Analisis Kausalitas Pengeluaran Pendidikan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS KAUSALITAS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

SKRIPSI Diajukan Oleh:

DONI DAMANIK 050501013

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2011


(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu membimbing dan memberi kekuatan kepada penulis dalam menjalani masa perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kausalitas Pengeluaran Pendidikan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara“.

Selama menempuh perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, penulis sudah sangat banyak memperoleh motivasi, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya. Dengan diiringi rasa hormat yang mendalam, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, Msoc, Phd. Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

4. Bapak Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam SE, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.


(3)

ii

5. Bapak Paidi Hidayat SE, M.Si selaku dosen penguji I dan Bapak Haroni Doli SE, M.Si selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusuna skripsi ini.

6. Bapak Paidi Hidayat SE, M.Si selaku dosen wali selama perkuliahan yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga, dan pikiran selama mengikuti perkuliahan.

7. Seluruh Dosen dan Staff Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung dengan baik selama perkuliahan.

8. Keluarga terkasih, kedua orangtua saya yaitu Jan Warisman Damanik dan Ibunda Sarifah Saragih dan adik saya Ruth Maharani Damanik, Johandri Damanik, Yuanita Fatresia Damanik yang selalu memberikan cinta, motivasi, saran, dan dukungan dalam bentuk moril dan materi yang tidak hentinya mendoakan penulis selama kuliah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2011 Penulis

Doni Damanik (050501013)


(4)

iii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola atau arah hubungan kausalitas antara Pertumbuhan ekonomi dengan Pengeluaran Pendidikan Sumatera Utara serta mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara.

\ Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu

(time series) selama kurun waktu 1983-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber

sepertiBPS, jurnal dll. Metode analisis dalam penelitian ini adalah kointegration test dan granger causality test

Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan maupun pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang dan juga menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi (kausalitas dua arah). Oleh karena itu pemerintah Sumatera Utara lebih meningkatkan dan membenahi komponen-komponen pendukung sektor pendidikan.


(5)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Hipotesis... 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi...7

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi...9

2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PBDR)...11

2.1.3 Metode Penghitungan PDRB...11


(6)

v

2.2 Pengeluaran Pemerintah...18

2.2.1 Pengeluaran Rutin...19

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan...20

2.2.3 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah...21

2.2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah...22

2.3 Pendidikan... 29

2.3.1 Jenjang Pendidikan... 30

2.3.2 Jenis Pendidikan...31

2.4 Penelitian Terdahulu... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian...35

3.2 Jenis dan Sumber Data...32

3.3 Metode Analisis...33

3.3.1 Uji akar unit (Unit root test)...36

3.3.2 Uji Kointegrasi (Cointegration test)...37

3.3.3 Uji Granger Causality...38


(7)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian...40

4.1.1 Gambaran Wilayah Sumatera Utara... 40

4.1.2 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara...44

4.2 Analisa Data... 50

4.2.1 Uji Akar Unit dan Uji Derajat Integrasi... 50

4.2.2 Uji Granger Causality... 54

4.2.3 Uji Kointegrasi... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 58

5.2 Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA... 61


(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kabupaten/Kota (Tahun 2006) ... 42

Tabel 2 Inflasi Sumatera Utara Tahun 1986-2006 ... 46

Tabel 3 PDRB Sumatera Utara Tahun 1983-2009 ... 48

Tabel 4 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan ... 49

Tabel 5 Hasil Estimasi Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF-Test ... 51

Tabel 6 Hasil Estimasi Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan Phillip-PerronTest ... 53

Tabel 7 Hasil Estimasi Uji Granger Causality ... 55

Tabel 8 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi ... 56


(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kondisi Geografis Sumatera Utara ... 63


(10)

iii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola atau arah hubungan kausalitas antara Pertumbuhan ekonomi dengan Pengeluaran Pendidikan Sumatera Utara serta mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara.

\ Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu

(time series) selama kurun waktu 1983-2009 yang diperoleh dari berbagai sumber

sepertiBPS, jurnal dll. Metode analisis dalam penelitian ini adalah kointegration test dan granger causality test

Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan maupun pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang dan juga menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi (kausalitas dua arah). Oleh karena itu pemerintah Sumatera Utara lebih meningkatkan dan membenahi komponen-komponen pendukung sektor pendidikan.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Yang menjadi cita-cita dari suatu suatu negara adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Salah satu tolak ukur dari ukuran pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan nasional. Pendapatan nasional suatu negara dapat menunjukkan seberapa besar aktivitas perekonomian berlangsung secara keseluruhan. Konsep pendapatan nasional adalah ukuran yang paling sering dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi namun bukan satu satunya indikator pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah proses, bukan merupakan suatu gambaran ekonomi pada suatu periode tertentu, ada perkembangan atau perubahan dan penggunaan waktu (Boediono,1992).

Pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauh mana kinerja atau aktifitas dari beberapa sektor ekonomi akan menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Untuk mengetahui fluktuasi pendidikan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun digunakan PDRB atas dasar harga konstan secara berkala. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dan sebaliknya apabila pertumbuhan negatif menunjukkan penurunan dalam pembangunan. Kuznets dalam Jhingan (2008) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi, sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduk.


(12)

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pemerataan pembangian pendapatan dan mengupayakan peningkatan ekonomi.

Menurut Samuelson dan Nordhaus, ada empat faktor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal, dan teknologi. Pengeluaran pemerintah berperan dalam pembentukan modal melalui pengeluaran pemerintah di berbagai bidang seperti sarana dan prasarana. Pembentukan modal di bidang sarana dan prasaran ini umumnya menjadi social overhead capital (SOC) yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi.

Pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi (Todaro,2003). Pendidikan juga berfungsi meningkatkan produktivitas. Selain dari itu kemampuan untuk menyerap teknologi dan mengembangkan kapasitas memerlukan peningkatan sumber daya manusia agar tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mendapatkan pekerjaan atau pendapatan yang semakin tinggi dimasa yang akan datang dan juga menyatakan bahwa bila untuk membuat keputusan untuk melakukan investasi pada human capital.


(13)

Todaro (2003) menjelaskan bahwa ada dua alasan ekonomi mendasar yang memaksa kita percaya bahwa sistem pendidikan di banyak Negara berkembang pada dasarnya tidak memperhatikan aspek pemerataan (equality), dalam arti anak anak dari keluarga miskin tidak dibantu sedikitpun untuk meningkatkan kesempatannya yang sangat terbatas itu dalam memperoleh dan menyelesaikan program pendidikan pada segala tingkatan, terutama jika kesempatan mereka dibandingkan dengan dari kesempatan dari anak keluarga kaya. Pertama tingginya biaya oportunitas tenaga kerja yang harus ditanggung keluarga miskin jika anaknya bersekolah. Program wajib belajar oleh pemerintah pada prinsipnya diberikan kemasyarakat tanpa ada biaya moneter atau pungutan uang, akan tetapi bagi keluarga miskin pendidikan tidak pernah cuma-cuma.

Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2010 pasal 28 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara anggaran pendidikan direncanakan sebesar Rp248.978.493.061.200,00 (dua ratus empat puluh delapan triliun sembilan ratus tujuh puluh delapan miliar empat ratus sembilan puluh tiga juta enam puluh satu ribu dua ratus rupiah) dengan persentase anggaran sebesar 20,2 persen yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja Negara sebesar Rp1.229.558.465.306.000,00 (satu kuadriliun dua ratus dua puluh sembilan triliun lima ratus lima puluh delapan miliar empat ratus enam puluh lima juta tiga ratus enam puluh ribu rupiah). Untuk alokasi anggaran pendidikan di Sumatera Utara sebesar Rp. 2,1 triliun.


(14)

Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tercatat terdapat pertumbuhan yang positif sebesar 6,36% (yoy), pada triwulan IV-2010. Secara keseluruhan nilai PDRB Sumatera Utara tahun 2010 sebesar Rp. 118,64 triliun.

Pengeluaran pemerintah atas pendidikan, pada dasarnya merupakan suatu investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek pembangunan pada pengeluaran pendidikan tersebut tidak dapat berdampak langsung melainkan membutuhkan beberapa period untuk dapat merasakan dampaknya. Terdapat time lag ketika pemerintah mengeluarkan anggaran pembangunan atau belanja negara untuk sektor tersebut dengan dampak kebijakan tersebut, maka dibutuhkan suatu penelitian yang menggunakan runtut waktu (time series) cukup panjang. Penelitian dengan menggunakan runtun waktu akan membantu melihat hubungan kausalitas pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi pemerintah dalam pendidikan akan menyebabkan peningkatan kualitas modal manusia, hal ini juga akan memacu investasi ekonomi. Investasi ekonomi selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena banyaknya modal yang tersedia untuk pembangunan.

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya dan menuju pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah terhadap sektor pendidikan, merupakan bagian dari pengeluaran pemerintah yang memacu kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Atas dasar inilah penulis tertarik menganalisanya dan


(15)

menuangkannya dalam penulisan skripsi yang berjudul: “Analisis Kausalitas

Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi SumateraUtara”.

1.2 Perumusan Masalah

Pengeluaran pemerintah memiliki hubungan yang kuat dengan pertumbuhan ekonomi, terutama jenis pengeluaran pemerintah yang menyangkut pencapaian kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran tersebut adalah pengeluaran atas pendidikan. Pengaruh pengeluaran pemerintah atas pendidikan, terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat langsung dirasakan dalam jangka pendek melainkan baru akan terasa dalam jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola atau arah hubungan kausalitas antara pertumbuhan

ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara?

2. Apakah terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara

pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pola atau hubungan yang timbal balik (feedback) antara realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

2. Terdapat hubungan jangka panjang antara realisasi pengeluaran


(16)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan ekonomi dan realisasi

pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pola atau arah hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara

pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pendidikan di Sumatera Utara.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau bagi instansi - instansi yang terkait.

2. Sebagai alat penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang akan meneliti mengenai kebijakan mengenai pengeluaran pemerintah sektor pendidikan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan output agregat atau pendapatan riil. Kedua peningkatan tersebut biasanya dapat dihitung perkapita atau selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan penggunaan input. Berbeda pengertiannya dengan pembangunan ekonomi yang memiliki pengertian pertumbuhan ekonomi yang lebih luas baik deri segi struktur output, input, perubahan dalam teknik produksi, sikap dan perilaku sosial serta kerangka kelembagaan menuju kepada keadaan dan taraf hidup yang secara menyeluruh lebih baik. Dengan demikian jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik yang terjadi disuatu Negara adalah pertambahan produksi barang dan jasa dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalan periode tertentu. (Sumber: www.wikipedia.org)

Model yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (Todaro,2006) mengemukakan hubungan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan


(18)

tahap-dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang baik.

Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial.

Ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara : 1. Akumulasi modal yang mengikuti setiap bentuk atau jenis investasi baru

yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. Investasi produktif yang bersifat langsung harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur” ekonomi dan sosial. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan kerja perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang terampil. Logika konsep investasi dalam pembinaan sumber


(19)

daya manusia dan penciptaan modal manusia (human capital) dapat dianalogikan dengan peningkatan kualitas dan produktifitas sumber daya tanah melalui investasi strategis.

2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akirnya memperbanyak jumlah

angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya.

3. Kemajuan teknologi, terdapat tiga klasifikasi yaitu : a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral b. Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja c. Kemajuan teknologi yang hemat modal

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

1. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Richardo, Malthus dam John Stuart Mill. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatian pada pengaruh pertumbuhan penduduk pada pertumbuhan ekonomi.


(20)

2. Teori Petumbuhan Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut investasi jangka panjang. Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang.

3. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Robert Solow (1970) dan Trevor Swan (1956) mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang disebut model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow-Swan memusatkan perhatian pada bagaimana pertumbuhan ekonomi, akumulasi modal, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perbedaan utama dengan Harold-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow, dan Swan menggunakan fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

4. Teori Pertumbuhan Schumpeter

Schumpeter (2008) berpendapat bahwa motor penggerak perkembangan

ekonomi adalah suatu proses yang ia beri nama inovasi dan pelakunya adalah para motivator. Menurut Schumpeter, yang lebih penting adalah kenaikan output yang


(21)

bersumber dari perkembangan ekonomi. Penanaman modal atau investasi dapat

dibedakan menjadi dua, yakni penanaman modal otonomi (autonomous

investment) yakni penanaman modal untuk melakukan inovasi. Jenis penanaman modal yang kedua yaitu jenis penanaman modal terpengaruh (induced investment) yakni penanaman modal yang timbul sebagai akibat kegiatan ekonomi setelah munculnya inovasi tersebut

2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinjau dari segi pendapatan merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu. (sumber: www.wordpress.com) 2.1.3 Metode Penghitungan PDRB

Ada dua metode yang dipakai untuk menghitung PDRB: 1. Metode Langsung

Dalam metode ini, penghitungan berdasarkan pada daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian penduduk ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan:

a. Pendekatan Produksi b. Pendekatan Pendapatan c. Pendekatan Pengeluaran


(22)

2. Metode Tidak Langsung/Alokasi

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing - masing metode pendekatan pada data yang tersedia pada kenyataannya pemakaian kedua metode tersebut saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah. 1. Penghitungan atas dasar harga berlaku

Hasil penghitungan atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NTB / output dengan biaya antara masing - masing nilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume / kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan dari masing - masing kegiatan sub sektor dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap faktor, maka penilaian NTB / output dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti; pertanian, pertambangan, penggalian pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan.


(23)

b. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air minum, dan sektor bangunan, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing – masing kegiatan, sub sektor dan sektor yang bersangkutan.

c. Untuk sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah dan jasa pemerintah dan jasa - jasa untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing - masing sub sektor dan sektor.

2. Penghitungan Berdasarkan Harga Konstan

Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB berdasarkan atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume / kuantum produksi saja.

Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah ADH konstan, antara lain:

1. Revaluasi

Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing – masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya atas dasar harga konstan selanjutnya ditambah ADH konstan diperoleh dari selisih output dan biaya antara atas dasar harga konstan.


(24)

2. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing - masing tahun atas dasar konstan diperoleh dengan cara mengalihkan nilai tambah pada tahun dasar indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing - masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan sebagainya tergantung mana yang lebih cocok dengan jenis kegiatan sub sektor dan sektor dihitung.

