Analisis Kausalitas Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah di Sumatera Utara

(1)

PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

OLEH

Henri Dunand Purba 110523016

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Henri Dunand Purba

PERSETUJUAN PERCETAKAN NIM : 110523016

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Kausalitas Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah Di Sumatera Utara

Tanggal, Ketua Program Studi,

NIP. 19710503 200312 1 003 Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

Tanggal, Ketua Departemen,

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Henri Dunand Purba

PERSETUJUAN PERCETAKAN NIM : 110523016

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Kausalitas Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah Di Sumatera Utara

Tanggal, Dosen Pembimbing,

NIP. 19750920 200501 1002 Paidi Hidayat, SE, M.Si

Tanggal, Pembaca Nilai,

NIP. 19710503 200312 1 003 Kasyful Mahalli, SE, M.Si


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kausalitas Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah Di Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan atau saya kutip dari hasil orang lain telah mendapat izin, dan atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika peulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2014

110523016


(5)

ABSTRACT

THE CAUSALITY BETWEEN GOVERNMENT EXPENDITURE AND GOVERNMENT REVENUE IN NORTH SUMATERA

This study aims to analyze the causality between govermnment expenditure and government revenue. This research using Cointegration Test,Granger Causality method, and Vector Autoregressive (VAR). The data used in this study is secondary data in the form of time series begin in the period of 1978-2011.

The cointegration test results that it has long-term relationship between government expenditure and government revenue. Result of Granger causality test indicated that there is occured bidirectional causality or feedback between government expenditure and government revenue. Increased goverment expenditure lead to greater governtment revenue. Vice versa, an increase in government revenue lead to greater government expenditure.

Keyword : Government expenditure, government revenue, cointegrationtest, Granger Causality tests, and VAR


(6)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode Kointegrasi, Granger Causality dan Vektor Autoregressive (VAR) dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk time series selama periode 1978-2011.

Hasil Uji kointegrasi menyimpulkan bahwa pengeluaran dan penerimaan pemerintah memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang dan uji Granger menunjukkan bahwa memiliki pengaruh timbal balik (feed back) antara variabel pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dengan didukung hasil estimasi dari Vector Autoregressive (VAR) bahwa tingginya pengeluaran pemerintah mendorong penerimaan pemerintah begitu juga sebaliknya tingginya penerimaan pemerintah mendorong pengeluaran pemerintah, Serta kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap pembentukan penerimaan pemerintah cenderung lebih besar dibandingkan kontribusi Penerimaan Pemerintah dalam pembentukan Pengeluaran Pemerintah.

Kata kunci : Pengeluaran pemerintah, penerimaan pemerintah, uji kointegrasi, uji kausalitas granger, VAR.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat AllahMaha Kasih atas berkat, rahmat, dan anugerah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul ’Analisis Kausalitas Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah di Sumatera Utara’’ dapat diselesaikan dengan baik. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Teristimewa buat orang tuaku tersayang ayahanda Kartiman Purba dan Ibunda Ernawati Munthe atas kasih sayang dan seluruh dukungan baik dana maupun semangat serta do’a.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac.Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu , tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si

s

elaku dosen Pembaca penilai yang telah

meluangkan waktunya memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Staff Akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2011 Program Ekstensi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun para pembaca.

Medan, Maret 2014

110523016


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeluaran Pemerintah ... 6

2.1.1. Pengeluaran Publik ... 6

2.1.2. Pengeluaran Pembangunan ... 8

2.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ... 12

2.3. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 14

2.3.1. Teori Makro Pengeluaran pemerintah ... 14

2.3.2. Teori Mikro Pengeluaran Pemerintah ... 15

2.3.3. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes ... 17

2.3.4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 19

2.3.5. Hukum Wagner... 20

2.3.6. Teori Peacock dan Wiseman ... 21

2.4. Penerimaan Pemerintah ... 24

2.4.1. Penerimaan Rutin... 25

2.4.2. Penerimaan Pembangunan ... 27

2.5. Hubungan Antara Pengeluaran & Penerimaan Pemerintah 28 2.6. Penelitian Sebelumnya ... 30

2.7. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 33

3.3. Pengolahan Data ... 33

3.4. Model Analisis Data ... 33


(9)

3.4.2. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 35

3.4.3. Uji Granger Causality ... 36

3.4.4. Uji VAR (Vektor Autoregressive) ... 37

3.5. Defenisi Operasional ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perekonomian Sumatera Utara ... 39

4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 39

4.1.2. Perkembangan PDRB Sumatera Utara ... 40

4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 44

4.2.1. Belanja Publik ... 45

4.2.2. Pengeluaran Pembangunan ... 48

4.2.3. Perkembangan Pengeluaran Total ... 52

4.3. Penerimaan Pemerintah ... 53

4.3.1. Penerimaan Rutin ... 53

4.3.2. Penerimaan Pembangunan ... 56

4.3.3. Perkembangan Penerimaan Total ... 58

4.4. Hasil Uji Akar Unit ... 59

4.5. Hasil Uji Kointegrasi ... 61

4.6. Hasil Uji Kausalitas Granger ... 61

4.7. Estimasi Model Vector Autoregression (VAR) ... 62

4.7.1. Impulse Response Test ... 65

4.7.2. The variance Decomposition ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan Pengeluaran & Penerimaan Pemerintah... 3

4.1. PDRB Sumatera Utara ADHB ... 40

4.2. PDRB Sumatera Utara ADHK ... 41

4.3. Perkembangan Pengeluaran Publik ... 45

4.4. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan ... 50

4.5. Perkembangan Pengeluaran Total ... 51

4.6. Perkembangan Penerimaan Rutin ... 53

4.7. Perkembangan Penerimaan Pembangunan ... 56

4.8. Perkembangan Penerimaan Total ... 58

4.9. Hasil Uji ADF ... 59

4.10. Hasil Uji Kointegrasi ... 60

4.11. Hasil Uji Kausalitas Granger ... 61

4.12. Lag Lenght Criteria ... 63

4.13. Hasil Estimasi Var Lag 7 ... 63

4.14. The Impulse Response Test ... 65


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Wagner ... 21

2.2. Teori Peacock dan Wiseman ... 23

2.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 24


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Hasil Uji Akar Unit Untuk GE ... 66

2 Hasil Uji Akar Unit Untuk GR ... 67

3 Hasil Uji Kointegrasi ... 68

4 Hasil Uji Granger Causality ... 67

5 Hasil Lag Lenght Criteria ... 79

6 Hasil Estimasi VAR Lag 7 ... 80

7 Hasil Estimasi Impulse Response Test ... 82


(13)

ABSTRACT

THE CAUSALITY BETWEEN GOVERNMENT EXPENDITURE AND GOVERNMENT REVENUE IN NORTH SUMATERA

This study aims to analyze the causality between govermnment expenditure and government revenue. This research using Cointegration Test,Granger Causality method, and Vector Autoregressive (VAR). The data used in this study is secondary data in the form of time series begin in the period of 1978-2011.

