Pemberi Hak Tanggungan wajib menyerahkan surat asli yang
menyatakan kepemilikan dari objek Hak Tanggungan dalam rangka pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan
5 Apabila barang tersebut menurut sifatnya dan tujuannya adalah untuk
diperdagangkan, maka adanya kewajiban untuk melapor secara tertulis.
Universitas Sumatera Utara
6 Pemberi Hak Tanggungan berkewajiban untuk melunasi pinjaman
dengan Jaminan Hak Tanggungan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
7 Pemberi Hak Tanggungan wajib untuk membayar bunga atas kredit
yang diperoleh dengan menggunakan Hak tanggungan.
c. Pemegang Hak Tanggungan
Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang. Dengan demikian, yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk
memberikan utang, yaitu baik itu orang perseorangan Warga Negara Indonesia maupun orang asing.
a. Hak Pemegang Hak Tanggungan
1 Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk memanggil kepada pemberi
Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan menyalahgunakan kekuasaannya terhadap barang-barang yang dijadikan obyek jaminan.
2 Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk memeriksa, mengawasi
terhadap barang-barang yang dapat dijadikan obyek jaminan. 3
Pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual benda jaminan yang berada dalam penguasaan pemberi Hak Tanggungan dalam hal
debitur wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Kewajiban Pemegang hak Tanggungan
1 Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk menyerahkan benda
jaminan apabila pemberi Hak Tanggungan telah melunasi kewajibannya.
2 Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk menyediakan dana
bagi pemberi Hak Tanggungan yang membutuhkan kredit. 3
Pemegang Hak Tanggungan berkewajiban untuk mendaftarkan jaminan Hak Tanggungan kepada notaris atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah atau sering disingkat dengan sebutan PPAT agar segera dikeluarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
SKMHT.
D.
Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan di Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten
Deli Serdang .
Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, Koperasi Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang memperoleh pendapatan dari
pembayaran bunga kredit, oleh debitur sehingga dalam pelepasan kredit pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang
mensyaratkan adanya jaminan sebagai pengaman jika debitur lalai dalam memenuhi kewajibannya, namun tidak menutup kemungkinan pula debitur
melakukan wanprestasi, sehingga menyebabkan kredit macet.
Universitas Sumatera Utara
Selain ketentuan mengenai parate eksekusi, kepada pemegang Hak Tanggungan pertama juga dapat diberi kekuasaan oleh pemberi Hak Tanggungan
untuk menjual melalui lelang obyek Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji. Janji untuk memberi kewenangan ini dicantumkan di dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Dengan adanya ketentuan tersebut diatas, yang mengikat semua pihak, diharapkan dalam praktek tidak ada lagi perbedaan persepsi mengenai tata
cara eksekusi Hak Tanggungan, terutama di antara pihak-pihak penegak hukum. Dalam UUHT yang berkaitan dengan Eksekusi Hak Tanggungan juga
diatur dalam Bab V, yaitu Pasal 20 dan Pasal 21. Dalam menentukan kriteria kredit dapat dinyatakan macet, karena dalam
jangka waktu yang telah ditentukan debitur tidak dapat melunasinya, sehingga debitur dinyatakan lalai. Wanprestasi tersebut dapat disebabkan karena:
91
1. Debitur menyalahgunakan kredit yang diberikan oleh kreditur untuk
keperluan yang tidak semestinya dilakukan sehingga mengalami kesulitan dalam membayar angsuran yang menjadi tunggakan angsuran.
2. Kondisi ekonomi debitur.
3. Sejak awal debitur mempunyai karakter atau niat yang tidak baik.
4. Debitur meninggal dunia dan tidak ada barang jaminan.
5. Adanya keadaan atau kejadian di luar dugaan dan tidak disengaja terhadap
usaha debitur sehingga tidak dapat menepati janji untuk menanggulangi terjadinya wanprestasi tersebut pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan
91 91
Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
Galang, Kabupaten Deli Serdang mengambil layath-layath pengamanan secara preventif dan represif.
Adapun langkah-langkah yang diambil oleh Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dengan cara pengamanan secara
represif dan preventif. Pengamanan secara preventif dilakukan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang setelah melihat
adanya tanda-tanda bahwa debitur akan wanprestasi, kemudian petugas akan melakukan pendekatan-pendekatan kepada debitur.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara memberikan pengarahan- pengarahan, bimbingan-bimbingan dan petunjuk-petunjuk tentang risiko yang
harus ditanggung dan denda yang dikenakan jika sampai terjadi keterlambatan pembayaran angsuran atau penjelasan lainnya. Dengan usaha pendekatan-
pendekatan ini diharapkan akan memancing debitur untuk berusaha secara maksimal agar dapat membayar angsuran tepat pada waktunya.
