Analisis Kualitas Air di Hutan Wisata Sungai Dumai sebagai Kajian untuk Kegiatan Pengelolaan Wisata Alam Bunga Tujuh

(1)

ANALISIS KUALITAS AIR DI HUTAN WISATA SUNGAI DUMAI SEBAGAI KAJIAN UNTUK KEGIATAN PENGELOLAAN

WISATA ALAM BUNGA TUJUH

SKRIPSI

Oleh : NIA JULITA

031201035/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul skripsi : Analisis Kualitas Air di Hutan Wisata Sungai Dumai sebagai Kajian untuk Kegiatan Pengelolaan Wisata Alam Bunga Tujuh

Nama : Nia Julita NIM : 031201035 Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si) (Kansih Sri Hartini, S.Hut,MP) (Oding Affandi, S.Hut,MP.) Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(Dr.Ir. Edy Batara M.S. MS) NIP 132 287 853


(3)

ABSTRACT

River is one of the water resource that important for the people because it functions as drink water source, water recreation, fishery, animal husbandry, or irigation. Therefore its important to know degree of pollution does the water suitable to the standard and how to control the quality. The aims of the research was to know water quality (physics and chemistry) in natural tourism “Bunga Tujuh”. This research was carried out from Desember 2007 to Maret 2008 in area of natural tourism “Bunga Tujuh”, which one of the tourism in Dumai, Riau. This area has + 47,65 Ha. This area is a part of “Hutan Wisata Sungai Dumai“ has 4.712,50 Ha, in Dumai river upper stream and this area is a buffer zone. This research studying water quality based on “PP No 82 tahun 2001” and to search for water status quality using Pollution Index Method. Parameter on this research were temperature, color, TDS, TSS, pH, Cl, BOD and COD. This research take tree location for the sample, first location was inlet area, second location was middle area, and third location was autlet area. Based on the result for all location water quality had temperature, color, TSS, TDS and Cl are still suitable with water standard quality, and parameter pH, BOD and COD are not suitable with standard quality based on “PP No 82 tahun 2001” and water status quality used pollution index method is low polluted, for first location is 3,88, second location is 4,26, third location is 4,47.

Keyword : Water River, Natural Tourism “Bunga Tujuh”, Water Quality, Pollution Index Method, “PP No 82 Tahun 2001”


(4)

ABSTRAK

Air sungai merupakan salah satu sumber air yang penting bagi masyarakat karena dapat berfungsi sebagai sumber air minum, rekreasi air, perikanan, peternakan ataupun perairan tanaman. Oleh karena itu perlu mengetahui kadar pencemaran apakah masih sesuai dengan standar baku mutu dan bagaimana pengelolaannya kedepan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air (fisika dan kimia) di kawasan wisata alam Bunga Tujuh. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008 di kawasan wisata alam Bunga Tujuh, yang merupakan salah satu objek wisata yang ada di kota Dumai, Riau. Kawasan ini memiliki luas + 47,65 Ha. Kawasan ini adalah bagian dari Hutan Wisata Sungai Dumai memiliki luas 4.712,50 Ha, berada di hulu sungai Dumai dan merupakan daerah penyangga. Penelitian ini mengkaji kesesuaian kualitas air menurut PP No. 82 tahun 2001 dan mencari status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran. Parameter yang di uji adalah Suhu, Warna, TDS, TSS, pH, Cl, BOD dan COD. Penelitian ini mengambil tiga lokasi pengambilan sampel, yaitu lokasi pertama; daerah awal air sungai masuk kawasan perairan wisata, lokasi dua; daerah tengah kawasan perairan wisata dan lokasi tiga; daerah akhir kawasan perairan wisata. Berdasarkan hasil penelitian ketiga lokasi didapat hasil kualitas air untuk parameter suhu, TSS, TDS dan Cl masih sesuai dengan baku mutu, dan untuk parameter pH, BOD dan COD tidak sesuai dengan baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 dan status mutu air dengan menggunakan metode nilai indeks pencemaran adalah cemar ringan, yaitu untuk lokasi pertama didapat hasil 3,88, lokasi dua 4,26, lokasi tiga 4,47.

Kata Kunci : Air sungai, Wisata Alam Bunga Tujuh, Kualitas Air, PP No. 82 tahun 2001, Metode Indeks Pencemaran,


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 30 Juli 1985 dari Ayah Johan Patta dan Ibu Raja Nurmala. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Dumai dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi Asisten praktikum mata kuliah Pengantar Inventarisasi Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Malang, KPH Pasuruan dan Biro Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan. Penulis juga aktif pada kegiatan kemahasiswaan menjabat sekretaris Himpunan Mahasiswa Sylva Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006-2007.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis kualitas air di Hutan Wisata Sungai Dumai sebagai kajian untuk kegiatan pengelolaan wisata alam Bunga Tujuh”.

Latar belakang penulis melakukan penelitian ini adalah untuk pengujian status mutu air dan ingin mengetahui kesesuaian kriteria air untuk kegiatan rekreasi berdasarkan PP No 82 Tahun 2001, sebagai data informasi untuk kegiatan pengelolaan kegiatan wisata alam Bunga Tujuh.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat kerja sama, petunjuk, bantuan dan doa serta bimbingan dari berbagai pihak, semua hambatan dan kesulitan tersebut dapat penulis atasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Edy Batara MS, MS selaku Ketua Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si., Kansih Sri Hartini, S.Hut, MP., dan Oding Affandi S.Hut, MP. selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Lindawati dan staff KIMPRASWIL Riau, Bapak Jusman dan staff BKSDA wilayah Dumai, staff Dinas BAPEDALDA, staff Dinas Pariwisata dan staff Dinas BAPEKO Dumai yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.


(7)

4. Kedua orang tua penulis, papa Johan Patta dan mama Raja Nurmala, Saudara penulis (Kaka, Cesa, Nesa, Suboc dan bang Pii) terima kasih atas kasih sayang dan dukungan moril dan materil yang diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.

5. Kepada teman-teman penulis (Wilda, Endang, Ina, Roro, Azmin, Dodi, Ocma) dan seluruh teman-teman angkatan 2003 Kehutanan USU atas kebersamaan selama kuliah di Departemen Kehutanan.

6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya masih ada yang perlu dibenahi, untuk itu penulis membuka diri untuk kearah yang lebih baik. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan , Juni 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ....viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Hutan Wisata ... 5

Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 6

Pencemaran DAS ... 9

Standar Kualitas Air ... 11

Persyaratan Fisik untuk Air ... 18

Persyaratan Kimia untuk Air ... 21

Metode Indeks Pencemaran ... 21

Pedoman Pengambilan Sampel Lingkungan ... 22

Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Sungai ... 23

METODE PENELITIAN ... 26

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Pengumpulan Data ... 27

Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian ... 28

Prosedur Kerja... 29

Pengolahan Data... 30

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

Letak dan Luas ... 32

Topografi, Geologi, Tanah dan Iklim ... 32

Hidrologi ... 33

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya ... 34


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Suhu Air ... 38

Warna Air ... 40

Padatan Tersuspensi (TSS) ... 42

Padatan Terlarut Total (TDS) ... 43

Derajat Keasaman (pH) ... 44

Clorida (Cl) ... 45

Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 48

Chemical Oxygen Demand (COD) ... 50

Status Mutu Air Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Macam Pengaruh dan Sumber Zat – zat Kimia Berbahaya

dari Limbah Air Buangan Industri ... 10

2. Hasil Pemeriksaan Sampel Air untuk Parameter Suhu I ... 38

3. Hasil Pemeriksaan Sampel Air untuk Parameter Suhu II ... 39

4. Hasil Pemeriksaan Sampel Air untuk Parameter Suhu III ... 39

5. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter Warna ... 40

6. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter TSS ... 42

7. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter TDS ... 43

8. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter pH I ... 44

9. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter pH II ... 45

10.Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter pH III ... 45

11.Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter Cl ... 46

12.Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter BOD... 48

13.Hasil Pemeriksaan Kualitas Air untuk Parameter COD... 51

14. Hasil Analisis Kualitas Air di Kawasan Wisata Alam Bunga ... 52

15.Indeks Pencemaran Pengamatan Perairan Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh Bulan Januari 2008 ... 53


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Flow Chart Kerangka Pemikiran ... 4

2. Sketsa Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air ... 28

3. Grafik Data Pengunjung Objek Wisata Bunga Tujuh ... 35

4. Sketsa Lokasi Penelitian ... 36

5. Peta Rencana Penataan Blok dan Sarana/Prasarana Hutan Wisata Sungai Dumai ... 37

6. Grafik Nilai Parameter Warna ... 41

7. Grafik Nilai Parameter Clorida ... 47

8. Grafik Nilai Parameter BOD ... 49

9. Grafik Nilai Parameter COD ... 51

10.Pintu Masuk Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh... 68

11.Keadaan Perairan Kawasan Wisata... 68

12.Media Iklan di Depan Pintu Masuk Wisata Alam Bunga Tujuh ... 68

13.Fasilitas dan Sarana Yang Ada Pada Kawasan Wisata alam Bunga Tujuh ... 69

14.Tempat Tiket Box Untuk Menikmati Sarana Yang Ada di Kawasan Wisata ... 70

15.Sampah Yang Berserakan di Kawasan Wisata ... 70

16.Sampel air dimasukkan kedalam wadah sementara ... 71

17.Alat ukur di lapangan dan pengukuran suhu dilapangan ... 71


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perhitungan Status Mutu Air Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh

Bulan Januari 2008 lokasi 1 (daerah awal masuk air sungai) ... 61

2. Perhitungan Status Mutu Air Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh Bulan Januari 2008 lokasi 2 (daerah tengah perairan kawasan wisata) ... 62

