Studi Pembuatan Kerupuk Rebung

STUDI PEMBUATAN KERUPUK REBUNG

SKRIPSI
OLEH:
DIKI WIRANANDA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

STUDI PEMBUATAN KERUPUK REBUNG

SKRIPSI
OLEH:
DIKI WIRANANDA
060305024/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

STUDI PEMBUATAN KERUPUK REBUNG

SKRIPSI
OLEH:
DIKI WIRANANDA
060305024/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011


Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama
NIM
Departemen
Program Studi

: Studi Pembuatan Kerupuk Rebung
: Diki Wirananda
: 060305024
: Teknologi Pertanian
: Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.
Ketua


Ir. Sentosa Ginting, Mp.
Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Herla Rusmarillin, M.S.
Ketua Jurusan

Tanggal Lulus: 21 Maret 2011

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DIKI WIRANANDA : Studi Pembuatan Kerupuk Rebung. Dibimbing oleh ZULKIFLI LUBIS
dan SENTOSA GINTING.
Awalnya rebung untuk sayuran sehingga perlu pengolahan agar meningkatkan
nilai tambah. Makanan yang bisa dibuat dari bahan dasar rebung antara lain acar,
asinan, tepung, cuka, serta kerupuk. Rebung bermanfaat bagi tubuh untuk mengobati
sirosis hati, batuk berdahak, demam, dan dapat mengurangi resiko stroke. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan jumlah bubur
rebung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu
konsentrasi natrium metabisulfit (K) : (0, 200, 400 dan 600 ppm) dan jumlah bubur
rebung (R) : (40%, 60%, 80% dan 100%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air,
kadar serat kasar, residu sulfit, organoleptik warna (sebelum dan sesudah penggorengan),
kerenyahan dan rasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar serat kasar, residu
sulfit, nilai organoleptik warna (sebelum dan sesudah penggorengan), kerenyahan, dan
rasa. Jumlah bubur rebung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar
air, kadar serat kasar, nilai organoleptik warna sesudah penggorengan, kerenyahan, rasa
dan berbeda nyata terhadap residu sulfit, nilai organoleptik warna sebelum penggorengan.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan jumlah bubur rebung memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna sesudah penggorengan,
berbeda nyata terhadap kerenyahan dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar
serat kasar, residu sulfit, nilai organoleptik warna sebelum penggorengan dan rasa.
Penambahan konsentrasi natrium metabisulfit 1000 ppm dengan jumlah bubur rebung
60% yang lebih baik dan dapat diterima.
Kata Kunci : Rebung, natrium metabisulfit.
ABSTRACT

DIKI WIRANANDA : Study on the Making of Bamboo shoot Chip. Under the supervison
of ZULKIFLI LUBIS and SENTOSA GINTING.
At first the oyster mushrooms is to be vegetables, therefore processing is needed
to increase the value added. Food that can be made from bamboo shoot among others
are pickle, salted vegetable, flour,vinegar and chip. Bamboo shoot is good for body for
treat of liver sirosis, cough, fever and can alleviate stroke risk. The aim of this research
was to know the effect of sodium metabisulfite concentration and amount of bamboo
shoot porridge on the quality of chip produced. The research had been performed using
completely randomized design (CRD) with 2 factors, i.e : sodium metabisulfite
concentration (K) : (0 , 200 , 400 and 600 ppm) and amount of bamboo shoot porridge
(R) : (40%, 60%, 80% and 100%). Parameters analyzed were moisture content, fiber
content, sulfite residue, organoleptic value of color (before and after frying), texture and
taste.
The results showed that sodium metabisulfite concentration had highly
significant effect on the moisture content, fiber content, sulfite residue, organoleptic value
of color (before and after frying), texture and taste. The amount of bamboo shoot
porridge had highly significant effect on the moisture content, fiber content, color after
frying, texture, taste and had significant effect on sulfite residue and color before frying.
The interaction of sodium metabisulfite concentration and amount of bamboo shoot
porridge had significant effect on color after frying, had significant effect on taste and

had no significant effect on the moisture content, fiber content, sulfite residue, color
before frying and taste. The 1000 ppm of sodium metabisulfite and the 60% of bamboo
shoot porridge produced better and more acceptable quality of chip.
Keywords : Bamboo shoot, sodium metabisulfite.

i
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
DIKI WIRANANDA dilahirkan di Surian pada tanggal 12 Juni 1988 dari
ayahanda Amril dan ibunda Warniati. Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA N 1 Pantai Cermin, Kab. Solok, Prov.
Sumatera Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas
Sumatera Utara melalui jalur PMDK. Penulis memilih program studi Teknologi
Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FP USU pada tahun 2007-2010, dan juga
tercatat sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP)
FP USU dan Agriculture Technology Moslem (ATM) FP USU. Selain itu penulis

juga aktif sebagai relawan di Waroeng saHIVa (Sadar HIV Aids) USU.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Teh
Bahbutong PTPN IV dari tanggal 12 juni sampai 12 juli 2009.

ii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Studi Pembuatan Kerupuk Rebung .
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada kedua orang tua tercinta atas doa dan dukungan yang tiada hentihentinya selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr.
Ir. Zulkifli Lubis, M. App. Sc dan Ir. Sentosa Ginting, Mp selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberi berbagai
masukan berharga kepada penulis mulai menetapkan judul sampai melakukan
penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skrpsi ini
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen
Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa terutama teman-teman
stambuk 2006 THP yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan,

Februari 2011

Penulis

iii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................

