Sistem Pembuktian Pidana Pembuktian .1 Pengertian Pembuktian

pada perkara di persidangan. Mengenai pengertian pembuktian menurut Bambang Waluyo adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti tersebut dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan, sesuai hukum acara yang berlaku. 21 Darwan Prinst memberikan pengertian pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwa lah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. 22 Sedangkan Adami Chazawi menyebutkan pembuktian mengandung dua bagian sebagai berikut: 23 a. Kegiatan persidangan pengadilan dalam usaha mendapatkan fakta-fakta hukum yang sebenarnya dari suatu peristiwa yang telah terjadi. b. Kegiatan dalam persidangan pengadilan yang menurut undang-undang membahas dan menganilis hukum terhadap fakta-fakta yang di dapat dari persidangan-persidangan dengan cara-cara tertentu.

2.6.2 Sistem Pembuktian Pidana

Berdasarkan kepustaakaan, kita mengenal ada 4 empat jenis sistem atau teori pembuktian, yakni: 24 1. Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif Pembuktian yang didasarkan melulu pada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang. Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan kepada undang-undang. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan telah sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. 2. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim Sistem ini didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan pada alat-alat bukti dalam undang-undang. 3. Sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim dengan alasan yang logis Bahwa hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan konklusi yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. 21 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, 1996, Hal. 3. 22 Darwan Prinst, Op. Cit., Hal. 133. 23 Adami Chazawi, Op. Cit., Hal. 201. 24 Bambang Waluyo, Op. Cit., Hal 27-28. 4. Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah yang berdasarkan pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang sehingga hakim memperoleh keyakinan akan hal itu. KUHAP Indonesia menganut sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif. Hal ini dapat diketahui dari bunyi Pasal 183 KUHAP yang bunyinya: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Hakim dalam menjatuhkan pidana pada putusan nomor: 06Pid.B2013PN.Lbh telah mengacu pada alat bukti-alat bukti yang telah dihadirkan dipersidangan. Alat bukti yang telah dihadikan di persidangan pada putusan tersebut meliputi keterangan saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dari ketiga alat bukti tersebut sudah cukup untuk hakim memperoleh keyakinan akan terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Sehingga hal ini menurut Pasal 183 KUHAP sudah cukup untuk dijadikan dasar hakim menyatakan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana. 2.7 Putusan Hakim 2.7.1 Pengertian Putusan Hakim