Analisis Kausalitas Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
2007

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA PEMBANGUNAN
MANUSIA DAN KINERJA EKONOMI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Disusun Oleh
NAMA
NIM
DEPARTEMEN
DOSEN PEMBIMBING

: Ratno Siregar
: 030501084
: Ekonomi Pembangunan
: Kasyful Mahalli, Msi


Guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi
2008

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji serta syukur kepada Allah SWT, pencipta semesta alam beserta isinya yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai sebagai tugas akhir
yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara. Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, para
sahabat dan keluarganya. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Kausalitas Antara Pembangunan
Manusia dan Kinerja Ekonomi Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik
berupa dorongan semangat, materil maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
bimbingannya, terutama kepada:
1.

Melalui skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat teristimewa kepada yang tersayang

Ayahanda Suharto dan yang tercinta Ibunda Rosmita Lina yang telah mengorbankan
segalanya buat penulis, secara langsung dan terus menerus mencurahkan segala perhatian,
dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

2.

Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M. Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.

3.

Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4.

Bapak Irsyad Lubis, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dalam proses penulisan
skripsi ini.


Universitas Sumatera Utara

5.

Bapak Dr. Syaad Afifuddin Sembiring, SE, M. Ec dan Ibu Raina Linda Sari, SE, M.Si selaku
Dosen Pembanding. Serta seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada Abangda Heri dan Abangda Sugianto.

6.

Seluruh rekan-rekan Mahasiswa/i Ekonomi Pembangunan angkatan 2003, 2004, 2005, 2006
terutama buat sahabat-sahabatku; Noves, Ganda, Mahendra, Nofriadi, Regina dan lain lain
yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga kita semua menjadi manusia-manusia yang
berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Atas segala bantuan, bimbingan dan doa yang telah diberikan, penulis merasa tidak sanggup

untuk membalasnya kecuali hanya memohon kepada Allah SWT agar membalas segalanya. Akhirnya
karena keterbatasan ilmu yang dimiliki, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis dengan senang hati dan lapang dada menerima kritikan yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan,

Juni 2007

Penulis

HIMAWAN SUTANTO

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Penelitian ini berjudul analisis kausalitas antara pembangunan manusia dengan
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan timbal balik antara petumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia di Sumatera
Utara. Variabel yang digunakan dalam model analisis adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1991-2005. Metode analisis yang
digunakan adalah model Granger Causality dengan Unit Root test, Augmented Dickey Fuller

Test (ADF test).
Hasil regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan timbal balik antara PDRB dan
IPM. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas pada test Granger causality untuk pengaruh
PDRB terhadap IPM sebesar 0,01646 pada lag = 1 dan 0,00367 pada lag = 2 lebih kecil dari α =
5% (0,05), sedangkan untuk pengaruh IPM terhadap PDRB sebesar 0.90633 pada lag = 1 dan
0.12791 pada lag = 2 nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%. Sedangkan adanya kointegrasi
atau keseimbangan jangka panjang antara PDRB dan IPM, dibuktikan dengan pengujian DFADF pada α = 10% atau nilai kritisnya -2.701103 lebih besar dari nilai ADF t-statistik yaitu 2.880249.
Kata kunci: Granger Causality, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
The Title of this research is Causality analyze between human development and
economic growth in North Sumatera. This research purposed to analyze causality relation
between Human development and economic growth in North Sumatera. Variables used for this
model are Human development Index (HDI) and Gross Domestic Regional Product (GDRP).
Employed data is time series data since 1991th to 2005th. Analyze methods used are
Granger Causality model with Unit Root test, Augmented Dickey Fuller Test (ADF test).
The results shows that, HDI and GDRP do not have a causality relation. It proved with

the probability value of Granger Causality for GDRP’s determination to HDI is 0,01646 at lag =
1 and 0,00367 at lag = 2 smaller than α = 5% (0,05). In the other side HDI’s Determination to
GDRP is 0.90633 at lag = 1 and 0.12791 at lag = 2 bigger than α = 5%. There is co-integration or
long-run Equilibrium between PDRB and IPM, it proved by DF-ADF test at α = 10% and
critical value -2.701103 bigger than ADF t-statistic -2.880249.
Keyword : Granger Causality, Human development Index (HDI), Gross Domestic Regional
Product (GDRP)

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii

BAB I

PENDAHULUAN 


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................. 5 
1.3 Hipotesis .............................................................................................................. 5 
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5 
BAB II

URAIAN TEORITIS 

2.1. Pengertian Indikator ............................................................................................ 6 
2.2 Pengertian dan defenisi Indeks Pembangunan Manusia ...................................... 7 
2.2.1. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM ...................................................... 9 
2.3 Pembangunan ..................................................................................................... 12 
2.3.1. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi ............................................ 13 
2.3.2. Pembangunan Ekonomi Daerah ................................................................ 22 
2.3.3. TenagaKerja .............................................................................................. 23 
2.3.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................................... 27 
BAB III METODE PENELITIAN 
3.1 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................. 30 
3.2 Jenis Dan Sumber Data ...................................................................................... 30 