Hal
i

ABSTRACT ........................................................................................................


i

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................

iii

DAFTAR ISI .....................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................


xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Kegunaan Penelitian ..................................................................................
Hipotesis Penelitian ...................................................................................

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas tentang rebung ............................................................................
Komposisi kimia rebung ........................................................................
Sekilas tentang kerupuk ..........................................................................
Tepung terigu ...........................................................................................
Tepung tapioka .......................................................................................

Blanching .................................................................................................
Reaksi pencoklatan ...................................................................................
Natrium metabisulfit ................................................................................
Kontrol pencoklatan .................................................................................
Pengeringan ..............................................................................................
Perubahan kimiawi bahan akibat pengeringan .........................................

4
5
6
6
7
8
9
11
13
13
15

BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
Bahan Penelitian ......................................................................................
Bahan Kimia .............................................................................................
Alat Penelitian .........................................................................................
Metode Penelitian ....................................................................................
Model Rancangan ....................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................

16
16
16
16
17
18
18

iv

Universitas Sumatera Utara

v
Parameter Penelitian
Penentuan kadar air ...........................................................................
Penentuan kadar serat kasar ..............................................................
Penentuan konsetrasi residu sulfit .....................................................
Penentuan uji organoleptik warna .....................................................
Penentuan uji organoleptik (kerenyahan dan rasa) ...........................

19
20
20
20
21

SKEMA PEMBUATAN KERUPUK REBUNG .............................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap parameter yang
diamati .......................................................................................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap parameter yang diamati ............
Kadar air (% bk)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar air
(% bk)...........................................................................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap kadar air (% bk) .........
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap kadar air (% bk)....................
Kadar serat kasar (% bk)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar
serat kasar (% bk).........................................................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap kadar serat kasar
(% bk)...........................................................................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap kadar serat kasar (% bk) ......
Residu sulfit (ppm)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap residu
sulfit (ppm)...................................................................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap residu sulfit (ppm).......
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap residu sulfit (ppm)................
Uji organoleptik warna sebelum penggorengan (numerik)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji
organoleptik warna sebelum penggorengan (numerik)................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
warna sebelum penggorengan (numerik) .....................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik warna
sebelum penggorengan (numerik)................................................
Uji organoleptik warna sesudah penggorengan (numerik)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji
organoleptik warna sesudah penggorengan (numerik) ................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
warna sesudah penggorengan (numerik)......................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik warna
sebelum penggorengan (numerik)................................................

25
26
28
29
31
31
33
34
34
36
38
38
40
42
42
44
45

Universitas Sumatera Utara

vi
Uji organoleptik kerenyahan (numerik)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji
organoleptik kerenyahan (numerik) .............................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
kerenyahan (numerik) ..................................................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
kerenyahan (numerik) ..................................................................
Uji organoleptik rasa (numerik)
Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji
organoleptik rasa (numerik) .........................................................
Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
rasa (numerik) ..............................................................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik rasa
(numerik)......................................................................................

48
50
51
54
55
57

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... 58
Saran .......................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 60
LAMPIRAN ...................................................................................................... 63

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
1. Komposisi kimia rebung per 100 gram bahan ...........................................

Hal
5

2. Komposisi kimia kerupuk per 100 gram bahan ..........................................

6

3. Komposisi kimia tepung terigu per 100 gram bahan ..................................

7

4. Komposisi kimia tepung tapioka per 100 gram bahan ................................

8

5. Skala uji hedonik terhadap warna sebelum penggorengan ......................... 21
6. Skala uji hedonik terhadap warna sesudah penggorengan .......................... 21
7. Skala uji hedonik terhadap kerenyahan ...................................................... 21
8. Skala uji hedonik terhadap rasa .................................................................. 22
9. Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap parameter
yang diamati ................................................................................................ 25
10. Pengaruh jumlah bubur rebung terhadap parameter yang diamati .............. 27
11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap kadar air (% bk) ........................................................................... 28
12. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
kadar air (% bk) .......................................................................................... 30
13. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap kadar serat kasar (% bk) .............................................................. 31
14. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
kadar serat kasar (% bk) ............................................................................. 33
15. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap residu sulfit (ppm) ....................................................................... 35
16. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
residu sulfit (ppm) ...................................................................................... 36
17. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
Terhadap uji organoleptik warna sebelum penggorengan (numerik) ........ 38
18. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
uji organoleptik warna sebelum penggorengan (numerik) ......................... 40
vii
Universitas Sumatera Utara