The cointegration test results that it has long-term relationship between government expenditure and government revenue. Result of Granger causality test indicated that there is occured bidirectional causality or feedback between government expenditure and government revenue. Increased goverment expenditure lead to greater governtment revenue. Vice versa, an increase in government revenue lead to greater government expenditure.

Keyword : Government expenditure, government revenue, cointegrationtest, Granger Causality tests, and VAR


(14)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode Kointegrasi, Granger Causality dan Vektor Autoregressive (VAR) dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk time series selama periode 1978-2011.

Hasil Uji kointegrasi menyimpulkan bahwa pengeluaran dan penerimaan pemerintah memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang dan uji Granger menunjukkan bahwa memiliki pengaruh timbal balik (feed back) antara variabel pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dengan didukung hasil estimasi dari Vector Autoregressive (VAR) bahwa tingginya pengeluaran pemerintah mendorong penerimaan pemerintah begitu juga sebaliknya tingginya penerimaan pemerintah mendorong pengeluaran pemerintah, Serta kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap pembentukan penerimaan pemerintah cenderung lebih besar dibandingkan kontribusi Penerimaan Pemerintah dalam pembentukan Pengeluaran Pemerintah.

Kata kunci : Pengeluaran pemerintah, penerimaan pemerintah, uji kointegrasi, uji kausalitas granger, VAR.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hubungan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah memiliki arti khusus bagi negara-negara berkembang dalam membuat kebijakan dan keputusan anggaran belanja. Penelitian terhadap pola atau arah hubungan kausalitas antara tingkat pengeluaran dan penerimaan pemerintah mendapatkan perhatian yang besar pada dekade sekarang ini. Pemahaman terhadap hubungan kausalitas tersebut, selain dapat mengindentifikasi hubungan antar variabel juga dapat memberikan sumbangan untuk memahami dengan lebih baik terhadap konsekuensi adanya defisit yang besar dan implikasi kebijakan yang diambil terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan fiskal diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian yang lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan kepada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen yang penting dalam mempengaruhi kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Reksoprayitno, 1985). Secara umum, pajak mempunyai peran utama sebagai salah satu penerimaan pemerintah. Fungsi pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah dinamakan fungsi budgeter atau fungsi fiskal. Selain itu, pemungutan pajak juga dapat digunakan untuk fungsi mengatur. Fungsi ini menjelaskan bahwa pemerintah dapat menggunakan


(16)

instrumen pajak sebagai alat untuk mengatur terutama pada bidang sosial dan ekonomi. Penerimaan perpajakan sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti perkembangan ekonomi makro dan faktor internal seperti kebijakan di bidang perpajakan. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Misalnya, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Bagi negara sedang berkembang, campur tangan pemerintah relatif besar maka peranan pemerintah dalam perekonomian juga relatif besar. Pengeluaran pemerintah selain dapat menciptakan berbagai prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan juga merupakan salah satu komponen dari permintaan aggregat yang kenaikannya akan mendorong Produk domestik Bruto (PDB) sepanjang perekonomian belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.

Menurut De Loughy (1999), penerimaan dan pengeluaran pemerintah dapat saling mempengaruhi dengan cara sebagai berikut : Pertama, perubahan penerimaan pemerintah menyebabkan perubahan pengeluaran pemerintah artinya bahwa dengan meningkatnya penerimaan pemerintah menyebabkan pengeluaran yang besar. Kedua, perubahan pengeluaran pemerintah menyebabkan pengeluaran penerimaan yang besar sehingga mampu mengatasi defisit anggaran pemerintah. Ketiga, perubahan penerimaan dan pengeluaran pemerintah dapat saling mempengaruhi melalui pengaruh timbal balik (feedback), artinya bahwa tingkat pengeluaran yang tinggi disebabkan oleh tingkat penerimaan yang tinggi, demikian sebaliknya.


(17)

Tabel 1.1

Perkembangan Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (dalam milyar rupiah)

Tahun Pengeluaran Penerimaan

2005 1830.6 1909.8

2006 2269 2285.3

2007 2560.7 2685.8

2008 2967.3 3225.8

2009 3444.6 3212.6

2010 3833.2 3885.6

Sumber : BPS Sumatera Utara (data diolah)

Berdasarkan tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa selama periode 2005-2010 perkembangan pengeluaran pemerintah mengalami kenaikan secara riil yang terus meningkat dari tahun ke tahun, begitu juga dengan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Artinya apabila pengeluaran pemerintah meningkat maka penerimaan juga mengalami peningkatan dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah di sumatera utara selama kurun waktu 2005 -2010.

Menurut Narayan (2005), jika pengeluaran pemerintah menyebabkan penerimaan pemerintah, berarti perilaku pemerintah dimulai dari kegiatan pengeluaran, kemudian untuk pembayarannya pemerintah akan menaikkan pajak. Kebijakan menaikkan pajak ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi pada masa yang akan datang.

Sedangkan menurut hasil penelitian yang berhubungan dengan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah yang dilakukan oleh Mithani dan Khoon (1999), meneliti tentang hubungan kausalitas antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah di Malaysia. Penelitiannya menemukan kausalitas satu


(18)

arah (undireksional) dari pengeluaran terhadap penerimaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor publik di Malaysia lebih dipengaruhi oleh anggaran pengeluaran pemerintah.

Identifikasi hubungan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai kebijakan yang berbeda dapat membantu dalam mengontrol pertumbuhan anggaran pemerintah. Jika kausalitas berasal dari tingkat penerimaan pemerintah, maka pengenaan pajak untuk mengurangi tingkat defisit akan menyebabkan pengeluaran pemerintah yang cenderung meningkat. Sebaliknya jika kausalitas berasal dari tingkat pengeluaran pemerintah menuju tingkat penerimaan maka membatasi pengeluaran pemerintah akan membatasi defisit anggaran.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk membahas lebih lanjut mengenai hubungan diantara kedua masalah terkait tersebut dengan mengangkat judul “Analisis Kausalitas Pengeluaran dan penerimaan pemerintah di sumatera utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara ?

2. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara ?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui hubungan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau bagi instansi-instansi yang terkait.

3. Sebagai alat penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang akan meneliti mengenai pengeluaran dan penerimaan pemerintah (kebijakan fiskal).


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit yaitu anggaran pengeluaran lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 1994).

