BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pembangunan kesehatan periode 2010-2014 diarahkan pada tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada
kelompok menengah ke bawah guna mendukung pencapaian MDGs pada tahun 2015. Delapan tujuan M·V untuk dicapai 2015, yaitu 1 Memberantas kemiskinan
dan kelaparan; 2 Mencapai universal primary education; 3 Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4 Menurunkan kematian anak; 5
Meningkatkan kesehatan ibu; 6 Memerangi HIVAIDS, malaria dan tuberculosis; 7 Memastikan lingkungan yang berkesinambungan; 8 Mengembangkan kemitraan
global untuk pembangunan Riskesdas, 2010. Tujuan-tujuan tersebut masih jauh dari harapan karena masih tingginya
masalah kesehatan bayi dan balita di Indonesia. Tahun 2010 terdapat 11,5 bayi lahir dengan berat badan rendah, sebanyak 20 kelahiran bayi ditangani oleh tenaga
kesehatan, 30 bayi tidak mendapatkan kunjungan neonatal pertama, selambat- lambatnya dalam waktu tiga hari setelah lahir, hanya 32 bayi Indonesia yang
mendapat ASI eksklusif, sebesar 40 anak tidak terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, lebih dari sengah balita Indonesia tidak ditimbang secara
teratur, masih 35-60 balita tidak mendapatkan pelayanan yang terintegrasi saat sakit, 70 balita tidak diberikan oralit saat menderita diare, 30-45 tinggal di
lingkungan yang tidak memiliki sarana air bersih dan sanitasi yang memadai. Semua
1
faktor tersebut ikut berkontribusai terhadap tingginya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita di Indonesia Hastuti, 2010.
Masalah kesehatan bayi dan balita di Kota Malang juga tidak berbeda jauh dari kondisi secara umum di Indonesia. Angka kematian anak dibawah umur lima
tahun AKB di kota Malang tahun 2010 adalah 301 dari 10.748 kelahiran hidup. Penyebab kesakitan dan kematian balita di kota Malang yang menduduki tingkat
pertama adalah Asfiksia 14.29, Sepsis 13.95, Respirasi Distress Syndrom RDS 11.3, Kelainan bawaan 10.96, Berat Badan Lahir Rendah BBLR 9.64,
Premature 8.97, Infeksi 7.31, Diare 2.66 dan penyakit Bronchopneumonia 2.33 Dinkes kota Malang, 2010.
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter
anak Indonesia IDAI melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Hingga akhir 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 propinsi provinsi namun belum seluruh
Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmas yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan yang
terlatih tapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari pimpinan Puskesmas,dll. Menurut laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Provinsi
seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar
51,55. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan melakukan pendekatan memakai MTBS pada minimal 60
dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
Penelitian Hastuti 2010 WHQWDQJ ´Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi terhadap Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS pada
Tenaga kesehatan di Puskesmas .DEXSDWHQ R\RODOLµ menyatakan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan umumnya baik sebanyak 60, sikap tenaga kesehatan
dalam pelaksanaan MTBS sebanyak 62, motivasi sebanyak 73. Puskesmas yang dijadikan penelitian adalah Puskesmas yang telah
melaksanakan MTBS. Puskesmas yang telah melaksanakan MTBS di Kota Malang salah satunya adalah Puskesmas di kecamatan Lowokwaru Malang yang terdiri 3
Puskesmas. Puskesmas tersebut adalah Puskesmas, Kendalsari, dan puskesmas mojolangu.
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 16 maret sampai dengan 4 april 2011di Puskesmas Kecamatan Lowokwaru Malang yang sudah menerapkan MTBS, berikut
ini adalah data yang diperoleh secara acak. 1 Puskesmas Mojolangu pada tahun 2010, jumlah balita sakit yang datang berkunjung ke Puskesmas sebanyak 3708 balita
dan balita yang mendapatkan penanganan MTBS sebanyak 2871 balita 77,4; 2 Puskesmas Kendalsari jumlah balita sakit yang datang berkunjung ke Puskesmas
sebanyak 3987 balita dan balita yang mendapatkan penanganan MTBS sebanyak 3299 balita 82,74; 3 Puskesmas Dinoyo jumlah balita sakit yang datang
berkunjung ke Puskesmas sebanyak 4788 balita dan balita yang mendapatkan penanganan MTBS sebanyak 4330 balita 90,4.
Berdasarkan data diatas MTBS sudah diterapkan diseluruh Puskesmas yang ada di Indonesia termasuk kota Malang, namun mutu penerapan MTBS masih
belum diketahui, ini dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu: 1 Faktor tingkat
pengetahuan dari tenaga kesehatan bervariasi ada petugas yang mendapatkan pelatihan MTBS dan tidak mendapatkan pelatihan MTBS; 2 Motivasi dari tenaga
kesehatan dikarenakan tidak adanya reward yang diberikan oleh pimpinan; 3 Beban kerja dari tenaga kesehatan kerena jumlah pasien tidak menentu dan tidak
seimbangnya jumlah pasien dengan tenaga kesehatan yang ada. Belum ada penelitian tentang mutu penerapan MTBS, sebagai upaya
peningkatan derajat kesehatan pada bayi dan balita. Dengan melihat keadaan di atas, maka perlu diadakan penelitian µHubungan Tingkat Pengetahuan Motivasi dan
Beban Kerja pada Tenaga Kesehatan dengan Mutu Penerapan MTBS di Puskesmas Kecamatan Lowokwaru Malangµ, dengan harapan hasil penelitian ini dapat dipakai
sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam meningkatkan mutu penerapan MTBS.
1.2. Rumusan Masalah