3. Perhitungan Status Mutu Air Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh Bulan Januari 2008 lokasi 3 (daerah akhir perairan kawasan wisata) ... 63

4. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 1 ... 64

5. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 2 ... 65

6. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 3 ... 66

7. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air di Laboratorium KIMPRASWIL Riau ... 67

8. Gambaran Keadaan Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh di Hutan Wisata Sungai Dumai ... 68

9. Dokumentasi Pengambilan Sampel Air di Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh ... 71

10.Peta Rupabumi Kota Dumai ... 72


(13)

ABSTRACT

River is one of the water resource that important for the people because it functions as drink water source, water recreation, fishery, animal husbandry, or irigation. Therefore its important to know degree of pollution does the water suitable to the standard and how to control the quality. The aims of the research was to know water quality (physics and chemistry) in natural tourism “Bunga Tujuh”. This research was carried out from Desember 2007 to Maret 2008 in area of natural tourism “Bunga Tujuh”, which one of the tourism in Dumai, Riau. This area has + 47,65 Ha. This area is a part of “Hutan Wisata Sungai Dumai“ has 4.712,50 Ha, in Dumai river upper stream and this area is a buffer zone. This research studying water quality based on “PP No 82 tahun 2001” and to search for water status quality using Pollution Index Method. Parameter on this research were temperature, color, TDS, TSS, pH, Cl, BOD and COD. This research take tree location for the sample, first location was inlet area, second location was middle area, and third location was autlet area. Based on the result for all location water quality had temperature, color, TSS, TDS and Cl are still suitable with water standard quality, and parameter pH, BOD and COD are not suitable with standard quality based on “PP No 82 tahun 2001” and water status quality used pollution index method is low polluted, for first location is 3,88, second location is 4,26, third location is 4,47.

Keyword : Water River, Natural Tourism “Bunga Tujuh”, Water Quality, Pollution Index Method, “PP No 82 Tahun 2001”


(14)

ABSTRAK

Air sungai merupakan salah satu sumber air yang penting bagi masyarakat karena dapat berfungsi sebagai sumber air minum, rekreasi air, perikanan, peternakan ataupun perairan tanaman. Oleh karena itu perlu mengetahui kadar pencemaran apakah masih sesuai dengan standar baku mutu dan bagaimana pengelolaannya kedepan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air (fisika dan kimia) di kawasan wisata alam Bunga Tujuh. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008 di kawasan wisata alam Bunga Tujuh, yang merupakan salah satu objek wisata yang ada di kota Dumai, Riau. Kawasan ini memiliki luas + 47,65 Ha. Kawasan ini adalah bagian dari Hutan Wisata Sungai Dumai memiliki luas 4.712,50 Ha, berada di hulu sungai Dumai dan merupakan daerah penyangga. Penelitian ini mengkaji kesesuaian kualitas air menurut PP No. 82 tahun 2001 dan mencari status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran. Parameter yang di uji adalah Suhu, Warna, TDS, TSS, pH, Cl, BOD dan COD. Penelitian ini mengambil tiga lokasi pengambilan sampel, yaitu lokasi pertama; daerah awal air sungai masuk kawasan perairan wisata, lokasi dua; daerah tengah kawasan perairan wisata dan lokasi tiga; daerah akhir kawasan perairan wisata. Berdasarkan hasil penelitian ketiga lokasi didapat hasil kualitas air untuk parameter suhu, TSS, TDS dan Cl masih sesuai dengan baku mutu, dan untuk parameter pH, BOD dan COD tidak sesuai dengan baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 dan status mutu air dengan menggunakan metode nilai indeks pencemaran adalah cemar ringan, yaitu untuk lokasi pertama didapat hasil 3,88, lokasi dua 4,26, lokasi tiga 4,47.

Kata Kunci : Air sungai, Wisata Alam Bunga Tujuh, Kualitas Air, PP No. 82 tahun 2001, Metode Indeks Pencemaran,


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang (Effendi, 2003).

Ketergantungan makhluk hidup akan air merupakan alasan bahwa kualitas air menjadi sangat penting, yang mencakup kualitas dari aspek fisika, kimia dan biologi. Kualitas ini mempengaruhi ketersediaan air baik itu untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, rekreasi, pertanian, irigasi, industri dan pemanfaatan sumber daya air lainnya.

Salah satu kegiatan yang memanfaatkan keberadaan sumber daya air adalah kegiatan rekreasi berupa danau buatan, sungai bahkan hutan wisata yang akhir – akhir ini mulai menjadi salah satu objek rekreasi yang cukup digemari. Hutan wisata merupakan salah satu kawasan konservasi, dikelola sebagai objek wisata dan mempunyai fungsi melindungi dan juga memberikan devisa bagi pemerintah setempat. Kegiatan yang bisa dilakukan bisa mencakup kegiatan rekreasi alam, wanatirta dan lain–lain.

Pada dasarnya pembangunan kepariwisataan alam adalah upaya memanfaatkan sumberdaya alam untuk wisata. Didalam pemanfaatan sumberdaya alam ini ada yang langsung dapat dinikmati, tetapi banyak pula fasilitas yang


(16)

harus disiapkan agar wisatawan dapat menikmati atraksi wisata alam secara maksimal, padahal sebenarnya setiap upaya kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam ini pasti menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, untuk itu dalam penyusunan rencana pembangunan wisata alam perlu antisipasi agar dampak yang muncul dapat ditanggulangi segera, agar kerusakan lingkungan tidak terjadi lebih parah.

Hutan Wisata Sungai Dumai yang terletak di kota Dumai merupakan kawasan yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 154/Kpts–II/90 dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No. KPTS.85/I/1985 menjadi salah satu kawasan konservasi memiliki luas kawasan 4.721,60 Ha. Saat ini Hutan Wisata Sungai Dumai sedang dikembangkan kegiatan wisata alam yaitu salah satunya tempat wisata bernama Bunga Tujuh (+ 47,65 Ha).

Kegiatan kepariwisataan alam selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif yaitu penurunan kualitas lingkungan, untuk mengetahui dampak tersebut, maka dilakukan kegiatan pemantauan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan wisata dengan mengkaji kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh, apakah sudah layak dengan kriteria baku mutu lingkungan untuk kegiatan wisata berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Analisis kualitas air di Hutan Wisata Sungai Dumai sebagai kajian untuk kegiatan pengelolaan wisata alam Bunga Tujuh”. Dari kegiatan penelitian ini diharapkan


(17)

dapat memberikan gambaran kualitas air pada kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai, khususnya pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh.

Perumusan Masalah

Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan wisata alam Bunga Tujuh (merupakan daerah rawa-rawa kemudian dikeruk dan dijadikan semacam danau buatan sebagai tempat berwisata) mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, salah satunya adalah penurunan kualitas air. Melihat kondisi tersebut dirasa perlu untuk mengkaji kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh apakah tercemar atau masih memenuhi standar baku mutu lingkungan untuk kriteria kelas dua sebagai sarana rekreasi berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada masyarakat (pengguna jasa wisata) dan pemerintah daerah (pengelola kawasan hutan wisata Sungai Dumai) tentang kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh.

2. Data yang diperoleh diharapkan akan menjadi acuan bagi upaya pengendalian dampak lingkungannya.


(18)

Kerangka Pemikiran

Hutan Wisata Sungai Dumai

Kegiatan Wisata Alam Bunga Tujuh

Kondisi Kualitas Lingkungan (tercemar ? )

Kandungan Nutrien Polutan Patogen

Jumlah fauna perairan Oksigen Terlarut Jenis tanaman perairan

Pengujian Kualitas Air

PP No 82 tahun 2001 dan Kepmen No 115 tahun 2003

Diatas/dibawah ambang baku mutu lingkungan


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Wisata

Hutan wisata adalah kawasan yang diperuntukan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata/ekowisata. Ekowisata menurut Direktorat Jenderal PKA beserta JICA dan RAKTA adalah pariwisata alam yang memenuhi kriteria standar melestarikan lingkungan, secara ekonomis menguntungkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat (Muntasib, 2005).

Hutan merupakan suatu sumberdaya alam hayati yang terdiri atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama–sama dengan unsur–unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk suatu ekosistem. Sumberdaya alam hutan mempunyai kedudukan serta peran yang penting bagi kehidupan manusia sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara seimbang, selaras dan serasi untuk kesejahteraan. Sumberdaya hutan dengan berbagai jenis tumbuhan dan satwa yang unik dan menarik, panorama yang indah dan alami, gejala alam yang unik dan spektakuler, merupakan suatu objek yang menarik untuk dilihat dan dikunjungi oleh wisatawan. Hutan merupakan suatu sumberdaya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan wisata alam. Sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai objek yang menarik guna kegiatan–kegiatan kepariwisataan alam. Objek–objek wisata alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan tersebut (Hardiwinoto, 2001).


(20)

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sungai berfungsi sebagai pengumpul curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Anak–anak sungai menampung air hujan dan mengalirkannya ke sungai utama disebut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada peta topografi DAS mempunyai bentuk menyerupai bulu burung, menyebar ataupun yang cabang-cabang anak sungainya sejajar yang kesemua itu bermuara kepada sungai utama (Su’ud, 2002).

Menurut Undang–Undang No. 7 tahun 2004, Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan sebagai suatu kesatuan dengan sungai dan anak–anak sungainya yang mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alam (Sunaryono et al, 2004). Selanjutnya menurut Sunaryono et al (2004), letak geografis serta tingkat strategisnya, wilayah DAS dapat di bagi menjadi beberapa wilayah antara lain :

1. Wilayah yang merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis berada dalam suatu kabupaten/kota. Secara potensial, wilayah sungai ini hanya memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada satu kabupaten/kota.