viii

19. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap uji organoleptik warna sesudah penggorengan (numerik) .......... 42
20. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
uji organoleptik warna sesudah penggorengan (numerik) ......................... 44
21. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik warna sesudah
penggorengan (numerik) ............................................................................ 46
22. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap uji organoleptik kerenyahan (numerik) ....................................... 48
23. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
uji organoleptik kerenyahan (numerik) ...................................................... 50
24. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi natrium metabisulfit
dan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik kerenyahan
(numerik) .................................................................................................... 52
25. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit
terhadap uji organoleptik rasa (numerik) ................................................... 54
26. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah bubur rebung terhadap
uji organoleptik rasa (numerik) .................................................................. 56

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Skema pembuatan kerupuk rebung ............................................................. 23
2. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar air (% bk) ..... 29
3. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap kadar air (% bk) ........................ 30
4. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar serat
kasar (% bk) ................................................................................................ 32
5. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap kadar serat kasar (% bk) ........... 34
6. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap residu sulfit (ppm) .. 35
7. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap residu sulfit (ppm) .................... 37
8. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji organoleptik
warna sebelum penggorengan (numerik) .................................................... 39
9. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
warna sebelum penggorengan (numerik) .................................................... 41
10. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji organoleptik
warna sesudah penggorengan (numerik) ..................................................... 43
11. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
warna sesudah penggorengan (numerik) ..................................................... 45
12. Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan
jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik warna sesudah
penggorengan (numerik) ............................................................................. 47
13. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji organoleptik
kerenyahan (numerik) ................................................................................. 49
14. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik
kerenyahan (numerik) ................................................................................. 51
15. Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan
jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik kerenyahan
(numerik) ..................................................................................................... 53
16. Hubungan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap uji organoleptik
rasa (numerik) ............................................................................................. 55
ix
Universitas Sumatera Utara

x
17. Hubungan jumlah bubur rebung terhadap uji organoleptik rasa
(numerik) ..................................................................................................... 57

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Data pengamatan kadar air (%) ................................................................... 59
2. Daftar sidik ragam kadar air (%) ................................................................. 59
3. Data pengamatan kadar serat kasar (%) ...................................................... 60
4. Daftar sidik ragam kadar serat kasar (%) .................................................... 60
5. Data pengamatan residu sulfit (ppm) .......................................................... 61
6. Daftar sidik ragam residu sulfit (ppm) ........................................................ 61
7. Data pengamatan uji organoleptik warna sebelum
penggorengan (numerik) ............................................................................. 62
8. Daftar sidik ragam uji organoleptik warna sebelum
penggorengan (numerik) ............................................................................. 62
9. Data pengamatan uji organoleptik warna sesudah
penggorengan (numerik) ............................................................................. 63
10. Daftar sidik ragam uji organoleptik warna sesudah
penggorengan (numerik) ............................................................................. 63
11. Data pengamatan uji organoleptik kerenyahan (numerik) .......................... 64
12. Daftar sidik ragam uji organoleptik kerenyahan (numerik) ........................ 64
13. Data pengamatan uji organoleptik rasa (numerik) ...................................... 65
14. Daftar sidik ragam uji organoleptik tekstur (numerik) ............................... 65
15. Foto kerupuk rebung sebelum penggorengan ............................................. 66
16. Foto kerupuk rebung sesudah penggorengan .............................................. 68