3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 30 
v
Universitas Sumatera Utara

3.4 Model Analisis ................................................................................................... 31 
3.4.1. Tahap Analisa Data ................................................................................... 31 
3.5 Defenisi Operasional .......................................................................................... 31 
BAB IV HASIL DAN ANALISA PEMBAHASAN 
4.1. Gambaran Umum Wilayah Propinsi Sumatera Utara ....................................... 34 
4.1.1. Kondisi Geografis...................................................................................... 34 
4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi ..................................................................... 35 
4.1.3. Kondisi Demografi .................................................................................... 36 
4.2. Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara ............................................ 36 
4.2.1. Laju Inflasi ................................................................................................ 38 
4.2.2. PDRB......................................................................................................... 40 
4.2.3. IPM ............................................................................................................ 42 
4.3 Analisis dan pembahasan ................................................................................... 44 
4.3.1. Uji Unit Root Test ..................................................................................... 44 
4.3.2. Uji Ko-Integrasi ......................................................................................... 46 
4.3.3. Granger Causality ...................................................................................... 48 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 51 
5.2 Saran .................................................................................................................. 52 
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 53 
 
 

vi
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Penelitian ini berjudul analisis kausalitas antara pembangunan manusia dengan
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan timbal balik antara petumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia di Sumatera
Utara. Variabel yang digunakan dalam model analisis adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1991-2005. Metode analisis yang

digunakan adalah model Granger Causality dengan Unit Root test, Augmented Dickey Fuller
Test (ADF test).
Hasil regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan timbal balik antara PDRB dan
IPM. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas pada test Granger causality untuk pengaruh
PDRB terhadap IPM sebesar 0,01646 pada lag = 1 dan 0,00367 pada lag = 2 lebih kecil dari α =
5% (0,05), sedangkan untuk pengaruh IPM terhadap PDRB sebesar 0.90633 pada lag = 1 dan
0.12791 pada lag = 2 nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%. Sedangkan adanya kointegrasi
atau keseimbangan jangka panjang antara PDRB dan IPM, dibuktikan dengan pengujian DFADF pada α = 10% atau nilai kritisnya -2.701103 lebih besar dari nilai ADF t-statistik yaitu 2.880249.
Kata kunci: Granger Causality, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
The Title of this research is Causality analyze between human development and
economic growth in North Sumatera. This research purposed to analyze causality relation
between Human development and economic growth in North Sumatera. Variables used for this
model are Human development Index (HDI) and Gross Domestic Regional Product (GDRP).
Employed data is time series data since 1991th to 2005th. Analyze methods used are
Granger Causality model with Unit Root test, Augmented Dickey Fuller Test (ADF test).

The results shows that, HDI and GDRP do not have a causality relation. It proved with
the probability value of Granger Causality for GDRP’s determination to HDI is 0,01646 at lag =
1 and 0,00367 at lag = 2 smaller than α = 5% (0,05). In the other side HDI’s Determination to
GDRP is 0.90633 at lag = 1 and 0.12791 at lag = 2 bigger than α = 5%. There is co-integration or
long-run Equilibrium between PDRB and IPM, it proved by DF-ADF test at α = 10% and
critical value -2.701103 bigger than ADF t-statistic -2.880249.
Keyword : Granger Causality, Human development Index (HDI), Gross Domestic Regional
Product (GDRP)

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara khususnya negara
yang sedang berkembang senantiasa didasarkan kepada suatu perencanaan yang
matang. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula
dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah.
Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya
akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk
dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia
juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antardaerah.
Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup
dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi
pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut
manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya
Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa antara modal manusia dan
pertumbuhan ekonomi sebetulnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi.
Hanya saja studi-studi yang ada umumnya lebih menekankan pada pengaruh dari
kemajuan dalam kualitas sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Lebih jauh, Ramirez dkk (1998) menyebutkan bahwa kendati adanya hubungan imbal
balik (two-way relationship) antara modal manusia dan pertumbuhan ekonomi itu
sudah diterima secara luas namun faktor-faktor spesifik yang menghubungkannya
masih kurang dieksplorasi secara sistematis.
1
Universitas Sumatera Utara

