Analisis kausalitas antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DAN KEMISKINAN DI INDONESIA

OLEH

LIA VERONIKA TARIGAN 100501026

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMTERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN KEMISKINAN PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola dan hubungan antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesi selama periode 2004-2012.

Penelitian ini menggunakan metode klassen typology untuk melihat pola hubungan, dan metode kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dengan menggunakan data panel yang diproses dengan program eviews 7 dan SPSS.

Hasil penelitian dengan mengggunakan klassen typology menunjukkan bahwa ada 5 provinsi di Indonesia yang masuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I). Kategori daerah berkembang cepat (kuadran II) sebanyak 13 provinsi. Untuk kategori daerah maju tetapi tertekan (kuadran III) sebanyak 6 provinsi. Dan untuk kategori daerah relatif tertinggal (kuadran IV) sebanyak 10 provinsi. Sementara dari hasil uji kointegrasi menunjukkan tidak adanya hubungan jangka panjang antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjlani masa perkuliahan hingga tahap penyelesaian skripsi seperti sekarang ini di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis kausalitas antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia”. Penulisan ini didasarai ketertarikan penulis terhadap hubungan antara indeks pembangunan manusia dan kemiskinan yang terjadi di 33 provinsi di Indonesia, serta sebagai salah satu unsur penting dalam pemenuhan nilai-nilai tugas dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak menrima bimbingan, saran dan motiasi dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Ayah tercinta Daniel Tarigan dan Ibu tersayang Aman Anna br. Malau yang

telah memberikan dorongan dalam bentuk moral dan materil kepada penulis dari awal masa kuliah hingga akhir menyelesaikan kuliah, serta abang penulis yaitu Liston Tarigan, kedua adik penulis yaitu Klana Pranata Tarigan dan Santa Nova Tarigan yang terus mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera sekaligus dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran yang baik kepada penulis. Dan Bapak Drs. Syahrir Nasution, M.Si selaku sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Irsyad, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku sekertaris program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang baik yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan, saran, dan bimbingan kepada penulis dari awal hingga akhir selesainya penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku dosen wali sekaligus dosen pembanding yang

telah banyak memberikan masukan dan saran yang baik kepada penulis.

7. Kepada sahabat-sahabat penulis yaitu, Sarma, Ningsih, Nurul, Putry yang

telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi.

8. Seluruh teman-teman stambuk 2010 dan pihak yang telah membantu baik


(5)

Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala kritikan dan saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Medan, Mei 2014 Penulis

NIM. 100501026 Lia Veronika Tarigan


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Manusia ... 6

2.1.1 Indikator-Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ... 7

2.2 Konsep Kemiskinan ... 12

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 15

2.3 Penelitian Sebelumnya ... 20

2.4 Kerangka Konseptual ... 21

2.5 Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 23

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 23

3.3 Metode Analisis ... 24

3.3.1 Tipologi Klassen (Klassen Typology) ... 24

3.3.2 Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 26

3.4 Defenisi Operasional ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Indonesia ... 29

4.1.1 Keadaan Geografis ... 29

4.1.2 Keadaan Demografi ... 30

4.2 Kondisi Ekonomi Indonesia ... 33

4.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia ... 36

4.4 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Indonesia ... 40

4.5 Klasifikasi Daerah menurut Tipologi Klassen ... 43

4.6 Hubungan Antara Indeks Pembanguan Manusia dengan Kemsikinan ... 47


(7)

4.7.1 Hasil Uji Akar Unit ... 48

4.7.2 Hasil Uji Kointegrasi ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Klasifikasi Menurut Analisis Tipologi Klassen ... 25 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi-Provinsi di Indonesia ... 32

4.2 Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013,

Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun

2013 ... 34

4.3 IPM 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2004-2012 ... 40

4.4 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun

2004-2012 ... 42

4.5 Hasil Uji Akar Unit Variabel Indeks Pembangunan

Manusia ... 44 4.6 Hasil Uji Akar Unit Variabel Kemiskinan ... 45

4.7 Hasil Uji Kointegrasi antara Indeks Pembangunan


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 21

4.1 Grafik Perkembangan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) di Indonesia Tahun 2007-2012 ... 38 4.2 Klasifikasi Tipologi Klassen ... 45 4.3 Scatter Plot Provinsi Indonesia ... 47