xi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DIKI WIRANANDA : Studi Pembuatan Kerupuk Rebung. Dibimbing oleh ZULKIFLI LUBIS
dan SENTOSA GINTING.
Awalnya rebung untuk sayuran sehingga perlu pengolahan agar meningkatkan
nilai tambah. Makanan yang bisa dibuat dari bahan dasar rebung antara lain acar,
asinan, tepung, cuka, serta kerupuk. Rebung bermanfaat bagi tubuh untuk mengobati
sirosis hati, batuk berdahak, demam, dan dapat mengurangi resiko stroke. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan jumlah bubur
rebung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu
konsentrasi natrium metabisulfit (K) : (0, 200, 400 dan 600 ppm) dan jumlah bubur
rebung (R) : (40%, 60%, 80% dan 100%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air,
kadar serat kasar, residu sulfit, organoleptik warna (sebelum dan sesudah penggorengan),
kerenyahan dan rasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar serat kasar, residu
sulfit, nilai organoleptik warna (sebelum dan sesudah penggorengan), kerenyahan, dan
rasa. Jumlah bubur rebung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar
air, kadar serat kasar, nilai organoleptik warna sesudah penggorengan, kerenyahan, rasa
dan berbeda nyata terhadap residu sulfit, nilai organoleptik warna sebelum penggorengan.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan jumlah bubur rebung memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna sesudah penggorengan,
berbeda nyata terhadap kerenyahan dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar
serat kasar, residu sulfit, nilai organoleptik warna sebelum penggorengan dan rasa.
Penambahan konsentrasi natrium metabisulfit 1000 ppm dengan jumlah bubur rebung
60% yang lebih baik dan dapat diterima.
Kata Kunci : Rebung, natrium metabisulfit.
ABSTRACT
DIKI WIRANANDA : Study on the Making of Bamboo shoot Chip. Under the supervison
of ZULKIFLI LUBIS and SENTOSA GINTING.
At first the oyster mushrooms is to be vegetables, therefore processing is needed
to increase the value added. Food that can be made from bamboo shoot among others
are pickle, salted vegetable, flour,vinegar and chip. Bamboo shoot is good for body for
treat of liver sirosis, cough, fever and can alleviate stroke risk. The aim of this research
was to know the effect of sodium metabisulfite concentration and amount of bamboo
shoot porridge on the quality of chip produced. The research had been performed using
completely randomized design (CRD) with 2 factors, i.e : sodium metabisulfite
concentration (K) : (0 , 200 , 400 and 600 ppm) and amount of bamboo shoot porridge
(R) : (40%, 60%, 80% and 100%). Parameters analyzed were moisture content, fiber
content, sulfite residue, organoleptic value of color (before and after frying), texture and
taste.
The results showed that sodium metabisulfite concentration had highly
significant effect on the moisture content, fiber content, sulfite residue, organoleptic value
of color (before and after frying), texture and taste. The amount of bamboo shoot
porridge had highly significant effect on the moisture content, fiber content, color after
frying, texture, taste and had significant effect on sulfite residue and color before frying.
The interaction of sodium metabisulfite concentration and amount of bamboo shoot
porridge had significant effect on color after frying, had significant effect on taste and
had no significant effect on the moisture content, fiber content, sulfite residue, color
before frying and taste. The 1000 ppm of sodium metabisulfite and the 60% of bamboo
shoot porridge produced better and more acceptable quality of chip.
Keywords : Bamboo shoot, sodium metabisulfite.

i
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rebung merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di
permukaan dasar rumpun. Tunas muda bambu tersebut enak dimakan, sehingga
digolongkan ke dalam sayuran. Rebung tumbuh dibagian pangkal rumpun bambu
dan biasanya dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal. Morfologi rebung
berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung daun bambu,
tetapi warnanya coklat.
Makanan yang bisa dibuat dari bahan dasar rebung antara lain acar, asinan,
tepung, cuka, serta kerupuk. Rebung mempunyai khasiat yang sangat bermanfaat
bagi tubuh. Pada pengobatan tradisional, rebung kuning diyakini dapat digunakan
untuk mengobati penyakit sirosis hati. Rebung juga telah digunakan untuk
mengobati penyakit batuk berdahak dan demam. Rebung dapat dimakan sebagai
sayuran tunggal atau digunakan sebagai bahan pencampur sayuran dalam masakan
lainnya.
Kandungan senyawa utama di dalam rebung mentah adalah air, yaitu
sekitar 85,63 %. Di samping itu, rebung mengandung protein, karbohidrat, lemak,
vitamin A, thiamin, riboflavin, vitamin C, serta mineral lain seperti kalsium,
fosfor, besi dan kalium. Bila dibandingkan dengan sayuran lainnya, kandungan
protein, lemak dan karbohidrat pada rebung, tidak berbeda jauh. Rebung juga
mempunyai kandungan kalium serta serat yang cukup tinggi. Kadar kalium per
100 gram rebung adalah 533 mg. Makanan yang sarat kalium minimal nya saja
400 mg sudah dapat mengurangi resiko stroke.
1

Universitas Sumatera Utara

2
Pada penelitian ini digunakan natrium metabisulfit yang bertujuan untuk
menghambat reaksi pencoklatan, sebagai anti mikroba, memperpanjang masa
simpan bahan pangan sebagai zat pengawet. Natrium metabisulfit adalah bahan
sulfitasi yang tidak karsinogenik dan telah mendapat predikat GRAS (Generally
Recognized As Save) dari Food and Drug Administration (FDA). Bahan
pengawet ini aman untuk digunakan pada bahan pangan sesuai dengan batas
konsentrasi maksimal yang diizinkan yaitu sampai 3000 ppm.
Penambahan tepung terigu digunakan untuk meningkatkan zat gizi yaitu
protein. Tepung terigu juga ditambahkan sebagai bahan pengisi, dimana bahan
pengisi tersebut berguna menarik air dan membentuk tekstur adonan yang padat
sehingga mempermudah dalam proses pengolahan selanjutnya.
Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 gram per
harinya. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi
kebutuhan serat sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 gram setiap hari.
Karena hal tersebut, untuk dapat memenuhi kebutuhan serat di dalam tubuh
manusia, penulis berinisiatif untuk memanfaatkan rebung dengan cara diolah
menjadi berbagai bahan makanan awetan lain yang lebih baru seperti kerupuk.
Dimana kandungan serat pangan pada rebung adalah 2,56 % lebih tinggi
dibandingkan jenis sayuran tropis lainnya, seperti kecambah kedelai 1,27 %,
ketimun 0,61 % dan sawi 1,01 %.
Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang
Studi Pembuatan Kerupuk Rebung .