Dalam konteks ini terdapat hubungan dua arah pembangunan manusia dengan
kinerja ekonomi, secara tak langsung menyebutkan adanya persoalan simultanitas
dalam model empiris yang banyak digunakan dalam studi-studi yang mengkaji
pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Simultanitas ini merupakan
salah satu yang mengemuka dalam kritik terhadap estimasi pengaruh modal manusi
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Adapun kedua arah hubungan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama adalah dari pertumbuhan ekonomi ke pembangunan manusia. Kinerja
ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah
tangga dan pemerintah.
Sehubungan dengan itu dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia
ditentukan bukan hanya oleh tingkat pendapatan, tetapi juga oleh distribusi
pendapatan dalam masyarakat. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia
dari sisi pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yakni: total pengeluaran
sektor pemerintah, berapa banyak yang diagihkan untuk sektor-sektor pembangunan
manusia.
Adapun jalur kedua adalah dari pembangunan manusia ke pertumbuhan
ekonomi. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi
perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah
juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. Pendidikan identik dengan informasi
dan komunikasi, sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik dalam kaitannya dengan teknologi sampai
kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil perhitungan IPM tahun 2004 dan 2005 perkembangan IPM
untuk setiap Kabupaten/ Kota se Sumatera Utara. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat

2
Universitas Sumatera Utara

bahwa kondisi pencapaian pembangunan manusia pada tahun 2005 lebih baik
dibandingkan dengan kondisi di tahun 2004. IPM Sumatera Utara tahun 2005 sebesar
72,0 meningkat dari 71,4 di tahun 2004.

Sementara itu jika dilihat per Kabupaten/Kota kondisi pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia tahun 2005 mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukan oleh skor IPM setiap kabupaten Kota tahun
2005 lebih tinggi dibandingkan tahun 2004. Kabupaten/Kota yang mengalami
peningkatan IPM terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal (1,3) dan terkecil Kota
Sibolga (0,3).
Dilihat dari sisi peringkat IPM Kabupaten/Kota se Sumatera Utara tahun 2005,
Kota Pematang Siantar merupakan daerah dengan IPM tertinggi sebesar 75,8
(rangking 1) disusul oleh Kota Medan dengan IPM sebesar 75,4. Sebesar IPM
terendah diduduki oleh Kabupaten Nias Selatan dengan IPM sebesar 63,9 dan
Kabupaten Nias sebesar 66,1.
IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat upaya
dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Kemajuan
program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukan oleh besaran
IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM tidak hanya mengukur pembangunan
dari aspek ekonomi saja, tetapi juga mengukur pembangunan dari aspek nonekonomi.
Oleh karena itu pemerintah provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten/
Kota dapat menggunakan IPM sebagai alat untuk mengevaluasi program
pembangunan dan memberikan arah dalam menentukan prioritas program. Hal ini
juga merupakan pedoman dalam mengalokasikan anggaran sehingga sesuai dengan
kebijakan yang telah ditentukan.

3
Universitas Sumatera Utara

Dalam konteks Indonesia, dua jalur hubungan itu dapat pula dilihat dalam
kaitannya dengan krisis ekonomi. Krisis ekonomi tentu berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi regional. Akita dan Alisjahbana (2002) menunjukkan bahwa
Jawa dan Bali adalah wilayah yang paling merosot perekonomiannya. Sementara itu,
Irian Jaya dan Maluku justru merupakan wilayah yang paling rendah kemerosotan
indeks pembangunan manusianya (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Kendati indeks
pembangunan manusia kedua wilayah tersebut tetap lebih rendah ketimbang propinsipropinsi lainnya danjuga pendapatan perkapitanya, namun hal ini menimbulkan
pertanyaan. Apakah daerah yang sumber daya manusianya lebih berkualitas lebih
mampu bertahan dari krisis ekonomi misalnya dilihat dari besarnya kemerosotan
PDRB? Sebaliknya, apakah daerah yang PDRB sudah lebih tinggi lebih bisa untuk
terus mendukung pembangunan manusia didaerahnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu kurang lebih sejalan dengan pendapat Ramirez dkk
(1998) yang dari studi cross-country mereka menemukan bukti adanya hubungan
positif dan kuat pada kedua jalur hubungan pembangunan manusia dan pertumbuhan
ekonomi. Ditambahkan pula bahwa pengeluaran pemerintah untuk sektor sosial dan
pendidikan perempuan penting artinya dalam memperkuat hubungan pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia; sementara tingkat investasi dan distribusi
pendapatan memperkuat hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan
ekonomi.
Oleh sebab hal yang telah dikemukakan diatas, maka penulis mencoba untuk
membahas dan menganalisis hubungan simultan antara pembangunan manusia dan
kinerja ekonomi di Sumatera Utara dengan mengangkat judul “ Analisis Kausalitas
Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Sumatera Utara”.

4
Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka Penulis terlebih
dahulu mengemukakan permasalahan yang menjadi objek analisis penelitian.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengidentifikasikan permasalahanya
mengenai adakah hubungan timbal balik antara petumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia di provinsi Sumatera Utara.

1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi
objek penelitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat
kebenaranya dengan menggunakan data-data yang berhubungan.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis
bahwa terdapat hubungan simultan antara pertumbuhan ekonomi dan Indeks
Pembangunan Manusia di provinsi Sumatera Utara, Ceteris paribus.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang ada, khususnya mengenai
pembangunan manusia.
Dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi setiap pihak yang ingin
mempelajari dan melakukan penelitian di bidang pembangunan manusia.