3. Deflasi

Nilai tambah ADH konstan diperoleh dengan membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing - masing tahun dengan indeks harga. Indeks harganya digunakan sebagai deflator biasanya menggunakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya tergantung mana yang lebih cocok. Indeks harga ini dapat juga dipakai sebagai indikator dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga konstan justru diperoleh dengan mengalihkan nilai tambah ADH konstan dengan indeks harga tertentu.

4. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya.


(25)

Ada beberapa cara yang lazim digunakan dalam perhitungan pendapatan suatu daerah yakni:

a. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar

Diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah nilai bruto yang timbul dari seluruh perekonomian suatu daerah. Nilai tambah bruto disini mencakup komponen - komponen faktor pendapatan, penyusutan serta pajak tidak langsung.

b. Produk Domestik Regional Netto atas dasar harga pasar

Perbedaan antar konsep “bruto” dan konsep “netto” adalah karena pada konsep bruto, faktor penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada konsep netto faktor penyusutan telah dikeluarkan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut barang - barang modal yang terjadi selama ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susut barang – barang modal dari seluruh faktor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan “penyusutan” yang dimaksud diatas.

2.1.4 Faktor – faktor Pertumbuhan Ekonomi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor - faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. (Sumber: Bannock, Graham, R. E. Baxter dan Evan Davis. 2004. A Dictionary of Economics. Inggris: Penguin Books Ltd)

1. Faktor Ekonomi


(26)

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim / cuaca, hasil hutan, tambang dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan indsutri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

b. Sumber daya manusia

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil - hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

c. Sumber daya modal

Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang – barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang – barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.


(27)

Organisasi produksi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Organisasi ini berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dengan berbagai kegiatan perekonomian. Organisasi produksi ini dilaksanakan dan diatur oleh tenaga manajerial dalam berbagai kegiatannya sehari - hari. Dan dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, para wiraswasta tampil sebagai tenaga organisator dalam menggerakkan berbagai sumber produksi dalam proses produksi dengan memperkenalkan penemuan baru yang dikenal sebagai inovasi.

e. Teknologi

Dalam pengertian yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas. Kemajuan teknologi merupakan faktor yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dan perubahan atau kemajuan teknologi tersebut dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi lainnya. Kemajuan teknologi hemat modal akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efisien.

2. Faktor non Ekonomi

a. Faktor Politik dan Administrasi Pemerintahan

Struktur dan situasi politik dan administrasi pemerintahan yang lemah merupakan faktor penghambat yang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Politik yang tidak stabil serta pemerintahan yang lemah sangat menghambat kelancaran kemajuan ekonomi.


(28)

Aspek sosial budaya dalam kehidupan masyarakat meliputi antara lain sikap, tingkah laku, pandangan masyarakat, motivasi kerja, kelembagaan masyarakat dan hal – hal lainnya yang berkaitan dengan itu.

c. Susunan dan Tertib Hukum

Susunan dan tertib hukum serta pelaksanaan hukum dan peraturan perundang - undangan yang keliru seringkali menghambat kemajuan ekonomi. Sehubungan dengan itu maka hukum harus dilaksanakan secara tertib dan konsekuen, yang ditujukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.

2.2 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya dan menuju pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah terhadap sektor pendidikan, merupakan bagian dari pengeluaran pemerintah yang memacu kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran seimbang adalah suatu kondisi dimana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T) sedangkan anggaran defisit adalah anggaran dimana komposisi pengeluaran lebih besar daripada penerimaan (G > T).


(29)

Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi sedangkan defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka pengangguran, pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sampai dengan tahun 2004, rincian belanja pemerintah pusat dan daerah masih terdiri dari: (1) pengeluaran rutin dan (2) pengeluaran pembangunan. Namun sejak tahun 2005 mulai diterapkan penyatuan anggaran (unifiet budget) antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi, dan fungsi (Nota Keuangan dan RAPBD 2005).

2.2.1 Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat, 1989).

Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan


(30)

stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah terutama dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikkan gaji pegawai dan pensiunan.

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun non fisik. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang lebih stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBD secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka pencapaian sasaran - sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin (Nota Keuangan dan APBD, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, formulasi distribusi alokasi dan penentuan besarnya pengeluaran pembangunan memegang peranan penting dalam pencapaian target kebijakan fiskal.

Di samping itu, pengelolaan anggaran pembangunan juga harus tetap ditempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang sehat, melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, dan pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada


(31)

departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pemerintah daerah, yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola oleh instansi pusat, dan dana pembangunan yang dikelola daerah (Djamin, 1993). 2.2.3 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Menurut Suparmoko (2000), pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Macam-macam pengeluaran pemerintah seperti :

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa - jasa / barang - barang yang bersangkutan. Misalnya, pengeluran untuk jasa - jasa perusahaan pemerintah atau untuk proyek proyek produktif

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan

keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluran untuk bidang pertanian,


(32)

pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.

3. Pengeluran yang tidak termasuk self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambahkan kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monumen dan sebagainya.

4. Pengeluaran yang merupakan penghematan dimasa akan datang, misalnya pengeluaran untuk anak- anak yatim piatu, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat.

2.2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah

Kebijakan fiskal penstabil otomatik atau disebut juga stabilisator terpasang menurut Lipsey (1990) adalah berbagai kebijakan yang dapat menurunkan kecenderungan membelanjakan marjinal dari pendapatan nasional, sehingga mengurangi angka multiplier. Penstabil otomatik mengurangi besarnya fluktuasi pendapatan nasional yang disebabkan oleh

perubahan-perubahan outonomous pada pengeluaran-pengeluaran seperti

investasi. Selain itu, perangkat ini akan bekerja tanpa pemerintah harus bereaksi dengan sengaja, terhadap setiap perubahan pendapatan nasional pada waktu perubahan ini terjadi. Tiga bentuk penstabil otomatik yang utama adalah sebagai berikut:

1. Pajak

Pajak akan mengurangi besarnya fluktuasi pendapatan disposebel yang terkait dengan setiap fluktuasi pendapatan nasional tertentu. Dengan


(33)

demikian, pada kecenderungan mengkonsumsi marginal tertentu dari pendapatan disposebel, pajak langsung mengurangi tingkat kecenderungan membelanjakan marjinal dari pendapatan nasional.

2. Pengeluaran pemerintah

Pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah cenderung relatif stabil dalam menghadapi variasi pendapatan nasional yang bersifat siklis. Banyak pengeluaran sudah disetujui oleh peraturan sebelumnya, sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat dirubah oleh pemerintah. Perubahan kecil tersebut dilakukan dengan sangat lambat. Sebaliknya, konsumsi dan pengeluaran swasta untuk investasi cenderung bervariasi sejalan dengan pendapatan nasional. Semakin besar peran pengeluaran pemerintah dalam suatu perekonomian, makin kecil kadar ketidak-stabilan siklus pada seluruh pengeluaran. Meningkatnya peran pemerintah dalam perekonomian dapat saja merugikan atau menguntungkan. Meskipun demikian, pengeluaran pemerintah merupakan penstabil otomatik yang ampuh dalam perekonomian.