Universitas Sumatera Utara

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh konsentrasi natrium
metabisulfit dan jumlah bubur rebung terhadap mutu kerupuk rebung.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna
sebagai sumber informasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri
kerupuk rebung.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh nyata pada konsentrasi natrium metabisulfit, jumlah bubur
rebung dan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan jumlah bubur
rebung terhadap mutu kerupuk rebung.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Rebung
Rebung adalah tunas muda dari pohon bambu yang tumbuh dari akar
pohon bambu. Rebung tumbuh dibagian pangkal rumpun bambu dan biasanya
dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal. Morfologi rebung berbentuk
keucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung daun bambu, tetapi
warnanya coklat.
Menurut klasifikasi botani, tanaman bambu termasuk Monocotyledoneae,
sebagaimana penggolongan dari tingkat kingdom hingga species sebagai berikut.
- Kingdom : Plantae
- Division : Spermatophyta
- Class : Monocotyledoneae
- Order : Liliales
- Familiy : Liliaceae
- Genus : Asparagus
- Species : Asparagus officinalis L.
Bambu banyak ditanam didaerah tropis Asia. Tanaman ini dapat tumbuh
di daratan rendah sampai ditempat dengan ketinggian 2.000 meter di atas
permukaan laut. Tidak semua jenis bambu memiliki rebung yang enak dimakan.
Beberapa jenis bambu memiliki rebung yang rasanya pahit. Rebung yang biasa
dibuat masakan merupakan rebung pilihan.
Rebung dari bambu betung memiliki rasa yang paling enak. Rebung
betung berwarna merah kecoklatan dan ujung kelopaknya berwarna ungu. Setiap
jenis rebung dilindungi kelopak-kelopak kuat yang berbulu halus.
4

Universitas Sumatera Utara

5
Senyawa utama di dalam rebung mentah adalah air, yaitu sekitar 85,63 %.
Di samping itu, rebung mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin A,
thiamin, riboflavin, vitamin C serta mineral lain seperti kalsium, fosfor, besi dan
kalium. Bila dibandingkan dengan sayuran lainnya kandungan protein, lemak dan
karbohidrat pada rebung tidak berbeda jauh.
Komposisi kimia rebung
Kandungan serat pangan pada rebung cukup tinggi yaitu sekitar 2,56 %,
lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis sayuran tropis lainnya, seperti
kecambah kedelai 1,27 %, ketimun 0,61 % dan sawi 1,01 %. Oleh sebab itu
rebung cukup baik untuk dimanfaatkan menjadi jenis bahan makanan olahan
lainnya.
Tabel 1. Komposisi kimia rebung per 100 gram bahan
Komposisi
Air
Protein
Lemak
Glukosa
Serat
Fosfor
Kalsium
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin C

Jumlah
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)
(mg)

85,63
2,50
0,20
2,00
9,10
50,00
28,00
0,10
1,74
0,08
7,00

Sumber : Andoko (2003).

Universitas Sumatera Utara

6
Kerupuk
Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal
oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau,
rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun nilai gizinya.
Kerupuk adalah salah satu jenis produk makanan kering khas Indonesia.
Kerupuk disukai baik sebagai lauk pauk maupun makanan ringan. Kerupuk sangat
beragam baik dalam bentuk, ukuran, kenampakan, cita rasa, warna, ketebalan dan
nilai gizinya (Praptiningsih, et al., 2003).
Bahan dasar kerupuk adalah pati dengan kandungan amilopektin
menentukan daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan amilopektin pati
maka kerupuk yang dihasilkan akan mempunyai daya kembang yang semakin
besar. Pada pembuatan kerupuk sering ditambahkan bahan-bahan lain untuk
memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan, telur dan lain-lain
(Praptiningsih, et al., 2003).
Tabel 2. Komposisi kimia kerupuk per 100 gram bahan
Komposisi
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Air
(g)
Abu
(g)

Jumlah
5,64
0,85
84,38
9,12
0,65

Sumber : B.P.P.I., (2004).
Tepung terigu
Tepung terigu mengandung pati 65 % - 70 % dengan rasio amilosaamilopektin 74 % dan 26 %. Tergantung jenisnya, gandum mengandung protein
sebesar 6-13 % (Praptiningsih, et al., 2003).