5
Universitas Sumatera Utara

BAB II
URAIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Indikator
Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan
refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan kata lain,
indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabelvariabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat
diukur secara langsung. Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan,
antara lain: (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya
akan diukur oleh indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus
memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan
pada waktu yang berbeda; (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh
indikator; (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud.
Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat
mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat.
Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu
indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator
komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu
Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu angka melek huruf
(AMH), angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup dari anak usia 1 tahun
(e1).
Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok
indikator, yaitu:

6
Universitas Sumatera Utara

(a) Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan
turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru, rasio
murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas.

(b) Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan
berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni
(APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke puskesmas,
persentase anak balita yang ditolong dukun.

(c) Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output)
dari suatu program kegiatan telah berjalan, seperti: persentase penduduk
dengan pendidikan SMTA ke atas, AKB, angka harapan hidup, TPAK, dan
lain-lain.
2.2 Pengertian dan defenisi Indeks Pembangunan Manusia
Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human Development
Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (human development index HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar
pendapatan domestik regional bruto (PDRB). HDI memberikan suatu ukuran
gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani
hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan
baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi)
dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP,
penghasilan).
Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
mempebesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s
7
Universitas Sumatera Utara

choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu
Negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara.
Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam
pembangunan manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan
penduduk sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar
pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka;
oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara
keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; Pembangunan manusia
memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas)
manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut
secara optimal; Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu:
produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; dan Pembangunan
manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam
menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Definisi operasional IPM dan komponennya:


Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator komposit yang
menggabungkan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas fisik
(kesehatan),

intelektualitas

(pendidikan),

maupun

kemampuan

ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat dalam kurun waktu
tertentu.


Angka harapan hidup atau e0 merupakan perkiraan rata-rata lamanya
hidup sejak lahir yang mungkin akan dicapai oleh sekelompok penduduk.

8
Universitas Sumatera Utara



Angka Melek Huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang
bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun lainnya)



Rata-Rata Lama Sekolah adalah

rata-rata jumlah tahun yang telah

dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas diseluruh jenjang
pendidikan yang pernah dijalani.


Kemampuan daya beli merupakan kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimal untuk hidup secara layak.

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Dimensi
Umur panjang dan

Tabel 2.1.
Komponen IPM
Indikator
Angka harapan hidup pada saat lahir

Indeks Dimensi
Indeks harapan hidup

sehat

(e0)

→ Indeks X1

Pengetahuan

1. Angka melek huruf (AMH)

Indeks pendidikan

2. Rata-rata lama sekolah (MYS)

→Indeks X2

Kehidupan yang layak Pengeluaran perkapita riil yang
disesuaikan (PPP Rupiah)

Indeks pendapatan
→Indeks X3

2.2.1. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat
disajikan sebagai berikut :
IPM = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3))

9
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
X(1) : Indeks harapan hidup
X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata
lama sekolah)
X(3) : Indeks standar hidup layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara
selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan
nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai
berikut :

1. Indeks Harapan Hidup:
X(1) : [( eo - 25 )/( 85 - 25 )] x 100
Dimana :
X(1) : Indeks harapan hidup
eo

: angka harapan hidup.

25

: angka minimum harapan hidup (UNDP).

85

: angka maksimum harapan hidup (UNDP).

2. Indeks Pendidikan :
X(2)

: [( 2/3 [Lit – 0)/(100 – 0)] + 1/3 [( MYS – 0)/( 15 – 0 )] x 100

Dimana :
X(2) : Indeks pendidikan
Lit

: Angka melek huruf.

MYS : Lama sekolah.
0

: Angka minimum baik untuk Lit maupun MYS.

100

: Angka maksimum Lit (melek huruf).

10
Universitas Sumatera Utara

15

: Angka maksimum untuk MYS (lama sekolah).

3. Indeks Konsumsi Riil per Kapita :
X(3)

: [( PPP - 300,00 ) / ( 732,7 - 300,00 )] x 100

Dimana :
X(3)

: Indeks standar hidup layak

PPP

: Nilai Konsumsi riil per kapita yang disesuaikan (rumus

Atkinson)
300,00

: Nilai standar minimal (standar UNDP)

732,00

: Nilai maksimum (standar UNDP)

Untuk lebih mudah dalam memahami , berikut disajikan nilai maksimum dan
nilai minimum dari masing-masing komponen pembentuk Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2.
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Tahun 2005
Indikator
Komponen IPM
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Catatan
(=X(I))
Angka Harapan
Sesuai standar
85
25
Hidup
global (UNDP)
Sesuai standar
Angka Melek Huruf
100
0
global (UNDP)
Rata-rata lama
Sesuai standar
15
0
sekolah
global (UNDP)
UNDP
Konsumsi per kapita
menggunakan
PDB
yang disesuaikan
732.720 a)
300.000 b)
per kapita riil
2005
yangdisesuaikan
Catatan: a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi
(Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi
mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1996-2018.
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah
tahun 1996 di Papua.