Pengeluaran pemerintah terdiri dari :

2.1.1. Pengeluaran Publik

Pengeluaran Publik yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran Publik, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga,


(21)

perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian. (Mangkoesoebroto, 1994)

Anggaran belanja Publik memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu, juga terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dalam dan luar negeri yaitu pada saat implikasi di saat pengembalian.

Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena terjadi transfer pendapatan oleh kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari aliran ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda. Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur yang berasal dari luar negeri (Mangkoesoebroto, 1994).


(22)

Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada pada tahun 1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM sehingga melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri. Akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar.

Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Dumairy, 1997).

2.1.2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik


(23)

maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. (Nota Keuangan dan RAPBN, 2004)

Sehubungan dengan hal tersebut formulasi distribusi dan alokasi dari penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam pencapaian target kebijaksanaan fiskal. Di samping itu, pengelolaan anggaran permbangunan juga harus tetap di tempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan.

Pengeluaran pembangunan dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk departemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke


(24)

dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah. (Basri, 2005)

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri maka pembiayaan proyek masih tetap dibutuhkan. Pembiayaan proyek bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek dan dimanfaatkan untuk pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman sosial, penyediaan sarana dan prasarana transportasi, pembangunan dibidang pertanian, tenaga listrik dan pengairan. Di samping itu juga dilakukan pengadaan prasarana pendukung Hankam, Telekomunikasi dan pembangunan prasarana perkotaan. (Basri, 2005)

Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Sejak tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi. (Nota Keuangan dan RAPBN, 2005). Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru, maka belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal,


(25)

(iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget). (Suminto, 2004)

Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja tersebut antara lain : (Suminto, 2004)

1. Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus dan belanja pegawai, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Di sinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.

2. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

3. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal


(26)

asset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya nonfisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.

4. Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta.

5. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.

6. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran

pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

2.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi (Suparmoko, 1987) :

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.


(27)

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Berdasarkan atas penilaian ini kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara seperti:

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat (public health).

3. Pengeluaran yang tidak self liquditing maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek-obyek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada


(28)

saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.

2.3. Teori Pengeluaran Pemerintah

2.3.1. Teori Makro Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan (suparmoko, 1987).

Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut (Boediono, 1999) :

a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.

Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.

c. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment.

Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau bantuan langsung


(29)

kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda.

2.3.2. Teori Mikro Pengeluaran Pemerintah

Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran akan barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut, selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh, misalnya pemerintah menetapkan akan membuat sebuah pelabuhan udara baru. Pelaksanaan pembuatan pelabuhan baru tersebut menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan sebagainya (Basri, 2005).

Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Penentuan permintaan

�� = f (G, X)

Di mana : G = Vektor dari barang publik X = Vektor dari barang swasta i = Individu

U = Fungsi utilitas

Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta. Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)


(30)

tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gik. Untuk menghasilkan barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah kegiatan. Misalnya pemerintah berusaha untuk meningkatkan penjagaan keamanan. Dalam pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak mungkin bagi pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau dengan menggunakan berbagai fungsi produksi (Basri, 2005).

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor dibawah ini yaitu (Mangkoesoebroto, 1994)

 Perubahan permintaan akan barang publik.

 Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

 Perubahan kualitas barang publik.

 Perubahan harga faktor produksi. 2. Penentuan tingkat output

Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu, parapolitisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Para politisi memperhatikan selera


(31)

atau keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih mereka dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai berikut (Basri, 2005) :

Up = g (X, G, S) Dimana : Up = Fungsi utilitas

S = Keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan G = Vektor barang publik

X = Vektor barang swasta

2.3.3. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes

Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional. Variabel Y (pendapatan nasional), C (pengeluaran konsumsi), dan G (pengeluaran pemerintah). Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy, 1997). Apabila ruas kiri dan ruas kanan dibagi dengan Y, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

=

+

+

� � 1 = APC + 1

+

� �

Menurut Keynes untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam perekonomian, pemerintah berusaha untuk meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah (G) dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan nasional, sehingga dapat mengimbangi penurunan nilai APC (Average Propensity to Consume) dalam perekonomian. Pendapatan setelah diperhitungkannya transfer


(32)

pemerintah disebut sebagai disposible income suatu masyarakat sama dengan besarnya transfer pemerintah (Tr) dikurangi besarnya pajak (Tax) yang dipungut oleh pemerintah. Persamaannya adalah sebagai berikut (Reksoprayitno, 1985) :

Yd = Y – Tx + Tr

Dari persamaan tersebut, dapat diturunkan kedalam persamaan berikut ini : Y = Yd + Tr – Tx

Maka :

C + I +G = Y = Yd + Tr – Tx

Perpajakan dan pengeluaran pemerintah saling berkaitan dalam pengertian atau anggaran pendapatan dan belanja pemerintah secara keseluruhan.

Pengeluaran total dalam perekonomian dikurangi efek pengganda dari peningkatan pajak dan potongan pajak merupakan kebijakan dimana pemerintah melaksanakan anggaran surplus dalam menekan pengeluaran pemerintah. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pengeluaran, maka pemerintah mengoperasikan anggaran defisit dengan mengurangi pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Suatu penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan agregat dan melalui proses pengganda (multiplier) akan memberikan penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan yang berlebihan (over-heating). Sebaliknya adanya peningkatan dalam pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan (injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan


(33)

menaikkan permintaan aggregate dan melalui efek pengganda menciptakan tambahan lapangan pekerjaan (Kamaluddin, 1999).

2.3.4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Analisis Rostow didasarkan kepada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 1994) :

Tahap awal : pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya.

Tahap menengah : investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas namun peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin membesar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin kecil.


(34)

Tahap lanjut : pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat.

Rostow dan Musgrave seperti halnya Wagner melandasi pendapatnya juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman pembangunan ekonomi di banyak negara sehingga teori yang dikembangkan masih terdapat kelemahan. Kelemahan teori Rostow dan Musgrave ini tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu dan tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap ataukah beberapa tahap secara simultan.

2.3.5. Hukum Wagner

Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relative pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 1994). Hukum tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :

���� ���

>

�����−1 ����−1

>

�����−2 ����−2

>...>

�����−�

����−�

Keterangan : PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita PPk = Pendapatan Nasional per kapita 1,2…n = Indeks Waktu (tahun)

Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain. Sebagaimana ditunjukkan


(35)

dalam gambar secara relative peranan pemerintah semakin meningkat. Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara industri-industri dan hubungan industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negative menjadi semakin besar. Namun hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu tidak didasar pada suatu teori pemilihan barang-barang publik. Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam gambar 2.1, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 :

Pengeluaran pemerintah / GDP

Kurva 1

Kurva 2

waktu 0

Sumber : Mangkoesoebroto, 1994

Gambar 2.1


(36)

2.3.6. Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan Wiseman menyatakan sebagai berikut : masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional meningkatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas yang lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.