Universitas Sumatera Utara

7
Protein dalam gandum yang berupa gliadin dan glutenin membantu proses
pengikatan air dalam adonan kerupuk. Dengan demikian penambahan tepung
gandum dalam pembuatan kerupuk akan meningkatkan kadar air adonan,
sehingga akan mempengaruhi proses glatinisasi dan lama pemasakan adonan
(Praptiningsih, et al., 2003).
Proporsi penggunaan terigu untuk industri pengolahan bahan pangan di
Indonesia relatif besar. Oleh kerena itu, pemanfaatan tepung tapioka sebagai
pensubsitusi (mengurangi penggunaan) terigu dalam pembuatan produk olahan
diharapkan memberi keuntungan yang cukup besar (Astawan, 2003).
Tabel 3. Komposisi kimia tepung terigu per 100 gram bahan
Komposisi
Kalori (Kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat (g)
Air
(g)
P
(mg)
Kalsium (mg)
Fe
(mg)
Bdd

Jumlah
365,00
8,90
1,30
77,30
12,00
106,00
16,00
1,20
100,00

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).
Tepung tapioka
Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui
proses pemarutan, pemerasan penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan.
Dalam pembuatan tapioka ditambahkan natrium metabisulfit untuk memperbaiki
warna sehingga tapioka menjadi putih bersih (0,1 %) (Radiyati dan Agusto, 2003).
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue kering lainnya. Selain

Universitas Sumatera Utara

8
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003).
Tabel 4. Komposisi kimia tepung tapioka per 100 gram bahan
Komposisi

Jumlah

Kalori
(Kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat (g)
Air
(g)
Bdd

362,00
0,50
0,30
86,90
12,00
100,00

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).
Blanching
Blanching adalah proses pemanasan pendahuluan yang dilakukan terhadap
buah dan sayuran sebelum bahan tersebut dikeringkan, dengan tujuan
menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, mempercepat pengeringan
serta dapat mempertahankan dari kerusakan karena oksidasi selama pengeringan
maupun penyimpanan (Woodroof dan Luh, 1975).
Blanching dapat membuat produk hasil penggorengan menjadi lebih
seragam, absorbsi minyak oleh produk dapat berkurang karena adanya glatinisasi
pati, mengurangi waktu penggorengan dan dapat memperbaiki tekstur hasil
penggorengan (Fuetsel dan Kueneman, 1975). Komersial blanching dapat
dilakukan pada temperatur 87,7 oC

93,3 oC selama 18,5 menit tergantung

kondisi dari bahan (Harris dan Loseqke, 1973).
Proses pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran
yang lebih seragam dan lebih menarik. Keseragaman ukuran penting untuk
memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan

Universitas Sumatera Utara

9
proses penggorengan dan menghasilkan produk garing dengan warna yang lebih
seragam (Muchtadi et al., 1979).
Reaksi pencoklatan
Reaksi pencoklatan adalah perubahan wana menjadi kecoklatan pada saat
diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan dan produk pangan,
pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi
kimia. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan nom
enzimatis (Feri, 2010).
1. Reaksi pencoklatan enzimatis
Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis
oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat
mengkatalis reaksi oksidasi senyawa fenol (misalnya katekol) yang dapat
menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Dalam bahan pangan, seperti
apel, pisang dan kentang kelompok enzim oksidase tersebut dan senyawa fenol
tersedia secara alami. Enzim oksidase akan reaktif dengan adanya oksigen, ketika
bahan pangan tersebut terkelupas atau terpotong, maka bagian dalam permukaan
akan terpapar oleh oksigen, sehingga akan memicu reaksi oksidasi senyawa fenol
dan merubah permukaan bahan pangan menjadi coklat (Feri, 2010).
2. Reaksi non enzimatis
Pada umumnya ada tiga jenis reaksi pencoklatan non-enzimatis, yaitu
reaksi maillard, karamelisasi dan pencoklatan akibat oksidasi dari vitamin C
(Winarno, 2002).

Universitas Sumatera Utara

10
a. Reaksi maillard
Reaksi antara gula pereduksi dan gugus amin dikenal sebagai reaksi
Maillard. Warna coklat dalam reaksi maillard disebabkan oleh pembentukan
melanoidin, yang merupakan kompleks molekul berberat molekul besar. Reaksi
ini diawali reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup
amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine.
Senyawa ini kemudian melalui amadori rearrangement membentuk amino-deoxyketose. Produk-produk amadori tidak stabil dan setelah melalui serangkaian reaksi
yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor, serta pigmen coklat
melanoidin (Eskin et al., 1971).
b. Karamelisasi
Gula dalam larutan sangat stabil pada pH 3 - 7. Pencairan gula atau
pemanasan larutan gula dengan keberadaan katalis asam atau basa dapat
menyebabkan gula mengalami karamelisasi. Karamelisasi menghasilkan warna
coklat dan aroma yang disukai. Warna karamel banyak digunakan untuk
mewarnai minuman cola dan makanan lain (Eskin et al., 1971).
c. Oksidasi dari vitamin C
Vitamin C merupakan suatu senyawa reduktor yang juga dapat bertindak
sebagai precursor untuk pencoklatan non-enzimatis. Asam- asam askorbat berada
dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin
lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk suatu
senyawa diketoglukonat (Winarno, 2002).