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi

Tahun 2004-2012 ... 60

2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi

Tahun 2004-2012 ... 61

3 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dan

Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia periode

2004-2012 ... 62

4 Uji Akar Unit Variabel Indeks Pembangunan

Manusia ... 63 5 Uji Akar unit Variabel Kemiskinan ... 64

6 Uji Kointegrasi antara Indeks Pembangunan


(11)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN KEMISKINAN PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola dan hubungan antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesi selama periode 2004-2012.

Penelitian ini menggunakan metode klassen typology untuk melihat pola hubungan, dan metode kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dengan menggunakan data panel yang diproses dengan program eviews 7 dan SPSS.

Hasil penelitian dengan mengggunakan klassen typology menunjukkan bahwa ada 5 provinsi di Indonesia yang masuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I). Kategori daerah berkembang cepat (kuadran II) sebanyak 13 provinsi. Untuk kategori daerah maju tetapi tertekan (kuadran III) sebanyak 6 provinsi. Dan untuk kategori daerah relatif tertinggal (kuadran IV) sebanyak 10 provinsi. Sementara dari hasil uji kointegrasi menunjukkan tidak adanya hubungan jangka panjang antara indeks pembangunan manusia (IPM) dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah kekayaan nyata suatu bangsa yang sesungguhnya. Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi yang dapat mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus. Tujuan dari adanya pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur yang panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif, karena hidup layak adalah hak setiap manusia yang diakui universal.

Beberapa kalimat pembuka dalam Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan baik ditingkat global, tingkat nasional maupun di tingkat daerah, yaitu pembangunan yang berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebgai alat bagi pembangunan. Pembangunan sumber daya manusia cenderung memperlakukan manusia sebagai input dari proses produksi bukan sebagai tujuan akhir.

Di Indonesia ukuran pembangunan yang digunakan selama ini yaitu, PDB dan PDRB, tetapi ukuran tersebut tidak mampu menjelaskan pembangunan ekonomi, aspek sosial dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Untuk itu


(13)

dibutuhkan suatu indikator yang mampu menjelaskan seluruh aspek atau dimensi kesejahteraan manusia dan dapat diterjemahkan kedalam sebuah kebijakan. Agar konsep pembangunan manusia dapat mudah diterjemahkan ke dalam pembuatan kebijakan, pembangunan manusia harus dapat diukur dan dipantau dengan mudah. Pada Human Development Report (HDR) pertama tahun 1970, indeks pembangunan manusia (IPM) mulai diperkenalkan, sebagai salah satu alat ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli).

Indeks pembangunan manusia sebagai alat ukur tunggal yang menyajikan ukuran kemajuan pembangunan yang lebih sederhana dan lebih menyeluruh dari pada pertumbuhan PDRB perkapita. Indeks pembangunan manusia digunakan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara dikatakan sebagai negara maju, sedang berkembang atau negara terbelakang. Selain itu indeks pembangunan manusia digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup dan mengukur tingkat kemiskinan masyarakat suatu negara.

IPM yang merupakan tolak ukur dari sebuah pembangunan memiliki korelasi positif atau negatif terhadap kondisi kemiskinan di negara atau wilayah tersebut, karena diharapkan sutau negara atau wilayah yang memiliki IPM yang tinggi idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi sehingga tingkat kemiskinan negara tersebut semakin rendah. Tetapi pada kenyataannya IPM yang tinggi justru tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakt akan tinggi atau menjamin tingat kemiskinan yang rendah. Hal ini dikarenakan hitungan nilai IPM didasarkan pada


(14)

nilai agregat yang menggunakan prinsip rata-rata, sehingga terjadi ketidakakuratan nilai IPM tersebut. Tingkat IPM untuk setiap propinsi di Indonesia berbeda, dan tingkat IPM untuk daerah terpencil masih rendah, kondisi ini disebabkan masih minimnya fasilitas pendidikan seperti kurangnya tenaga pengajar, perbedaan kurikulum, tidak lengkapnya fasilitas buku dan sarana- sarana penunjang proses belajar mengajar yang kurang lengkap dan rendahnya tingkat kesehatan di daerah.