2. Wilayah yang merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi. Secara potensial, wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu kabupaten/kota (namun masih berada di dalam satu wilayah propinsi). Pengelolaan


(21)

sumber daya air pada wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi.

3. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi. Secara potensial, wilayah sungai memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu daerah provinsi. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai menjadi wewenang pemerintah pusat.

4. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu negara. Secara potensial, wilayah sungai ini memberi pelayanan atau dampak negatif pada lebih dari satu negara. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah.

5. Wilayah yang merupakan wilayah sungai yang mempunyai nilai strategis bagi kepentingan nasional. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah.

Daerah aliran sungai (DAS) menempati posisi yang sangat strategis dalam pembangunan regional karena kawasan tersebut disamping mempunyai potensi cukup besar dalam kaitannya untuk pengembangan wilayah dan untuk pembangunan yang berdasarkan pemanfaatan air untuk industri, juga mempunyai peluang menimbulkan banyak masalah. Dari sisi pembangunan daerah dan regional, nilai strategis Kawasan Daerah Aliran Sungai, sangat besar tidak hanya dari sumber daya air dan pemeliharaan kesuburan tanah, tetapi juga dari segi kekayaan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Suatu integrasi


(22)

yang rasional antara pembangunan yang berkelanjutan dan program pelestarian lingkungan secara efektif (Su’ud, 2002).

Peran atau fungsi sungai yang utama adalah sebagai penampung air sehingga dapat bermanfaat baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Pada musim hujan dapat menampung air sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya banjir; dan pada musim kemarau dapat menjadi sumber air utama untuk air minum dan sumber air untuk segala kegiatan produksi di luar sektor pertanian, maupun untuk pengairan di sawah–sawah. Disamping itu sungai mempunyai nilai kegunaan yang langsung dimanfaatkan oleh manusia, seperti sebagai tempat membuang limbah produksi ataupun untuk membuang limbah rumah tangga. Peran sungai dalam mengolah limbah ini harus diberi penghargaan yang tinggi karena tanpa kemampuannya dalam menetralisasi pengaruh negatif limbah, akan terjadilah pencemaran terhadap sungai itu sendiri dan mengurangi manfaat positifnya (Suparmoko dan Maria, 2002).

Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air dan air yang mengalir, karena itu kesatuan sungai dan lingkungan merupakan suatu persekutuan mendasar yang tidak terpisahkan. Namun sayang sekali, asas tersebut sering diabaikan (baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan) sehingga orientasi kolektif terhadap pelestarian aspek lingkungan sungai sering kali amat rendah. Pemanfaatan lahan di sempadan sungai untuk keperluan pemukiman, pertanian, praktik–praktik membuang sampah ke perairan terbuka dan usaha lain yang mengganggu kelancaran pengaliran air merupakan contoh khas dari diabaikannya aspek lingkungan sungai (Sunaryono et al, 2004).


(23)

Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sumber pencemaran air permukaan dapat dibedakan menjadi sumber tak bergerak (point sources) dan sumber bergerak (non point sources). Sumber tak bergerak (point sources) adalah sumber pencemaran yang mengeluarkan pencemar atau dari titik yang dapat dikenali, dan menetap, misalnya cerobong asap atau instalasi pengolahan limbah dari industri sedangkan sumber bergerak (nonpoint sources) merupakan faktor yang mendukung terjadinya pencemaran air dan tidak dapat dilacak sumber asalnya, misalnya bilasan pupuk pertanian, endapan dari kegiatan konstruksi bangunan (Tjokrokusumo, 1998).

Perbedaan sumber pencemaran tersebut akan membawa konsekuensi dalam kebijakan pengendalian pencemaran. Dari segi pelaksanaan kebijakan, sumber pencemaran yang bergerak akan lebih sulit diawasi dan kurang mendapatkan perhatian; dan kebijakan lebih banyak diarahkan pada sumber pencemaran yang tidak bergerak. Pencemaran pada sungai dan danau yang utama berasal dari limbah sektor pertanian, buangan air limbah perkotaan, serta limbah kegiatan–kegiatan rumah tangga (limbah domestik). Pencemaran yang berupa limbah pertanian dapat berupa tumpukan tanah permukaan yang terkupas karena aliran air (erosi), insektisida, maupun pupuk. Demikian pula penebangan hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah, dan pembakaran hutan akan meningkatkan temperatur aliran sungai atau danau di sekitarnya. Kegiatan industri perkotaan merupakan sumber pencemar yang tidak bergerak dan menyumbang pada pencemaran air tidak saja pada air sungai dan danau tetapi juga pada air tanah (Suparmoko dan Maria, 2000).


(24)

Tabel 1. Macam Pengaruh dan Sumber Zat–zat Kimia Berbahaya dari Limbah Air Buangan Industri

Pencemar Pengaruh Sumber Pencemar

1. BOD5 − Dioksigenasi, keadaan

anaerobik, mematikan air, bau busuk

− Karbohidrat terlarut dalam jumlah tinggi, pengilangan gula, pengalengan,

penyulingan pabrik minuman, proses susu, pembuatan pulp dan kertas.

2. Zat – zat racun primer − Mematikan ikan, meracuni ternak, mematikan plankton, terakumulasi dalam daging ikan dan kerang.

− Pencucian logam plating dan pickling, pengilangan fosfat dan bauksit, pembuatan gas CO², pembuatan baterai, penyamaan kulit.

3. Asam dan alkali − Mengganggu pH

penyangga sistem perairan

− Penyaringan pabrik batubara, seel pickling, pabrik bahan kimia, pencucian wol, binatu kimia.

4. Desinfektan :

C12,formalin,phenol −

Mematikan organisme tertentu, mengubah rasa dan bau

− Pengelantangan kertas, tekstil, resin sintesis, pembuatan penicilin, pembuatan gas, cokes dan ter , pabrik zat warna dan bahan kimia. 5. Bentuk – bentuk ion :

Fe, Ca, Mg, Mn, C1, SO4

− Mengubah kekhasan air, warna, kesadahan dan salinitas

− Pembuatan barang – barang logam, pembuatan semen, keramik, pemompaan sumur bor.

6. Oksidator dan reduktor : NH3, NO2, NO3, S dan SO3

− Mengubah keseimbangan

kimia, bau, pertumbuhan mikroba tertentu

− Pertumbuhan gas dan cokes, pabrik pupuk, bahan peledak, pembuatan zat warna dan serat sintesis, pembuatan pulp dari kayu, pengelantangan. 7. Yang terlihat dan

tercium −

Buih, bahan – bahan mengapung, zat – zat padat menetap, bau yang merangsang, endapan dasar bersifat anaerobik. Lemak, minyak dan gemuk, merusak kehidupan ikan

− Buangan deterjen, zat

penyamak, prosesing makanan dan daging, pengilangan gula, pemintalan wol, pengilangan minyak, pembersihan unggas.

8. Organisme pathogen Bacillus anthracis, leptospira, cendawan beracun, virus.

− Infeksi pada manusia, reinfeksi pada hewan, penyakit –penyakit tanaman dari air irigasi yang terkontaminasi oleh cendawan

− Sampah – sampah dari perusahaan pemotongan hewan, proses wol, poertumbuhan cendawan dalam bak penapungan limbah air buangan, proses limbah air buang an peternakan.


(25)

Standar Kualitas Air

Sumber daya air dibedakan menjadi sumberdaya air tanah dan sumberdaya air permukaan. Sumberdaya air tanah merupakan sumber air bersih yang terdapat di dalam tanah dan batu-batuan. Sumberdaya air tanah merupakan sumberdaya air alami yang diperkirakan sangat besar volumenya yaitu sekitar 50 kali volume aliran air permukaan setiap tahun-nya (Suparmoko dan Maria, 2000).

Sumberdaya air permukaan terdiri dari badan sungai, danau dan lautan yang semuanya ada di permukaan bumi atau tanah. Air permukaan ini merupakan sumber air utama bagi kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Di samping itu air permukaan banyak digunakan untuk keperluan rekreasi seperti berenang, menangkap ikan, bermain perahu dan sebagainya, dan juga untuk keperluan irigasi guna mengairi tanaman (Suparmoko dan Maria, 2000).

Karakteristik sumber daya air amat dipengaruhi aspek topografi dan geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya (hulu–hilir, instream-offstream, kuantitas–kualitas), waktu serta siklus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan geologi, maka sumber daya air dapat bersifat lintas wilayah administrasi. Dengan demikian, kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air masing–masing daerah. Selain itu, keragaman penggunaan air bervariasi (pertanian, air baku domestik dan industri, pembangkitan listrik, perikanan, dan pemeliharaan lingkungan), musim (waktu), sifat ragawi alam (topografi dan geologi), dan kondisi kependudukannya (Sunaryono et al, 2004).


(26)

Beberapa jenis kualitas air yang perlu kita kenal untuk kegunaan praktis sehari – hari adalah antara lain :

1. Standar kualitas air minum (nasional maupun internasional).

2. Standar kualitas air untuk rekreasi dan atau tempat–tempat pemandian alam ( nasional dan international).

3. Standar kualitas air dengan adanya bahan buangan dari industri (waste water effluent).

4. Standar kualitas air sungai (stream standard). (Ryadi, 1984).

Di samping pertimbangan kegunaan dari badan-badan air bagi manusia (maupun organisme), maka persyaratan bagi masing–masing standar kualitas air masih perlu ditentukan oleh empat aspek (Ryadi, 1984) :

1. Persyaratan Fisik 2. Persyaratan Kimia 3. Persyaratan Biologis 4. Persyarataan Radiologis

Terdapat dua tipe kriteria kualitas air dalam permasalahan pencemaran. Yang pertama adalah kualitas air buangan yang disebut ”Waste Water Effluent”, yang dapat di terapkan dengan standarisasi, sehingga nantinya dikenal dengan nama ”effluent standard” (standar air buangan). Standar yang kedua yaitu standar dari air yang berada dalam badan air itu sendiri dimana nantinya akan menerima air buangan. Standar air dari ”badan air” tersebut disebut dengan ”stream standard” (Ryadi, 1984).