3. Transfer pemerintah

Transfer pemerintah contohnya berupa jaminan sosial, jaminan kesejahteraan dan kebijakan bantuan pertanian. Pembayaran transfer yang berperan sebagai stabilisator terpasang cenderung menstabilkan pengeluaran untuk konsumsi, dalam upaya untuk menghadapi fluktuasi pendapatan nasional. Kebijakan fiskal yang kedua adalah kebijakan fiskal diskresioner, yakni memberlakukan perubahan pajak dan


(34)

pengeluaran yang dirancang untuk mengimbangi senjang yang timbul. Agar dapat melakukannya secara efektif, pemerintah secara periodik harus mengambil keputusan untuk merubah kebijakan fiskal. Dalam proses mempertimbangkan kebijakan fiskal diskresioner, perlu dipertimbangkan dua hal, yaitu kemudahan kebijakan fiskal untuk dirubah dan pandangan rumah tangga dan perusahaan atas kebijakan fiskal pemerintah yang bersifat sementara dan jangka panjang.

a. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes

Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional. Variabel Y (pendapatan nasional), C (pengeluaran konsumsi), dan G (pengeluaran pemerintah). Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy, 1997). Apabila ruas kiri dan ruas kanan dibagi dengan Y, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y G Y I Y C Y Y + + =

1 = APC +

Y G Y

I +

Menurut Keynes untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam perekonomian, pemerintah berusaha untuk meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah (G) dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan nasional,


(35)

Consume) dalam perekonomian. Pendapatan setelah diperhitungkannya transfer pemerintah disebut sebagai disposable income suatu masyarakat sama dengan besarnya transfer pemerintah (Tr) dikurangi besarnya pajak (Tax) yang dipungut oleh pemerintah. Persamaannya adalah sebagai berikut (Reksoprayitno, 1985) :

Yd = Y – Tx + Tr

Dari persamaan tersebut, dapat diturunkan kedalam persamaan berikut ini : Y = Yd + Tr – Tx

Maka :

C + I +G = Y = Yd + Tr – Tx

Perpajakan dan pengeluaran pemerintah saling berkaitan dalam pengertian fiskal atau anggaran pendapatan dan belanja pemerintah secara keseluruhan. Pengeluaran total dalam perekonomian dikurangi efek pengganda dari peningkatan pajak dan potongan pajak merupakan kebijakan dimana pemerintah melaksanakan anggaran surplus dalam menekan pengeluaran pemerintah. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pengeluaran, maka pemerintah mengoperasikan anggaran defisit dengan mengurangi pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Suatu penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan agregat dan melalui proses pengganda (multiplier) akan memberikan penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan yang berlebihan (over-heating). Sebaliknya adanya peningkatan dalam pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan (injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan


(36)

menaikkan permintaan aggregate dan melalui efek pengganda menciptakan tambahan lapangan pekerjaan (Kamaluddin, 1999).

b. Hukum Wagner

Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 2001). Hukum tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :

n t n t t t t t PPk PkPP PPk PkPP PPk PkPP PPk PkPP − − − − −

> > >

> ... 2 2 1 1 Keterangan :

PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita PPk = Pendapatan Nasional per kapita 1,2…n = Indeks Waktu (tahun)

Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain. Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat. Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi


(37)

pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara industri-industri dan hubungan industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif menjadi semakin besar. Namun hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu tidak didasar pada suatu teori pemilihan barang-barang publik. Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam gambar 1, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1:

Kurva 2

Waktu 0

Kurva 1

Gambar 1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner Pengeluaran Pemerintah / GDP


(38)

c. Teori Rostow tentang Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran

Pemerintah

Analisis Rostow didasarkan kepada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 2001):

Tahap awal : pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya.

Tahap menengah: investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas namun peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin membesar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin kecil.


(39)

Tahap lanjut: pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat.

Rostow dan Musgrave seperti halnya Wagner melandasi pendapatnya juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman pembangunan ekonomi di banyak negara sehingga teori yang dikembangkan masih terdapat kelemahan. Kelemahan teori Rostow dan Musgrave ini tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu dan tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap ataukah beberapa tahap secara simultan.

2.3 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Pengalokasian anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan merupakan bagian yang terpenting dalam kebijakan anggaran (Rosen dalam Brata: 2005). Kebijakan ini dikaitkan peran pemerintah sebagai penyedia barang publik. Dampak eksternalitas (eksternalitas positif) daari kebijakan pengalokasian anggaran untuk bidang pendidikan tentunya diharapkan berpengaruh pada


(40)

peningkatan tingkat pendidikan bila anggaran yang digunakan sesuai dengan harapan.

Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik terhadap total pengeluaran pembangunan maupun produk domestik bruto, secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Secara tidak langsung hal itu menunjukkan seberapa jauh masyarakat menyadari pentingnya peranan pendidikan (Susanti 1995).

2.3.1 Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

a) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang

ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

b) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

c) Pendidikan Menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun.


(41)

d) Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselengggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada pendidikan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.

2.3.2 Jenis Pendidikan

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

a) Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang

mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

b) Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tetentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jenis ini termasuk kedalam pendidikan formal.

c) Pendidikan Akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan

pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tetentu.

d) Pendidikan Profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.


(42)

e) Pendidikan Vokasimerupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

f) Pendidikan Keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

g) Pendidikan Khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia, yaitu:

1. Faktor Internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

2. Faktor Eksternal, adalah masyarakat pada umumnya dimana masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan. (Sumber: www.wikipedia.org)


(43)

2.4 Penelitian Terdahulu

1. Analisis Kausalitas Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1971-2004

Analisis Kausalitas Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1971-2004 menghasilkan dimana terdapat hubungan searah dari pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penekanan pada uji kausalitas. Dalam hal ini akan dilakukan penerapan kausalitas model Engle-Granger. Uji ini sangat penting terutama bila diketahui adanya hubungan antara dua variabel ekonomi yang satu sama lain saling mempengaruhi. Konsep kausalitas Granger dikenal sebagai konsep kausalitas sejati atau konsep prediktabilitas, dimana masa lalu dapat mempengaruhi masa kini atau masa datang, akan tetapi masa datang tidak mempengaruhi masa lalu. Untuk melihat pengaruh positif dari pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut dibutuhkan waktu 3 tahun.