Kemiskinan juga merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan dalam pembangunan, karena ukuran keberhasilan sebuah pembangunan suatu negara dapat dilhat dari jumlah penduduk yang miskin. Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu atau dengan kata lain kemiskinan lazim dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan demikian kemiskinan merupakan gejala yang berlawanan dengan ide dasar setiap pembangunan yang ingin menggerakkan seluruh roda ekonomi rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak. Latar belakang terjadinya kemiskinan adalah bersumber dari proyek-proyek yang selalu mengatasnamakan pembangunan dengan menggusur dan menindas hak-hak rakyat miskin (Yustika,2003:5). Kemiskinan banyak ditemukan di negara- negara yang sedang berkembang dan negara yang terbelakang.

Bertambahnya angka kemiskinan pada suatu wilayah merupakan indikator terjadinya ketimpangan ekonomi baik secara mikro maupun makro. Bentuk kemiskinan dalam skala mikro ditandai dengan tingkat kesejahteraan suatu rumah


(15)

tangga dengan tingkat konsumsi dibawah ambang batas tertentu atau dibawah garis kemiskinan. Sedangkan pada tingkat makro, kemiskinan merupakan suatu indikator tingkat ketidaksejahteraan di suatu wilayah tertentu. Pemerintah pusat dan daerah telah berupaya melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan program yang dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal. Oleh karena itu upaya untuk mengurangi kemiskinan perlu dikaitkan dengan masalah kualitas hidup yang mengacu pada IPM. Karena IPM dan kemiskinan merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi pembangunan suatu negara, dan saling berkaitan, maka penulis tertarik untuk membuat tulisan ilmiah yang berjudul “Analisis Kausalitas antara IPM dan Kemiskinan di Provinsi-provinsi Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat ditulis adalah:

1. Bagaimana pola perkembangan tingkat IPM dan kemiskinan di Provinsi-

Provinsi Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan kointegrasi antara IPM dan kemiskinan di


(16)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola perkembangan tingkat Indeks Pembangunan

Manusia dan kemiskinan di Provinsi- Provinsi Indonesia.

2. Untuk mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan konitegrasi antara IPM dan kemiskinan di Provinsi- Provinsi Indonesia.

1.3.2Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan

hubungan kausalitas antara IPM dan kemiskinan di Indonesia. 3. Sebagai masukan bagi instansi-instansi atau pemerintah yang terkait


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia pada awalnya dikembangkan oleh pemenang nobel asal India yaitu Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub Ul Hag yang dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London Scholl of Economic pada tahun 1990. Sejak itu IPM digunakan oleh PBB untuk mengukur perkembangan suatu negara dalam bentuk laporan tahunan IPM. IPM tidak hanya digunakan untuk mengukur pengelompokan suatu negara tetapi juga digunakan untuk mengukur pengelompokan suatu subnegara/ wilayah.

Di Indonesia perhitungan IPM pertama kali dilakukan pada tahun 1990 atas kerjasama BPS dan UNDP. IPM yang dihasilkan tahun 1990 dan1993 menujukkan perbandingan antara provinsi di Indonesia, karena Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai sumber data perhitungan IPM baru dilaksanakan pada tahun 1990, maka indeks sebelum tahun tersebut tidak dapat dilakukan . Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indikator yang menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan sebagainya.

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari tiga indeks yang terdiri dari indeks harapan hidup yang diukur dengan harapan hidup saat lahir, indeks pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara


(18)

angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama bersekolah, serta indeks standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau daya beli masyarakat.

Fungsi IPM serta indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci dalam terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah. Perhitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting diantaranya adalah:

1. Membangun indikator yang mengujur dimensi dasar pembangunan manusia

dan perluasan kebebasan memilih.