(27)

Klasifikasi mutu air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dibagi menjadi empat kelas :

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang syarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

Karakteristik–karakteristik kuaitas air yang disarankan untuk dikaji dalam analisis pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan terutama untuk penelitian–penelitian kualitas air atau masalah ekologi akuatis adalah (Asdak, 1995) :

1. Muatan sedimen.

Kualitas fisik perairan sebagian besar ditentukan oleh jumlah konsentrasi sedimen yang terdapat di perairan tersebut. Muatan sedimen total yang terdapat dalam aliran air terdiri atas sedimen merayap (bedload) dan


(28)

sedimen melayang (suspendend sediment). Untuk suatu sistem daerah aliran air, terutama yang terletak di hulu, jumlah muatan sedimen yang terlarut dalam aliran air mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap kualitas air di tempat tersebut. Tingkat konsentrasi sedimen yang terlarut dalam aliran air dan tataguna lahan dapat mempengaruhi besar–kecilnya konsentrasi sedimen tersebut menjadi perhatian para pengelola sumber daya alam, terutama usaha pengelolaan sumberdaya alam pada skala DAS yang ditujukan untuk pemasokan air permukaan. Muatan sedimen dapat dibagi dua, yaitu muatan sedimen organik dan muatan sedimen nonorganik. Muatan sedimen organik terdiri atas unsur–unsur yang berasal dari flora dan fauna yang seringkali terangkut dalam aliran air pada periode aliran air besar. Muatan sedimen nonorganik meliputi unsur– unsur pasir, lumpur, dan koloida–koloida dari berbagai mineral yang pada tempat dan waktu tertentu mengendap di dasar perairan. Jenis muatan sedimen seperti ini juga umumnya terangkut pada periode aliran air besar. 2. Tingkat kekeruhan.

Kekeruhan biasanya menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan biasanya yang diakibatkan oleh unsur–unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organik. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air, apakah cahaya tersebut kemudian disebarkan atau diserap oleh air tersebut. Tingkat kekeruhan suatu aliran air ditentukan dengan cara mengukur transmisi cahaya melalui sampel air dalam satuan miligram


(29)

per liter (mg/l) atau untuk jumlah yang lebih kecil adalah dalam satuan parts per milloin (ppm). Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan air disebut turbidimeter.

3. Gas terurai.

Kandungan gas oksigen terurai dalam air mempunyai peranan menentukan untuk kelangsungan hidup organisme akuatis dan untuk berlangsungnya proses reaksi kimia yang terjadi di dalam badan perairan. Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di dalam air dapat dijadikan indikasi ada atau tidaknya ”pencemaran” disuatu perairan dan oleh karenanya pengukuran besarnya chemical oxygen demand (COD) dan biochemical oxygen demand (BOD) perlu dilakukan untuk menentukan status muatan oksigen didalam air.

4. Suhu air.

Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas bagi kehidupan akuatis. Secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas biologi, dan pada gilirannya memerlukan lebih banyak oksigen biasanya berkorelasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan, dengan demikian, menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses–proses biologi di dalam air.


(30)

5. pH air.

pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Angka indeks yang umum digunakan mempunyai kisaran antara 0 hingga 14 dan merupakan angka logaritmik negatif dari konsentrasi ion hidrogen di dalam air.

Aktivitas pengelolaan DAS yang umumnya meliputi pembalakan hutan, perubahan tataguna lahan, pembuatan bangunan–bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan tanaman pertanian dan aktivitas lain yang bersifat merubah kondisi permukaan tanah biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS. Praktik–praktik pemanfaatan lahan seperti tersebut di atas dapat meningkatkan sejumlah mineral dan komponen (organik dan nonorganik) lain yang terangkut masuk ke dalam sungai dan pada gilirannya, dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keseimbangan ion–ion yang ada dalam suatu DAS. Berikut ini ada beberapa aktifitas atau kejadian yang umum berlangsung di suatu daerah aliran sungai serta kemungkinan dampak yang diakibatkan terhadap kualitas air adalah (Asdak, 1995) :

1. Pembalakan hutan

Ketika berlangsung pembalakan hutan, kondisi permukaan lahan dimana aktifitas pembalakan tersebut berlangsung akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut biasanya dalam bentuk terganggunya lapisan tanah bagian atas oleh aktivitas alat–alat berat yang digunakan


(31)

dalam pembalakan hutan dan kerusakan permukaan tanah yang diakibatkan oleh pohon–pohon yang ditebang. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pembalakan hutan adalah meningkatnya sedimentasi di sungai yang mengalirkan air dari daerah tangkapan air yang bersangkutan sebesar dua hingga tiga kali daripada keadaan normal.

2. Kebakaran hutan.

Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan pembakaran sisa–sisa pembalakan hasil hutan dapat meningkatkan transpor ion–ion yang berasal dari serasah hutan dan dari mineral tanah tempat berlangsungnya pembakaran sisa–sisa kayu hasil pembalakan. Kenaikan ini bahkan lebih besar daripada transpor ion– ion yang diakibatkan oleh aktivitas pembalakan hutan. Meningkatnya pelepasan ion–ion mineral tanah dan serasah hutan tersebut terjadi karena lepasnya ikatan–ikatan bahan organik menjadi bentuk lain yang mudah larut dalam aliran air. Kenaikan konsentrasi unsur hara yang berasal dari kebakaran hutan tersebut umumnya berlangsung sementara dan akan kembali ke tingkat konsentrasi seperti pada keadaan sebelum terjadinya kebakaran hutan.

3. Tebang dan bakar

Dua aktifitas yang umum terjadi di hutan, hal yang logis mengingat dampak yang terjadi diakibatkan oleh gabungan dari dua kegiatan


(32)

yang secara terpisah juga menimbulkan dampak yang cukup penting, yaitu menurunkan kesuburan tanah dan menurunkan kualitas perairan. 4. Penggembalaan ternak

Dalam menentukan layak–tidaknya air untuk dikonsumsi manusia atau untuk rekreasi air, biasanya menggunakan bakteri yang ada di dalam perairan sebagai indikator kelayakan tersebut. Untuk itu pemahaman yang menyeluruh tentang daur dan variabilitas bakteri di dalam perairan (alamiah) serta pemahaman hubungan antara bakteri– bakteri tersebut dengan faktor–faktor lingkungan diperlukan dalam analisis kualitas air yang berkaitan dengan penggembalaan ternak. Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sepanjang penggembalaan ternak digembala dalam skala yang besar di tempat–tempat di sekitar perairan maka transpor unsur hara dari tempat–tempat penggembalaan tersebut meningkat tajam.

Persyaratan Fisik untuk Air

Persyaratan fisik air ditentukan oleh faktor yaitu : kekeruhan (turbidility), warna, bau (odor), dan rasa. Dari keempat indikator tersebut, hanya bau saja penilaiannya ditentukan secara subjektif, dengan jalan air diencerkan secara berturut–turut sampai pengenceran berapakah ia masih tetap berbau pada larutan yang paling encer. Jumlah pengenceran itu akan merupakan bau (odor sumber) dari air yang diperiksa (Ryadi, 1984).


(33)

Kualitas fisika air yang dimaksud adalah sifat fisika seperti :

1. Suhu air; ialah derajat panas air yang dinyatakan dalam satuan panas derajat celsius (˚C);

2. Warna air; warna nyata dari air yang dapat disebabkan oleh adanya ion metal (besi dan mangan), humus, plankton, tumbuhan air dan limbah indutri, yang tidak menggunakan zat warna tertentu setelah dihilangkan kekeruhannya, yang dinyatakan dalam satuan warna skala Pt Co;

3. Kekeruhan ialah sifat optik dari suatu larutan, yang menyebabkan cahaya yang melaluinya terabsorbsi, dan terbias dihitung dalam satuan mg/LsiO2 atau Unit Kekeruhan Nephelometri (UKN);

4. Kejernihan ialah dalamnya lapisan air yang dapat ditembus oleh sinar matahari dinyatakan dalam satuan cm;

5. Residu total ialah residu yang tersisa setelah penguapan contoh dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu tertentu secara merata dinyatakan dalam satuan mg/L;

6. Residu tersuspensi ialah berat zat padat dalam air yang tertahan pada penyaring dengan kertas saring yang berpori sebesar 0,45 µ m dan dikeringkan pada suhu tertentu secara merata yang dinyatakan dalam satuan mg/L;

7. Residu terlarut ialah berat zat padat yang dapat lolos melalui saringan yang berpori sebesar 0,45 µm dan dikeringkan pada suhu tertentu secara merata (mg/L);


(34)

8. Residu total terurai bagian berat dari residu total yang terurai menjadi gas pada pemanasan dengan suhu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mg/L;

9. Residu tersuspensi terurai ialah bagian berat dari residu tersuspensi yang terurai menjadi gas pada pemanasan dengan suhu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L;

10.Residu terikat ialah bagian berat residu total atau residu tersuspensi yang tidak terurai (tetap) setelah dipanaskan pada suhu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L;

11.Residu mengendap ialah zat padat yang dapat mengendap selama waktu tertentu, yang dinyatakan dalam mg/L atau mL/L;

12.Daya hantar listrik ialah kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik yang dinyatakan dalam µ mhos/cm, kemampuan tersebut antara lain tergantung pada kadar zat terlarut yang mengion didalam air, pergerakan ion, valensi dan suhu;

13.Salinitas/kegaraman merupakan residu terlarut dalam air, apabila semua bromida dan iodida dianggap sebagai klorida;

14.Klorositi ialah kadar klor dalam satuan g/L yang digunakan pada perhitungan salinitas;

15.Larutan induk ialah larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk membuat larutan baku dengan kadar yang lebih rendah, biasanya larutan induk dapat disimpan lama dengan waktu tertentu tanpa perubahan kadar;


(35)

16.Larutan baku ialah larutan yang langsung digunakan sebagai pembanding dalam pemeriksaan;

(Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1991).