Setelah dilakukan uji estimasi antara pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1971-2004, menunjukkan bahwa terlihat adanya hubungan kausalitas satu arah dari pengeluaran pendidikan (YEt) ke pertumbuhan ekonomi (GRt), jika α=5% tapi jika α=15% terdapat hubungan dua arah. Hasil regresi ditemukan bahwa koefisien bj

yang signifikan tidak sama dengan nol yaitu b2 dan b3, sedangkan


(44)

2. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, yang menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah atas perumahan dan pengeluaran pemerintah atas transportasi signifikan dalam jangka panjang. Perlu adanya investasi swasta sehingga dapat membantu pemerintah. Sedangkan dalam jangka pendek pengeluaran pemerintah atas transportasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model error correction mode (ECM) dan Ordinary Least Square (OLS). Dari hasil pengolahan data diperoleh dengan menggunakan error correction mode

(ECM) untuk mengetahui perilaku jangka pendek maupun jangka panjang dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Variabel dependen yang digunakan adalah pengeluaran pendidikan, kesehatan, perumahan dan transportasi. Dari keempat variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, hanya variabel pengeluaran pemerintah atas transportasi yang signifikan dalam jangka pendek. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah atas pendidikan, kesehatan dan perumahan tidak signifikan, hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi yang lebih besar dari alpha 5%.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji Analisis Kausalitas Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara dengan Metode Granger Causality selama kurun waktu 1983 – 2009.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1983 – 2009 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber - sumber lainnya, yaitu seperti jurnal, hasil-hasil penelitian dan situs yang berkaitan dengan penelitian. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Realisasi Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara yang diproksi terhadap PDRB berdasarkan harga konstan selama kurun waktu 1983–2009

3.3 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah Cointegration test dan

Granger Causality test. Analisis Cointegration test (Johansen test) bertujuan untuk melihat hubungan Realisasi Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan


(46)

Ekonomi Sumatera Utara yang diproksi terhadap PDRB dalam jangka panjang. Sedangkan analisis Granger Causality test adalah untuk melihat hubungan timbal balik (causal) antara Realisasi Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara yang diproksi terhadap PDRB di Sumatera Utara.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut maka pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakannya metode Cointegration test dan Granger Causality test. Sebelum dilakukan estimasi terhadap kedua metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

3.3.1 Uji akar unit (Unit root test)

Uji akar unit dari Dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk melihat stasionaritas data time series yang diteliti dengan program Eviews versi 5.1. Adapun formula dari uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :

p

DYt = a0 + γYt-1 + ΣβiDYt-1+1 + εt ……… (1)

i = 1

Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) adalah :

DYt = a0 + λYt-1 + εt ………...… (2)

dimana D adalah perbedaan atau differensi.

Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis


(47)

statistik dari Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai kritis Mackinnon maka data stasioner dan jika sebaliknya maka data tidak stasioner.

3.3.2 Uji Kointegrasi (Cointegration test)

Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dengan menggunakan Johansen test. Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi tersebut maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, λtrace) yaitu menguji

hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

p

λtrace (r) = - GE ∑ in (1 – λi ) ... (3)

i=r+i

dimana λr+1, …. λn adalah nilai eigenvectors terkecil (p - r). Null hypothesis yang

disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.

Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (λmax) yang

dilakukan dengan formula sebagai berikut :


(48)

Uji ini berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vector kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vector kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace

statistik dan Max-Eigen statistik dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen.

3.3.3 Uji Granger Causality

Pengujian ini untuk melihat hubungan kausalitas antara realisasi penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode Granger Causality Test seperti berikut ini : m n

GEt = ∑ ai GEt-i + ∑ bj Yt-j + µt ……...…………... … (5)

i=1 j=1

r s

Yt = ∑ ci Yt-i + ∑ dj GEt-j + vt ..…….………... (6)

i=1 j=1

Dimana µt dan Vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung

korelasi serial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan (5) dan (6) adalah sebagai berikut:


(49)

(1) Jika

=

n

j1

bj≠ 0 dan

=

s

j1

dj = 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari GE

ke Y.

(2) Jika

=

n

j 1

bj = 0 dan

=

s

j 1

dj ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari Y

ke GE.

(3) Jika

=

n

j 1

bj = 0 dan

=

s

j1

dj = 0, maka GE dan Y bebas antara satu dengan

yang lainnya.

(4) Jika

=

n

j1

bj ≠ 0 dan

=

s

j1

dj ≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara

GE dan Y.

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan di atas maka dilakukan F - test untuk masing-masing model regresi.

3.4. DEFENISI OPERASIONAL

1. Petumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan perekonomian provinsi Sumatera Utara yang diproksi terhadap PDRB dalam satuan rupiah.

2. Realisasi Pengeluaran pendidikan adalah pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah daerah Sumatera Utara untuk membiayai pengeluaran pendidikan setiap tahun yang diukur dalam satuan rupiah.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian

4.1.1 Gambaran Wilayah Sumatera Utara

a. Kondisi Geografis

Secara geografis Provinsi Sumatera Utara terdapat dibagian barat Indonesia yang terletak pada garis 10 - 40 LU dan 980 - 1000 BT dengan luas 71.680 km2.

Batas-batas provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

- Sebelah Selatan : Riau dan Sumatera Barat

- Sebelah Timur : Selat Malaka atau Malaysia

- Sebelah Barat : Samudera Hindia

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Provinsi Sumatera Utara terbagi dalam tiga kelompok wilayah, yaitu:

1. Pantai Barat yang terdiri dari Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias

2. Pantai Timur, terdiri dari Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu

3. Dataran tinggi (Tapanuli Utara, Pematangsiantar, Simalungun, Karo, dan Dairi)


(51)

Jumlah pulau di Provinsi Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau berada ditepi Pantai Barat dan 6 pulau berada di Pantai Timur.

b. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena letaknya yang dekat dengan garis khtulistiwa mengakibatkan daerah provinsi Sumatera Utara tergolong kedalam daerah beriklim tropis basah yang dipengaruhi angin pasat dan angin muson dengan curah hujan yang berkisar antara 1800-4000 mm per tahun, dan suhu udara beragam antara 12,20 - 330 C.

Ketinggian permukaan darat sangat bervariasi, yaitu daerah datar bisa mencapai 350C, daerah berbukit dengan ketinggian yang landai dan sebagian lagi daerah pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 140C.

Provinsi Sumatera Utara mengalami 2 musim yakni musim hujan yang terjadi pada bulan November sampai Maret. Diantara kedua musim ini diselingi dengan musim pancaroba. Curah hujan yang mencapai 1965 mm per tahun, dimana yang tertinggi per tahun ± 82,9%, temperatur rata rata per tahun 26,070C.

c. Kondisi Demografis

Provinsi Sumatera Utara didiami oleh berbagai penduduk dari berbagai suku seperti Suku Batak (Karo, Pakpak, Toba, Mandailing, Simalungun) sebesar 44,75% dan sebesar 35,40% lainnya merupakan suku yang berasal dari etnis lain.

Dilihat dari jumlah penduduknya, Sumatera Utara termasuk provinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbesar keempat di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.


(52)

Tabel 1

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota (Tahun 2006)

Kab/Kota A. Kabupaten

Luas Wilayah (km2)

Penduduk (000) Kepadatan

Penduduk (per km2)

Nias 3495,39 442.019 126

Mandailing Natal 6618,30 413.750 63

Tapanuli Selatan 12138,20 629.212 52

Tapanuli Tengah 2188,00 297.843 136

Tapanuli Utara 3726,52 256.444 69

Toba Samosir 2474,40 169.116 68

Labuhan Batu 9223,18 987.157 107

Asahan 4588,75 1.038.554 227

Simalungun 4386,60 841.198 192

Dairi 1972,80 267.629 139

Karo 2127,29 342.555 161

Deli Serdang 2407,96 1.634.115 679

Langkat 6263,30 1.013.849 162

Nias Selatan 1825,20 271.026 148

Humbang Hasundutan

2335,33 152.757 65

Phakpak Bharat 1218,30 34.822 29

Samosir 2069,05 130.662 63

Serdang Bedagai 1989,98 605.630 304

Batu Bara X X X

B. Kota

Sibolga 10,70 91.941 8.537

Tanjung Balai 60,52 156.475 2.586

Pematang Siantar 79,99 235.372 2.943

Tebing Tinggi 37,99 137.959 3.631

Medan 265,10 2.067.288 7.798

Binjai 90,33 244.256 2.704

Padangsidempuan 146,00 181.865 1.299

Sumatera Utara 71680,68 12.643.494 176

Keterangan; X: masih bergabung dengan kabupaten inti

Sumatera Utara dalam Angka 2007

d. Potensi Wilayah

Wilayah Sumatera Utara memiliki potensi yang sangat luas dan potensial yang dapat dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Sebagian


(53)

besar dari wilayah ini merupakan areal pertanian, oleh karena itu kegiatan terpenting perekonomian masih mengandalkan sektor pertanian. Disamping itu laut danau dan sungai merupakan potensi yang tidak kalah pentingnya. Ini digunakan sebagai potensi perikanan dan perhubungan. Sedangkan keindahan alamnya merupakan potensi energik untuk perkembangan industri, perdagangan dan lain-lain.