Konsekuensinya menimbulkan tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah


(37)

semakin bertambah, bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ketingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ketangan pemerintah, efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali ada tingkat sebelum terjadi perang. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini (Mangkoesoebroto, 1994) :

Pengeluaran Pemerintah / GDP Pengeluaran

Pemerintah

D F

C

A G Pengeluaran

B Swasta

0 t t+1 tahun

Sumber: Mangkoesoebroto, 1994

Gambar 2.2.

Teori Peacock dan wiseman

Dalam keadaan normal dari t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana ditunjuk garis AG. Apabila


(38)

pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukkan pada segmen CD. Setelah perang selesai (pada tahun t+1), pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan karena setelah perang, pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pemerintah.

Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih basar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara grafik perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave, melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini:

Pengeluaran Pemerintah/ GDP

Wagner Rostow Musgrave

Peacock dan Wiseman

0

Tahun Sumber : Mangkoesoebroto, 1994

Gambar 2.3.

Perkembangan pengeluaran pemerintah


(39)

2.4. Penerimaan Pemerintah

Penerimaan Pemerintah adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya (Suparmoko, 1987).

Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan pinjaman luar negeri.

Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara dibedakan menjadi :

a. Sumber-sumber penerimaan rutin

b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan

2.4.1. Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri

Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.

Penerimaan perpajakan

Penerimaan perpajakan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis, yaitu: 1. Pajak Penghasilan (PPh)


(40)

Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan seseorang.

2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah yang diimpor dari luar negeri. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90% dikembalikan kepada daerah setempat dan sisanya 10% digunakan untuk pemerintah pusat.

4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

5. Pajak Lainnya

Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif yang dikenakan atas dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai merupakan pemungutan atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir.

6. Cukai

Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara tetap juga bertujuan sebagai alat pengatur dalam rangka perlingungan


(41)

bagi masyarakat. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga dasar.

7. Bea Masuk

Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di impor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri.

8. Tarif Ekspor

Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dikelompokan menjadi:

1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)

3. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan 4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah

5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan denda administrasi

6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri

2.4.2.Penerimaan Pembangunan

Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang dinyatakan dalam rupiah dan terdiri dari bantuan program dan


(42)

bantuan proyek. Bantuan program adalah bantuan luar negeri untuk mendukung program tertentu misalnya program keluarga berencana sedangkan bantuan proyek adalah bantuan luar negeri untuk mendukung proyek tertentu sebagai pelaksanaan program tersebut seperti proyek pembelian pil pencegah kehamilan yang merupakan realisasi dari program keluarga berencana (Soetrisno, 1982).

2.5. Hubungan Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah

Peranan pengeluaran pemerintah baik yang dibiayai melalui APBN maupun APBD khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemertintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkannya, yang mana dalam konteks ini pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi total output (PDRB) yakni melalui penyediaan infrastruktur, barang–barang publik dan insentif pemerintah terhadap dunia usaha seperti subsidi ekspor.

Menurut Suparmoko (1987), pengeluaran–pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial, pembayaran bunga dan bantuan pemerintah lainnya akan menambah pendapatan dan daya beli. Secara keseluruhan pengeluaran pemerintah ini akan memperluas pasaran hasil–hasil perusahaan dari industri yang pada gilirannya akan memperbesar pendapatan. Dengan bertambahnya pendapatan yang diperoleh pemerintah, maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dari segi penerimaan, maka pungutan pajak oleh pemerintah akan megurangi pendapatan para pengusaha yang sebetulnya dapat digunakan untuk


(43)

konsumsi dan pembentukan modal atau akan mengurangi pendapatan konsumsi dan penerimaan akan hasil produksi.

Selanjutnya Suparmoko (1987) mengatakan pengaruh yang terjadi dengan adanya pengeluaran dan penerimaan pemerintah, ini tegantung pada hubungan perimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan pemerintah itu sendiri. Jika anggaran surplus, artinya pendapatan dari pajak–pajak dengan pungutan– pungutan lain lebih besar dari pengeluarannya, maka pengaruh yang ditimbulkan terhadap kehidupan ekonomi bersifat kontraktif atas employment, produksi regional dan output. Sebaliknya bila anggaran itu ternyata defisit yakni pengeluaran atau pembelanjaan pemerintah melampaui pendapatannya timbullah efek ekspansif dalam perekonomian.

Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa baik atau tidaknya hasil yang dapat dicapai oleh kebijakan pemerintah tergantung dari kualitas pemerintah itu sendiri. Apabila pemerintah tidak atau kurang efisien, maka akan terjadi pemborosan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Jika pemerintah terlalu berkuasa dan menjalankan fungsi-fungsi ekonomi di dalam perekonomian suatu negara maka peranan swasta akan menjadi semakin kecil, para individu dan juga badan-badan usaha tidak lagi dapat melatih dirinya dalam menciptakan berbagai inisiatif secara efektif untuk mencapai keputusan yang rasional yang sangat berguna bagi pencapaian kepuasan atau keuntungan yang maksimal. Sebaliknya pemerintah terlalu sedikit tanggung jawabnya terhadap masyarakat, kegiatan swasta akan dapat merusak kehidupan masyarakat yaitu dapat menimbulkan adanya pembagian penghasilan yang tidak merata, timbulnya


(44)

kegiatan-kegiatan monopoli, tidak ada usaha-usaha yang sangat penting untuk kepentingan umum yang diusahakan.

Sejak akhir dekade 1950-an dalam literatur ekonomi dan keuangan, hubungan pengeluaran dan penerimaan pemerintah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dikatakan oleh DeLoughy (1999) menemukan bahwa hubungan antara penerimaan dan pengeluaran memiliki hubungan dua arah pada jangka pendek, sebaliknya pada jangka panjang tidak terdapat hubungan antara penerimaan dan pengeluaran dalam kasus conecticut.

Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Khalid Bataineh (2008) di Yordania yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah serta adanya hubungan searah dari pengeluaran menuju penerimaan pemerintah. Dalam hal ini menunjukkan peningkatan pengeluaran pemerintah akan mendorong penerimaan pemerintah yang lebih tinggi di Yordania.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Mithani dan Khoon (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah di Malaysia. Penelitiannya menemukan kausalitas satu arah (undireksional) dari pengeluaran terhadap penerimaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor publik di Malaysia lebih dipengaruhi oleh anggaran pengeluaran pemerintah.

Hondroyiannis dan Papapetrou (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah di Yunani.


(45)

Penelitiannya menemukan kausalitas satu arah (undireksional) dari pengeluaran terhadap penerimaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan pada tingkat yang tinggi di Yunani selama perpanjangan periode waktu, utamanya pada anggaran pengeluaran dan tidak pada dinamika dari penerimaan pemerintah.

AbuAl-Foul dan Baghestani (2004), meneliti tentang Hubungan Kausalitas antara penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah : Studi Kasus Egypt dan Jordan. Penelitiannya menemukan untuk Egypt terjadi kausalitas satu arah dari penerimaan mendorong pengeluaran pemerintah. Sedangkan untuk Jordan terjadi kausalitas dua arah (feedback) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah, artinya bahwa penerimaan yang tinggi mendorong pengeluaran yang tinggi demikian pula sebaliknya.

Yousef Elyasi dan Mohammad Rahimi (2012), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah di Iran. Penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, artinya bahwa adanya ketergantungan antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, maupun sebaliknya.

Emelogu C. Obioma dan Uche M. Ozughalu (2010), dalam judul penelitiannya An Examination of the Relationship between Government Revenue and Government Expenditure in Nigeria: Cointegration and Causality Approach. Penelitiannya menemukan bahwa terdapat kausalitas satu arah dari penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah.penelitiannya juga menemukan adanya hubungan jangka panjang penerimaan pemerintah dan pengeluaran


(46)

pemerintah. Artinya bahwa untuk meningkatkan penerimaan pemerintah harus disertai dengan reformasi pengeluaran pemerintah agar mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Cheng (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Pajak dan Pengeluaran di delapan negara Amerika Latin. Penelitiannya menemukan kausalitas dua arah (feedback) di negara Chile, Panama, Brazil, dan Peru. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dan pengeluaran saling mempengaruhi. Sedangkan di negara columbia, Republik Dominica, Honduras dan Paraguay, terjadi kausalitas satu arah (undireksional).

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

2. Terdapat hubungan dua arah (feedback) antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan produser yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji analisis Kausalitas Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah Di Sumatera Utara dengan Metode Granger Causality dan VAR selama kurun waktu 1978-2011.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 34 tahun yang diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber–sumber lainnya, yaitu seperti jurnal dan literatur penelitian. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

3.3. Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan program eviews 7.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah Cointegration test dan Granger Causality test. Analisis Cointegration test (Johansen test) bertujuan untuk melihat hubungan pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara dalam


(48)

jangka panjang. Sedangkan analisis Granger Causality test adalah untuk melihat hubungan timbal balik (causal) antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut maka pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakannya metode Cointegration test dan Granger Causality test. Sebelum dilakukan estimasi terhadap kedua metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

3.4.1. Uji akar unit (Unit root test)

Uji akar unit dari Dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk melihat stasionaritas data time series yang diteliti dengan program Eviews versi 7.1. Adapun formula dari uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :

D� =�0+���−1 +∑�=1�����−1+1+�� . . . (1) Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) adalah :

��� =�0 +���−1 +�� . . . .(2) Dimana :

D = Perbedaan atau differensi.

Y = Variabel yang diamati pada tingkat periode tertentu. � = Operasi kelambanan waktu (backward lag operator)

Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik

ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis

statistik dari Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai kritis Mackinnon maka data stasioner dan jika sebaliknya maka data tidak stasioner.


(49)

3.4.2. Uji Kointegrasi (Cointegration test)

Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah dengan menggunakan Johansen test. Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi tersebut maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, ������) yaitu menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

������(�) = −� ∑��=�+��� (1− ��) . . . .(3)

dimana �+1,….. adalah nilai eigenvectors terkecil (p - r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.

Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (����) yang dilakukan dengan formula sebagai berikut :

���� (r, r + 1) = - T in (1 – ��+1) . . . .(4)

Uji ini berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vector kointegrasi yang berlawanan (r + 1) dengan vector kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistik dan Max- Eigen statistik dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen.


(50)

3.4.3. Uji Granger Causality

Pengujian ini untuk melihat hubungan kausalitas antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode Granger Causality Test seperti berikut ini :

��� =∑��=1�����−� +∑��=1�����−� +�1� . . . ... . . . ... . ..(5)

���= ∑�=1���−� +∑�=1���−� +�2 . . . .(6) Dimana :

GR = Penerimaan pemerintah di Sumatera Utara GE = Pengeluaran pemerintah di Sumatera Utara �1,�2 = Error of Term

Dimana 1� dan �2 adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung

korelasi serial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan (5) dan (6) adalah sebagai berikut 1) Jika ∑�=1 ≠ 0 dan ∑sj=1dj = 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari GR

ke GE.

2) Jika ∑�=1 = 0 dan ∑sj=1dj ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari GE ke GR.

3) Jika ∑�=1 = 0 dan ∑sj=1dj = 0, maka GR dan GE bebas antara satu dengan yang lainnya.

4) Jika ∑�=1 ≠0 dan ∑sj=1dj ≠0, maka terdapat kausalitas dua arah antara GE dan GR.

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan di atas maka dilakukan F - test untuk masing-masing model regresi.


(51)

3.4.4. VAR (Vector Autoregressive)

Untuk memulai analisis VAR, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan uji kausalitas granger, analisis VAR dapat dilkukan apabila terdapat adanya hubungan timbal balik. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat memisahkan mana yang variabel endogen dan mana yang menjadi variabel eksogen. Dalam analisis VAR memiliki model yang hampir sama dengan model pada uji kausalitas granger, hanya saja, dalam model VAR kita meletakkan variabel intercept sehingga modelnya menjadi :

��� =∅1t +∑��=1�����−� +∑��=1�����−� +�1�. . . .(7)

���= ∅2i+∑�=1i���−� +∑�=1���−� +�2. . . .(8) Model diatas menunjukkan bahwa variabel bebas merupakan lag dari variabel terikatnya. Jumlah lag yang digunakan adalah jumlah lag yang kecil, kalau jumlah lag terlalu besar, maka kita akan memiliki degree of freedom yang semakin terbatas. Selain lag yang diperhatikan, juga nilai Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SIC). Kedua model ini berguna untuk memilih model mana yang lebih baik. Nilai AIC dan SIC yang paling rendah menunjukkan bahwa model tersebut yang paling tepat.

Tahapan dan cakupan analisis VAR : a) The Impulse Responses

Untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel invovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang ter-dapat dalam model yang diamati.


(52)

b) The Cholesky Decomposition

The Cholesky Decomposition atau biasa disebut juga dengan The Variance Decomposition membe-rikan informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk meng-gambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Test ini digu-nakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara

variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun

shock dari variabel lain. 3.5. Definisi Operasional

1. Penerimaan pemerintah adalah penerimaan yang diperoleh dari penerimaan rutin dan penerimaan Pembangunan dalam satu tahun (Milyar Rupiah).

2. Pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai belanja publik dan pengeluaran pembangunan setiap tahun (Milyar Rupiah).


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perekonomian Provinsi Sumatera Utara

4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Struktur ekonomi merupakan kontribusi sektor ekonomi yang terbentuk di suatu wilayah atau menunjukkan kemampuan masing-masing sektor dalam menciptakan nilai tambah, sekaligus menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuannya memproduksi barang dan jasa dari masing-masing sektor ekonomi. Pergeseran struktur ini sering dipakai sebagai indikator untuk menunjukkan adanya suatu proses pembangunan.

Meredanya tekanan inflasi sepanjang tahun 2007 memberi dukungan bagi peningkatan kinerja perekonomian. Pada tahun 2008 kinerja perekonomian Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara meningkat sebesar 6,39 persen terhadap tahun 2007. pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa-jasa 9,48 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 8,89 persen. Sektor bangunan 8,10 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,14 persen sektor pertambangan dan penggalian 6,13 persen, dan sektor pertanian sebesar 6,05 persen. Sedangkan dua sektor lainnya hanya tumbuh dibawah 5 persen.Sementara sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan lebih besar dari tahun sebelumnya antara lain adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mencapai angka 5,07 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan


(54)

komunikasi sebesar 7,56 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 6,58 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 13,61 persen. Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 8,96 persen, dan sektor bangunan 8,54 persen. Sedangkan 6 sektor perekonomian yang lain tumbuh dibawah 8,5 persen.

4.1.2. Perkembangan PDRB Sumatera Utara

Angka PDRB suatu daerah dapat memperlihatkan kemampuan daerah tersebut dalam mengolah sumber daya alam yang dimiliki melalui suatu proses produksi dengan menggunakan teknologi tertentu. Oleh karena itu, besar kecilnya PDRB suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor-faktor yang terdapat didaerah tersebut. Pendapatan Regional yang biasa disebut dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu daerah. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan penurunan.

Selama kurun waktu 2007-2011 pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara menunjukkan kecendrungan meningkat. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut diindikasikan dari perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Sumatera Utara tahun 2007-2011.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut secara riil dari tahun ke tahun disajikan melalui distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan yang dirinci menurut lapangan usaha.


(55)

Tabel 4.1

Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara menurut lapangan Usaha dan Atas Dasar Harga Berlaku (dalam milyar rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2007

(% ) 2008

2008

(% ) 2009

2009

(% ) 2010

2010

(% ) 2011*

2011 *(%

1. Pertanian 41010.15 22.6 48871.76 22.8 54431.19 23.02 62984.34 22.8 70655.9 22.5 2. Pertambangan

& Penggalian 2404.92 1.3 2980.89 1.39 3229.57 1.36 3759.75 1.36 4341.19 1.38 3.Industri

Pengolahan 45531.18 25 51640.68 24.13 55050.58 23.2 63013.45 22.9 70672.3 22.5 4. Listrik Gas &

Air Bersih 1897.56 1.04 2073.31 0.96 2324.64 0.98 2602.69 0.94 2966.49 0.94

5. Bangunan 10548.46 5.8 12762.99 5.9 14901.55 6.3 17519.79 6.3 20172.8 6.41 6. Perdagangan,

Hotel & Restoran 34846.21 19.16 41281.12 19.2 44941.66 19.01 52395.32 19.04 60387.5 19.2 7. Pengangkutan

& Komunikasi 16363.69 8.9 18568.82 8.6 21040.75 8.9 24907.45 9.05 28964.3 9.21 8. Keuangan

,Persewaan & 11587.85 6.3 14409.71 6.7 15728.68 6.6 18163.84 6.6 21887.6 6.96 9. Jasa-Jasa 17629.72 9.6 21342.41 9.9 24704.99 10.4 29709.88 10.8 34324.4 10.9

PDRB 181819.7 100 213931.7 100 236353.61 100 275056.51 100 314372 100

Sumber : PDRB Sumatera Utara Tahun 2007-2011, BPS Sumatera Utara

Berdasarkan data PDRB pada tabel diketahui bahwa total PDRB setiap tahun mengalami kenaikan pada tahun 2007 sebesar Rp 181.820 milyar menjadi Rp 314.272 milyar pada tahun 2011. Terdapat tiga sektor penyumbang terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara, yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sampai dengan tahun 2011 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDRB Sumatera Utara pada tahun 2007 sektor industri pengolahan sebesar Rp 45.531,2 milyar menjadi Rp 70.672 milyar, dimana setiap tahunnya terus meningkat dibandingkan dengan sektor lain, kemudian disusul sektor pertanian. Namun terlihat kecendrungan penurunan kontribusi sektor industri pengolahan setiap tahun terhadap PDRB Sumatera Utara, yaitu dari 25 persen pada tahun 2007 menjadi 22.48 persen pada tahun 2011. Sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi


(56)

menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 ke posisisi tahun 2011, yaitu dari 8.9 persen menjadi 9.21 persen.

Sumbangan sektor yang menunjukkan peningkatan setiap tahun adalah sektor jasa-jasa, yaitu dari 9.6 persen tahun 2007 menjadi 10.9 persen tahun 2011; kemudian keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dari 6.3 persen tahun 2007 menjadi 6.96 persen tahun 2011.

Tabel 4.2

Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara menurut lapangan Usaha dan Atas Dasar Harga Konstan (dalam milyar rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2007

(% ) 2008

2008

(% ) 2009

2009

(% ) 2010

2010

(% ) 2011*

2011 *(% )

1. Pertanian 23856 23.91 25300.6 23.83 26527 23.78 28040 23.62 29390.6 23.22

2. Pertambangan

& Penggalian 1229.1 1.23 1304.35 1.23 1323 1.19 1400.7 1.18 1594.85 1.18 3.Industri

Pengolahan 23615 23.66 24305.2 22.89 24977 22.39 26015 21.91 26548.7 20.97

4. Listrik Gas &

Air Bersih 739.92 0.74 772.94 0.73 816 0.73 872.14 0.73 943.75 0.75

5. Bangunan 6559.3 6.57 7090.65 6.68 7554.4 6.77 8066.2 6.79 8754.63 6.92

6. Perdagangan,

Hotel & Restoran 18386 18.42 19515.5 18.38 20575 18.44 21919 18.46 23693.4 18.72 7. Pengangkutan

& Komunikasi 9076.6 9.1 9883.24 9.31 10630 9.53 11634 9.8 12799.4 10.11

8. Keuangan ,Persewaan & Jasa perusahaan

6720.6 6.73 7479.84 7.04 7939.2 7.12 8795.1 7.41 9992.48 7.89

9. Jasa-Jasa 9609.2 9.63 10520 9.91 11217 10.05 11976 10.09 12969.8 10.25

PDRB 99792 100 106172 100 111559 100 118719 100 126587,62 100

Sumber : PDRB Sumatera Utara Tahun 2007-2011, BPS Sumatera Utara

Untuk melihat produktifitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK). Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Sumatera Utara tahun 2007 sebesar Rp 99.792.27 milyar. sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan


(57)

tertinggi sebesar 12,43 persen, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,90% serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,78%.