Persyaratan Kimia untuk Air

Bahan–bahan kimia pada umumnya mudah larut dalam air. Tercemarnya air oleh bahan–bahan kimia yang terlarut khususnya timbal perlu dinilai kadarnya, untuk mengetahui sejauh mana bahan–bahan terlarut itu dapat dikatakan membahayakan eksistensi organisme maupun mengganggu bila digunakan untuk suatu keperluan (misalnya untuk air industri / water processing) (Ryadi, 1984).

Berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran air, parameter kimia dalam pengujian kualitas air, terbagi dua yaitu :

1. Kimia anorganik meliputi; pH, BOD, COD, DO, total fosfat sebagai P, NO3 sebagai N, NH3-N, arsen, kobalt, barium, boron, selenium, kadmium, khrom, tembaga, besi, timbal.

2. Kimia organik meliputi; minyak dan lemak, detergen sebagai MBAS, senyawa fenol, BHC, Aldrin, chlordane, DDT.

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2006).

Metode Indeks Pencemaran

Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter


(36)

kualitas air yang diizinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar (Kementerian Lingkungan Hidup,2006).

Pedoman Pengambilan Sampel Lingkungan

Pengambilan sampel dan uji parameter kualitas lingkungan merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena polutan bersifat dinamis dan bermigrasi seiring dengan perubahan situasi dan kondisi setempat. Karakterisitik fisik matrik air, udara, tanah/sedimen, padatan/lumpur atau cairan, cuaca, jumlah polutan, kecepatan lepasnya polutan ke lingkungan, sumber emisi, atau effluen, sifat kimia, biologi, dan fisika polutan, dan intervensi manusia sangat mempengaruhi cara serta kecepatan migrasi polutan (Hadi, 2005).

Mendapatkan sampel homogen sebagaimana kondisi sesungguhnya merupakan permasalahan yang sering muncul karena pengambilan sampel lingkungan dituntut representatif, yaitu sampel harus mewakili kumpulannya. Dengan sampel yang representatif, data hasil pengujian dapat menggambarkan kualitas lingkungan sesungguhnya (Hadi, 2005).


(37)

Dalam merencanakan pengambilan sampel lingkungan harus dipertimbangkan bagaimana sampel dapat mewakili kondisi pada saat pengambilan. Oleh karena itu, volume sampel, waktu, lokasi, dan titik pengambilan sampel, serta kondisi lingkungan harus direkam sebagai data objektif untuk bahan interpretasi hasil pengujian. Selanjutnya, secara umum tipe sampel lingkungan dibedakan menjadi sampel sesaat (discrete sample atau grab sample), sampel gabungan (composit sample), dan sampel terpadu (integrated sample) (Hadi, 2005).

Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Sungai

Langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air sungai adalah mengetahui keadaan geografi sungai dan aktivitas di sekitar daerah aliran sungai. Pada umumnya, lokasi pengambilan sampel lingkungan meliputi (Hadi, 1995) :

1. Daerah hulu atau sumber air alamiah, yaitu lokasi yang belum tercemar. Lokasi itu berperan untuk diidentifikasi kondisi asal atau base line sistem tata air;

2. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi di mana air sungai dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian, dan lain–lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi oleh suatu aktivitas; 3. Daerah potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang mengalami


(38)

sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk mengetahui hubungan antara pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai;

4. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak sungai. Lokasi itu dipilih apabila terdapat aktifitas yang mempunyai pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai;

5. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang–surut yang merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut. Tujuannya untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan. Apabila data hasil pengujian di daerah hilir di bandingkan dengan data untuk daerah hulu, evaluasi tersebut dapat menjadi bahan kebijakan pengelolaan air sungai secara terpadu;

Pengambilan sampel air yang bentuk atau badan air berupa danau/waduk diutamakan pada lokasi :

1. Daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Hal ini untuk mengetahui kualitas air danau/waduk setelah masuknya air ke sungai ke badan air danau/waduk.

2. Bagian tengah danau/waduk. Tujuannya adalah mengetahui kualitas air danau/waduk secara umum.

3. Daerah di mana air danau/waduk dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, perikanan, pertanian, pembangkit tenaga listrik tenaga air, dan sebagainya. Lokasi dipilih untuk mengetahui kualitas air danau/waduk yang akan dimanfaatkan.


(39)

4. Daerah akhir/keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air danau/waduk secara keseluruhan bila dibandingkan dengan kualitas air di daerah masuknya air sungai ke danau/waduk.

Apabila lokasi pengambilan telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan titik pengambilannya, jumlah titik tersebut sangat tergantung pada keadaan dan kedalaman dari badan air. Secara umum, perlu diperhatikan bahwa sampel air diambil minimal satu meter di bawah permukaan air (danau/waduk), jangan sampai ikut endapan atau sedimen yang ada di dasar air (Hadi,2003).


(40)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan wisata alam Bunga Tujuh, Hutan Wisata Sungai Dumai, kota Dumai, Riau, sedangkan analisis sampel air dilaksanakan di Laboratorium Kimpraswil, Pekanbaru, Riau. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan Desember 2007 – Maret 2008.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan pada penelitian ini adalah :

1. Air sungai sebagai sampel air yang akan dianalisis di laboratorium; 2. Label sampel sebagai penanda pada sampel air sungai;

Alat

Alat yang akan digunakan pada penelitian untuk pengambilan sampel dilapangan adalah :

1. Botol/jeregen sebagai tempat sampel air untuk analisa sifat fisik dan kimia air sungai;

2. Kertas Lakmus untuk mengukur pH air;

3. Thermometer untuk mengukur suhu air dan udara; 4. Tali sebagai peralatan pendukung;

5. Gunting sebagai peralatan pendukung; 6. Ember sebagai peralatan pendukung; 7. Alat tulis sebagai peralatan pendukung;


(41)

8. Dokumen terkait : peta kawasan, Thally Sheet, dan catatan pengambilan sampel di lapangan;

9. Kamera sebagai alat dokumentasi tempat pengambilan sampel air;

Pengumpulan Data Data Primer

Data primer yang diperlukan adalahkualitas air sungai antara lain : Sifat fisik air :

1. Suhu air 2. Warna air

3. Padatan Tersuspensi (TSS) 4. Padatan Terlarut (TDS) Sifat kimia air :

1. pH

2. Klorida (Cl)

3. BOD (Biochemical Oxygen Demand) 4. COD (Chemical Oxygen Demand)

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka maupun data–data dari instansi pengelola hutan wisata meliputi kondisi umum kawasan hutan wisata terutama kondisi awal kualitas air sungai sebelum adanya kegiatan wisata.


(42)

Lokasi Pengambilan Sampel Air

Kawasan wisata alam Bunga Tujuh merupakan daerah wisata yang sengaja dibuat menjadi danau/waduk buatan oleh pemerintah kota Dumai, air di kawasan ini berasal dari sungai Dumai (sebelumnya Bunga Tujuh adalah daerah rawa-rawa/daerah resapan air), sehingga lokasi pengambilan sampel dibuat menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Lokasi 1 : lokasi pengambilan sampel air diambil pada awal aliran air sungai masuk pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh, untuk mengetahui setelah masuknya air sungai.

2. Lokasi 2 : lokasi pengambilan sampel diambil pada daerah tengah wisata alam Bunga Tujuh, untuk mengetahui kualitas air secara umum. 3. Lokasi 3 : lokasi pengambilan sampel diambil pada akhir kawasan

wisata alam Bunga Tujuh, untuk mengetahui secara keseluruhan bila dibandingkan dengan kualitas air di daerah masuknya air sungai. (Sumber : Hadi, 2006)


(43)

Prosedur Kerja

Pengambilan sampel air pada penelitian ini menggunakan jenis sampel gabungan (composite sample), dengan prosedur kerja sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat pengambilan sampel;

2. Membilas alat dengan sampel yang akan diambil, sebanyak tiga kali; 3. Mengambil sampel + 4 liter kemudian dicampurkan dengan

penampung sementara hingga merata, titik kedalaman pengambilan sampel diambil satu meter dibawah permukaan air dengan titik pengambilan sampel air untuk tiap lokasi diambil yaitu bagian kiri, tengah dan kanan badan air.