Wilayah Sumatera Utara juga menyimpan banyak bahan galian seperti kapur, belerang, pasir kuarsa, gasolin, emas, batubara, minyak dan gas bumi dan yang lainnya.

Posisi strategis yang terletak dijalur perdagangan internasional membawa keuntungan bagi Sumatera Utara terutama dalam menunjang perekonomian daerah. Hal ini juga didukung dengan adanya berbagai sarana pelabuhan baik pelabuhan udara seperti polonia, Pinang Sori, Binaka, Aek Godang maupun pelabuhan laut seperti Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung dan Labuhan Bilik.

Disamping fasilitas pelabuhan ini, perekonomian Sumatera Utara tidak terlepas dari peranan sektor perbankan dengan ketersediaan berbagai fasilitas jasa perbankan, jasa perdagangan, komunikasi dan transportasi. Hal ini mendorong perekonomian rakyat semakin berkembang, sehingga dapat menunjang tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Kota Medan merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang merupakan pusat dari seluruh aktivitas masyarakat. Selain sebagai pusat pemerintahan, kota Medan juga menjadi sentra ekonom, bisnis, bahkan juga menjadi pusat pendidikan


(54)

dan sebagainya. Sebagai pusat pengembangan wilayah di Sumatera Utara, Kota Medan memiliki berbagai fasilitas yang dapat menunjang perekonomian sebagai komunikasi, perbankan, dan jasa-jasa perdagangan lainnya, bahkan juga dapat diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

4.1.2 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara

Setiap tahun gambaran perekonomian Sumatera Utara diwarnai dengan berbagai perkembangan berdasarkan berbagai indikator ekonomi. Perkembangan ini dapat terlihat pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Sebelum terjadi krisis ekonomi tahun 1997 atau 1998 perekonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Misalnya pertumbuhan ekonomi tahun 1989 sebesar 9,91%. Pada saat ini kontribusi dari sektor ekonomi cukup berkembang, selanjutnya mengalami sedikit penurunan walaupun tidak signifikan, hingga pada tahun 1996 kembali pada posisi 9,0% jauh melebihi target yang ditetapkan sebesar 8,5%. Hal ini diakibatkan peranan dari beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi.

Namun sejak krisis ekonomi melanda perekonomian Indonesia, terjadi perubahan yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Perekonomian mengalami perlambatan. Dampak krisis moneter yang berlangsung sejak semester II tahun 1997 sampai dengan semester I tahun 1998 tersebut berpengaruh terhadap perekonomian misalnya terlihat dari terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar, inflasi yang melonjak hingga posisi 40,79% pada semester I tahun 1998, meningkat dari tahun 1997 yang berada pada level 9,96%.


(55)

Disamping itu, pengaruh dari sektor ekonomi juga turut mempengaruhi perekonomian Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Utara,seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan dan kondisi politik yang tidak stabil.

Dalam perkembangan selanjutnya, aktivitas perekonomian Sumatera Utara berusaha bangkit dengan perbaikan berbagai indikator ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi Sumatera Utara ke arah yang lebih baik. Seperti yang terjadi pada tahun 2003 sampai tahun 2004, pertumbuhan ekonomi tahun 2004 tumbuh 5,74% lebih tinggi dari tahun 2003 yang sebesar 4,31%, disamping itu indikator ekonomi Sumatera Utara relatif mengalami perbaikan, sehingga turut mempengaruhi roda perekonomian Sumatera Utara secara keseluruhan. Begitu juga memasuki tahun 2005, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun 2003 walaupun sedikit diwarnai perkembangan yang cukup ketat akibat kebijakan pemerintah menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM).Pada tahun 2005 terjadi penurunan ekonomi dari tahun sebelumnya.

Beberapa indikator ekonomi tersebut dapat dilihat dari: a. Laju Inflasi

Sebelum terjadi krisis moneter laju inflasi di Sumatera Utara masih berada pada posisi yang terlalu parah, namun pada tahun 1998 sejak krisis melanda perekonomian, inflasi melonjak tajam sampai 83,56%. Ini menjadi tingkat inflasi yang paling parah yang pernah terjadi dalam perekonomian Sumatera utara. Kondisi ini turut mempengaruhi kurs


(56)

Rupiah yang mencapai angka 18.000 per US Dollar. Terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi mengakibatkan biaya produksi meningkat tajam. Namun seiring perkembangannya, laju inflasi dapat menurun perlahan-lahan pada posisi 11,37% pada tahun 1999 ketika secara lambat laun perekonomian bangkit kembali. Pada tahun 2006, inflasi Sumatera Utara mencapai 6,11%. Angka ini jauh lebih rendah dari tahun 2005 yang berada pada posisi 22,41%. Sebelumnya pada tahun 2004, inflasi Sumatera Utara mencapai 6,81% turun pada posisi 9,66% pada tahun 2003.

Tabel 2

Inflasi Sumatera Utara Tahun 1986-2006 ( dalam persen )

Tahun Inflasi (%)

1986 3,83 1987 4,40 1988 6,78 1989 6,64 1990 7,56 1991 8,99 1992 8,56 1993 9,75 1994 8,28 1995 7,24 1996 8,70 1997 13,10 1998 83,56 1999 11,37 2000 15,73 2001 15,50 2002 10,49 2003 9,66 2004 6,81 2005 22,41 2006 6,11


(57)

Dari kondisi ini tergambar bahwa laju inflasi di Sumatera Utara masih belum stabil, tergantung pada kondisi yang terjadi baik karena faktor ekonomi maupun non ekonomi. Misalnya, secara fundamental tingginya inflasi tahun 2001 terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sehingga memberi dampak makro yang cukup besar. Kondisi ini telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap harga terpuruk.

b. PDRB

Ditinjau dari kontribusi PDRB terhadap perekonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Sebelum krisis ekonomi, kontribusi PDRB terhadap perekonomian sebagai salah satu indikator tidak terlalu menurun. Hal ini disebabkan pada masa ini kontribusi dari semua sektor perekonomian mengalami perbaikan. Namun, dampak krisis yang terjadi ternyata juga berpengaruh pada peningkatan PDRB seperti yang terjadi pada tabel berikut:


(58)

Tabel 3

PDRB Sumatera Utara Tahun 1983-2009 (dalam rupiah) Tahun PDRB 1983 24.245.440.000.000 1984 25.876.990.000.000 1985 26.733.270.000.000 1986 30.060.600.000.000 1987 32.925.680.000.000 1988 37.090.810.000.000 1989 40.913.700.000.000 1990 44.573.250.000.000 1991 47.699.070.000.000 1992 50.151.400.000.000 1993 51.183.640.000.000 1994 57.108.390.000.000 1995 61.249.660.000.000 1996 64.417.870.000.000 1997 64.614.020.000.000 1998 63.525.170.000.000 1999 66.739.630.000.000 2000 69.154.112.000.000 2001 71.908.359.000.000 2002 75.189.141.000.000 2003 78.805.609.000.000 2004 83.328.949.000.000 2005 87.897.791.000.000 2006 93.347.404.000.000 2007 99.792.273.000.000 2008 106.172.638.000.000 2009 111.560.000.000.000

Sumber : Biro Pusat Statistik Sumatera Utara, Medan.