Besaran PDRB Sumatera Utara pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp 213,93 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp 106,17 triliun. Terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2008 sebesar 6,39 persen, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 1,45 persen, disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,13 persen, sektor jasa-jasa 0,91 persen dan sisanya keempat sektor lainnya.

Pada tahun 2009 PDRB Sumatera Utara atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp 111,56 triliun. Pencapaian pertumbuhan sebesar 5,07 persen, di dukung oleh sektor pertanian yang memberi sumbangan sebesar 1,15 persen disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,7 persen, sektor jasa 0,66 persen, sektor industri pengolahan 0,63 persen.

Pada tahun 2010 PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp 118,64 triliun. Pencapaian pertumbuhan ekonomi Sumatera utara tahun 2010 sebesar 6,35 persen didukung oleh sektor pertanian yang memberi sumbangan sebesar 1,21 persen, disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,20 persen, sektor industri pengolahan 1,01 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,90 persen, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 0,77 persen, sektor jasa-jasa 0,68 persen, dan sisanya oleh ketiga sektor lainnya.

Pada tahun 2011 PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 126,45 triliun. Pencapaian pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2011 sebesar 6,58 persen, didukung oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang memberi


(58)

sumbangan sebesar 1,50 persen. Disusul oleh sektor pertanian sebesar 1,27 persen, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 1,01 persen, dan sisanya oleh keenam sektor lainnya.

4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Untuk mengembangkan daerahnya, pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengelola atau mengatur keuangan daerahnya sendiri-sendiri. Pengeluaran terbesar dari pemerintah daerah sendiri adalah diperuntukkan bagi pendidikan dasar, menangah, dan kejuruan. Pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah mencerminkan mafaat dari adanya anggaran daerah.

Tentulah tenaga kerja terdidik akan meenaikkan produktivitas suatu perekonomian. Selain untuk pendidikan, pemerintah daerah juga membelanjakan jumlah terbesar untuk berbagai pelayanan-pelayanan umum, antara lain : pemadam kebakaran, polisi, saluran selokan, sanitasi, pengawasan umum, taman-taman dan rekreasi, dan sebagainya. Semuanya ini adalah barang-barang umum dalam pengertian yang sebenarnya. Sekali pelayanan-pelayanan umum ini diselenggarakan, maka tidak ada cara apapun yang dapa mengecualikan siapa saja didalam daerah ini yang dapat menggunakannya.

Susunan pengeluaran daerah ini disusun dengan mengaitkan penerimaan daerah tersebut dalam sebuah susunan sistematis yang dinamakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Penyusunan rencana Anggaran Pengeluaran salah satu kegiatannya adalah identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kebutuhan serta mempertimbangkan kebijaksanaan yang menyangkut pengalokasian pada program-program yang dihubungkan baik dengan tujuan


(59)

perekonomian secara keseluruhan maupun sasaran-sasaran spesifik sektoral dan regional tertentu.

4.2.1. Belanja Publik dan Aparatur Daerah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai oleh pemerintah dan secara tidak langsung dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Dua aspek yang terkait dengan pengeluaran pemerintah adalah pendapatan/penerimaan dan pengeluaran/belanja. Belanja pemerintah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan daerah.

Belanja publik dan aparatur daerah pada dasarnya digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah. Sebagian besar pengeluaran ini digunakan bagi pembiayaan aparatur negara yang merupakan nilai tambah di sektor pemerintah, pembiayaan operasional dan pemeliharaan kekayaan negara serta pembayaran bunga dan cicilan utang dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan yang diukur menurut harga berlaku menunjukkan peranan pemerintah yang relatif besar mempengaruhi perekonomian.

Sejak tahun 1978 pengeluaran publik pemerintah meningkat dari Rp 38.1 milyar menjadi Rp 45.4 milyar pada tahun 1979. Selanjutnya pengeluaran publik tahun 1980 semakin meningkat dari Rp 66.2 milyar menjadi Rp 147 milyar pada tahun1985 dan kontribusinya sangat tinggi terhadap total pengeluaran pemerintah sebesar 84,9 persen. pada tahun 1990 pengeluaran publik mencapai Rp 240,4 milyar. Sejak tahun anggaran 1993-1997 pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan rata-rata 14.9 persen per tahun. Pada tahun 1998, pertumbuhan pengeluaran pemerintah Sumatera Utara relatif menurun hingga mencapai lebih


(1)

R-squared 0.996650 0.996466 Adj. R-squared 0.992742 0.992343 Sum sq. resids 139198.1 155613.0 S.E. equation 107.7026 113.8760 F-statistic 255.0349 241.6827 Log likelihood -153.7069 -155.2118 Akaike AIC 12.49680 12.60828 Schwarz SC 13.21671 13.32819 Mean dependent 1212.193 1281.319 S.D. dependent 1264.246 1301.371

Determinant resid covariance (dof adj.) 5838255. Determinant resid covariance 1153236.