4. Pemeriksaan unsur–unsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung setelah pengambilan contoh; unsur–unsur tersebut antara lain; pH, suhu;

5. Hasil pengukuran lapangan dicatat dalam catatan khusus pemeriksaan di lapangan;

6. Sampel yang telah dimasukkan ke dalam wadah diberi label;

7. Selanjutnya sampel air di analisis di laboratorium (jarak lokasi pengambilan sampel dengan lokasi labarotarium + 5 jam);

8. Hasil analisa laboratorium kemudian diolah sebagai bahan pengolahan data dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP);


(44)

Pengolahan Data

Sesuai dengan metodologi penelitian ini yaitu metode Indek Pencemaran (IP) maka untuk pengolahan data,parameter yang akan digunakan adalah :

- Sifat fisik air :

1. Padatan Tersuspensi (TSS) 2. Padatan Terlarut (TDS) - Sifat kimia air :

1. pH

2. Klorida (Cl)

3. BOD (Biological Oxygen Demands) 4. COD (Chemical Oxygen Demands)

Parameter yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) ( Kementerian Lingkungan Hidup, 2006), dimana:

Pij =

2

) / 1 ( ) / 1

(C Lij 2m+ C Lij 2R

Keterangan :

Pij = indeks pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij;

Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu suatu peruntukan air (j);


(45)

Ci = menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai;

(C1 / Lij) m = nilai, Ci/Lij maksimum (C1 / Lij) R = nilai, Ci/Lij rata – rata

Dengan evaluasi terhadap nilai PI adalah :

a. 0 – Pij – 1,0 = memenuhi baku mutu b. 1,0 < Pij – 5,0 = cemar ringan

c. 5,0 < Pij – 10 = cemar sedang d. Pij > 10 = cemar berat


(46)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Hutan wisata Sungai Dumai yang terletak di kota Dumai, Propinsi Riau dengan luas 4.712,50 Ha ditetapkan sebagai Hutan Wisata sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No 154/ Kpts – II / 98. Untuk kawasan wisata alam Bunga Tujuh memiliki luas + 47,65 Ha berdasarkan Surat Keputusan Walikota Dumai No. 07 tahun 2004.

Secara Geografis kawasan wisata Sungai Dumai terletak pada koordinat 100º 31’ - 101º 28’ BT dan 1º 31’ - 1º 38’ LU (Sumber : Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Hutan Wisata Sungai Dumai). Kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai dikelola oleh Unit Konservasi Sumber Daya Alam Riau dan berdasarkan Pengelolaan Wilayah Kerja Konservasi Sumber Daya Alam Hutan Wisata Sungai Dumai masuk dalam wilayah kerja Sub Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Bengkalis – Dumai.

Topografi, Geologi, Tanah dan Iklim

Pada umumnya kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai merupakan kawasan dengan ekosistem rawa yang selalu tergenang dengan topografi datar – landai (0 – 4 %). Ketinggian dari permukaan laut berkisar 0 – 3 meter, daerah yang lebih tinggi mempunyai topografi landai dengan sedikit berbukit, misalnya dataran Bukit Jin yang berada di bagian Barat dari Hutan Wisata ini (Sumber : Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Hutan Wisata Sungai Dumai).


(47)

Geologi daerah ini merupakan formasi kearter terdiri dari endapan permukaan muda (Qh) didominasi oleh bahan organik berupa kubah gambut, hanya sebagian kecil terbentuk dari lempung dan lanau. Batuan dipermukaan tanah tidak ada. Jenis tanah yang dominan adalah tanah organosol (gambut) dengan ketebalan bervariasi hingga lebih dari 3 meter (Sumber : Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Hutan Wisata Sungai Dumai).

Kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai merupaka daerah beriklim tropis basah dan termasuk ke dalam tipe iklim A menurut Schmidt dan Ferguson, dengan jumlah curah hujan 1.731 mm/tahun (Sumber : Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Hutan Wisata Sungai Dumai).

Hidrologi

Hutan Wisata Sungai Dumai merupakan daerah tangkapan air yang sangat penting bagi Sungai Dumai. Lebar Sungai Dumai yang berada pada kawasan hutan wisata berkisar 6 – 12 meter, dimana hulunya berupa rawa-rawa selalu tergenang akibat bendungan instalasi air minum yang memisahkan antara kawasan hutan wisata bagian Barat dan kawasan hutan wisata bagian Timur. Kedalaman air rawa di atas bendungan berkisar 1 – 1,5 meter, rawa ini merupakan rawa air tawar yang bersumber dari air hujan. Sungai Dumai mempunyai drainase berkelok-kelok, berhulukan di dalam kawasan Hutan Wisata Sungai Dumai yang berhilirkan ke selat Rupat setelah melewati Kota Dumai (Sumber : Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Hutan Wisata Sungai Dumai).


(48)

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

Menurut data tahun jiwa dengan kepadatan rata-rata 76 jiwa/km² dengan laju pertumbuhan sebesar 2,7% per tahun. Persentase sebaran suku bangsa: tahun 1994-1999, perekonomian Kota Dumai didominasi oleh sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 31,23%, sektor perdagangan sebesar 27,45% dan sektor pembangunan sebesar 15,79%. Laju pertumbuhan sebesar 6,49%. Sektor pertambangan dan penggalian mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 14,91% diikuti oleh sektor industri sebesar 10,09% dan sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 8,94%.

Sejarah Singkat Kondisi Kegiatan Wisata Alam Bunga Tujuh

Bermula dari daerah rawa-rawa atau daerah resapan air yang terletak di Kelurahan Bukit Batrem, Kecamatan Dumai Timur. Kemudian pemerintah Kota Dumai melalui kantor Pariwisata Kota Dumai mengambil inisiatif untuk menjadikan daerah tersebut sebagai objek wisata andalan potensial kota Dumai yang diberi nama Bunga Tujuh dengan luas wilayah + 47,65 Ha berdasarkan Surat Keputusan Walikota Dumai No. 07 tahun 2004.

Kawasan wisata alam Bunga Tujuh ini sudah dibuka untuk umum pada awal Januari 2007 dan direncanakan akan dikembangkan menjadi objek wisata modern Dunia Fantasi Bunga Tujuh yang dikelola oleh investor dengan aneka


(49)

hiburan permainan seperti bebek air, jet ski, roller coaster, kuda putar, kincir serta banyak permainan lainnya juga dilengkapi dengan restoran terapung, direncanakan pada masa yang akan datang fasilitas di tambah dengan kolam berenang dan waterboom. Untuk sketsa lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar.4 (halaman 35) dan peta rencana penataan blok dan sarana/prasarana hutan wisata Sungai Dumai dapat dilihat pada Gambar.5 (halaman 36).

Keadaan Pengunjung

Jumlah pengunjung yang memasuki kawasan hutan wisata Sungai Dumai untuk tujuan rekreasi pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh sendiri terhitung sejak dibuka pada awal Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 dapat dilihat pada Gambar 3. (Sumber : Dinas Pariwisata Kota Dumai) :

Gambar 3. Grafik Data Pengunjung Objek Wisata Bunga Tujuh Tahun 2007 10.000

6.200 6.700 6.500 6.800 6.500 5.500 7.000 5.500 19.500 5.500 8.500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000 10500 11000 11500 12000 12500 13000 13500 14000 14500 15000 15500 16000 16500 17000 17500 18000 18500 19000 19500 20000 D a ta P e ng unj ung

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des


(50)

(51)

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Air

Suhu merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kualitas air, karena memiliki hubungan erat dengan jumlah oksigen terlarut dan kecepatan reaksi kimia (Fardiaz,1992). Dalam penelitian ini, satuan yang digunakan adalah derajat Celsius (ºC). Hasil yang didapat pada saat pengambilan sampel air dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter Suhu I

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Suhu ºC 28 28 28

Hasil yang didapat dari 3 lokasi yang diambil adalah 28 ºC, ini menunjukkan bahwa suhu air pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh tidak menunjukkan perbedaan pada tiap-tiap lokasinya. Menurut Effendi (2003) kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplakton di perairan adalah 20 ºC–30 ºC ini menunjukkan bahwa kawasan wisata alam Bunga Tujuh untuk parameter suhu masih dalam keadaan baik bagi pertumbuhan fitoplakton.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi,2003). Untuk mengetahui apakah waktu pengukuran berpengaruh terhadap perubahan suhu, dilakukan uji/pemantauan pada lokasi penelitian dengan mengambil sampel pada


(53)

waktu siang hari dan sore hari pada 2 bulan setelah pengambilan sampel pertama, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter Suhu II (siang hari)

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Suhu ºC 28 28 28

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter Suhu III (sore hari)

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Suhu ºC 27 27 28

Hasil yang didapat, terlihat tidak ada perbedaan suhu antara pengambilan sampel pertama dengan pengambilan sampel kembali pada siang hari yaitu 28 ºC, hal ini diperkirakan karena pengambilan sampel pertama dilakukan pada jam 09.45-10.20 wib, sedangkan pada pengambilan sampel pemantauan pada siang hari diambil pada jam 11.30-12.00 wib, sehingga hasil yang didapat tidak berbeda/konstan. Pada pengambilan sampel yang dilakukan kembali pada sore hari yaitu pada jam 17.15-17.42 wib terjadi penurunan suhu pada lokasi 1 dan lokasi 2 yaitu 27 ºC dan lokasi 3 suhunya tetap yaitu 28 ºC. Disini tergambar bahwa keadaan suhu pada badan air berkisar antara 27-28 ºC, dan dapat disimpulkan bahwa suhu air pada kawasan wisata alam ini mengalami penurunan pada sore hari, dan waktu pengukuran berpengaruh terhadap suhu. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya, misalnya algae dari filum Chloropyta dan diatom akan tumbuh


(54)

dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30 ºC–35 ºC dan 20 ºC–30 ºC (Haslam,1995 dalam Effendi, 2003).