Langkah pengamanan secara represif dilakukan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang untuk menyelesaikan
kredit-kredit yang mengalami ketidak lancaran karena debitur wanprestasi, untuk menanggulangi hal-hal tersebut dilakukan teguran-teguran untuk menagih
tunggakan pembayaran yaitu dengan tindakan-tindakan meliputi: a.
Surat Peringatan Surat Peringatan ini diberikan kepada debitur bahwa jangka pengembalian
sudah lewat dan debitur masih mempunyai tunggakan pinjaman selama tiga 3 bulan berturut-turut. Di dalam surat peringatan ini terdapat tiga 3
Universitas Sumatera Utara
kali surat peringatan, yaitu surat peringatan I, surat peringatan II, dan surat peringatan III yang masing-masing memiliki jangka waktu yaitu15 hari
dan jarak antara surat peringatan I ke surat peringatan II selama 7 hari begitupun dari surat peringatan II ke surat peringatan III.
b. Surat Somasi
Jika sampai surat peringatan ke III tetapi debitur masih belum melakukan prestasinya maka sekitar tiga 3 minggu setelah surat peringatan ke III
tersebut maka dari pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang akan memberikan surat somasi kepada debitur
yang isinya bahwa debitur harus segera melunasi hutangnya atau harus segera melakukan prestasi sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan di
awal. Surat somasi yang diberikan oleh pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang kepada debitur yang
melakukan wanprestasi, menggunakan jasa seorang advokat yang bernama Andreas Tri Suwito Adi, S.H., MTP yang beralamatkan di Lubuk Pakam
c. Penyitaan
Jika setelah diberikannya surat somasi kepada debitur tetapi debitur belum juga melakukan prestasinya, maka kredit dinyatakan macet dan debitur
dinyatakan wanprestasi. Dan setelah usaha-usaha yang dilakukan oleh kreditur mengalami kegagalan maka kreditur akan melaksanakan haknya
dengan cara melelang barang jaminan untuk melunasi hutang debitur, pelelangan jaminan tersebut oleh Credit Union Seia Sekata Kecamatan
Galang, Kabupaten Deli Serdang dilakukan dengan dua 2 cara, yaitu
Universitas Sumatera Utara
melalui Kantor Penyelesaian Perselisihan Piutang Negara KP3N Lubuk Pakam atau sering disebut Kantor Lelang dan pelelangan bias dilakukan
melalui jalur pengadilan. Selain dengan dua 2 cara pelelangan tersebut, pihak Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang masih mempunyai satu 1 cari lagi, yaitu dengan cara ‘Hapus Buku’. Yang dimaksud dengan Hapus Buku ialah, obyek yang dijaminkan
secara langsung akan menjadi milik kreditur tanpa adanya lelang melalui Pengadilan maupun Kantor Lelang, dan secara langsung pula hutang
debitur yang ada pada kreditur dihilangkan dan dianggap lunas. Dengan adanya pelelangan tersebut, barang jaminan yang masih dikuasai
oleh pemberi Hak Tanggungan dilakukan penarikan oleh pihak pemegang Hak tanggungan dengan surat penarikan jaminan. Credit Union Seia Sekata Kecamatan
Galang, Kabupaten Deli Serdang pada dasarnya dalam menyelesaikan wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan menggunakan Hak Tanggungan.
Credit Union Seia Sekata Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang lebih mengutamakan musyawarah atau pendekatan-pendekatan kepada debitur
meskipun tidak menutup kemungkinan pemberlakuan ketentuan penjualan benda jaminan. Menurut Pasal 20 dan Pasal 21 UUHT, eksekusi terhadap benda yang
menjadi objek jaminan Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara:
92
1 Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:
a Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT, atau
92
Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
b Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 UUHT, obyek Hak Tanggungan di jual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditentukan dalam Peraturan perUndang-undangan untuk pelunasan pemegang Hak Tanggungan dengan Hak mendahulu dari pada
kreditur- krediturlainnya. 2
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan
demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
3 Pelaksanaan penjualan yang dimaksud dalam ayat 2 hanya dapat
dilakukan setelah lewat satu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi danatau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam dua 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan danatau media massa
setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. 4
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3
maka batal demi hukum. 5
Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dihindarkan dengan pelunasan
utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Universitas Sumatera Utara
6 Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak
Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan UUHT.
Pada prinsipnya bahwa penjualan benda yang menjadi obyek jaminan Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan
dapat diperoleh harga yang paling tinggi namun demikian hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang
menguntungkan baik pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh
pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi.
Hasil dari penjualan benda yang dijadikan jaminan tersebut digunakan untuk pelunasan hutang dari debitur, dan apabila ada kelebihannya maka akan
dikembalikan kepada pemberi Hak Tanggungan.
93
93
Wawancara dengan Japiun Saragih, Sekretaris Kopcit CU Seia Sekata, tanggal 1 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan