Analisis Dampak Kegiatan Wisata Terhadap Kualitas Air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
(2)
Lampiran 1. Kuisoner pengelola dan Pengunjung
Kuisioner Penelitian untuk pengelola (masyarakat) tempat wisata
A. Identitas responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Pekerjaan :
5. Asal (Kota) :
B. Tempat Wisata
1. Sudah berapa lama anda membuka tempat pemandian ini? Sejak Tahun (...)
2. Berapa jumlah pondok yang anda miliki di tempat pemandian ini? A. Kurang dari 10
B. Lebih dari 10
3. Berapa jumlah pengunjung yang datang ke pemandian ini pada saat hari kerja (Week Day)
A. Tidak ada
B. 5 sampai 10 orang C. Lebih dari 10 Orang
4. Berapa jumlah pengunjung yang datang ke pemandian ini pada saat hari libu sekolah / Weekend
A. Kurang dari 10 Orang B. ± 50 Orang
C. ± 100 Orang D. ≥ 200 Orang
5. Menurut pendapat anda, adakah perubahan kualitas air di sungai betimus ini semenjak anda mulali membuka usah pemandian ini (dalam kondisi cuaca yang sama)?
A. Ada, Cukup signifikan B. Tidak ada
C. Tidak Tahu
6. Adakah pengunjung yang mengalami gatal-gatal setelah mandi di pemandian ini?
A. Ada (Sering) B. Ada (Jarang) C. Tidak ada D. Tidak Tahu
(3)
Lampiran 1. Lanjutan
7. Berapa hasil sampah yang tertampung dalam tong sampah yang dihasilkan per harinya?
A. Tidak ada
B. Kurang dari 1 Kg C. Lebih dari 1 Kg
8. Menurut anda, mau atau tidak pengunjung yang datang ketempat ini untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan A. Tidak Mau
B. Mau
C. Kadang-kadang
9. Bagaiman cara pengelolaan sampah yang dihasilkan dari tempat pemandian ini?
A. Dikelola sendiri
B. Dikelolal oleh pemrintah C. Dibiarkan saja
10.Kalau anda mengelola sendiri, dimanakah tempat pembuangan akhir dari sampah-sampah tersebut?
A. Dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA B. Dibuang ke Badan sungai
C. Ditumpuk, kemudian dibakar
11.Apakah anda menyediakan sarana umum seperti toilet di tempat ini? A. Ya
B. Tidak
12.Bagaimana cara penanganan limbah yang dihasilkan toilet tersebut? A. Ditampung di dalam saptic tank
B. Dibuang atau dialirkan langsung ke sungai
13.Apakah ada papan pengumuman tentang larangan membuang sampah ke sungai?
A. Ada B. Tidak ada
14.Apakah pengungjung yang datang mau membuang sampah ke tempat sampah yang telah disediakan?
A. Mau (sering) B. Mau (Jarang) C. Tidak mau
15.Selain untuk kegiatan wisata, digunakan untuk apa sajakah air sungai betimus ini?
... ... ...
(4)
Lampiran 1. Lanjutan
Kuisioner Penelitian untuk pengunjung tempat wisata
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Pekerjaan :
5. Asal (Kota) :
B. Tujuan Wisata
1. Seberapa sering datang ke tempat ini?
A. Sering (....) kali
B. Tidak terlalu sering (....) kali C. Belum pernah sama sekali
2. Apa Tujuan anda mengunjungi tempat wisata ini? A. Rekreasi
B. Pendidikan C. Penelitian
3. Dari mana anda memperoleh informasi mengenai tempat ini? A. Teman
B. Media massa C. Travel
4. Berapa lama anda menghabiskan waktu di tempat wisata ini A. 1 – 5 Jam
B. 1 harian
C. Lebih dari 1 hari
5. Apakah ada rencana untuk datang kembali setelah kunjungan ini? A. Ya
B. Tidak
C. Aktivitas
1. Apakah anda mengetahui dan memahami peraturan berkunjung di pemandian alam ini?
A. Ya B. Tidak
2. Jenis kegiatan apa yang anda lakukan di pemandian alam ini? A. Mandi di sungai
(5)
Lampiran 1. Lanjutan
3. Darimana anda mengetahui peraturan tersebut? A. Pengelola
B. Papan informasi C. Teman
D. Dll....
4. Apakah pengelola pernah memberitahu mengenai aturan pembuangan sampah?
A. Ya B. Tidak
5. Apakah anda menjumpai sampah di kawasan wisata ini? A. Ya, berpengaruh terhadap kenyamanan
B. Ya, tidak berpengaruh terhadap kenyamanan C. Tidak
6. Apakah anda pernah membuang sampah ke sungai ini? A. Pernah
Karena tidak ada tong sampah
Karena jarak tong sampah yang terlalu jauh
Karena tidak ada petugas/pengelola yang mengawasi B. Tidak pernah
7. Apa yang anda lakukan apabila ingin membuang sampah tapi anda tidak menemukan tempat sampah?
A. Membuang sembarangan
B. Membuang di tempat tersembunyi
C. Membawa sampai menemukan tempat sampah
8. Apa yang anda lakukan dengan sampah yang anda hasilkan selama berada di kawasan wisata ini?
A. Ditinggalkan B. Dibakar
C. Dibuang ke tempat sampah D. Dibuang ke sungai
9. Apakah anda merasa nyaman berada di tempat wisata ini? A. Ya
B. Tidak
Karena adanya sampah padat di kawasan wisata ini seperti bungkusan makanan, botol minuman, dll
Karena adanya limbah cair yang masuk ke dalam sungai seperti sisa detergen
(6)
Lampiran 1. Lanjutan
10.Apakah anda setuju apabila diterpakan aturan dilarang membuat sampah sembarangan?
A. Ya B. Tidak
11.Menurut anda apakah sarana dan prasarana di kawasan ini sudah memadai?
A. Sudah
B. Belum, perlu ditambah :...
12.Secara umum, bagaimana kesan anda tentang pengelolaan sampah atau kebersihan setalah melakukan kunjungan ke pemandian alam ini? A. Puas
B. Cukup Puas C. Tidak Puas
Saran anda untuk pengelola wisata pemandian alam ini? ...
(7)
Lampiran 2. Output SPSS
Correlations
Collifecal Arus pH Suhu DO BOD Penetrasi
Cahaya Amoniak
Pearson Correlation
Collifecal 1.000 .912 -.583 .055 -.726 .583 .365 .990
Arus .912 1.000 -.200 -.359 -.381 .200 -.048 .845
pH -.583 -.200 1.000 -.843 .982 -1.000 -.969 -.693
Suhu .055 -.359 -.843 1.000 -.726 .843 .950 .197
DO -.726 -.381 .982 -.726 1.000 -.982 -.905 -.817
BOD .583 .200 -1.000 .843 -.982 1.000 .969 .693
Penetrasi Cahaya
.365 -.048 -.969 .950 -.905 .969 1.000 .494
Amoniak .990 .845 -.693 .197 -.817 .693 .494 1.000
Sig. (1-tailed)
Collifecal . .134 .302 .483 .241 .302 .381 .046
Arus .134 . .436 .383 .375 .436 .485 .180
pH .302 .436 . .181 .061 .000 .079 .256
Suhu .483 .383 .181 . .241 .181 .101 .437
DO .241 .375 .061 .241 . .061 .140 .196
BOD .302 .436 .000 .181 .061 . .079 .256
Penetrasi Cahaya
.381 .485 .079 .101 .140 .079 . .336
Amoniak .046 .180 .256 .437 .196 .256 .336 .
N Collifecal 3 3 3 3 3 3 3 3
Arus 3 3 3 3 3 3 3 3
pH 3 3 3 3 3 3 3 3
Suhu 3 3 3 3 3 3 3 3
DO 3 3 3 3 3 3 3 3
BOD 3 3 3 3 3 3 3 3
Penetrasi Cahaya
3 3 3 3 3 3 3 3
(8)
Lampiran 2. Lanjutan
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Collifecal 566.5633 243.22633 3
Arus .4600 .17349 3
pH 8.033 .0577 3
Suhu 26.033 .6506 3
DO 9.500 .5292 3
BOD .7967 .05774 3
Penetrasi Cahaya 40.833 4.0513 3
Amoniak .001100 .0006245 3
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .912a .833 .665 140.77445
a. Predictors: (Constant), Arus b. Dependent Variable: Collifecal
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 -.583a .340 -.320 279.42032
a. Predictors: (Constant), pH b. Dependent Variable: Collifecal
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .055a .003 -.994 343.45990
a. Predictors: (Constant), Suhu b. Dependent Variable: Collifecal
(9)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .583a .340 -.320 279.42032
a. Predictors: (Constant), BOD b. Dependent Variable: Collifecal
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .365a .133 -.734 320.29033
a. Predictors: (Constant), Penetrasi Cahaya b. Dependent Variable: Collifecal
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .990a .980 .959 49.19181
a. Predictors: (Constant), Amoniak b. Dependent Variable: Collifecal Lampiran 2. Lanjutan
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 -.726a .527 .055 236.47451
a. Predictors: (Constant), DO b. Dependent Variable: Collifecal
(10)
Lampiran 3. Perhitungan Sampel Pengunjung
� = �
1 +� (�)2
�= 250
1 + 250(0,5)2
�= 250
1 + 250(0,0225)
�= 250 1 + 5,625
�= 250 6,625
�= 37,73
�= 38
Keterangan :
n = Ukuran sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran populasi
(11)
Lampiran 4. Tabulasi Kuisioner Pengunjung
No Variabel Jumlah Pengunjung
n %
Tujuan Wisata
1 Frekuensi Kunjungan
Sering 5 13,15
Tidak Sering 32 84,2
Belum Pernah 2 5,26
2 Tujuan Kedatangan
Rekreasi 38 100
Pendidikan 0 0
Penelitian 0 0
3 Informasi tempat
Teman 36 94,7
Media massa 2 5,26
Travel 1 2,63
4 Waktu Kunjungan
1 – 5 Jam 29 76,3
1 harian 9 23,6
Lebih dari 1 hari 1 2,63
5 Rencana datang kembali
Ya 37 97,36
Tidak 1 2,63
Aktivitas
1 Memahami peraturan
Ya 24 63,15
Tidak 14 36,84
2 Jenis kegiatan
Mandi di Sungai 27 71,05
Bersantai di pondok 12 31,57
3 Dari mana mengetahui peraturan
Pengelola 21 55,26
Papan informasi 16 42,10
Teman 2 5,26
Dll 0 0
4 Pengelola pernah memberitahu
Ya 17 44,73
Tidak 22 57,89
5 Anda menjumpai sampah
Ya, berpengaruh 29 76,31
Ya, tidak berpengaruh 8 21,05
Tidak 2 5,26
6 Pernah membuang sampah
Pernah 29 76,31
(12)
7 Jika tidak ada tempat sampah
Membuang sembarangan 8 21,05
Membuang di tempat tersembunyi 13 34,21
Membawa sampai menemukan tempat 18 47,36
8 Yang dilakukan dengan sampah
Ditinggalkan 12 31,57
Dibakar 0 0
Dibuang ke tempat sampah 12 31,57
Dibuang ke sungai 5 13,15
9 Merasa nyaman
Ya 29 76,31
Tidak 9 23,68
10 Diterapkan aturan
Ya 37 97,36
Tidak 1 2,63
11 Sarana dan prasarana memadai
Sudah 8 21,05
Belum 26 44,82
12 Kesan
Puas 6 15,7
Cukup puas 28 73,68
(13)
Lampiran 5. Tabulasi Kuisioner Pengelola
No Variabel Jumlah pengelola
n %
1 Lama usaha 2 Jumlah pondok
Kurang dari 10 1 8,3
Lebih dari 10 11 91,6
3 Jumlah pengunjung hari kerja
Tidak ada 0 0
5 sampai 10 orang 0 0
Lebih dari 10 orang 12 100
4 Jumlah pengunjung hari libur
Kurang dari 10 orang 0
± 50 orang 1 8,3
± 100 orang 5 41,6
≥ 200 orang 6 50
5 Perubahan kualitas air
Ada, cukup signifikan 8 66,6
Tidak ada 1 8,3
Tidak tahu 3 25
6 Pengunjunng mengalami gatal-gatal
Ada (sering) 0 0
Ada (jarang) 1 8,3
Tidak ada 11 91,6
Tidak tahu 0 0
7 Hasil sampah yang tertampung
Tidak 0 0
Kurang dari 1 Kg 2 16,6
Lebih dari 1 Kg 10 83,3
8 Membuang sampah di tempatnya
Tidak mau 0 0
Mau 8 66,6
Kadang-kadang 4 33,3
9 Cara pengelolaan sampah
Dikelola sendiri 11 91,6
Dikelola oleh pemerintah 0 0
Dibiarkan saja 1 8,3
10 Tempat pembuangan akhir
Dibawa ke TPA 0 0
Dibuang ke badan sungai 0 0
Ditumpuk, kemudian dibakar 12 100
11 Menyediakan toilet
Ya 12 100
(14)
12 Cara penanganan limbah hasil toilet
Ditampung dalam septic tank 12 100
Dibuang ke sungai 0 0
13 Adakah larangan membuang sampah
Ada 12 100
Tidak ada 0 0
14 Pengunjung membuang sampah pada tempatnya
Mau (sering) 4 33,3
Mau (jarang) 8 66,6
(15)
Lampiran 6. Foto sampel air dan aktivitas penelitian
Sampel air Pengukuran pH
Pengukuran DO dan Suhu Pengukuran arus
(16)
Lampiran 6. Lanjutan
Pengisian kuisioner oleh pengunjung Tempat sampah
Aktivitas pengunjung Aktivitas Masyarakat
(17)
Lampiran 6. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
Sumber : (PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Kualitas Air)
PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
TEMPERATUR oC Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi Temperatur alamiah
KIMIA ORGANIK
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang
tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
DO mg/L 6 4 3 0 Angka Batas Minimun
MIKROBIOLOGI
- Fecal coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/ 100 mL dan Total coliform ≤ 10000 jml/ 100 ml
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C.2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU press. Medan
Christianto. 2002. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Serta Kualitas Fisika-Kimia Air Di Sungai Cisadane, Bogor. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. (Diakses 3 April 2013)
Connel D. W., dan Gregory J. M. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerjemah: Yanti K. UI-Press. Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. KANISIUS. Yogyakarta
Farid, K. I. 2011. Pendugaan Kecepatan Arus Sungai Dengan Menggunakan Regresi Piecewise (Studi Kasus Sungai Soos Creek Di Negara Bagian Washington). . Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. (Diakses 6 April 2013)
Fitra E. 2008. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Parapat Danau Toba. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. M e d a n. (Diakses 1 November 2013)
Ginanjar, A. 2012. Kaji Potensi Pariwisata Berbasis Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Peternakan Di Pangelangan Kab. Jawa Barat.
Skripsi . UPI
Harthayasa, I. M. D. 2002. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Sungai Badung Sebagai Obyek Wisata Air “City Tour” Di Kota Denpasar. Semarang. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. (Diakses 3 April 2013)
Sudewi N. M. K. K. 2000. Analisis Peluang Investasi. Sektor Pariwisata Bahari di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor (Diakses 12 Desember 2013)
Khotimah S. 2013. Kepadatan Bakteri Coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak. [Prosiding Semirata]. FMIPA, Universitas Lampung. (Diakses 1 November 2013)
(19)
Melyana, A. 2011. Penilaian Kualitas Lingkungan Pada Kegiatan Wisata Alam di Kawasan Ekowisata Tangkahan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. (Diakses 25 April 2013)
Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Nugraha, S. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin Dan Krejcie-Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasi, disampaikan pada diskusi ilmiah jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Unpad. Bandung. (Diakses 24 November 2013)
Nugroho A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo. PT. Gramedia, Jakarta.
Purba I. R. 2002. Pengaruh Kegiatan Pertanian dan Pemukiman terhadap Kualitas Air dan Keanekaragaman Makrozoobenthos (Studi Kasus Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun). [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Diakses 1 November 2013
Randa, M.S. 2012. Analisis Bakteri Coliform (Fekal Dan Non Fekal) Pada Air Sumur Di Komplek Roudi Manokwari. Manokwari. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua. (Diakses 5 April 2013)
Rauf, A., K. S. Lubis., dan Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Medan. USU Press.
Ridwan, M. 2012. Perencanaan & Pengembangan Pariwisata.cetakan pertama. P.T Softmedia. Jakarta
Sarwono. 2006. Diakses 09 Mei 2009. Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis Korelasi. http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.html (Diakses 31 Juni 2013).
Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas, Padang. Suriawiria U. 1996. Mikrobiologi Air. Penerbit Alumni. Bandung.
Syahrul, N. 2006. Strategi Bisnis PT Lintas Jeram Nusantara Dalam Mengelola Wisata Arung Jeram Sungai Citarik, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. (Diakses 4 April 2013)
(20)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Juli 2013 di hulu
Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Sungai ini
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas antara lain:
sumber air untuk kegitatan mandi, cuci, kakus (MCK), serta tempat pemandian
alam. Sedangkan analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan.
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5
liter, keping secchi, gabus, pipet tetes, cool box, spuit, alat tulis, dan peralatan
analisa kualitas air seperti Do meter, termometer, pH meter. Sedangkan bahan
yang digunakan diantaranya adalah akuades dan es.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh di lapangan
maupun hasil analisis dari laboratorium untuk data analisis air. Data yang nilainya
langusng didapat dari lapangan meliputi nilai temperatur, pH, arus, kecerahan,
oksigen terlarut, serta hasil kuisioner terhadap pengunjung dan penduduk sekitar.
Data lain seperti BOD5, Amoniak, Colifaecal hasilnya diperoleh melalui analisis
laboratorium.
Data sekunder didapat melalui studi pustaka maupun dari lembaga terkait
(21)
peta kawasan. Foto sampel air dan aktivitas penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Metode penelitian
Penentuan stasiun berdasarkan perbedaan aktivitas (pemanfaatan sungai)
oleh masyarakat. Ditetapkan 3 (tiga) stasiun pengamatan dengan kriteria seperti
terlihat pada deskripsi area. Jarak dari stasiun 1 ke stasiun 3 adalah sepanjang 2,7
Km. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Deskripsi Area a. Stasiun 1
Stasiun ini terletak di Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
(22)
Daerah ini merupakan daerah yang belum dijumpai aktivitas masyarakat. Kondisi
stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Stasiun 1
b. Stasiun 2
Stasiun ini terletak di Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 3o20'30.2"LU , 98o35'7.2"BT.
Pada daerah ini banyak dijumpai aktivitas masyarakat. Seperti MCK dan aktivitas
wisata Jarak dari stasiun 1 ke stasiun 2 dihitung dari peta adalah sejauh 900 m.
Kondisi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.
(23)
c. Stasiun 3
Stasiun ini terletak di Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Deli Serdang yang secara geografis terletak pada 3o20'13.4"LU , 98o34'44.4"BT.
Pada daerah ini masih dijumpai aktivitas masyarakat, tapi tidak sebanyak pada
stasiun 1. Jarak dari stasiun 2 ke stasiun 3 diukur melalui peta adalah sejauh 900
m. Kondisi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Stasiun 3
Pada masing-masing stasiun dilakukan tiga kali ulangan pengambilan
sampel.
Pengukuran Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan Faktor fisika, kimia, dan biologi perairan yang diukur mencakup:
Suhu
Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke
dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada
termometer tersebut. pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di
(24)
Penetrasi Cahaya
Diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air
sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke
dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
pH (Derajat keasaman)
Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH
meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat
konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH
dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
DO (Disolved oxygen)
Sampel air yang diambil dari permukaan perairan di ukuran kadar oksigen
terlarutnya dengan menggunakan DO meter. Pengukuran Oksigen terlarut ini
dilakukan sebanyak tiga kali
BOD5 (Biochemical oxygen demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan DO meter. Sampel air
yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol. Pengukuran BOD5
dilakukan setelah botol DO di inkubasi selama 5 hari.
Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan benda yang mengapung seperti
gabus dengan cara yang paling sederhana. Diambil jarak 10 m antara satu titik
dengan titik yang lain Kemudian gabus, diletakkan mengikuti arus pada titik
awal, lalu stopwatch dihidupkan sampai melewati titik akhir. Kemudian dicatat
waktu tempuh gabus. Pengukuran kecepatan arus dilakukan setiap pengamatan di
(25)
Colifaecal
Bakteri coliform dalam air minum dikategorikan menjadi tiga golongan,
yaitu coliform total, fecal coliform, dan E. coli. Masing-masing memiliki tingkat
risiko yang berbeda. Coliform total kemungkinan bersumber dari lingkungan dan
tidak mungkin berasal dari pencemaran tinja. Sementara itu, fecal coliform dan E.
coli terindikasi kuat diakibatkan oleh pencemaran tinja, keduanya memiliki risiko
lebih besar menjadi patogen di dalam air. Bakteri fecal coliform atau E. coli yang
mencemari air memiliki risiko yang langsung dapat dirasakan oleh manusia yang
mengonsumsinya.
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform merupakan bakteri indikator
keberadaan bakteri patogenik dan masuk dalam golongan mikroorganisme yang
lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk
menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
Bakteri Coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker.
Selain itu bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun
seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya
berlebih didalam tubuh. Bakteri coliform dapat digunakan sebagai indikator
karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini
dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu,
bakteri ini juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari pada patogen serta
lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan. Bakteri coliform fecal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal menjadi
(26)
dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Colifaecal jauh lebih
murah, cepat dan sederhana dari pada mendeteksi bakteri patogenik lain.
Perhitungan jumlah coliform dilakukan dengan metode Jumlah Perkiraan
Terdekat (JPT). Metode ini terdiri dari tiga uji atau tes dengan tahapan uji
pendugaan, uji konfirmasi dan uji komplit.
Tabel 1. Tally sheet
NO Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3 Indeks baku mutu kelas II 1 Kecepatan arus
2 PH 6-9
3 Suhu oC
4 Oksigen terlarut (DO)
Mg/L 4
5 BOD5 Mg/L 3
6 Penetrasi cahaya 7 Amoniak
8 Colifaecal Mg/L 1000
Analisis Data Korelasi
Analisa Korelasi Pearson dilakukan dengan software IBM SPSS Ver.
21.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara aktivitas
wisata dengan faktor fisika, kimia, dan biologi perairan yang akan mempengaruhi
kualitas air sungai.
Pengunjung
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode
purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu cara pengambilan sampel dengan
cara disengaja dengan tujuan sampel tersebut dapat mewakili setiap unsur yang
ada dalam populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan yang
berkunjung ke kawasan Sungai Betimus dalam waktu satu bulan. Pemilihan
(27)
(umur 17 tahun ke atas), sehat jasmani dan mampu berkomuniaksi dengan baik.
Menurut Sumanto (1990) dalam Melyana (2011) jika subjek penelitian atau
wisatawan kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya sebagai sampel dan
jika jumlah sampel lebih dari 100 maka sampel dapat diambil antara 10%-15%
sebagai ukuran sampel. Dengan rumus Slovin dalam Nugraha (2007)
� = �
1 +� (�)2
Keterangan :
n = Ukuran sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran populasi
e = Margin error yang diperkenankan (10%-15%)
Jumlah populasi diambil dari jumlah kunjungan wisatawan per minggu
yaitu sebesar 250 orang. Sehingga pengunjung yang menjadi responden adalah 38
orang. Perhitungan sampel pengunjung penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran
3.
Persepsi Pengunjung dan Respons Masyarakat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pengunjung tentang
keindahan dan kenyaman objek wisata di Sungai Betimus serta untuk mengetahui
respon masyarakat sekitar terhadap program-program yang telah dicanangkan,
Yaitu dengan cara melakukan pengukuran dengan variabel yang disusun
berdasarkan kajian kondisi objek wisata. Kuisioner penelitian ini dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Kriteria nilai kenyamanan obyek wisata menurut kriteria yang ditetapkan
oleh Ditjen PHPA (1993) dalam Sudewi (2000) adalah sebagai berikut:
(28)
b. 60%-79% = Lebih dari nyaman
c. 40%-59% = Nyaman
d. 20%-39% = Kurang nyaman
(29)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Kualitas Air
Analisi kualitas air Sungai Betimus dilakukan dengan mengambil sampel
air di bagian hulu. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali pengambilan
dan dilakukan pada kondisi cuaca yang sama. Koordinat untuk masing-masing
titik pengambilan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Koordinat stasiun penelitian
No Lokasi Koordinat
X (East) Y(North) 1 Stasiun 1 98o35'30.4"BT 3o20'43.1"LU 2 Stasiun 2 98o35'7.2"BT 3o20'30.2"LU 3 Stasiun 3 98o34'44.4"BT 3o20'13.4"LU
Parameter pengamatan yang digunakan dalam penentuan kualitas air di
Sungai Betimus ini terdiri atas delapan (8) parameter, yang meliputi pengukuran
arus, pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD5),
penetrasi cahaya, amoniak, serta Colifaecal. Hasil analisis kualitas air dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil analisis kualitas air
No Parameter Satuan
Stasiun
Baku Mutu PP No
82 Tahun 2001 Ket
1 2 3
1 Arus m/s 0,42 0,65 0,31
2 pH 8,1 8 8 6-9 Baik
3 Suhu oC 25,4 26 26,7
4 DO mg/l 10,1 9,1 9,3 4 (Nilai minimum) Baik 5 BOD mg/l 0,73 0,83 0,83 3(Nilai maksimum Baik 6 Penetrasi Cahaya Cm 36,3 42,1 44,1
7 Amoniak mg/l 0,0006 0,0018 0,0009
(30)
Kualiatas Air Sungai Betimus
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang telah dilakukan di tiga
stasiun Sungai Betimus pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013. Diketahui bahwa
kondisi air masuk dalam kualitaas memenuhi baku mutu (kondisi baik). Dari tabel
2 diketahui bahwa stasiun 2 memiliki kualitas air yang lebih rendah dibandingkan
dengan stasiun 1 dan 3. Sedangkan stasiun 1 memiliki kualitas air yang paling
tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan stasiun 3.
Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Dengan Kelimpahan Colifaecal
Output data SPSS pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan pengukuran faktor fisika kima perairan yang telah dilakukan pada
tiga (3) stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan total Colifaecal maka
diperoleh nilai korelasi seperti yang terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika Kimia dengan total
Colifaecal Korelasi Pearson
Suhu pH Kecepatan arus
DO Penetrasi cahaya
BOD Amoniak Total
Colifaecal
+0.055 -0.583 +0.912 -0.726 +0.365 +0.583 +0.990
Persepsi pengunjung dan Respons Masyarakat
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, diketahui nilai tingkat
kenyamanan pengunjung mempunyai persentase sebesar 76,31% atau sebanyak 29
orang dari keseluruhan jumlah responden yang disebar yakni sebanyak 38
responden menyatakan obyek wisata sungai Betimus nyaman, dan sisanya
sebanyak 23,68% atau 9 orang menyatakan obyek wisata sungai Betimus tidak
(31)
Selain itu juga didapat data tingkat kepuasan pengunjung, yakni sebesar
15,7% atau sebanyak 6 orang menyatakan sangat puas dengan keadaan obyek
wisata sungai Betimus saat ini. Sedangkan 73,68% atau sebanyak 28 orang
pengunjung menyatakan puas, dan 10,52% atau 4 orang menyatakan tidak puas.
Tabulasi kuisioner penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pembahasan Kualitas Air Arus
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kecepatan arus tertinggi berada
pada stasiun 2, yakni sebesar 0,65 m/s. Sedangkan kecepatan arus di stasiun 1
sebesar 0,42 m/s dan pada stasiun 3 sebesar 0,31 m/s. Kecepatan arus disini
dipengaruhi oleh kemiringan serta ketinggian yang berbeda-beda pada tiap
stasiun. Tingginya kecepatan arus pada stasiun 2 juga dipengaruhi oleh banyaknya
batu-batu besar yang ada disekitar badan sungai. Tingginya kecepatan arus di
ketiga stasiun penelitian terebut juga dikarenakan stasiun 1, 2 dan 3 masih berada
di daerah hulu sungai Betimus.
Kecepatan arus dalam suatu badan sungai tidak dapat ditentukan dengan
pasti karena arus pada suatu sungai sangat mudah berubah, menurut Barus (2004),
sangat sulit membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus karena di suatu
ekosistem air sangat berfluktuasi dari periode ke periode tergantung dari fluktuasi
debit dan aliran air serta kondisi substrat yang ada. Pada musim penghujan
misalnya, akan meningkatkan debit air dan sekaligus mempengaruhi kecepatan
arus. Grafik kecepatan arus pada ketiga stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar
(32)
Gambar. 6 Grafik rata-rata Kecepatan Arus di Sungai Betimus
Kecepatan arus pada Sungai Betimus ini dapat dikategorikan layak bagi
kegiatan pariwisata, Karena sungainya relatif dangkal dan arus pada sungai ini
tergolong pelan sehingga aman bagi kegiatan wisata.
pH
nilai pH pada ketiga stasiun penelitian masih dikategorikan aman atau
masih dibawah baku mutu. Hasil pengukuran pH air sungai yang dilakukan di
sungai Betimus menunjukkan pH tertinggi berada pada stasiun 1, yaitu sebesar
8,1. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 menunjukkan hasil yang sama, yaitu sebesar
8,03. pengukuran pH air sungai merupakan salah satu indikator pemeriksaan
secara fisik dari suatu badan air.
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya terdapat
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat
basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Dari
hasil yang penelitian yang didapat, menunjukkan bahwa pH air sungai betimus
0.42 0.65 0.31 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 A ru s ( m /s ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(33)
baik pada stasiun 1, 2 maupun 3 menunjukkan hasil yang masih sesuai dengan
baku mutu seperti yang tercantum dalam PP No. 82 tahun 2001 dimana
menyebutkan bahwa kisaran pH untuk badan air kelas dua adalah 6-9. Grafik pH
pada ketiga stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik rata-rata pH di Sungai Betimus
Suhu
Dari hasil penelitian yang dilakukan, suhu terendah berada pada stasiun 1,
yaitu pada kisaran 25,4oC, stasiun 2 berada pada kisaran 26oC, dan stasiun 3 pada
kisaran 26,7oC. Stasiun 1 memiliki suhu terendah karena pada daerah ini belum
dijumpai aktivitas-aktivitas yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
suhu.
Suhu sekeliling mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelarutan
oksigen dalam air. Dengan demikian, kelarutan oksigen dalam air akan menurun
sesuai dengan meningkatnya suhu (Connel dan Miller, 2006) Grafik perbedaan
suhu pada ketiga stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
8.1 8 8 7.94 7.96 7.98 8 8.02 8.04 8.06 8.08 8.1 8.12 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 pH Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(34)
25.4 26
26.7
24.5 25 25.5 26 26.5 27
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Suhu (
0C
)
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 8. Grafik rata-rata Suhu di Sungai Betimus
Menurut pengelola kawasan wisata Sungai Betimus, telah terjadi
perubahan suhu, baik disekitar kawasan wisata maupun di badan sungai.
Perubahan fluktuatif suhu air sungai ini erat kaitannya dengan isu pemanasan
global (Global warming) yang saat ini menjadi topik yang sangat penting.
Menurut pengelola kondisi suhu air sungai dulu jauh lebih dingin dari pada saat
ini. Selain itu juga semakin banyaknya bangunan yang didirikan di sepanjang
aliran Sungai Betimus ini juga mempengaruhi perubahan suhu air.
Dissolved Oxygen (DO)
Nilai Oksigen terlarut yang diukur pada ketiga stasiun penelitian masih
memenuhi baku mutu kualitas air. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada
stasiun 2, yaitu 9,12 mg/l, sedangkan untuk nilai oksigen terlarut tertinggi berada
pada stasiun 1, yaitu 10,12 mg/l. Sementara stasiun 3 memiliki nilai oksigen
terlarut sebesar 9,37 mg/l. Perbedaan kandungan oksigen terlarut di tiga stasiun
(35)
yang mengakibatkan menurunnya nilai oksigen terlarut. Aktivitas-aktivitas
tersebut meliputi aktivitas wisata seperti mandi di sungai, membuang sampah, dll.
Selain itu aktivitas masyarakat sekitar seperti mandi, cuci, dan kakus juga
menimbulkan dampak yang buruk terhadap nilai oksigen terlarut pada daerah
tersebut. Sedangkan pada stasiun 3, tidak ditemukan lagi aktivitas wisata, namun
terdapat berbagai aktivitas masyarakat termasuk penambangan batu.
Tingginya nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun penelitian tersebut
dikarenakan kedangkalan sungai, sehingga penetrasi cahaya matahari mampu
mencapain dasar sungai. Derasnya arus juga berpengaruh terhadap tingginya nilai
oksigen, dimana arus berkonsentrasi memasukkan oksigen dari udara kedalam air
melalui proses difusi. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian
(diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan
(turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang
masuk ke badan air (Effendi, 2003). Grafik perbedaan DO pada ketiga stasiun
tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik rata-rata Oksigen Terlarut di Sungai Betimus
10.1 9.3 9.1 8.6 8.8 9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 D O ( m g/ l) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(36)
Aktivitas-aktivitas yang berlangsung di sepanjang Sungi Betimus baik
aktivitas wisata maupun aktivitas masyarakat berpotensi mengakibatkan turunnya
nilai oksigen terlarut yang ada pada sungai tersebut. Hal ini dikarenakan selama
berkativitas, pengunjung sering kali membuuang sampah atau bahan-bahan
lainnya ke dalam sungai, Sehingga hal ini dapat menimbulkan dampak yang
buruk.
Biocemichal oxygen demand (BOD5)
Nilai BOD5 pada ketiga stasiun penelitian masih memenuhi baku mutu
kualitas air. Berdasarkan pengukuran diperoleh hasil bahwa nilai terbesar untuk
parameter BOD5 terdapat di stasiun 2 dan 3, yaitu sebesar 0,83 mg/l. Sedangkan
pada stasiun 1 sebesar 0,73 mg/l. Nilai BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgnisme aerob dalam
proses penguraian senyawa organik. Dalam proses oksidasi secara biologis ini
tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses
oksidasi secara kimiawi (Barus, 2004).
Nilai BOD5 dari ketiga stasiun tersebut tergolong kecil sehingga
menandakan bahwa beban perairan di sungai tersebut tidak begitu besar. Nilai
BOD pada ketiga stasiun sungai ini masih sangat memenuhi baku mutu air
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 yaitu sebesar 3 mg/l. Grafik perbedaan BOD5
(37)
Gambar 10. Grafik rata-rata BOD5 di Sungai Betimus
Kecerahan
Kecerahan yang didapat dari stasiun 1 adalah 36,3 cm, pada stasiun 2
sebesar 42,1 cm, dan stasiun 3 sebesar 44,1 cm. Kecerahan air tergantung pada
warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan secci disk. Nilai kecerahan
dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,
waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang
yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).
Kecerahan di tiga stasiun penelitian tersebut dikarenakan karateristik
sungai yang dangkal sehingga cahaya matahari dapat masuk hingga ke bagian
paling dalam perairan tersebut. Menurut Barus (2004), terjadinya penurunan nilai
penetrasi cahaya disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang
masuk ke badan perairan, adanya kekeruhan oleh zat-zat terlarut dan kepadatan
plankton di suatu perairan menyebabkan penetrasi cahaya pada bagian hulu suatu
0.73
0.83 0.83
0.68 0.7 0.72 0.74 0.76 0.78 0.8 0.82 0.84
Stasiun1 Stasiun 2 Stasiun 3
B
OD
(
m
g/
l)
Stasiun1 Stasiun 2 Stasiun 3
(38)
ekosistem sungi pada umumnya lebih tinggi dibanding dengan bagian hilir. Grafik
kecerahan pada ketiga stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Grafik rata-rata Penetrasi Cahaya di Sungai Betimus
Amoniak
Berdasarkan kriteria baku mutu air kelas I batas kadar maksimun amoniak
yang diperbolehkan adalah 0,5 mg/l sedangkan untuk kelas II tidak
dipersyaratkan. Dengan demikian perairan ini masih dapat dikatakan layak untuk
digunakan baik untuk peruntukan kelas I maupun kelas II. Dari hasil pengukuran
amoniak di ketiga stasiun sungai selama penelitian, didapatkan nilai amoniak
stasiun 1 sebesar 0,00065 mg/l, stasiun 2 sebesar 0,0018 mg/l, dan stasiun 3
sebesar 0,0009 mg/l. Pada stasiun 2 Konsentrasi N – NH3 mengalamin
peningkatan, hal ini dikarenakan aktivitas-aktivitas yang terjadi pada daerah
tersebut.
Amoniak (N – NH3) merupakan senyawa yang bersifat toksis untuk
kehidupan organisme. Menurut Purba (2002) konsentrasi N –NH3 cenderung
mengalami kenaikan ke daerah hilir, kenaikan ini diakibatkan limbah domestik
Konsentrasi N –NH3 juga cenderung mengalami kenaikan setelah aliran melalui
36.3 42.1 44.1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
P e n e t r as i C ah aya ( c m ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(39)
daerah pemukiman. Grafik perbedaan amoniak pada ketiga stasiun tersebut dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik rata-rata Amoniak di Sungai Betimus
Colifaecal
Dari hasil pengukuran di tiga (3) stasiun penelitian, diketahui bahwa total
Colifaecal di sungai Betimus masih memenuhi baku seperti yang tercantum dalam
PP No. 82 tahun 2001, dan masih dapat dikategorikan aman bagi kegiatan wisata.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, stasiun 1 memiliki nilai total
Colifaecal yang paling rendah. Total Colifaecal pada stasiun 1 yang merupakan
daerah yang tidak terdapat aktivitas manusia menunjukkan angkasebesar 402,777
MPN/100mL. Hal ini dikarenakan lingkungan dengan pemukiman dan aktivitas
penduduk yang masih sangat jarang sehingga buangan-bungan limbah juga masih
sangat sedikit.
Nilai Colifaecal atau kepadatan Colifaecal tertinggi ditemukan di stasiun
2, yaitu sebesar 846,044 MPN/100mL. Lokasi ini merupakan lokasi dengan tingkat
aktivitas wisata yang paling tinggi. Selain itu juga banyak terdapat pemukiman
masyarakat, penginapan, serta pondok-pondok yang disewakan kepada
0.0006 0.0018 0.0009 0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016 0.0018 0.002
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
A m on iak ( m g/ l) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(40)
pengunjung. Aktivitas manusia yang tinggi disekitar stasiun 1 ini menyebabkan
masuknya buangan-buangan organik seperti limbah domestik ke dalam badan
sungai.
Pengaruh limbah seperti feses atau sisa makanan lainnya masih
mendominasi sebagai faktor penyebab pencemaran lingkungan air. Lokasi
pemukiman pada penduduk dengan kerapatan penduduk yang tinggi, jarak antara
satu rumah dengan rumah yang lain sangat dekat, jarak antara pembuangan
limbah dan septic tank sumber air cenderung berdekatan serta kebiasaan
penduduk ditepian sungai membuang limbah secara langusng ke sungai
menyebabkan pencemaran bakteri coliform (Khotimah, 2013).
Menurut Suriawiria (1996), pencemaran materi fecal tidak dikehendaki,
baik ditinjau dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan
terjadinya infeksi yang berbahaya. Jika didalam 100 ml air minum terdapat 500
bakteri Coli, memungkinkan terjadinya penyakit gastroenteristis yang
memungkinkan terjadinya demam, diarhea, septimia dan penyakit-penyakit
lainnya.
Sedangkan pada stasiun 3, nilai Total Colifaecal adalah 450,888
MPN/100mL. Hal ini dikarenakan pada stasiun 3 tidak banyak terdapat
aktivitas-aktivitas manusia. Sehingga jumlah buangan limbah juga lebih sedikit. Perbedaan
total Colifaecal pada ketiga stasiun tersebut salah satu nya diakibatkan oleh faktor
arus. Hal ini dikarenakan stasiun 1, 2, dan 3 penelitian merupakan daerah yang
termasuk dalam kategori hulu sungai. Menurut Khotimah (2013), arus dapat
mendistribusikan bakteri dari satu tempat ke tempat yang lain. Grafik perbedaan
(41)
402.77 846.04 450.88 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
C ol if ae c al ( m p n /100m L ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 13. Grafik rata-rata Colifaecal di Sungai Betimus
Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia dengan Total
Colifekal
Menurut Sarwono (2006), koefisien korelasi ialah pengukuran statistik
kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Koefisien korelasi menunjukkan
kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika
koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah.
Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
menjadi rendah dan sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi
mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria sebagai berikut:
a. Jika 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
b. Jika >0-0,25 : Korelasi sangat lemah
c. Jika >0,25-0,5 : Korelasi cukup
(42)
e. Jika >0,75-0,99 : Korelasi sangat kuat
f. Jika 1 : Korelasi sempurna
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa hasil uji
analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisika dan kimia perairan berbeda
tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan total Colifaecal. Nilai (+)
menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan
dengan nilai total Colifaecal,, artinya semakin besar nilai faktor fisika kimia maka
nilai total Colifaecal akan semakin besar pula, sedangkan nilai (-) menunjukkan
hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisika kimia perairan
dengan nilai total Colifaecal , artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka
nilai total Colifaecal akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin
kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai total Colifaecal akan semakin besar.
Dari Tabel 3 diperoleh hasil analisis korelasi bahwa pH dan kelarutan
oksigen berkorelasi negatif/berlawanan dengan total colifaecal dengan demikian
jika pH dan kelarutan oksigen nilainya semakin tinggi maka total colifaecal
semakin rendah nilainya dan sebaliknya. Nilai korelasi yang diperoleh dalam
penelitian ini, diketahui Ph, dan kelarutan oksigen berkorelasi kuat dengan total
colifaecal.
Bakteri tumbuh dengan baik pada pH 7,0. Ph berpengaruh terhadap
metabolisme sel bakteri. Menurut Suriawiria (1996), batas pH untuk pertumbuhan
jasad renik merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan ensim. Untuk
tiap jasad dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum. Sedangkan
bakteri sendiri memerlukan nilai pH 6,5-7,5. Oleh karena itu pH berkorelasi kuat
(43)
Keberadaan oksigen sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri.
Ada beberapa mikroorganisme yang hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen
dan dapat tumbuh lebih baik apabila ada oksigen. Dalam hal ini, Colifecal
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya namun tertap dapat hidup
walaupun tidak ada oksigen. Menurut Pelczar dan Chan (1988) dalam Khotimah
(2013), konsentrasi oksigen terlarut tidak terlalu berpengaruh terhadap
pertumbuhan Coliform, sebab bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif
yang dapat hidup dengan ataupun tanpa oksigen. Oleh karena itu oksigen
memiliki korelasi negatif terhadap colifaecal.
Dari Tabel 3 diperoleh hasil analisis korelasi bahwa kecepatan arus, suhu,
penetrasi cahaya, BOD, dan amoniak berkorelasi positif/searah dengan total
colifaecal dengan demikian jika suhu, penetrasi cahaya, BOD, dan amoniak
nilainya semakin tinggi maka total colifaecal semakin tinggi pula dan sebaliknya.
Nilai korelasi yang diperoleh diketahui dalam penelitian ini, diketahui bahwa arus
berkorelasi sangat kuat, suhu berkorelasi sangat lemah, penetrasi cahaya
berkorelasi cukup, BOD berkorelasi kuat, dan amoniak berkorelasi sangat kuat
terhadap total colifaecal.
Arah dan kecepatan arus sangat menentukan penyebaran bakteri, Suin
(2002), menyatakan bahwa kecepatan arus air dari suatu badan air ikut
menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Menurut
Khotimah (2013), arus air mempengaruhi distribusi bakteri coliform. Oleh karena
itu kecepatan arus berkorelasi positif terhadap total Colifaecal.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada ketiga stasiun penelitian,
(44)
bakteri coli merupakan indikator alami baik di dalam air yang tampak jernih
maupun air kotor. Bakteri ini hidup pada temperaur 37OC Nugroho (2006).
Menurut Khotimah (2013), suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun
dan jika suhu terlalu tinggi dapat mengakibatkan perubahan protein enzim.
Meskipun korelasinya sangat lemah, suhu menentukan kehidupan
mikroorganisme karena pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim.
Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga stasiun penelitian menunjukkan
cahaya matahari dapat menembus hingga kedasar perairan. Pada stasiun 1
memiliki kecerahan 34,66 cm, stasiun 2 35,33 cm, dan stasiun 3 40,66 cm.
Tingkat kecerahan yang tinggi ini dikarenakan karateristik sungai yang dangkal
sehingga cahaya matahari yang masuk mampu menembus hingga ke dasar sungai.
Menurut Devi (2000) dalam Khotimah (2013), cahaya matahari akan merusak sel
dan menghambat pertumbuhan bakteri Coliform.
Nilai rata-rata BOD sungai Betimus yang diperoleh berkisar 0,73 mg/l
sampai 0,83 mg/l. Nilai BOD yang diperoleh pada dasarnya mengindikasikan
tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD merupakan nilai yang
menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan
organik di dalam air sehingga secara tidak langsung juga menunjukkan
keberadaan bahan organik di dalam air (Fitra, 2008).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, nilai amoniak tertinggi terdapat pada
stasiun 2, yaitu 0,0012 mg/l. Menurut Fitra (2008), tingginya Coliform suatu
perairan menunjukkan bahwa perairan tersebut mendapat buangan ataupun limbah
organik berupa feses dari sekitar maupun sekeliling badan perairan. Jumlah
(45)
berbagai buangan ataupun limbah organik yang berasal dari penduduk sekitar
maupun dari wisatawan yang datang berkunjung. Sementara itu, lebih rendahnya
amoniak pada stasiun 1 dan 3 karena aktivitas di lokasi tersebut cenderung lebih
sedikit sehingga masukan limbah organik ke daerah tersebut juga menjadi lebih
sedikit.
Gambaran tentang pengaruh aktivitas wisata terhadap kualitas air penulis
bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Melyana (2011) di kawasan
ekowisata Tangkahan. Dampak kegiatan wisata yang ditimbulkan pada daerah
tersebut juga berpengaruh terhadap kualitas air Sungai Buluh dan Sungai Batang
Serangan. Namun dari semua parameter yang diukur, kualitas air kedua sungai
tersebut masih dibawah ambang batas. Hasil analisis kualitas air Sungai Buluh
dan Sungai Batang Serangan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis kualitas air Sungai Buluh dan Sungai Batang Serangan
No Parameter Satuan Sungai buluh
Sungai Batang
Serangan Hilir
Baku Mutu PP No 82 Tahun 2001
1 Temperatur oC 16 17 18
2 pH 8,1 8,1 8,3 6-9
3 BOD mg/L 0,2249 0,1928 0,3534 3
Perilaku pengunjung sangat erat kaitannya dengan kualitas air suatu
sungai. Menurut Ridwan (2012), Dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan
pariwisata dapat bersifat positif maupun negatif. Aktifitas pengunjung seperti
membuang sampah sembarangan juga menjadi ancaman pengembangan kawasan
tersebut.
Hal tersebut juga terjadi di daerah wisata Sungai Betimus. Perilaku
(46)
ancaman yang sangat serius karena dapat berdampak pada penurunan kualitas air
sungai tersebut. Oleh karena itu diperlakukan pengawasan oleh pengelola tempat
wisata tersebut agar nantinya pengunjung tidak lagi membuang sampah secara
sembarangan. Namun hal ini juga harus didukung oleh kesadaran pengunjung itu
sendiri agar tidak membuang sampah sembarangan sehingga kelestarian Sungai
Betimus dapat terus terjaga.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Melyana (2011), Daerah hilir sebagai
daerah terakhir aliran kedua sungai tentunya menjadi bagian yang menampung
semua padatan ataupun bahan-bahan lainnya yang berasal dari hulu kedua sungai.
Selain padatan yang berasal dari alam, daerah ini juga menampung buangan akhir
yang berasal dari tempat penginapan yang ada di seputaran kawasan Ekowisata
Tangkahan. Selain itu juga pemanfaatan di daerah hilir oleh masyarakat untuk
melayani keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan sebagainya tentunya
juga ikut andil dalam peningkatan beberapa nilai parameter pengukuran analisis
air.
Kegiatan pariwisata berbasis sungai memiliki peluang terjadinya
pencemaran apabila pengelola lambat dalam mengantisipasi berbagai
aktivitas-aktivitas yang bisa mengakibatkan pencemaran khusunya sampah yang dihasilkan
oleh pengunjung. Hal ini dapat menjadi lebih buruk apabila pengelola atau
penyedia fasilitas wisata tidak menjalankan kaidah konservasi. Data jumlah
pengunjung kawasan wisata Sungai Betimus yang didapat dari pengelola
menunjukkan sekitar 250 orang megunjungi kawasan wisata ini pada hari libur
(47)
musim libur sekolah tiba. Jumlah pengunjung kawasan wisata ini bisa mencapai
750 hingga 1000 orang.
Persepsi Pengunjung Terhadap Tempat Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata. Nilai tingkat kepuasan terhadap keindahan obyek wisata
sungai Betimus sebesar 73,68% atau sebanyak 28 orang menyatakan kepuasannya
terhadap objek wisata ini. Sedangkan 15,7% atau sebanyak 6 orang responden
merasakan sangat puas. 10,52% atau 4 orang menyatakan tidak puas dengan
keadaan dan keindahan objek wisata ini.
Adapun keindahan alam yang dapat dinikmati oleh pengunjung obyek
wisata sungai Betimus yaitu aliran sungai yang masih sangat terjaga
kebersihannya. Selain itu juga terdapat pondok-pondok yang bisa disewa oleh
pengunjung untuk bersantai di pinggir sungai,
Tingkat kenyaman diperoleh dari 38 orang responden sebesar 76,31% atau
sebanyak 29 orang menyatakan bahwa obyek wisata Sungai Betimus nyaman.
Sedangkan sisanya yaitu sebesar 23,68% atau sebanyak 9 orang tidak nyaman.
Menurut Sudewi (2000), sesuai dengan kriteria dari Ditjen PHPA bahwa suatu
obyek wisata dapat dikatakan nyaman apabila nilai tingkat kenyamanan berada
pada kisaran 60% – 79%. Maka obyek wisata sungai Betimus termasuk dalam
kategori lebih dari nyaman.
Sebanyak 44,73% pengunjung menyatakan pernah diberitahu pengelola
(48)
merupakan larangan untuk membuang sampah sembarangan, sedangkan 57,89%
menyatakan tidak pernah. Dari himbauan yang telah disampaikan pengelola,
sebanyak 63,15% pengunjung telah memahami aturan-aturan yang diberlakukan
oleh pengelola. Sedangakan 36,84% tidak memahami aturan-aturan tersebut. Dari
76,31% atau sebanyak 29 orang pengunjung menyatakan pernah membuang
sampah sembarangan, sedangkan 26,31% atau 10 orang pengunjung tidak pernah
membuang sampah sembarang. Grafik perilaku pengunjung dapat dilihat pada
Gambar 14
Gambar 14. Grafik perilaku pengunjung
Persepsi Pengelola Terhadap Wilayah Kelolanya
Rata-rata pengelola tempat wisata di Sungai Betimus ini telah membuka
atau memulai usaha di sungai lebih dari 10 tahun. Sebanyak 91,6% atau 11 orang
pengelola mempunyai pondok-pondok yang disewakan kepada pengunjung lebih
dari 10 pondok. Sedangakan 8,3% atau 1 orang pengelola memiliki pondok
kurang dari 10 pondok. Sebanyak 100% atau 11 orang pengelola menyatakan
telah menyediakan toilet yang dapat digunakan oleh pengunjung dan menyediakan 0%
20% 40% 60% 80% 100%
Pernah di himbau pengelola
Memahami peraturan
Pernah membuang
sampah
Ya Tidak
(49)
Septic tank sebagai wadah tempat menampung limbah yang dihasilkan dari toilet,
sehingga limbah yang dihasilkan tidak langsung dibuang ke badan sungai.
Sebanyak 91,6% pengelola juga melakukan penanganan terhadap sampah-sampah
yang dihasilkan oleh pengunjung yaitu dengan cara membakarnya. Sedangkan
8,3% pengelola membiakan saja sampah-sampah tersebut.
Respons masyarakat terhadap program sapta pesona di obyek wisata
Sungai Betimus yang sudah diterapkan sangat baik. Ini dapat dilihat dengan
adanya himbauan-himbaun dari masyarakat atau pengelola kepada pengunjung
untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Selain itu juga disediakan
tempat-tempat yang sampah yang mudah dijangkau oleh pengunjung dan dalam
jumlah yang banyak.
Sebanyak 100% pengelola menyatakan telah membuat larangan
membuang sampah ke sungai bagi pengunjung. Kesadaran untuk membuang
sampah pada tempatnya dinilai masih sangat kurang oleh pengelola, yaitu
sebanyak 66,6% pengelola menyatakan pengunjung yang datang jarang
membuang sampah pada tempatnya, sedangkan 33,3% pengelola menyatakan
pengunjung mau membuang sampah pada tempatnya. Pengelola juga menyatakan
terjadi perubahan yang siginifikan dari tahun ke tahun di Sungai Betimus ini,
yaitu sebanyak 66,6% menyatakan ada perubahan yang signifika, sedangkan 8,3%
menyatakan tidak ada perubahan, dan 25% menyatakan tidah tahu. Grafik
(50)
Gambar 16. Grafik persepsi pengelola
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, partisipasi pengunjung
dalam menjaga kebersihan dan kelestarian sungai masih sangat kurang. Ini
terlihat dengan masih ditemukannya pengunjung yang membuang sampah-sampah
yang dihasilkan selama berada dikawasan wisata secara langsung ke sungai. Jenis
sampah yang dibuang oleh para pengunjung didominasi oleh sampah-sampah
anorganik, seperti botol bekas minuman, plastik bekas makanan, plastik kemasan
sabun, dan lain-lain. Selain itu juga partisipasi masyarakat yang ditinggal disekitar
Sungai Betimus juga dinilai masih kurang. Hal ini terlihat dari aktivitas
masyarakat seperti mencuci pakaian yang langsung dilakukan di sungai. Aktivitas
masyarakt di sekitar sungai ini menghasilkan limbah organik seperti sisa detergen.
Menurut Harthayasa (2002), Perilaku masyarakat guna menjaga sungai
tetap asri, indah dan bersih belum sepenuhnya terwujud, padahal salah satu syarat
utama obyek wisata adalah bersih dan nyaman. Banyak dampak positif dapat
dimunculkan dengan mewujudkan obyek wisata, juga wisata air sungai ini. Selain 0%
20% 40% 60% 80% 100%
Larangan Membuang
Sampah
Pengunjung Membuang Sampah Pada
Tempatnya
Ya Tidak
(51)
sebagai obyek wisata, juga dapat membudayakan masyarakat untuk hidup sehat
dan bersih serta tidak menjadikan sungai sebagai ajang pembuangan sampah.
Area yang dijadikan tempat kegiatan wisata di sepanjang aliran Sungai
Betimus adalah 318 m. Dibutuhkan tenaga patroli kebersihan dari pengelola
disepanjang area tersebut agar nantinya tidak ada lagi pengunjung yang
membuang sampah di sembarangan tempat atau membuang langsung ke sungai.
Selain itu patroli juga bermanfaat untuk menjaga keamanan pengunjung selama
melakukan kegiatan wisata di Sungai Betimus.
Himbauan agar tidak membuang sampah juga sangat diperlukan untuk
menggugah kesadaran pengunjung. Himbauan-himbauan tersebut seharusnya
tidak hanya berupa himbauan pasif seperti papan peringatan yang sudah ada, tapi
dapat juga berupa himbauan aktif dari pengelola. Selain itu juga jarak antar tempat
sampah masih terlalu jauh yakni 15 m. Diperlukan penambahan jumlah tempat
sampah agar jarak antar tempat sampah tidak terlalu jauh sehingga pengunjung
(52)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kegiatan wisata yang dilakukan di sungai Betimus berpotensi menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas air di sungai tersebut, walaupun nilainya masih
berada di bawah ambang batas baku mutu kualitas air sesuai dengan PP No
82 Tahun 2001.
2. Kualitas air Sungai Betimus pada delapan parameter yaitu kecepatan arus,
pH, suhu, DO, BOD5, penetrasi cahaya, amoniak, dan Colifaecal masih
memenuhi baku mutu lingkungan berdasarkan PP No 82 Tahun 2001.
3. Tingkat kenyaman pengunjung terhadap obyek wisata sungai Betimus
mencapai 76,31%, sedangkan tingkat kepuasan pengunjung mencapai
73.68%. Sehingga obyek wisata sungai Betimus masuk dalam kategori lebih
dari nyaman dan indah.
Saran
Penelitian tentang pengaruh aktivtias wisata terhadap kualitas air Sungai
Betimus sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan. Agar kualitas air sungai
tersebut tidak melewati ambang batas, sehingga kelestarian sungai Betimus dapat
terjaga dan terus dijadikan sebagi sarana pariwisata. Juga dilakukan penelitian di
daerah hilir sungai untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang
(53)
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Perairan Sungai
Dalam undang-undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,
Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai “suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daaerah perairan yang masih
terpenuhi aktivitas daratan” (Rauf, dkk., 2011).
Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan dengan
zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi
menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat
pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk
genangan air yang selanjutnya membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran air dari
beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan. Zona
rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang sangat terjal. Zona rithral dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarhitral
(bagian tengah dari aliran sungai di zona rithral) dan hyporithral (bagian paling
akhir dari zona rithral). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan
memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih
landau dibandingkan dengan zona rhithral. Zona potamal juga dapat dibagi
(54)
metapotamal (bagian tengah) dan hypopotamal (bagian akhir dari zona potamal
(Barus, 2004)
Menurut Asdak (2002) DAS biasanya dibagi menjadi darah hulu, tengah
dan hilir. Secara geografis, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai
berikut:
- Merupakan daerah konservasi
- Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi
- Merupakan daerah dengan kemirimngan lereng lebih besar
- Bukan merupakan daerah banjir
- Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase
- Jenis vegetasi umumya merupakan tegakkan hutan
Sedangkan daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal berikut:
- Merupakan daerah pemanfaatan
- Kerapatan drainase lebih kecil
- Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat
kecil (kurang dari 8%)
- Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan)
- Pengatur pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi
- Jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuari yang
didominasi hutan bakau/gambut.
Sungai merupakan suatu perairan umum dengan pergerakan airnya yang
satu arah terus-menerus. Pada umumnya, sungai dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kegiatan pertanian,
(55)
kegiatan-kegiatan tersebut dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan,
sungai memiliki kemampuan untuk memulihkan diri sendiri tetapi juga kualitas
perairan terlalu menurun akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
proses pemulihan kembali (Christianto, 2002).
Parameter Kualitas Air
Pengelolaam sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah
pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air,
mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Namun, sebelum melangkah pada
tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang baik tentang terminologi,
karakteristik, dan interaksi parameter-parameter kualitas air (Effendi, 2003).
Sebagai bagian dari kepedulian tentang keadaan lingkungan hidup,
kualitas air mejadi bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya
air. Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang
dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian,
industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Status kualitas air berkaitan
dengan kuantitas air seperti telah dibicarakan pada bagian-bagian terdahulu.
Karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhui kualitas air, dan dengan
demikian, berpengaruh pada ketersediaan untuk berbagai pemanfaatan seperti
tersebut diatas adalah konsentrasi sedimen dan suhu air (Asdak, 2002). Kriteria
mutu air berdasarkan peruntukannya dapat dilihat pada Lampiran 6.
1. Arus
Menurut Barus (2004) Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan
(56)
berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang
terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus
air yang pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang
bergerak ke segala arah sehigga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari
peraira tersebut. Selain itu dikenal arur laminar, yaitu arus air yang bergerak ke
satu arah tertentu saja.
Kecepatan arus sungai dapat digunakan untuk memperkirakan kapan aliran
air mencapai lokasi tertentu ketika terjadi peningkatan debit air di hulu sungai.
Kecepatan aliran sungai dapat diduga melalui debit air sungai (Farid, 2011).
2. Suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer. Suhu
permukaan air dapat diukur dengan thermometer biasa. Suhu air pada berbagai
lapiasan dapat diukur dengan menggunakan telermometer atau thermometer biasa
yang dibenamkan dalam air. Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit
dibandingkan dengan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran
toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatife sempit dibandingkan
dengan organisme akuatik (Suin, 2002)
Di dalam kisaran suhu dimana proses-proses kehidupan berlangsung,
metabolisme bergantung pada suhu. Pada umumnya, organisme-organisme yang
tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, proses metabolismenya meningkat dua kali
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C (Nybakken, 1988).
3. Kecerahan
Penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah berdasarkan batas
(57)
Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan, sebaliknya
kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping Secchi berupa suatu
kepingan yang berwarna hitam-putih, yang dibenamkan ke dalam air. Keping itu
berupa suatu piringan yang diameternya sekitar 25 cm. piringan ini dapart dibuat
dari plat logam yang tebalnya sekitar 3 mm pada tengah piringan dibuat satu
lubang untuk tempat meletakkan tali dan logam pemberatnya. Tali inilah yang
berfungsi sebagai penentu kedalaman (Suin, 2002).
4. Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat
terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai
konsentrasi sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak
1 % volume saja (Barus, 2004).
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke
badan air (Effendi, 2003).
5. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion konsentrasi ion hydrogen dalam
suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma dari reiprokal akvitas ion hidrogen
dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H, dma H adalah banyaknya
(58)
melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut
bersifat asam atau basa (Barus 2004).
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki
pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana
alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi
(unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terioniasi ini lebih mudah terserap ke
dalam tubuh orgnaisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi, 2003).
6. Biocemichal oxygen demand (BOD5)
Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen
yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas
selama 5 hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada sat
pengambilan contoh air (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air
yang telah disimpan selama 5 hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu,
harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis dan selama 5 hari
itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan
oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).
7. Amoniak
Sumber makanan hewan dan hewan pada umumnya dapat dikelompokkan
kedalam tiga jenis tipe zat nutrisi, yaitu : karbohidrat, lemak, dan protein. Dengan
demikian kandungan limbah domestik pada umumnya terdiri dari ketiga jenis zat
nutrisi tersebut. Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai
masalah yang serius bagi ekosistem perairan karena berbagai jenis bakteri dan
(59)
Amoniak (N –NH3) diperairan dihasilkan oleh proses dekomposisi,
reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi
organisme-organisme yang ada di dalamnya. Kandungan nitrogen terdapat dalam lima
kelompok yang berbeda-beda, yaitu ammonia bebas, ammonia albuminoidal,
nitrogen organik, nitrit dan nitrat. Di dalam air limbah, nitrogen umumnya
ditemukan dalam bentuk organik atau nitrogen protein dan ammonia. Setingkat
demi setingkat nitrogen organik itu dirubah menjadi nitrogen amonia, dan dalam
kondisi aerobik terjadi oksidasi dari amonia menjadi nitrit dan nitrat (Christianto,
2002).
8. Colifaecal
Penetuan kualitas air secara mikrobiologis dilakukan berdasarkan analisis
kehadiran jasad indikator, yaitu bakteri golongan Colifaecal yang selalu
ditemukan di dalam tinja manusia atau hewan berdarah panas, baik yang sehat
maupun yang sakit. Selain itu, prosedur pengujian kualitas air menggunakan
Colifaecal bersifat sangat spesifik, artinya pengujian tidak memberikan hasil
positif yang salah dan bersifat sangat sensitif, yang artinya kualitas air sudah dapat
ditentukan meskipun Colifaecal tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil,
misalnya ditemukan 1 sel per mililiter sampel air.
Berbagai metode untuk mengidentifikasi bakteri patogen di perairan telah
banyak dikembangkan. Akan tetapi, penentuan semua jenis bakteri patogen ini
membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga penentuan grup bakteri
colifaecal dianggap sudah cukup baik dalam menilai tingkat higienitas perairan.
Escherichia coli adalah salah satu bakteri coliform total tidak berbahaya yang
(60)
terdapat dalam tinja manusia, keberadaan E. Coli di perairan secara berlimpah
menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang
mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri patogen (Effendi, 2003).
Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif.
Menurut Randa (2012) pada umumnya bakteri-bakteri yang ditemukan oleh
Theodor Escherichia ini, dapat menyebabkan masalah bagi kesehatan manusia
seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Semua organisme selalu
membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan reaksi
biologis yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa tidak mungkin ada kehidupan tanpa adanya air. Air memegang
peranan penting bagi kehidupan manusia. Tetapi seringkali terjadi pengotoran dan
pencemaran air dengan kotoran-kotoran dan sampah. Oleh karena itu air dapat
menjadi sumber atau perantara berbagai penyakit seperti tipus, desentri, dan
kolera. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah
Salmonella typhosa, Shigella dysenteriae, dan Vibrio koma.
Dampak Aktivitas Wisata Terhadap Ekosistem
Menurut Harthayasa (2002) pada umumnya wisatawan melakukan
kegiatan wisata tergantung dengan kondisi atraksi dari obyek wisatanya.
Memberdayakan obyek wisata tidak banyak membutuhkan dana, karena tinggal
melakukan pendekatan dan koordinasi dengan masyarakat setempat. Masalah
cukup berat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat
bahwa keikutsertaan dan peran serta langsung dari mereka akan punya andil dan
besar dalam meningkatkan ke pariwisataan secara makro maupun kehidupan atau
(61)
kesatuan pandang antara pelaku pariwisata, tokoh masyarakat dan masyarakat
setempat akan menjadi modal utama untuk mengangkat potensi obyek wisata itu
sendiri.
Pariwisata merupakan fenomena kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok manusia ke suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginannya, dimana pejalanan yang dilakukan tidak untuk mencari suatu
perjalanan atau nafkah, selain itu kegiatan tersebut didukung dengan berbagai
macam fasilitas yang ada di daerah tujuan tersebut yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan. Pariwisata juga salah satu industri terbesar, dimana kegiatan
pariwisata dapat membrikan atau menyumbangkan devisa terbesar bagi suatu
negara/daerah tujuan pariwisata, selain itu juga meningkatkan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan pendapatan perekonomian masyarakat
setempat (lokal) serta menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam (ekologi)
dan budaya (Ridwan 2012).
Selain meningkatkan perekonomian masyarakat kegiatan wisata juga
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu, menghasilkan limbah
sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Dampak negatif dari
kegiatan wisata terjadi apabila tingkat penggunaan lebih besar daripada
kemampuan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Studi ini menduga bahwa
aktivitas yang dilakukan oleh pelaku wisata, produk perencanaan dan sistem
penelolaan wisata serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi
terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda (Ginanjar, 2012).
Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan kerusakan besar pada
(62)
sedimentasi. Bangunan yang dibuat kadang-kadang menghalangi arus sungai dan
drainase serta pencemaran langsung yang disebabkan oleh limbah hotel dan
restoran. Masalah lingkungan terbesar bagi bangunan dan fasilitas pariwisata
adalah penggunaan energi dan pembuangan limbah. Sampah padat yang
dihasilkan dari pembangunan dan konstruksi sarana akomodasi menjadi limbah
beracun yang mencemari air, udara, dan tanah (Ridwan, 2012).
Salah satu contoh obyek wisata yang akan dikembangkan adalah obyek
wisata sungai. Hal ini menarik tergantung pada pengelolannya, misalkan dikelola
sebagai paket-paket wisata air, rekreasi air maupun arena arung jeram. Dalam hal
ini yang penting adalah tingkat kebersihan ataupun lingkungan sekitarnya yang
selalu terjaga (Harthayasa, 2002). Jenis kegiatan wisata yang berlangsung di
(63)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber
daya air harus ditanamakan pada segenap pengguna air. Pengelolaan sumberdaya
air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat
mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolan yang dilakukan adalah
pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan
biologi. Namun sebelumnya melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan
pemahaman yang baik tentang terminologi, karakteristik, dan interkoneksi
parameter-paramter kualitas air (Effendi, 2003).
Perairan merupakan suatu massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang
bersifat dinamis (bergerak/mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis
(tergenang) seperti danau. Menurut Mulyanto (2007) sungai sejak zaman purba
menjadi unsur utama yang sangat berperan di dalam membentuk corak
kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, dan
lain-lain potensinya menarik manusia untuk bermukim disekitarnya. Kehidupan
(64)
manusia akan melakukan rekayasa terhadapnya yang perlu untuk lebih banyak
dapat mengambil manfaat darinya.
Air sungai merupakan salah satu sumber air yang penting bagi masyarakat
karena dapat berfungsi sebagai sumber air minum, rekreasi air, perikanan,
peternakan ataupun perairan tanaman. Salah satu pemanfaatan sungai yang sering
dijumpai adalah sebagai tempat wisata. Namun, pemanfaatan sungai ini sering
memberikan dampak yang buruk. Menurut Ridwan (2012) dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata dapat bersifat positif dan negatif. Salah satu
dampak negatif dari kegiatan pariwisata adalah dampak terhadap lingkungan.
Oleh karena itu perlu mengetahui kadar pencemaran apakah masih sesuai dengan
standar baku mutu dan bagaimana pengelolaannya kedepan.
Kegiatan wisata dalam konteks perikanan terbagi menjadi wisata tirta
(tawar) dan wisata bahari (laut). Usaha kegiatan wisata tirta menyediakan dan
mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa lainnya yang berkaitan dengan
kegiatan wisata tirta, usaha penyediaan wisata tirta dapat dilakukan dengan
kegiatan wisata di sungai, danau, waduk, dan rawa-rawa (Syahrul, 2006).
Banyak sungai yang terdapat di Kabupaten Deli serdang khususnya di
Kecamatan Sibolangit, salah satunya adalah Sungai Betimus. Sungai Betimus
adalah wisata tempat pemandian yang sering dikunjungi oleh para wisatawan
lokal. Air sungai Betimus ini mengalir dengan deras karena di sekitar air terdapat
batu-batu besar, dan air sungainya dingin. Pada saat liburan sekolah, tempat ini
ramai dikunjungi. Selain airnya dingin, suasananya juga sangat nyaman dan
udaranya masih asri, dapat juga menikmati makanan hangat yang tersedia dijual di
(65)
Banyaknya jumlah pengunjung yang datang ke Sungai Betimus ini,
berpengaruh pula terhadap faktor fisika, kimia, maupun biologi yang ada pada
sungai tersebut. Untuk itu diperlukan suatu analisis dampak kegiatan wisata
terhadap kualitas air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang.
Perumusan Masalah
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan dapat berupa dampak positif dan
negatif. Salah satu dampak negatif dari kegiatan pariwisata adalah dampak
terhadap lingkungan. Berbagai aktivitas terutama wisata yang berlangsung di
sepanjang Sungai Betimus mengakibatkan perubahan faktor fisika, kimia, dan
biologi. Yang berpengaruh terhadap kualitas air sungai tersebut. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh aktivitas pariwisata terhadap perubahan kualitas air di
Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang?
2. Bagaimana kualitas air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang?
3. Bagaimana persepsi pengunjung dan pengelola terhadap aktivitas wisata di
Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.
Manfaat
1. Memberikan informasi bagi instansi terkait mengeni kondisi perairan sungai
(1)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Dampak Kegiatan Wisata Terhadap Kualitas Air Sungai Betimus Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda Kompol Sugeng Mujianto, Dra. ibunda Farida Ariani Kimura serta adik Dhio Wira Alanda yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Kepada komisi pembimbing Bapak Rusdi Leidonald, SP, M.Sc juga kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M,Si yang telah memberikan masukan, arahan, nasehat dan saran dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyelesaian skripsi ini dari awal sampai akhir.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Manfaat ... 3
Tujuan ... 4
Kerangka pemikiran ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Ekosistem Perairan Sungai ... 6
Parameter Kualitas Air ... 8
Dampak Aktivitas Wisata ... 13
METODE PENELITIAN ... 16
Waktu dan tempat penelitian ... 16
Alat dan bahan... 16
Pengumpulan Data ... 16
Metode Penelitian... 17
Deskripsi Area ... 17
Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan ... 19
Analisis Data ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25
Analisis Kualitas Air ... 25
Kualitas Air Sungai Betimus ... 26
Analisi Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika Dan Kimia ... 26
Persepsi Pengunjung Dan Respons Masyarakat ... 26
Pembahasan ... 27
Kualitas Air ... 27
Analisi Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika Dan Kimia ... 37
Persepsi Pengunjung Terhadap Tempat Wisata ... 43
(3)
Persepsi Pengelola Terhadap Wilayah Kelolanya... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
Kesimpulan ... 48
Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA
(4)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka Pemikiran ... 5
2. Peta Lokasi Penelitian ... 18
3. Gambar Stasiun 1 ... 18
4. Gambar Stasiun 2 ... 19
5. Gambar Stasiun 3 ... 19
6. Grafik Rata-rata Kecepatan Arus ... 28
7. Grafik Rata-rata pH ... 29
8. Grafik Rata-rata Suhu ... 30
9. Grafik Rata-rata Oksigen Terlarut ... 31
10. Grafik Rata-rata BOD5 ... 33
11. Grafik Rata-rata Penetrasi Cahaya ... 34
12. Grafik Rata-rata Amoniak ... 35
13. Grafik Rata-rata Colifaecal ... 37
14. Grafik Perilaku Pengunjung ... 44
15. Grafik Persepsi Pengelola ... 46
(5)
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tally Sheet ... 22
1. Koordinat Stasiun Penelitian. ... 25
2. Hasil Analisis Kualitas Air... 25
3. Analisis Korelsi Pearseon ... 26
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1.Kuisioner Pengelola dan Pengunjung ... 52
2. Output SPSS ... 57
4. Perhitungan sampel pengunjung ... 60
3. Tabulasi Kuisioner Pengunjung ... 61
4. Tabulasi Kuisioner Pengelola ... 63
5. Foto Sampel Air dan Aktivitas Penelitian ... 65
6. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas ... 67