Warna Air

Warna air dapat diamati secara visual (langsung) atau diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), yaitu dengan membandingkan warna air sampel dengan warna standar. Pada penelitian ini, sampel air yang diambil pada tiga lokasi jika diamati secara visual menunjukkan warna kecokelatan hingga kehitaman, dan jika diukur berdasarkan skala platinum kobalt dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter Warna

Menurut Effendi (2003) warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, karena keberadaan plankton, humus, ion-ion logam (misalnya

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3


(55)

283

350 374

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Lokasi Warna (PtCo)

Lokasi 1

Lokasi 2

Lokasi 3

besi dan mangan), serta bahan-bahan lain. Untuk melihat perbedaan warna dari ketiga lokasi dapat dilihat dari Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Nilai Parameter Warna

Hasil dari pengambilan sampel untuk kualitas warna dari grafik terlihat nilai warna yang paling tinggi terdapat pada lokasi 3 yaitu pada akhir kawasan wisata alam Bunga Tujuh dimana nilai yang didapat adalah 373 PtCo, menurut Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) Air yang berasal dari rawa-rawa memiliki nilai warna sekitar 200–300 PtCo karena adanya asam humus, dalam hasil penelitian didapat bahwa pada lokasi 2 dan lokasi 3 nilai warna melebihi dari 300 PtCo, ini menunjukkan bahwa asam humus cukup banyak pada kedua lokasi ini.

Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecokelatan atau kehitaman (Effendi, 2003) dari pernyataan diatas dapat dinyatakan bahwa air pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh memiliki warna kecokelatan hingga kehitaman selain asam


(56)

humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati, juga karena adanya kandungan oksida mangan.

Padatan Tersuspensi (TSS)

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µ m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µ m. TSS ini terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Padatan tersuspensi total ini dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organik dan anorganik, plankton serta organisme mikroskopik lainnya. Pada penelitian ini nilai TSS untuk sampel air yang diambil dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter TSS

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

TSS Mg/L 24 20 24

Hasil penelitian didapat nilai TSS untuk ketiga lokasi adalah 20 - 24 mg/L, nilai ini menunjukkan keadaan air untuk parameter TSS masih dalam keadaan baik. Nilai ini masih dibawah baku mutu lingkungan yang berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter TSS adalah 50 mg/L. Bila dilihat dari parameter TSS ini kawasan perairan Bunga Tujuh masih aman untuk kehidupan organisme. Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi bisa bersifat toksik bila dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut sampai dapat menyebabkan kematian pada ikan. Peningkatan


(57)

padatan terlarut dapat membunuh ikan secara langsung, meningkatkan penyakit dan menurunkan tingkat pertumbuhan ikan serta perubahan tingkah laku dan penurunan reproduksi ikan. Selain itu, kuantitas makanan alami ikan akan semakin berkurang.

Padatan Terlarut Total (TDS)

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 106 mm) dan koloid (diameter 10 6 mm – 103 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain dan tidak tersaring pada kertas berdiameter 0,45 µm. Hasil analisis laboratorium menunjukkan nilai TDS dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter TDS

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

TDS Mg/L 18 15 14

Hasil penelitian didapat hasil untuk ketiga lokasi adalah berkisar 14 -18 Mg/L ini menunjukkan bahwa untuk parameter TDS keadaan air di kawasan Bunga Tujuh masih dalam keadaan baik sesuai dengan standar baku mutu PP No. 82 tahun 2001 untuk TDS standar baku mutunya adalah 1000 mg/L. Menurut Effendi (2003) nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri), ini menunjukkan bahwa untuk kawasan Bunga Tujuh keadaan air belum


(58)

banyak pengaruh dari limbah domestik, tidak banyak terjadi pelapukan batuan atau limpasan tanah.

Derajat Keasaman (pH)

Keberadaan ion Hidrogen menggambarkan nilai pH, yang dinyatakan dengan persamaan pH = - log [H+]. Nilai derajat keasaman (pH) pada penelitian ini alat pengukurnya adalah kertas lakmus, nilai pH dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter pH I

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Ph - 5 5 5

Hasil penelitian didapat untuk ketiga lokasi nilai pH adalah 5, nilai yang masuk kedalam kategori asam ini sangat mempengaruhi biota akuatik, dimana menurut Effendi (2003) bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7–8,5 dan untuk nilai pH 5,0–5,5 pengaruh umum yang terjadi adalah penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar, terjadi penurunan kelimpahan total biomassa zooplankton dan bentos, algae hijau berfilamen semakin banyak dan proses nitrifikasi terhambat. Nilai pH yang bersifat asam diduga berasal dari dekomposisi lapisan gambut karena kawasan wisata ini sebelumnya adalah daerah rawa-rawa dan memiliki jenis tanah gambut. Untuk melihat apakah pH air berpengaruh pada waktu pengukuran (siang dan sore), maka dilakukan


(59)

pengujian/pemantauan kembali setelah 2 bulan dari pengambilan sampel air pertama dan didapat hasil pada Tabel 9. dan Tabel 10.

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter pH II (siang hari)

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

pH - 5 5 5

Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter pH III (sore hari)

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Ph - 5 5,5 5,5

Hasil pengujian didapat hasil bahwa keadaan pH tidak berpengaruh pada waktu pengukuran, karena hasil yang didapat tidak berubah jauh dari pengambilan sampel pertama yaitu 5, hanya penambahan nilai pada waktu pengambilan sore hari di lokasi 2 dan 3 yaitu 5,5. Mackereth et al (1989) dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. Hal ini sesuai dengan penemuan di lapangan bahwa fasilitas-fasilitas yang ada pada perairan wisata alam Bunga Tujuh yang terbuat dari logam/besi mengalami karat, ini membuat fasilitas tersebut terlihat tidak indah.


(60)

Klorida (Cl)

Ion klorida adalah salah satu anion anorganik yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya (fluorid, bromida, iodida). Hasil pengambilan sampel air untuk parameter klorida dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter Klorida (Cl)

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Klorida Mg/L 28,84 16,34 20,18

Nilai yang didapat untuk parameter klorida sangat berbeda tiap-tiap lokasinya, nilai yang paling tinggi terdapat pada lokasi 1 yaitu 28,84 mg/L, untuk kelayakan nilai klorida, masih sesuai dengan baku mutu air kelas II PP No. 82 tahun 2001 yaitu < 600 mg/L. Menurut Effendi (2003) pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke perairan, sebagian besar klorida bersifat mudah larut. Dilihat dari hasil penelitian yang didapat dimana lokasi pertama nilai klorida diperoleh adalah 28,84 mg/L, lokasi kedua 16,34 mg/L dan lokasi ketiga 20,18 mg/L, ini menunjukkan bahwa lokasi pertama banyak terjadi pelapukan batuan dan tanah dibandingkan dengan lokasi kedua dan ketiga, hal ini dapat dilihat pada saat penelitian dilakukan, lokasi 1 terlihat lebih banyak tumpukan tanah hasil kerukan untuk pembangunan kawasan tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa lokasi ini lebih banyak terjadi pelapukan tersebut dan untuk lokasi kedua lebih bersih karena pada lokasi ini tempat aktifitas berperahu banyak dilakukan, untuk


(61)

28.84 16.34 20.18 0 5 10 15 20 25 30 35 Lokasi C lo ri d a ( m g /L

) Lokasi 1

Lokasi 2 Lokasi 3

lokasi ke tiga ada ditemukan tumpukan tanah hasil kerukan tapi tidak sebanyak lokasi pertama.

Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan osmotik sel. Perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestik, termasuk air minum, pertanian dan industri sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/L (Davis dan Cornwell,1991; Sawyer dan McCarty,1978 dalam Effendi,2003). Ini menunjukkan bahwa kandungan klorida dalam perairan wisata alam Bunga Tujuh tidak berbahaya dan masih sesuai untuk peruntukannya yaitu sebagai rekreasi air. Untuk melihat perbedaan nilai pada tiap lokasinya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Nilai Parameter Klorida

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 ºC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. Pemeriksaan BOD


(62)

diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.

Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan. BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologi (biodegradable). Bahan ini dapat berupa lemak, protein, kanji (starch), glukosa, aldehida, ester, dan sebagainya. Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri (Effendi,2003). Nilai BOD yang diperoleh untuk tiap-tiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter BOD

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

BOD Mg/L 20,4 28,2 29,6

Menurut Alaerts dan Santika (1984) dalam Bapedalda (2006) Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (men-oksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Penguraian zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan


(63)

20.4 28.2 29.6 0 5 10 15 20 25 30 35 Lokasi B O D ( m g /L

) Lokasi 1

Lokasi 2 Lokasi 3

dalam air dan keadaan menjadi anaerobik, jadi nilai yang sesuai untuk perairan alami sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001 adalah < 3 mg/L.

Kawasan wisata alam Bunga Tujuh untuk parameter BOD didapat nilai yang melebihi dari baku mutu. Untuk melihat perbedaan nilai BOD dari ketiga lokasi, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Nilai Parameter BOD

Hasil penelitian nilai BOD memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu untuk lokasi 3 memiliki nilai yang paling tinggi daripada lokasi 1 dan lokasi 2 yaitu 29,6 mg/L, nilai BOD yang tinggi ini menunjukkan indikasi bahwa sudah terjadi pemakaian oksigen untuk proses biologis yang berlebihan, diantaranya untuk proses pembusukan sampah-sampah organik yang ada dalam sungai, dimana menurut Bapedalda (2006) sungai Dumai secara keseluruhan memiliki nilai BOD yang cukup tinggi diakibatkan tidak terkontrolnya masukan materi ke sungai, seperti bawaan erosi dari bahan organik dari daratan.

Nilai BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis kandungan bahan organik. Pada perairan alami, yang berperan


(64)

sebagai sumber bahan organik adalah pembusukan tanaman. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/L (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Hasil BOD yang didapat dari penelitian lebih dari range tersebut yaitu > 20 mg/L, menurut Effendi (2003) jika perairan yang memiliki BOD lebih dari 10 mg/L dianggap telah mengalami pencemaran, dapat dikatakan untuk parameter BOD kawasan wisata alam Bunga Tujuh ini kualitas airnya telah tercemar.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun sulit secara biologis menjadi CO2 dan

H2O. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan

organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium dikromat/K2Cr2O7) dalam suasana asam. Dengan

menggunakan dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi (Effendi,2003). Hasil dari sampel air untuk parameter COD dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Parameter COD

Parameter Satuan Lokasi

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

COD Mg/L 76,55 105,26 110,04


(65)

76.55 105.26 110.04 0 20 40 60 80 100 120 Lokasi C O D ( m g /L

) Lokasi 1

Lokasi 2 Lokasi 3

paling tinggi yaitu 110,04 mg/L. Jika dibandingkan dengan PP No. 82 tahun 2001 nilai-nilai dari parameter COD untuk kawasan wisata alam Bunga Tujuh ini sudah melebihi baku mutu, dimana untuk peruntukan daerah wisata nilai COD harus < 25 mg/L. Untuk melihat perbedaan tiap lokasinya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Nilai Parameter COD

Menurut Effendi (2003) nilai COD yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L dan tingginya nilai COD juga menunjukkan tebalnya lapisan bahan organik yang ada di perairan sehingga dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen terlarut di perairan yang dibutuhkan oleh organisme untuk respirasi, keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam, ataupun dari aktifitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas, dan industri makanan. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa pada lokasi 3 diperoleh nilai COD yang lebih tinggi dikarenakan tebalnya lapisan bahan organik pada lokasi tersebut.


(66)

Parameter-parameter yang dianalisis pada penelitian ini ialah suhu, warna, TSS, TDS, pH, Cl, BOD, COD, dari delapan parameter ada tiga parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Secara keseluruhan hasil analisis kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel.14.Hasil Pengukuran Kualitas Air di Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh dan Standar Kualitas Air Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001.

No Parameter Satuan Lokasi PP No.

82 Tahun 2001 Ket Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

1 Suhu ºC 28 28 28 -

2 Warna PtCo 283 350 373 -

3 TSS Mg/L 24 20 24 50

4 TDS Mg/L 18 15 14 1000

5 pH Mg/L 5 5 5 6 Tidak sesuai

6 Cl Mg/L 28,84 16,34 20,18 600

7 BOD Mg/L 20,4 28,2 29,6 3 Tidak sesuai

8 COD Mg/L 76,55 105,26 110,04 25 Tidak sesuai

Status Mutu Air Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh

Pengukuran status mutu air pada kawasan wisata alam Bunga Tujuh secara keseluruhan pada penelitian ini menggunakan metode Indeks Pencemaran. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2006) Indeks Pencemaran ini dapat memberikan masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan dan melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 15.


(67)

Tabel 15.Indeks Pencemaran Pengamatan Perairan Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh Bulan Januari 2008.

No Lokasi Indeks Pencemaran* Keterangan

1. Lokasi 1 3,88 Cemar ringan

2. Lokasi 2 4,26 Cemar ringan

3. Lokasi 3 4,47 Cemar ringan

*Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil didapat nilai Indeks Pencemaran untuk kawasan wisata alam Bunga Tujuh untuk ketiga lokasi adalah cemar ringan, dimana untuk lokasi 1 nilai indeks pencemaran 3,88 , lokasi 2 nilai indeks pencemaran 4,26 , dan lokasi 3 nilai indeks pencemaran 4,47. Keadaan air dari awal air masuk sampai dengan akhir kawasan perairan mengalami kenaikan pada tingkat pencemarannya, salah satu faktor penyebab tingkat pencemaran pada lokasi akhir perairan yaitu terdapat tumpukan sampah plastik dan organik. Selama setahun berjalan sejak kawasan ini dibuka, keadaan kualitas air untuk wilayah wisata alam ini termasuk dalam cemar ringan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk para pengelola wisata alam Bunga Tujuh dalam pembangunan kedepan.

Kawasan wisata alam Bunga Tujuh merupakan bagian dari Hutan Wisata Sungai Dumai. Sumber air kawasan perairan Bunga Tujuh berasal dari Sungai Dumai.

Sungai Dumai merupakan salah satu sungai dimana berbagai aktifitas baik aktifitas industri, pemukiman dan kegiatan lainnya berada disekitar sungai ini. Hal tersebut bisa menimbulkan dampak negatif yaitu penurunan kualitas lingkungan.

Diperlukan tindakan khusus untuk bisa mempertahankan agar nilai kualitas air di kawasan wisata alam Bunga Tujuh tetap dan tidak mengalami penurunan, yaitu dengan memberikan fasilitas tempat-tempat sampah,


(68)

mengadakan pembersihan kawasan perairan di kawasan tersebut dari sampah-sampah yang terapung, memberikan larangan bagi pengunjung untuk tidak membuang sampah pada perairan, memanfaatkan kawasan perairan hanya untuk kegiatan berperahu karena melihat kondisi air yang tidak baik, dan mempertimbangkan kembali pembangunan kolam renang dan waterboom pada kawasan tersebut. Jika pembangunan kolam renang dan waterboom tetap dilaksanakan maka perlu membuat instalasi pengolahan air bersih, yaitu air diolah dahulu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan layak untuk dikonsumsi.

Strategi pengendalian pencemaran air yang juga bisa dilakukan pada daerah kawasan hulu ini secara keseluruhan yaitu dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam pelestarian sungai dan pengendalian pencemaran, peningkatan daya tampung sungai Dumai dengan meningkatkan debit minimum dengan melakukan konservasi daerah tangkapan (penghijauan dan reboisasi), karena reboisasi dapat menurunkan erosi dan aliran permukaan. Erosi yang memasuki badan air dapat menimbulkan dampak positif, yakni peningkatan kandungan unsur hara di perairan. Namun disisi lain, erosi tanah juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, antara lain penurunan nilai kecerahan serta peningkatan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi. Kekeruhan yang tinggi dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air dan secara langsung dapat mengakibatkan gangguan pada biota akuatik, antara lain terganggunya penglihatan dan sistem osmoregulasi (misalnya kerja insang) (Effendi, 2003).

Peningkatan peran serta masyarakat dirasa perlu dikarenakan partisipasi masyarakat kota Dumai dalam menjaga kelestarian lingkungan masih kurang. Hal


(1)

Lampiran 4. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 1

1. Nama pengambil sampel : Nia Julita 2. Tanggal pengambilan sampel : 3-01-2008

3. Jam pengambilan sampel : 9.45 s/d 10.20 wib

4. Lokasi pengambilan sampel : Kawasan Perairan Wisata Alam Bunga Tujuh

5. Uraian sampel :

6. Tipe sampel :

฀ Gabungan waktu ■ Gabungan tempat ฀ Sesaat 1. interval waktu : 25 menit

2. volume subsampel : 4 liter

3. total waktu yang dibutuhkan : + 1 jam 1/2 menit 4. sampel tidak diambil pada jam :

alasan :

7. Acuan metode pengambilan sampel : 8. Titik pengambilan sampel :

No Urut Titik pengambilan sampel Diagram/sketsa/foto lokasi pengambilan sampel 1. 2. 3. 3 titik 3 titik 3 titik

Rincian kondisi lingkungan selama pengambilan sampel yang dapat mempengaruhi interpretasi hasil pengujian :

Cuaca Mendung

Hasil pengukuran parameter lapangan : pH = 5 , Suhu = 28 ºC


(2)

Lampiran 5. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 2 (data siang hari)

1. Nama pengambil sampel : Nia Julita 2. Tanggal pengambilan sampel : 4-03-2008

3. Jam pengambilan sampel : 11.30 s/d 12.00 wib

4. Lokasi pengambilan sampel : Kawasan Perairan Wisata Alam Bunga Tujuh

5. Uraian sampel :

6. Tipe sampel :

฀ Gabungan waktu ■ Gabungan tempat ฀ Sesaat 1. interval waktu : 10 menit

2. volume subsampel : 4 liter 3. total waktu yang dibutuhkan : + ½ jam 4. sampel tidak diambil pada jam :

alasan :

7. Acuan metode pengambilan sampel : 8. Titik pengambilan sampel :

No Urut Titik pengambilan sampel Diagram/sketsa/foto lokasi pengambilan sampel 1. 2. 3. 3 titik 3 titik 3 titik

Rincian kondisi lingkungan selama pengambilan sampel yang dapat mempengaruhi interpretasi hasil pengujian : Cuaca Cerah

Hasil pengukuran parameter lapangan : pH = 5 , Suhu = 28 ºC


(3)

Lampiran 6. Rekaman Data Pengambilan Sampel Lingkungan 3 (data sore hari)

1. Nama pengambil sampel : Nia Julita 2. Tanggal pengambilan sampel : 7-03-2008

3. Jam pengambilan sampel : 17.15 s/d 17.42 wib

4. Lokasi pengambilan sampel : Kawasan Perairan Wisata Alam Bunga Tujuh

5. Uraian sampel :

6. Tipe sampel :

฀ Gabungan waktu ■ Gabungan tempat ฀ Sesaat 1. interval waktu : 10 menit

2. volume subsampel : 4 liter 3. total waktu yang dibutuhkan : + 1/2 menit 4. sampel tidak diambil pada jam :

alasan :

7. Acuan metode pengambilan sampel : 8. Titik pengambilan sampel :

No Urut Titik pengambilan sampel Diagram/sketsa/foto lokasi pengambilan sampel 1. 2. 3. 3 titik pH : 5, Suhu : 27 ºC

3 titik

pH : 5 , Suhu : 27 ºC

3 titik

pH : 5,5 , Suhu : 28 ºC

Rincian kondisi lingkungan selama pengambilan sampel yang dapat mempengaruhi interpretasi hasil pengujian : Cuaca baik

Hasil pengukuran parameter lapangan :


(4)

(5)

(6)

Lampiran 9. Dokumentasi Pengambilan Sampel Air di Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh

Gambar 16. Sampel Air Dimasukkan Kedalam Wadah Sementara