Jika dilihat dari perkembangannya PDRB mengalami trend yang cukup baik, misalnya pada tahun 2003 PDRB Sumatera Utara mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya dengan besar peningkatan 0,65%. Begitu juga dengan yang terlihat pada tahun 2005 mengalami peningkatan 0,69%.


(59)

c. Realisasi Pengeluaran Pendidikan

Realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa pemerintah telah menaruh perhatian khusus pada sektor pendidikan guna memperbaiki kualitas dan sumber daya manusia.

Tabel 4

Realisasi Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (dalam rupiah)

Tahun Realisasi Pengeluaran Pendidikan

1983 9.492.950.000 1984 9.875.600.000 1985 10.109.400.000 1986 12.424.450.000 1987 5.209.100.000 1988 6.971.978.000 1989 5.873.178.000 1990 2.957.800.000 1991 3.176.300.000 1992 3.183.700.000 1993 2.879.900.000 1994 2.817.900.000 1995 4.728.300.000 1996 6.555.197.000 1997 4.979.376.000 1998 2.760.503.000 1999 14.588.922.000 2000 17.291.732.000 2001 15.695.573.000 2002 14.977.820.000 2003 27.591.860.000 2004 49.512.206.000 2005 60.654.108.000 2006 117.187.552.000 2007 136.482.763.000 2008 162.753.927.000 2009 186.386.173.000


(60)

4.4.Analisa Data

Untuk melihat apakah terdapat hubungan saling mempengaruhi (kausalitas) dan hubungan keseimbangan jangka panjang antara realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara maka digunakan Cointegration test dan Granger Causality test. Analisis Cointegration test bertujuan untuk melihat hubungan antara realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dalam jangka panjang. Sedangkan analisis Granger Causality test adalah untuk melihat hubungan timbal balik (kausal) antara realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

Untuk melakukan Granger Causality Test maka terlebih dahulu dilakukan Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Uji Derajat Integrasi.

4.1.1 Uji Akar Unit (Unit Root test) dan Uji Derajat Integrasi

Dasar teoritis yang digunakan dalam menguji perilaku data realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara adalah Uji Akar Unit yang dikembangkan oleh Dickey Fuller dan Philip Perron.

Uji ini dilakukan untuk melihat validitas suatu data. Pengujian ini diperlukan untuk menghindari model lancung atau bias (tidak efisien). Uji Akar Unit dan Derajat Integrasi ini menggunakan ADF(Augmented Dickey Fuller) statistik dan PP (Philip Perron) statistik untuk kurun waktu 1983 - 2009.


(61)

a. Augmented Dicky-Fuller Test

Berikut ini merupakan hasil Uji Akar Unit untuk melihat apakah data yang didapat stasioner dan kita melihat pada derajat atau order diferensi keberapa data yang akan diamati akan stasioner dengan menggunakan Uji Derajat Integrasi dengan menggunakan Augmented Dicky-Fuller test :

Tabel 5

Hasil Estimasi Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF-Test

Uji Akar Unit Derajat Integrasi

Variabel ADF Critical Value Stasioner

Pengeluaran Pendidikan -9,574008 -3,737853*** I(2)

Pertumbuhan Ekonomi -6,084022 -3,737853*** I(2)

Catatan : * = Signifikan pada α = 10% ** = Signifikan pada α = 5% *** = Signifikan pada α = 1%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) untuk realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan stasioner pada derajat integrasi 2 atau pada I (2). Artinya variabel realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikansi pada α = 1 %

Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi yang diprosi terhadap PDBR stasioner pada derajat integrasi 2 atau pada I (2) artinya variabel pertumbuhan


(62)

ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikansi pada α = 1%.

Hal ini terlihat berdasarkan hasil ADF statistik yang diperoleh untuk realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan sebesar -9,574008, sedangkan nilai kritis untuk tingkat signifikansi 1% sebesar -3,737853, tingkat signifikansi 5 % sebesar -2,991878 dan untuk tingkat signifikansi 10% sebesar -2,635542. Hasil ini menunjukkan nilai ADF yang lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan telah stasioner.

Lalu terlihat berdasarkan hasil ADF statistik yang diperoleh untuk data pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar -6,084022, sedangkan nilai kritis untuk tingkat signifikansi 1% sebesar -3,737853 , 5 % sebesar -2,991878 dan untuk tingkat signifikansi 10% sebesar -2,635542. Hasil ini menunjukkan nilai ADF yang lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang diproxy PDRB telah stasioner.

b. Phillip-Perron Test

Berikut ini merupakan hasil Uji Akar Unit untuk melihat apakah data yang didapat stasioner dan kita melihat pada derajat atau order diferensi keberapa data yang akan diamati akan stasioner dengan menggunakan Uji Derajat Integrasi dengan menggunakan Phillip-Perron test :


(63)

Tabel 6

Hasil Estimasi Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan Phillip-PerronTest

Uji Akar Unit Derajat Integrasi

Variabel ADF Critical Value Stasioner

Pengeluaran Pendidikan -12,98228 -3,737853*** I(2)

Pertumbuhan Ekonomi -6,985758 -3,737853*** I(2)

Catatan : * = Signifikan pada α = 10% ** = Signifikan pada α = 5% *** = Signifikan pada α = 1%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) untuk realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan stasioner pada derajat integrasi 2 atau pada I (2). Artinya variabel realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikansi pada α = 1 %

Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi yang diproksi terhadap PDBR stasioner pada derajat integrasi 2 atau pada I(2) artinya variabel pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada data second difference dengan tingkat signifikansi pada α = 1%.

Hal ini terlihat berdasarkan hasil Phillip - Perron statistik yang diperoleh untuk realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan sebesar -12,98228, sedangkan nilai kritis untuk tingkat signifikansi 1% sebesar -3,737853, tingkat signifikansi 5 % sebesar 2,991878 dan untuk tingkat signifikansi 10% sebesar


(64)

-2,635542. Hasil ini menunjukkan nilai Phillip-Perron Adjusted statistik yang lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan telah stasioner.