Universitas Sumatera Utara

11
Natrium metabisulfit
Sulfitasi merupakan salah satu perlakuan pendahuluan pada pengolahan
kerupuk. Tujuan utama dari sulfitasi adalah untuk mengurangi pencoklatan pada
waktu pengolahan dan penyimpanan berikutnya. SO2 tidak dapat secara mutlak
menghentikan

reaksi

pencoklatan

tetapi

memperlambat

reaksi

tersebut

(Hulme, 1991).
Salah satu aplikasi yang digunakan sebagai sumber sulfur dioksida adalah
natrium metabisulfit. Merupakan bahan pengawet yang digolongkan ke dalam
garam-garam sulfit. Natrium metabisulfit biasa digunakan pada bahan pangan
untuk mencegah pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis, sebagai pemutih,
penghambat bakteri, kapang, dan khamir (Desrosier, 1988).
Natrium metabisulfit berbentuk serbuk bewarna putih mudah larut dalam
air, sedikit larut dalam alkohol dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida,
mempunyai rasa asam dan asin. Pada konsentrasi 200 ppm bahan pengawet ini
dapat

menghambat

pertumbuhan

bakteri,

kapang

dan

khamir

(Chicester et al., 1975).
Mekanisme menghambat pertumbuhan mikroba oleh senyawa sulfur
adalah dengan merusak sel mikroba, mereduksi ikatan sulfit, bereaksi dengan
gugus karbonil. Molekul asam sulfit yang tidak terdisosiasi akan masuk kedalam
sel mikrobia. Karena sel mikrobia pH nya netral, asam sulfit akan terdisosiasi
sehingga dalam sel mikroba banyak terdapat ion H+ yang menyebapkan pH sel
menjadi rendah, keadaan ini menyebabkan organ-organ sel mikroba rusak
(Winarno dan Betty, 1974).

Universitas Sumatera Utara

12
Natrium metabisulfit bersifat mengikat air dimana natrium metabiuslfit
akan berikatan dengan air dimana reaksinya adalah :
Na2S2O5 + H2O

2NaHSO3

Sipayung (1982) menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium
metabisulfit yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan kering akan
cenderung mengakibatkan kadar air rendah pada bahan tersebut.
Natrium metabisulfit adalah bahan sulfitasi yang tidak karsinogenik dan
telah mendapat predikat GRAS (Generally Recognized As Save) dari Food and
Drugs Administration (FDA) sejak Agustus 1959. Artinya bahan pengawet ini
aman untuk digunakan pada bahan pangan sesuai dengan batas konsentrasi yang
diizinkan. Batas maksimum penggunaan sulfur dioksida dalam bahan makanan
yang dikeringkan di Amerika Serikat yang ditetapkan FDA yaitu 200 ppm sampai
3000 ppm (Barnet, 1985).
Reaksi penguraian garam sulfit menjadi ion-ion sebagaimana tersebut
dibawah digambarkan oleh (Frazier 1976) sebagai berikut :
Na2S2O5

+ H2O

2NaHSO3

NaHSO3

+

Na+

HSO3-

+ H+

H2SO3

H2SO3-

+ H+

SO2

Natrium

metabisulfit

yang

+ HSO3+ H2O

diperdagangkan

berbentuk

kristal.

Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses
pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir
serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium metabisulfit yang
berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan (Deman, 1980).

Universitas Sumatera Utara

13
Kontrol pencoklatan

Natrium metabisulfit yang diberikan selain bertujuan mengikat air juga

untuk mengontrol pencoklatan yang terjadi pada bahan, karena bahan
mengandung juga gula pereduksi. Dimana gula reduksi ini bila bereaksi dengan
asam amino selama pengolahan akan menimbulkan warna coklat. Bisulfit juga
dapat menghambat proses pencoklatan dimana sulfit bereaksi dengan gugus
aldehid atau keton sehingga reaksi antara gula reduksi dengan asam amino tidak
terjadi (Apandi, 1984).
Pengeringan
Pengeringan

adalah

suatu

metoda

untuk

mengeluarkan

atau

menghilangkan sebagian air dari bahan dengan cara menguapkan air tersebut
dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air dikurangi sampai
batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno et al., 1980).
Pengeringan bahan makanan dilakukan manusia sebagai usaha pengawetan
dalam tahapan proses rekayasa pengolahan pangan. Pengeringan ditujukan untuk
menurunkan kadar air dalam bahan pangan, sekaligus menurunkan aktivitas air.
Dengan menurunnya jumlah air bebas hingga mendekati nol, maka pertumbuhan
mikroorganisme, aktivitas enzim dan reaksi kimia dalam bahan makanan akan
terhenti. Dampaknya, umur simpan bahan pangan akan lebih panjang
(Taib et al., 1988).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengepakan dan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi
menjadi lebih murah (Winarno, 2002).