11
Universitas Sumatera Utara

2.3 Pembangunan
Pembangunan adalah suatu mekanisme penggunaan sumber daya yang terbatas
dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya alam, teknologi, manusia, dan
lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang suatu perekonomian melalui mekanisme
ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan baik swasta maupun publik agar memperoleh
peningkatan taraf hidup dan kemiskinan. Dalam lingkup pemerintahan, fungsi pemerintah
dalam pembangunan ekonomi yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat yaitu
berkenaan dengan pemerintah sebagai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitasi
perekonomian. Fungsi alokasi meliputi aspek pengelolaan alokasi sumber-sumber
ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan publik. Fungsi distribusi meliputi aspek
pemerataan dalam pendapatan dan kekayaan masyarakat. Fungsi stabilisasi meliputi
aspek-aspek pertahanan keamanan, ekonomi, dan moneter. Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 yaitu UU No. 22 dan 25 Tahun 1999,
yang selanjutnya diganti oleh undang-undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, angin baru
sistem pemerintahan di Indonesia telah memberikan warna baru bagi penyelenggaraan
pemerintahan secara multi dimensi. Dinamika aspirasi, transparansi, akuntabilitas, dan
unsur-unsur good governance lainnya mulai mewarnai pemerintah sebagai fasilitator dan
dinamisator pembangunan daerah.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perspektif
pendelegasian

wewenang

terhadap

pemerintah

di

daerah

mencakup

efisiensi,

eksternalitas, dan akuntabilitas. Ketiga prinsip ini menjadi landasan dan kriteria bagi
daerah umumnya dalam pelaksanaan pembagian fungsi utama pemerintahan. Pusat dan
daerah memperoleh wewenang dan peran dalam mewujudkan pembangunan berdasarkan
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengan Daerah (RPJMD) untuk setiap siklus pemerintahan.

12
Universitas Sumatera Utara

Pada pelaksanaannya desentralisasi dan pemerintahan di daerah dibutuhkan untuk
menumbuhkan prakarsa dan sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah berdasarkan kapasitas
lokal masing-masing daerah. Dalam praktiknya implementasi desentralisasi dan otonomi
daerah membutuhkan perangkat pengaturan dan pedoman dalam memanfaatkan
sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja daerah dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pelayanan publiknya.
Sesuai dengan fungsinya “money follow function”, selain pendelegasian wewenang
yang diperoleh daerah, sifat pendanaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan secara parsial. Sumber-sumber keuangan
untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah harus secara proporsional dan
seimbang berdasarkan pada pelimpahan kewenangannya. Hal ini membutuhkan waktu
yang relatif panjang, karena setiap perubahan kebijakan dalam tataran pelimpahan
wewenang akan mengubah sistem dan proses pembelajaran yang relatif panjang.
Penataan administrasi keuangan berupa sistem keuangan daerah, dan analisis kinerja
instansi pemerintah membutuhkan penyesuaian-penyesuaian baru dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah yang baik.

2.3.1. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun tercermin
dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). PDB yaitu seluruh nilai tambah yang
dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan
usahanya di suatu domestik atau agregat. Perubahan nilai PDB akan menunjukkan
perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu.
Selain PDB, dalam suatu negara juga dikenal ukuran PNB (Produk Nasional Bruto)
serta Pendapatan Nasioal (National Income).

13
Universitas Sumatera Utara

Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam satu periode, yaitu :
Gt 

( PDBR t  PDBR
PDBR t 1

t 1

)

x100 %

di mana:
Gt

= Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulanan atau tahunan)

PDBRt

= Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan)

PDBRt-1 = PDRB satu periode sebelumnya
Jika interval waktu lebih dari satu periode maka perhitungan pertumbuhan
ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan persaman eksponensial :
PDBR

t

 PDBR 0 (1  r ) 2

di mana:
PDBRt = PDBR periode t
PDBR0 = PDBR periode 0
r

= tingkat pertumbuhan

t

= jarak periode
Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, maka ada tiga

metode pendekatan yang dipakai :
a) Pendekatan Produksi (Production Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan
sektor ekonomi produktif dalam wilayah suatu negara. Secara matematis :
NI = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn
di mana :
NI

= PDB (Produk Domestik Bruto)

P1, P2,…, Pn

= Harga satuan produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi

Q1, Q2,…,Qn = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi

14
Universitas Sumatera Utara

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya
perhitungan ganda.

b) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau balas
jasa setiap faktor-faktor produksi. Secara matematis :
Y = Yw + Yr + Yi + Yp
di mana :
Y

= Pendapatan nasional atau PDB

Yw

= Pendapatan upah / gaji

Yr

= Pendapatan sewa

Yi

= Pendapatan bunga

Yp

= Pendapatan laba atau profit

c) Pendekatan Pengeluaran (Consumption Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan
berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Secara matematis :
Y = C + I + G + (X – M)
di mana :
Y

= PDB (Pendapatan Domestik Bruto)

C

= Pengeluaran Rumah tangga konsumen untuk konsumsi

I

= pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi

G

= pengeluaran rumah tangga pemerintah

(X-M) = ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri

15
Universitas Sumatera Utara

Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk
menghindari adanya perhitungan ganda.