Log likelihood -265.0568

Akaike information criterion 21.85606 Schwarz criterion 23.29588


(2)

Lampiran 7

Estimasi The Impulse Response Test

Response of GE:

Period GE GR

1 107.7026 0.000000 (14.6565) (0.00000) 2 43.39702 4.435054 (29.2412) (25.9279) 3 30.22915 64.03985 (32.1824) (24.5814) 4 -45.53144 34.79915 (30.4240) (20.7002) 5 -18.22162 25.54159 (32.4387) (20.0628) 6 -28.31019 34.07373 (32.9410) (19.5155) 7 -63.49271 53.58317 (38.4586) (20.5868) 8 -88.93156 136.7304 (56.8191) (34.6052) 9 -75.67350 134.3887 (71.2158) (48.9231) 10 -52.85180 137.1727 (72.6938) (51.6332) 11 -95.43421 33.88016 (67.1735) (45.4077) 12 -47.14027 109.2388 (84.4725) (48.5173) 13 -18.11432 43.73499 (83.6377) (66.2288) 14 -92.49792 33.31504 (78.1965) (70.1813) 15 136.2119 -96.86195 (213.385) (72.2315) 16 393.9123 23.46087 (199.807) (115.021) 17 446.1176 52.18268 (286.016) (130.120) 18 -34.32166 119.2982 (310.106) (120.276) 19 238.9032 39.15743 (401.267) (119.837) 20 366.4105 216.9290 (445.245) (207.958) 21 19.84712 158.9609 (685.639) (196.923) 22 -784.1409 403.2876 (672.160) (267.532) 23 -42.10875 580.7559 (831.669) (286.911) 24 -65.85042 1068.205 (1138.44) (352.324) 25 -1103.490 561.8953


(3)

(1159.48) (470.022) 26 -1535.184 816.7326 (1648.87) (560.402) 27 503.7249 866.1226 (1779.02) (462.240) 28 -574.1197 1218.684 (2579.78) (644.388) 29 -2242.591 -383.1681 (2516.27) (1242.04) 30 1.846483 193.6077 (4698.52) (1392.20) 31 4705.025 377.8537 (4443.82) (1178.83) 32 -17.96979 672.9893 (6562.93) (1396.91) 33 -2012.411 -1699.380 (7854.91) (1761.38) 34 4947.862 835.0535 (9273.28) (2932.97)

Response of GR:

Period GE GR

1 111.6443 22.43445 (15.7944) (3.05294) 2 28.16533 16.35857 (30.6705) (27.4969) 3 -5.774211 66.38598 (33.2254) (27.1992) 4 -43.93677 32.07640 (32.3478) (22.8748) 5 -5.910636 39.94804 (33.7719) (20.3014) 6 -63.79507 33.25777 (35.1204) (19.6307) 7 -106.4367 51.33154 (41.0808) (23.8066) 8 -7.559841 133.2624 (62.9989) (37.1132) 9 -18.17975 139.2892 (73.1531) (43.5372) 10 -103.0630 105.7482 (76.3027) (45.0597) 11 -102.3116 22.63714 (88.6674) (48.4879) 12 125.2633 115.3070 (102.799) (48.2363) 13 -27.74896 44.05927 (128.767) (66.3224) 14 -244.0418 -38.32295 (125.285) (85.5018) 15 252.1804 -43.22148 (304.083) (86.3658) 16 652.7496 134.6519 (302.920) (160.561) 17 89.42885 100.7445 (463.907) (173.142)


(4)

18 -377.8394 36.18198 (465.241) (174.324) 19 651.9775 226.1808 (628.500) (174.082) 20 537.8438 368.7578 (850.232) (305.053) 21 -1086.826 88.35187 (1059.67) (294.354) 22 -868.5515 262.3312 (1343.85) (373.457) 23 1339.863 971.9802 (1391.80) (459.382) 24 -325.1888 1026.702 (2342.29) (542.949) 25 -3119.997 91.78098 (2146.94) (835.329) 26 111.4477 722.5860 (3728.48) (960.808) 27 3204.195 1602.669 (3516.51) (982.130) 28 -3147.264 472.3925 (5602.38) (1344.27) 29 -4932.487 -1303.118 (6389.80) (2000.14) 30 6130.478 1032.687 (9124.86) (2461.21) 31 6814.464 1913.635 (10973.7) (2733.88) 32 -9234.943 -1379.709 (12703.0) (3491.69) 33 -2552.682 -2070.435 (19465.5) (3759.43) 34 19230.94 4290.921 (18419.3) (5975.62)

Cholesky Ordering: GE GR Standard Errors: Analytic


(5)

Lampiran 8

Estimasi the decomposition variance

Variance Decomposition of GE:

Period S.E. GE GR

1 107.7026 100.0000 0.000000 2 116.2016 99.85433 0.145671 3 136.0798 77.74687 22.25313 4 147.6544 75.54445 24.45555 5 150.9510 73.73795 26.26205 6 157.3172 71.12920 28.87080 7 177.9078 68.35409 31.64591 8 241.3611 50.71427 49.28573 9 286.4298 42.99039 57.00961 10 321.9498 36.72251 63.27749 11 337.5014 41.41193 58.58807 12 357.8583 38.56973 61.43027 13 360.9757 38.15825 61.84175 14 374.1246 41.63586 58.36414 15 409.7623 45.75862 54.24138 16 568.8782 71.68785 28.31215 17 724.8216 82.04158 17.95842 18 735.3750 79.92155 20.07845 19 774.1992 81.62901 18.37099 20 883.5719 79.86792 20.13208 21 897.9765 77.37497 22.62503 22 1258.523 78.21296 21.78704 23 1386.698 64.51468 35.48532 24 1751.664 40.57287 59.42713 25 2145.168 53.51447 46.48553 26 2761.446 63.20024 36.79976 27 2937.600 58.78824 41.21176 28 3231.764 51.72910 48.27090 29 3952.256 66.78448 33.21552 30 3956.996 66.62460 33.37540 31 6159.371 85.84888 14.15112 32 6196.054 84.83621 15.16379 33 6732.665 80.78607 19.21393 34 8396.870 86.65849 13.34151

Variance Decomposition of GR:

Period S.E. GE GR

1 113.8760 96.11880 3.881202 2 118.4426 94.50476 5.495239 3 135.9010 71.96393 28.03607 4 146.3845 71.03425 28.96575 5 151.8526 66.16211 33.83789 6 168.0330 68.44768 31.55232 7 205.4234 72.64435 27.35565 8 244.9792 51.17434 48.82566 9 282.3947 38.92657 61.07343 10 318.6714 41.02814 58.97186 11 335.4572 46.32686 53.67314


(6)

12 376.1890 47.92546 52.07454 13 379.7754 47.55843 52.44157 14 453.0501 62.43453 37.56547 15 520.3051 70.82830 29.17170 16 845.5357 86.41770 13.58230 17 856.1995 85.36942 14.63058 18 936.5625 87.62325 12.37675 19 1163.349 88.19843 11.80157 20 1333.657 83.37479 16.62521 21 1722.683 89.77271 10.22729 22 1947.007 90.17825 9.821751 23 2555.546 79.83296 20.16704 24 2773.207 69.16801 30.83199 25 4175.342 86.35033 13.64967 26 4238.872 83.85052 16.14948 27 5550.086 82.24130 17.75870 28 6397.803 86.09043 13.90957 29 8182.874 88.96113 11.03887 30 10276.61 91.99118 8.008821 31 12478.28 92.21617 7.783827 32 15585.10 94.22648 5.773517 33 15927.91 92.78264 7.217357 34 25336.52 94.27947 5.720525