2. Memanfaatkan sejumah indikator untuk menjaga ukuran tersebut agar

sederhana.

3. Membentuk atu indeks komposit dari pada menggunakan sejumah indeks

dasar.

4. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.

2.1.1 Indikator- Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia

Indikator- indikator pengujuran indeks pembangunan manusia adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi suatu bangsa dan merupakan salah satu saran untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada pendidikn. Pentingnya pendidikan tercantum dalam UUD 1945 dan GBHN yang mengatakan bahwa pendidkan adalah hak setiap warga negara yang bertujuan untuk


(19)

mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran penting dalam kemajuan bangsa, ekonomi maupun sosial. Keadaan pendidikan penduduk dapat diketahui dari bebrapa indikator seperti angka pastrisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan dan angka melek huruf.

a. Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah merupakan indikator penting dalam pendidikan yang menunjukan persentase penduduk usia 7-12 tahun yang masih terlibat dalam sistem persekolahan.

b. Tingkat Pendidikan Teringgi yang Ditamatkan

Rendahnya tingkat pendidikan dapat menghambat jalannya pembangunan, dengan demikian pendidikan yang tinggi sangat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keadaan seperti ini sesuai dengan hakikat pendidikan itu sendiri yaitu merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Tingkat pendidikan tertingi yang ditamatkan sering juga disebut dengan rata-rata lama bersekolah. Rata-rata lama bersekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usi 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikian formal.

c. Angka Melek Huruf

Salah satu variabel yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial yang merata adalah dengan melihat tingi rendahnya persentase penduduk yang melek huruf. Tingat melek huruf atau sebaliknya tingkat buta huruf dapat dijadikan ukuran kemajuan suatu bangsa. Karena kemampuan membaca dan


(20)

menulis yang dimiliki dapat mendorong penduduk untuk berperan aktif dalam proses pembangunan. Angka melek huruf adalah peresentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis.

2. Kesehatan

Kesehatah merupakan salah satu variabel kesejahteraan rakyat yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat sehubungan dengan kualitas kehidupannya. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa karena dengan penduduk yang sehat, pembangunan diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Variabel-variabel yang menggambarkan tingkat kesehatan penduduk pada umumnya adalah:

a. Tingkat Kesakitan penduduk

Tingkat kesakitan penduduk terhadap penduduk dapat dilihat dari tingkat keluhan penduduk terhadap kesehatannya. Dimana semakin banyak keluhan maka, semakin buruk kesehatan di suatu negara atau daerah.

b. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan merupakan gambaran jumlah rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta beserta kapasitas daya tampung rumah sakit. Selain itu menjelaskan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan dan posyandu.

c. Usia Harapan Hidup

Penduduk yang hidup berumur panjang, pada umumnya memiliki tingkat kesehatan yang baik. Usia harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada


(21)

umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Usia harapan hidup yang rendah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehtan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori, serta pembrantasan kemiskinan. Usia harapan hidup pada umur X adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani sesorang yang telah berhasil mencapai umur X, pada satu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Usia harapan hidup dihitung dengan rumus:

Indeks harapan hidup = LE−25

85−25

Dimana:

LE= Angka harapan hidup yang disesuaikan dengan standar global UNDP

d. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan menggambarkan jumlah dokter umum, dokter gigi, relawan kesehatan, dokter spesialis, bidan dan perawat.

3. Tingkat Konsumsi atau Tingkat Pendapatan

Tingkat kesejahteraan penduduk dapat juga diukur dari oleh besarnya pendapatan yang diterimanya. Namun demikian gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat melalui pendektan pendapatan sangat sulit dilakukan karena adanya hambatan teknis lapangan terutama pada saat wawancara. Oleh karena itu pendapatan keluarga diperkirakan dari data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga dibedakan menrut pengeluaran makanan dan bukan untuk makanan.


(22)

Di negara berkembang pengeluaran utnuk makanan masih merupakan bagian terbesar dari keseluruhan pengeluaran rumah tangga. Sebaliknya di negara maju pengeluaran untuk aneka barang dan jasa merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga. Untuk indiktor konsumsi dan pengeluaran umah tangga, variabel yang digunakan adalah besarnya pengeluaran rill perkapita penduduk miskin setiap tahunnya.

Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0-100,0 dengan kategori sebagai berikut:

 Tinggi : IPM lebih dari 80,0

 Menegah Atas : IPM antara 66,0-79,0

 Menengah Bawah : IPM antara 50,0-59,0

 Rendah : IPM kurang dari 50,00

Indeks pembangunan manusia dihitung dengan menggunakan rumus: IPM = 1

3 (x(1)+ x(2)+ x(3))

Dimana:

X(1) = indeks harapan hidup X(2) = indeks pendidikan X(3) = indeks standar hidup layak

Masing- masing indeks komponen IPM tersebut adalah perbandingan antara selisih nilai suatu indikator maksimum dan minimum dari masing- masing indikator tersebut, denga rumus:

x- indeks = x−min⁡(x)


(23)

Dimana nilai dari maksimum dan minimum dari setiap indikator sesuai dengan standar UNDP.

2.2 Konsep Kemiskinan

Istilah kemiskinan muncul ketika seorang individu atau sekelompok individu yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensial sehingga pengertian kemiskinan sangat beragam sesuai dengan evolusi ilmu pengetahuan atau perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Defenisi kemiskinan mengikuti pemikiran konvensional adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, kebuthan pangan, dan kebutuhan papan. Defenisi tersebut semakin berkembang dengan terpenuhinya kebuthan sekunder dan tersier yang semakin meningkat.

Pendukung Neo-Liberal mengatakan bahwa kemiskinan merupakan persoaalan individu yang disebabkan karena kelemahan dan atau pilihan-piliahn individu yang bersangkutan. Sementara kelompok pendukung teori Sosial Demokrat mengatakan bahwa kemiskinan bukan merupakan persoalan individu, melainkan merupakan persoalan struktural. Kemiskinan disebkan karena ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakt akibat tersumbatnya akses

tertentu terhadap berbagai kemasyarakatan

Ukuran kemiskinan

menurut Nurkse (dalam Lincolin Arsyad, 1999) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:


(24)

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.

2. Kemiskinan Relatif

Seseorang masuk dalam golongan miskin relatif apabila telah mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasrkan konsep kemiskinan ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada.

Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (1993:3) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh simiskin, melaikna karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Menurut Suparlan (1995) kemiskinan dapt diefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku berlaku dalam masyarakt yang bersangkutan.


(25)

Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Sedangkan menurut Jingham (2000) terdapat tiga ciri utama pada negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat dari terjadinya kemiskinan. Ciri pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan dan keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebgaian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Ciri ketiga, adalah penduduk terkonsentrasi pada sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman. Hal ini karena penduduk tidak memiliki pilihan lain. Kepemilikan lahan rata-rata per petani cukup sempit sehingga mereka terpaksa hidup untuk hanya sekedar hidup.

Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan /BKKBN (1996:10) adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggub memeihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut PBB defenisi kemiskinan adalah bahwa kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.


(26)

World Bank (2004) mendefenisikan masyarakat miskin sebagai mereka yang hidup dalam keluarga yang kemampuan konsumsinya dibawah garis tertentu, seperti dibawah 1 atau 2 Dollar per hari atau dibawah level yang ditetapkan negara masing-masing. Sementara itu banyak faktor yang mempebagruhi baik secara langsung maupun tida langsung tingkat kemiskinan, mulai dari produktivitas, tenaga kerja, tingkat upah netto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat, inflasi, pajak, dan subsidi, investasi, alokasi serta sumber daya alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air bersih, dan lokasi permukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, budaya atau tardisi, politik, bencana alam dan peperangan, sebagian faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Tambunan,2001).

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori miskin. Namun menurut World Bank setidaknya ada tiga faktor utama penyebab kemiskinan yaitu:

1. Rendahnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti: makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, dan pendidikan.

2. Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketidakadaan kekuatan didepan

institusi negara dan masyarakat.

3. Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan


(27)

Bank Dunia (World Bank) memiliki indikator-indikator kemiskinan yang terdiri dari :

1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan. 3. Pembangunan yang bias di kota.

4. Perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat. 5. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi 6. Rendahnya produktivitas.

7. Budaya hidup yang jelek. 8. Tata pemerintah yang buruk.

9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.

Katarsasmita (1996) juga menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan dimana akibat dari berbagai hal yang terdiri dari: pertama, rendahnya tingkat pendidikan menyebabakan pengembangan diri yang terbatas. Kedua, rendahnya tingakt kesehatan dimana tingkat kesehatan gizi yang rendah menyebabkan daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa menjadi rendah. Dengan demikian produktivitas yang dihasilkan menjadi berkuran, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Akibat dari hal ini adalah bargaining position mereka dalam hampir seluruh kegiatan ekonomi menjadi lemah. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Selama lapangan pekerjaan atau kegiatan usaha masih ada, harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan. Keempat, kondisi keterisolasian. Dalam kondisi terpencil atau terisolasi penduduk akan kurang mampu menjalankan roda perekonomiannya.


(28)

Sedangkan menurut Sharp (1996) dari sudut pandang ekonomi terdapat tiga penyebab kemiskinan, yaitu:

1. Kemiskinan yang muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber

daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dengan jumlahterbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia. Kualitas sumber daya yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya mendapatkan upah yang rendah, rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.

3. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan peremuan tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakt miskin sebagai hak-hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,air bersih, pertahanan sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupn laki-laki (Bappenas 2004).


(29)

Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin, Bappenas mengguankan pendekatan utama, antara lain:

1. Pendekatan kebutuhan dasar ( Basic needs approach)

Pendekatan kebutuhan dasar ini melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenui kebutuhan minimum yang terdiri dari pangan, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

2. Pendekatan pendapatan (income approach)

Pendekatan ini menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat.

3. Pendekatan kemampuan dasar ( human capabilty approach)

Pendektan ini menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.

4. Pendekatan subjektif dan objektif

Pendekatan subjektif atau lebih sering dikenal sebagai pendekatan kesejahteraan ( the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan.

Dari pendekatan-pendekatan tersebut, Bappenas menguraikan indikator-indikator penyebab kemiskinan seprti :


(30)

1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.

2. Terbatasnya askes dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh

kesulitan mendapatkan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap prilaku hidup sehat, kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal.

3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan

oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memeperoleh pendidikan terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung.

4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga.

5. Terbatasnya akses kesehatan dan sanitasi. Masyarakt miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pingiran hutan dan pertanian lahan kering kesulitan memperoeh perumahan dan lingkungan pemukiman yang sehat dan layak.

6. Terbatasnya akses terhadap air bersih kesulitan medapatkan air bersih

terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu dumber air.


(31)

7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian.

8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta

terbatasnya skses masyarakat akses terhadap sumber daya alam.

9. Lemahnya jaminan rasa aman. Hal ini terkait dengan permasalahan yang

terjadi di daerah konflik.

10. Lemahnya partisipasi. Rendahnya pasrtisipasi masyarakat miskin dalam

perumusan kebijakan juga disebabkan kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang melibatkan mereka.

11. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan

keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.

2.3 Penelitian Sebelumnya

Analisis kauslitas antara indeks pembangunan manusia dengan kemiskinan selalu menarik untuk diteliti. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan antara indeks pembangunan manusia tidak selamanya ditemukan hubungan yang timbal balik diantara kedua variabel. Berikut beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan studi kasus yang berbeda.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Sofilda, Zilal Hamzah, dan Sholeh dengan judul Human Development And Poverty In Papua Province (An Analysis

Of Simultaneous Approach On Panel Data Regression) dengan menggunakan


(32)

Kabupaten di Provinsi Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadapi indeks pembangunan manusia, sementara tingkat kemiskinan, pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan dan kesehatan tidak memiliki dampak terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Renny Risqiani, Zilal hamzah, Eleonora Sofilda dengan judul Human Develompent Quality And Its Problem In Indonoesia (2012). Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel, di 20 provinsi di Indonesia, pada periode 1993-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pembangunan manusia, sementara itu pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, tingkat pengangguran, memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kuallitas pembangunan manusia.

2.4 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Penelitian ini akan membahas tentang analisis kausalitas antara Indeks pembangunan manusia dengan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, dapat ditarik sebuah kerangka pemikiran tinjauan pustaka dari penelitian ini seperti yang tampak pada gambar kerangka konseptual 2.1 di atas.

Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

Kemiskinan (Poverty)


(33)

2.4.1Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan kointegrasi antara IPM dan kemiskinan di Provinsi- Provinsi Indonesia.


(34)

BAB III

METODE PENELITAN

Metode penelitian adalah sekumpulan langkah, peraturan kegiatan atau prosedur yang akan dilakukan dengan mengumpulkan data atau informasi oleh pelaku suatu disiplin ilmu guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian, metodologi penelitian juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kemiskinan Provinsi-Provinsi di Indonesia ( Metode Kointegrasi) selama kurun waktu 2003-2012. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di 33 provinsi di Indonesia.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, catatan-catatan, internet, serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder, yaitu data yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai hasil atas penelitian yang telah dilakukan. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa Indeks Pembangunan Manusia dan tingkat kemiskinan yang dilihat dari jumlah penduduk miskin provinsi-provinsi di Indonesia.


(35)

Penelitian ini menggunakan jenis data panel yaitu gabungan antara data time

series (selama 9 tahun yakni 2004-2012) dan data cross section untuk

provinsi-provinsi sebanyak 33 provinsi-provinsi, sehingga membentuk data yang diobservasi sebanyak 297 data (33 provinsi selama 9 tahun), data panel digunakan agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik karena terjadi peningkatan observasi. Dalam proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan software berupa

E-views dan Microsoft Excel. 3.3 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kuantitatif denagn menggunakan data panel dan Tipologi Klassen (Klassen

Typology). Tipologi Klassen digunakan untuk melihat pola hubungan indeks

pembangunan manusia (IPM) dan tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia. Selain itu uji kointegrasi ( Cointegration test) juga dilakukan dalam penelitian ini, uji ini dilakukan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang antara IPM dan kemiskinan. Pengujina kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel dependen dan variabel independen terdapat hubungan atau keterkaitan sehingga dapat digunakan sebagai estimasi jangka panjang.

3.3.1Tipologi Klassen

Tipologi klassen digunakan untuk mengidentifikasi sektor subsektor atau unggulan suatu daerah, dan melihat kemajuan suatu daerah. dalam hal ini tipologi kalssen dilakukan untuk membandingkan kemiskinan daerah dengan kemiskinan


(36)

yang menjadi acuan atau kemiskinan nasional. Analisis tipologi kalssen dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Klasifikasi Pola IPM Dan Kemiskinan Menurut Tipologi Klassen

Sumber: Arsyad (2010)

Keterangan:

rdi = jumlah penduduk miskin per Propinsi rni = Jumlah penduduk Miskin Nasional ydi = IPM per Propinsi

yni = IPM Nasional

Melalui analisis Tipologi Klassen diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah cepat maju dan cepat tumbuh ( high growth and high income), daerah maju tetapi tertekan ( High

Income but low growth), daerah berkembang cepat ( high growth but income), dan

daerah relatif tertinggal ( low growth and low income). Kemiskinan

IPM

ydi > yni (+) tinggi

ydi < yni (-) Rendah

rdi < rni (-) Rendah

rdi < rni (-) Rendah

Tipe I Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh

Tipe III Daerah maju Tetapi

Tertekan

Tipe II Daerah Berkembang

Cepat

Tipe IV Daerah Relatif


(37)

3.3.2Uji Akar Unit ( Unit Root Test).