2.1.3

Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dengan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa teori
mengenai pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)
Teori ini telah lama dikembangkan oleh kaum Klasik. Menurut teori ini,
berlakunya The Law of Diminishing Return (TLDR) menyebabkan tidak semua
penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan
menurunkan tingkat output perekonomian.
Gambar 2.1.
Jumlah Penduduk Optimal
Total Produksi
(Output)

Q3

TP2

Q1
Q2

TP1

0

L1

L2

Tenaga Kerja

16
Universitas Sumatera Utara

Pada gambar, kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja
dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika
jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses produksi adalah L1,
dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah
menjadi L2 PDB justru berkurang menjadi Q2. Hal ini karena cepat terjadinya
TLDR. Agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output,
misalnya menjadi Q3, yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal)
dan SDM yang menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut
menimbulkan sinerji. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi
membaik. Hal itu digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke TP2.
Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).
b) Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan penyempurnaan teori-teori
klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori ini adalah akumulasi stok barang modal
dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan
investasi. Asumsi penting dari model Solow antara lain:
1. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi),
2. Tingkat depresiasi dianggap konstan,
3. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal,
4. Tidak ada sektor pemerintah
5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan,
6. Seluruh penduduk bekerja sehingga jumlah penduduk = jumlah tenaga kerja.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, dapat dipersempit faktor-faktor penentu
pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Lebih lanjut lagi,
dapat diasumsikan bahwa PDB per kapita semata-mata ditentukan oleh stok barang
17
Universitas Sumatera Utara

modal per tenaga kerja. Jika Q = output atau PDB, K = barang modal, dan L = tenaga
kerja, maka y = f(k)
di mana y = PDB per kapita atau Q/L dan k = barang modal per kapita atau K/L
Untuk menjaga agar perekonomian dapat mempertahankan tingkat outputnya,
stok barang modal per kapita tidak boleh berkurang. Untuk itu tingkat investasi yang
dilakukan harus mempunyai dua fungsi:
1. Mengganti barang modal yang sudah usang. Tingkat investasi untuk
memenuhi fungsi ini adalah d(K/L).
2. Menambah stok barang modal sebagai respons terhadap pertambahan tenaga
kerja. Tingkat investasi untuk memenuhi fungsi kedua adalah n (K/L) atau nk.
Investasi total yang dibutuhkan agar perekonomian dapat mempertahankan
tingkat produksinya adalah (n+d)k. Selanjutnya, dianggap ada hubungan proporsional
antara tingkat tabungan dengan tingkat produksi per kapita, misalnya sebesar s,
sehingga sy = sf(k).
Perekonomian dikatakan berada dalam kondisi keseimbangan stabil bila
jumlah tabungan sama dengan kebutuhan investasi. Keadaan keseimbangan stabil
akan berubah jika terjadi perubahan tingkat tabungan, perubahan tingkat teknologi,
dan percepatan perkembangan teknologi.
c) Teori Pertumbuhan Endojenus (Endogenous Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Romer (1986) dan merupakan pengembangan
dari teori Klasik-Neo Klasik yang

kelemahannya terletak pada asumsi bahwa

teknologi bersifat eksojenus. Konsekuensi asumsi ini adalah terjadinya The Law of
Diminishing Return, karena teknologi dianggap sebagai faktor eksogen dan tetap.
Konsekuensi yang lebih serius adalah perekonomian yang terlebih dahulu maju,
dalam jangka panjang akan terkejar perekonomian yang lebih terbelakang, selama

18
Universitas Sumatera Utara

tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan, dan akses terhadap teknologi adalah
sama.
Teknologi merupakan barang publik. Oleh karenanya, selama perusahaan
dapat menikmati dampak yang sama dari teknologi tersebut, tidak ada satu perusahaan
pun yang berusaha memonopoli. Dengan demikian dalam hal ini, faktor teknologi
bukanlah sebagai faktor eksogen melainkan faktor endogen.
d) Teori Schumpeter
Schumpeter berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan
oleh kemampuan kewirausahawanan (entrepreneurship). Sebab, para pengusahalah
yang mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasi penemuan-penemuan
baru dalam aktivitas produksi. Langkah-langkah pengaplikasian penemuan-penemuan
baru dalam dunia usaha merupakan langkah inovasi. Termasuk dalam langkahlangkah inovasi adalah penyusunan teknik-tahap produksi serta masalah organisasimanajemen, agar produk yang dihasilkan dapat diterima pasar.
e) Teori Harrod-Domar
Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang
bersamaan oleh E.S. Domar dan R.F. Harrod. Keduanya melihat pentingnya investasi
terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang
modal, yang memungkinkan peningkatan output.
1. Investasi
Tingkat output suatu perekonomian mempunyai hubungan proporsional (konstan)
dengan jumlah stok barang modal. Jika tingkat output dinotasikan Y dan stok
barang modal dinotasikan K, maka:
Y=α K……..……………......……………………………………………………(1)