Berdasarkan hasil Phillip-Perron statistik diperoleh pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar -6,985758, sedangkan nilai kritis untuk tingkat signifikansi 1% sebesar -3,737853 , 5 % sebesar -2,991878 dan untuk tingkat signifikansi 10% sebesar -2,635542. Hasil ini menunjukkan nilai Phillip-Perron Adjusted statistik yang lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang diproksi PDRB telah stasioner.

4.1.2Uji Granger Causality (Granger Causality test)

Uji Granger Causality pada dasarnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel secara statistik yaitu realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Melalui uji ini dapat dilihat apakah kedua variabel tersebut memiliki, yaitu:

a Hubungan dua arah (saling mempengaruhi)

b Hubungan Searah


(65)

Berikut ini akan dianalisis hasil estimasi Uji Granger Causality : Tabel 7

Hasil Estimasi Uji Granger Causality Pairwise Granger Causality Tests

Date: 07/13/11 Time: 16:26 Sample: 1983 2009

Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

Y does not Granger Cause GEE 26 4.26863 0.05026

GEE does not Granger Cause Y 4.87704 0.03746

Berdasarkan hasil Uji Granger Causality diatas menunjukkan bahwa adanya hubungan saling mempengaruhi (kausalitas dua arah) antara realisasi pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari nilai F - Statistiknya.

Dimana Fhitung > Ftabel (4,26863 > 3,77) signifikan pada tingkat kepercayaan

1%, hasil ini menunjukkan bahwa adanya hubungan mempengaruhi / menyebabkan dari realisasi pengeluaran pendidikan ke pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

Dapat diketahui juga adanya hubungan mempengaruhi / menyebabkan antara pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproxy PDRB dengan realisasi pengeluaran pendidikan dimana Fhitung > Ftabel (4,87704 > 3,77) signifikan pada

tingkat kepercayaan 1%

Sehingga dapat dikatakan bahwa realisasi pengeluaran pendidikan mempengaruhi / menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian - uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :

1. Dari hasil Uji Akar Unit, baik variabel realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan maupun pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproksi PDRB menunjukkan bahwa data stasioner pada derajat integrasi dua (second

difference).

2. Dari hasil Uji Kointegrasi menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan maupun pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproksi PDRB memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang yang berarti bahwa dalam jangka panjang variasi perubahan realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan akan menciptakan variasi perubahan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproksi PDRB, demikian sebaliknya.

3. Hubungan antar realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproksi PDRB menunjukkan adanya hubungan saling mempengaruhi (kausalitas dua arah), dimana realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dan pertumbuhan


(2)

ekonomi tersebut juga akan mempengaruhi realisasi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan.

5.2 Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas, maka disarankan kepada para pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :

1. Perlu adanya peningkatan realisasi pengeluaran sektor pendidikan dan pemberdayaan anggaran yang tepat guna karena penggunaan realisasi anggaran tersebut akan membentuk kualitas sumber daya masyarakat yang handal yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan menunjang pertumbuhan ekonomi.

2. Pemerintah sudah sewajarnya mengupayakan terciptanya pertumbuhan ekonomi yang baik dan stabil, karena dengan iklim ekonomi yang kondusif dapat memacu peningkatan output/produktifitas perekonomian secara agregat yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan kebutuhan terhadap penyediaan barang publik.

3. Agar pemerintah Sumatera Utara lebih memfokuskan peningkatan realisasi anggaran pengeluaran pendidikan guna memenuhi kebutuhan tenaga pengajar dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan agar tercipta suasana pendidikan yang kondusif.

4. Agar pemerintah Sumatera Utara lebih meningkatkan dan membenahi komponen – komponen pendukung sektor pendidikan mengingat bahwa pendidikan merupakan kebutuhan mendasar yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.


(3)

5. Agar menjadi masukan bagi penyusun kebijakan pemerintah daerah Sumatera Utara dalam rangka peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andrianus, Ferry. 2003. Analisis Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia (1970 – 2000). Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan

Akuntansi “KOMPETISI”.

Arief, Sritua. 1993. Metode Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI (UI Press). Bastias, Desi Dwi. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah atas

Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Baum, Donald and Shuanglin Lin. 1993. The Differential Effectson Economic Growth of Goverment Expenditure on Education, Welfare, and Defance

Journal of Economic Development, Vol 18 No.1 h. 175-185

BPS. 2007. “Kilas Balik Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Makro Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2006 dalam Berita Resmi Statistik. 8 januari. Vol. 10 No. 2

BPS. 2007. Sumatera Utara dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Medan.

BPS. 1988-2002. Statistik Keuangan Daerah Tingkat I di Indonesia. Biro Pusat Statistik. Medan

Departemen Keuangan. 2004, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara

<http://www.djapk.depkeu.go.id/APBN/NKRAPBN/2004. E. Kenneth Grant, Richard G. Lipsey. 1990, Study guide to accompany

Lipsey/Purvis/Steiner Economics and microeconomics and macroeconomics.

Sirojuzilam, SE. 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Medan: Pustaka Bangsa Press

Dumairy 1999, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga

Nicholson, Walter. 2002. Mikro Ekonomi Intermediate dan Aplikasinya Edisi


(5)

Pratomo, Wahyu Ario. 2006. Buku Ajar Teori Ekonomi Makro. Departemen Ekonomi Pembangunan FE-USU.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika. Medan: USU Press.

Sardono Sukirno, 2006. Pengantar Teori makro Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers. Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 9.

Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa Drs. Haris Munandar

Samuelson, Paul A. William and Nordhaus. 2005. Pengantar Teori Ekonomi Edisi 11. Jakarta: Erlangga


(6)

Lampiran 1

Kondisi Geografis Sumatera Utara

1. Geografis Sumatera Utara/

Geographical ofSumatera Utara : 1� - 4� Lintang Utara/ North Latitude

: 98� - 100�

Bujur Timur/ East Longitude

2. Luas Wilayah/ A r e a : 71 680,68 Km2

3. Letak diatas Permukaan Laut/ : Gunung Sitoli 0

-Heights above Sea Level Padangsidimpuan 260 - 1 100 m

B i n j a i 0 28 m

M e d a n 2,5 - 37,5 m

Tebing Tinggi 26 - 34 m

Pematangsiantar 0 400 m

Tanjungbalai 0 - 3 m

S i b o l g a 0 - 50 m

Nias Barat 0

-Nias Utara 0

-Labuhan Batu Utara 0

-Labuhan Batu Selatan 0

-Padang Lawas 0

-Padang Lawas Utara 0

-Batu Bara 0

-Serdang Bedagai 0 - 500 m

Samosir 300 - 2 200 m

Pakpak Bharat 700 - 1 500 m

Humbang Hasundutan 330 - 2 075 m

Nias Selatan 0 - 800 m

L a n g k a t 0 - 1 200 m

Deli Serdang 0 - 500 m

K a r o 140 - 1 400 m

D a i r i 700 - 1 250 m

Simalungun 0 - 369 m

A s a h a n 0 - 1 000 m

Labuhan Batu 0 - 2 151 m

Toba Samosir 300 - 2 200 m

Tapanuli Utara 300 - 1 500 m

Tapanuli Tengah 0 - 1 266 m

Tapanuli Selatan 0 - 1 915 m

Mandailing Natal 0 - 500 m

N i a s 0 - 800 m

Sumber/Source : BPS Kabupaten / Kota / BPS-Statistics of Regency/City