Universitas Sumatera Utara

14
Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga
akan mempercepat proses pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan
sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan
perubahan warna pangan menjadi coklat (Buckle et al., 2010).
Mekanisme pengeringan hasil pertanian adalah dengan pemanfaatan
panas, berlangsung sebagai akibat konveksi, radiasi dan konduksi. Pada batasbatas tertentu, kandungan air dapat diturunkan sehingga kualitas dari produk
pertanian tersebut tetap memenuhi persyaratan seperti yang direncanakan
sebelumnya. Dengan adanya pengeringan ini maka diharapkan akan menimbulkan
keuntungan-keuntungan (Matondang, 1999).
Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan
aktivitas kimiawi, yaitu terjadi ketengikan dan reaksi non enzimatis, sehingga
menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa serta nilai
gizi yang berubah, dimana kadar air pada bahan pangan dapat diukur dengan
berbagai cara. Metoda yang umum digunakan untuk pengukuran kadar air di
laboratorium adalah dengan cara pemanasan dalam oven atau dengan cara
destilasi (Syarief dan Hariyadi, 1993).
Pada waktu pengeringan masih berlangsung proses enzimatis. Pengeringan
dengan oven lebih baik ditinjau dari segi kecepatan pengeringan dan bahaya
serangan jamur pada waktu pengeringan (Tjiptadi, 1982).
Pengeringan

dengan

alat

mekanis

(pengeringan

buatan)

yang

menggunakan tambahan panas memberikan keuntungan diantaranya, tidak
tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang

Universitas Sumatera Utara

15
diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, serta kondisi pengeringan dapat
dikontrol. Penegeringan ini memerlukan energi untuk memanaskan alat
pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat dan memanaskan
bahan (Kartasapoetra, 1994).
Perubahan kimiawi bahan akibat pengeringan
Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya
menjadi coklat. Ini disebabkan oleh reaksi browning non enzimatis antara asam
organik dengan gula pereduksi dan antara asam amino dengan gula pereduksi.
Reaksi asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi yang
terkandung didalamnya. Case hardening dapat disebabkan oleh adanya
perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi penggumpalan protein pada
permukaan

karena

panas

atau

terbentuknya

dekstrin

dari

pati

(Winarno et al., 1980).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari berbagai komponen
di samping ikut sebagai bahan pereaksi. Bentuk air dapat ditemukan sebagai air
terikat dan air bebas. Air bebas dapat mudah hilang apabila terjadi penguapan atau
pengeringan, sedangkan air terikat apabila terjadi penguapan atau pengeringan
tetap menempel pada bahan pangan tersebut (Purnomo, 1995).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober

November 2010 di

Laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rebung yang dibeli dari
pasar sore Padang Bulan, Medan. Bahan tambahan yang digunakan berupa tepung
terigu, tepung tapioka dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang
merah, garam dan ketumbar.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium
metabisulfit. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa dalam penelitian ini
adalah asam sulfat, larutan natrium hidroksida 0,1 N, kalium sulfat, asam klorida,
natrium thiosulfat, larutan pati, larutan iodin dan alkohol.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, desikator,
tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, pendingin balik, labu Kjeldal, kukusan,
pipet tetes, blender dan oven.

16
Universitas Sumatera Utara

17
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak
lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I

: Konsentrasi natrium metabisulfit (K), yaitu:
K1

=

0 ppm

K2

=

500 ppm

K3

= 1000 ppm

K4

= 1500 ppm

Faktor II : Jumlah bubur rebung yang digunakan (R), yaitu:
R1 = 20 % dari jumlah adonan
R2 = 40 % dari jumlah adonan
R3 = 60 % dari jumlah adonan
R4 = 80 % dari jumlah adonan
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah
4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:
Tc (n-1)

15

16 (n-1)

15

16 n

30

n

1,93.................dibulatkan menjadi 2

Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

Universitas Sumatera Utara

18
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL)
dua faktorial dengan model sebagai berikut:
ijk = µ + i + j + (

)ij + ijk

dimana:
ijk

: Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf
ke-j dengan ulangan ke-R

µ

(

: Efek nilai tengah

i

: Efek faktor K pada taraf ke-i

j

: Efek faktor R pada taraf ke-j
)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-j

ijk

: Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-j
dalam ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range
(LSR).
Pelaksanaan Penelitian
Diambil rebung 100 gram dicuci dan dibersihkan, di blanching rebung
tersebut pada suhu 80 0C selama 15 menit. Direndam dengan Na2S2O5 selama 15
menit sesuai dengan perlakuan. Kemudian ditiriskan dan diblender sampai halus
(bubur). Ditimbang bubur rebung sesuai dengan perlakuan. Ditambahkan
campuran tepung terigu dan tapioka (40 : 60) sampai total adonan berjumlah 100
g, juga ditambahkan bumbu-bumbu seperti bawang