19
Universitas Sumatera Utara

dimana α adalah rasio output barang modal (capital output ratio, disingkat COR)
yaitu angka yang menunjukkan berapa jumlah output yang dapat dihasilkan dari
stok barang modal tersedia. Umumnya nilai α adalah positif namun lebih kecil
daripada satu ( 0 < α < 1). Misalnya, stok barang modal adalah 10.000 bila nilai
COR adalah 0,5 (α = 0,5), maka output yang dihasilkan adalah 5.000.
Jika perekonomian ingin meningkatkan output menjadi 6.000 (∆=1.000 unit),
maka stok barang modal harus ditingkatkan menjadi 12.000 unit (∆K=2.000 unit).
Dapat juga dikatakan ∆K/∆Y=2. Angka 2 adalah bilangan yang menunjukkan
berapa unit barang modal yang harus ditambah untuk meningkatkan output
sebanyak satu unit. Angka ini disebut nilai rasio output kapital inkramental
(incramental capital output ratio, disingkat ICOR). Angka ICOR dapat diperoleh
dengan:
∆Y=α∆K………….……………..……………………………………………….(2)

K 1
 ….…………………………..…………………………………………..(3)
Y 

Dari persamaan 3 terlihat bahwa nilai ICOR adalah 1/α atau sama dengan 1/COR.
Bila nilai COR=0,25, maka nilai ICOR=1/0,25=4. Dalam kasus diatas nilai
COR=0,5, sehingga ICOR=1/0,5=2, berarti untuk meningkatkan output sebanyak
1.000 unit, stok barang modal yang harus ditambah (I) adalah 2.000.
2. Tabungan
Untuk melakukan investasi, perekonomian harus mampu menyisihkan outputnya
sebagai tabungan. Bila tabungan merupakan bagian proporsional (konstan) dari
pendapatan, hubungan tabungan (saving/S) dengan output (Y) adalah S= αY
3. Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan output keseimbangan terjadi pada saat Investasi sama
dengan Tabungan atau pada saat I=S,
20
Universitas Sumatera Utara

S= αY=∆K= α∆Y=I
αY= α∆Y
Pertumbuhan Ekonomi 

Y 

Y


Bila tingkat tabungan merupakan 6% pendapatan, sedangkan COR=0,5 atau
ICOR=2, maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah 6%/2=3% per
tahun (Rahardja, 2001: 193-202).
f) Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi Rostow

W.W. Rostow mengemukakan teori tahapan tipikal pertumbuhan ekonomi
yang dilalui oleh suatu perekonomian. Tahap-tahap yang dimaksud adalah:
1. Tahap Masyarakat Tradisional
Pada tahap masyarakat tradisional ini, masyarakat masih menggunakan caracara produksi primitif dan dipengaruhi oleh nilai-nilai tak rasional serta adat istiadat.
Tingkat produksi dan produktivitas sangat rendah.
2. Tahap Prasyarat Lepas Landas
Tahap ini merupakan transisi persiapan mencapai pertumbuhan dan
perkembangan lebih lanjut.
3. Tahap Lepas Landas
Tahap lepas landas ditandai oleh perubahan drastis dan pesat. Ciri tahap ini
adalah terjadinya kenaikan investasi produktif, pertumbuhan sektor industri yang
pesat, dan terbentuknya kerangka dasar politik, sosial dan kelembagaan yang
menjamin pertumbuhan cepat.
4. Tahap Gerak ke Arah Kedewasaan
Tahap ini merupakan tahap dimana teknologi canggih sudah digunakan secara
efektif dalam proses produksi dan pengolahan sumber-sumber daya alam. Ciri-cirinya
adalah tingginya keterampilan tenaga kerja serta semakin dominannya sektor industri
21
Universitas Sumatera Utara

manufakturing yang menggantikan dan mendesak sektor pertanian dan sektor-sektor
tradisional berupa perubahan sistem manajemen dan pengelolaan bisnis. Masyarakat
semakin menyadari akibat-akibat atau dampak industrialisasi terhadap kehidupan
lingkungan.
5. Tahap Konsumsi Massal Tinggi
Tahap konsumsi tinggi merupakan tahap dimana masyarakat lebih
menekankan pada konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Pemerataan kemakmuran
merupakan fokusnya (Wijaya, 2000 :289).

2.3.2. Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Blakely, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi ( pertumbuhan ekonomi ) dalam wilayah tersebut (Kuncoro, 2004).
Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi,
struktur ekonomi, dan semakin kecilnya kesenjangan pendapatan antarpenduduk,
antardaerah dan antarsektor. Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi
selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau
mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan tingkat pengangguran
(Todaro, 2000). Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
merupakan prioritas utama dalam pembangunan daerah yang berasaskan pada
terwujudnya pembangunan nasional.
Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik
kesejahteraan yang bersifat absolut yang dinikmati oleh setiap individu dan kelompok
22
Universitas Sumatera Utara

masyarakat, maupun kesejahteraan yang bersifat relatif dalam arti pemerataan
kesejahteraan atau keadilan. Secara teoritis, kesejahteraan absolut dapat dipercepat
melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai
melalui efisiensi sebagaimana kaidah pareto-optimal (Richard W. Tresch, 2002).
Sementara itu, kesejahteraan relatif atau keadilan dapat diakselerasi melalui
pendistribusian pendapatan yang lebih merata. Secara teoritis menganai optimalisasi
kesejahteraan ini telah dikembangkan oleh Bergson dan Sammuelson yang terkenal
dengan Bergson-Samuelson Curve-nya ((Richard W. Tresch, 2002).
Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah,
sebagai akselerator proses pembangunan tersebut, baik kebijakan yang bersifat
langsung dalam bidang ekonomi, maupun kebijakan yang bersifat tidak langsung
dalam bidang lainnya seperti bidang pemerintahan dan politik. Salah satu upaya untuk
mempercepat proses pencapaian tujuan pembangunan tersebut dalam bidang
pemerintahan dan politik adalah kebijakan pembagian kewenangan penyelenggaraan
pembangunan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang lazim disebut
sebagai kebijakan sentralisasi dan/atau desentralisasi. Kebijakan sentralisasi lebih
mengedepankan pendekatan efisiensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Dengan kata lain, kebijakan ini lebih menekankan kepada peningkatan
kesejahteraan absolut. Sementara itu kebijakan desentralisasi lebih memprioritaskan
dimensi keadilan atau kesejahteraan relatif (Baban Sobandi, 2004).

2.3.3. TenagaKerja

Pasar tenagakerja dapat digolongkan menjadi pasar tenagakerja terdidik dan pasar
tenagakerja tidak terdidik. Menurut Simanjuntak (1998), kedua bentuk pasar
tenagakerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga terdidik pada
23
Universitas Sumatera Utara

umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik.
Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan penghasilan
pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Kedua, dari segi
waktu, supply tenagakerja terdidik haruslah melalui proses pendidikan dan pelatihan.
Oleh karena itu, elastisitas supply tenagakerja terdidik biasanya lebih kecil daripada
elastisitas supply tenagakerja tidak terdidik. Ketiga, dalam proses pengisian
lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak waktu untuk menyeleksi tenagakerja
terdidik daripada tenagakerja tidak terdidik.
Supply atau penawaran tenagakerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah
dengan jumlah tenagakerja. Seperti halnya penawaran, demand atau permintaan
tenagakerja juga merupakan suatu hubungan antara upah dan jumlah tenagakerja.
Motif perusahaan mempekerjakan seseorang adalah untuk membantu memproduksi
barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumennya. Besaran permintaan
perusahaan terhadap tenagakerja tergantung pada besaran permintaan masyarakat
terhadap barang yang diproduksi perusahaan itu. Oleh karenanya, permintaan
terhadap tenagakerja merupakan permintaan turunan (derived demand).
Penentuan permintaan tenagakerja dapat diturunkan dari fungsi produksi yang
merupakan fungsi dari tenagakerja (L) dan modal (K), sebagai berikut:

TP = f(L, K)

dimana:
TP = Produksi total (output)
L = Tenaga kerja
K = Modal

24
Universitas Sumatera Utara

Keseimbangan pasar tenagakerja merupakan suatu posisi tertentu yang terbentuk
oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenagakerja. Todaro (2000)
menyatakan bahwa dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition), di mana
tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan
yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output, tingkat
penyerapan tenagakerja (level of employment) dan harganya (tingkat upah) ditentukan
secara bersamaan oleh segenap harga-harga output dan faktor-faktor produksi selain
tenagakerja.
Gambar 2.2.
Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja

Tingkat Upah
Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja
SL

DL
W0
W2

Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja

W1

Penyerapan Tenaga

L0
Sumber : Nicholson (1998).

Gambar 1 memperlihatkan keseimbangan di pasar tenagakerja tercapai pada saat
jumlah tenagakerja yang ditawarkan oleh individu (di pasar tenagakerja, SL) sama
besarnya dengan yang diminta (DL) oleh perusahaan, yaitu pada tingkat upah
ekuilibrium (W0). Pada tingkat upah yang lebih tinggi (W2) penawaran tenagakerja
melebihi permintaan tenaga kerja, sehingga persaingan di antara individu dalam
rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati

25
Universitas Sumatera Utara

atau tepat ke titik ekuilibrium (W0). Sebaliknya, pada tingkat upah yang lebih rendah
(W1) jumlah total tenagakerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas
penawaran yang ada, sehingga terjadi persaingan d