Uji akar unit (Unit Root test) digunkan untuk mengetahui apakah data panel yang digunakan stasioner atau tidak stasioner, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan uji akar unit ( unit root test). Uji stasioner juga perlu dilakukan pada panel data, karena panel data merupakan gabungan dari data cross section dan data time series. Uji stasioner pada data time series berbeda dengan uji stasioner pada data panel, hal ini dikarenakan adanya pengaruh waktu dan individual. Uji akar unit pada data panel adalah pengembangan dari uji akar unit pada time series, yang dapat dijelaskan dalam model:

Xit= ρt x + yitδit+ εit...(3.1) i = 1,2,...,N (jumlah individu)

t = 1,2,...,T (jumlah periode individu)

jika diasumsikan α = ρ-1 dengn lag ρi dan bervariasi antara cross section maka uji

hipotesisinya:

H0: α = 0 (mempunyai akar unit)

H1 : α < 0 ( tidak mempuyai akar unit)

Ide dasar uji akar unit untuk mengetahui apakah data stasiner atau tidak

adalah jika nilai ρt = 1 maka dikatakan bahwa variabel random X memunyai akar

unit (unit root). Jika data panel memiliki akar unit maka dapat dkatakan bahwa data tersebut tidak stasioner karena bergerak secara random (random walk). Sehinnga jika kita melakukan regresi Xit pada lag Xit-1dan memperoleh nilai ρt =

1 maka data dikatakan tidak stasioner. Formula uji akar unit dengan dasar ADF (Augmented Dickey-Fuller) adalah:


(38)

Jika diasumsikan α = ρ-1 dengan lag pi dan bervariasi antar cross section, maka

uji hipostesisnya adalah:

H0: α = 0 (mempunyai akar unit)

H1 : α < 0 (tidak mempnyai akar unit)

Untuk menetukan apakah data stasioner atau tidak stasioner adalah dengan cara membandingkan nilai stasistik dengan nilai kritisnya. Jika nilai kritisnya lebih besar daripada nilai statistik maka data tidak stasioner,dan sebaliknya jika data statistik leih besar dari nilai kritis maka data yang diamati menunjukkan adanya stasioner.

3.3.3Uji Kointegrasi ( Cointegration Test)

Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel dependen dan variabel independen terdapat hubungan atau keterkaitan sehingga dapat digunakan sebagai estimasi jangka panjang. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidal stasioner, tetapi kombinasi linear antara variabel tersebut menjadi stasioner. Terdapat perbedaan metode metode dalam menguji kointegrasi pada data panel. Metode yang digunakan untuk melakukan ui kointegrasi adalah pengembangan dari uji kointegrasi pada data time series, seperti metode Pedroni dan Koo yang menggunakan dasar tes kointegrasi Engle-Granger dan Combinied individual Test (Fisher/ Johansen).

Adapun formula regresi untuk melakukan uji kointegrasi yaitu:

Xit = αt + δt+ β1t Y1it+ β2t Y2it+....+ βMt XMit+εit...(3.3)


(39)

ʄ=1

εit= ρitεit-1 + uit...(3.4)

atau

εit= ρtεit-1 + ∑pi μitΔεit-1 + uit...(3.5)

Dari estimasi nilai statistiknya, kemudian dibandingkan dengan nilai

kritisnya, adapun nilai statisti diperoleh dari nilai ρt. Jika nilai statistiknya lebih

kecil dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamati mempunyai hubungan jangka panjang atau variabel-variabel tersebut saling berkointegrasi. Sebaliknya jika nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamati tersebut tidak berointegrasi atau tidak memiliki hubungan jangka pangjang.

3.4 Defenisi Operasional

1. Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan ukuran agreat kualitas

manusia yang dihitung melalui perbandingan dari angka harapan hidup, pendidikan dan standar hidup layak, dalam persen per tahun

2. Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidak mampuan dalam memenuhi

kebutuhan dasar (dalam ribuan per tahun).

3. Tingkat pendidikan merupakan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas.

4. Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun yang dapat dijalani oleh

seseorang selama hidup.

5. Standar hidup layak merupakan tingkat kesejahteraan penduduk yang diukur dari besarnya daya beli (pengeluaran perkapita).


(40)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Geografis

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman bentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar laut. Selain keragaman bentuk muka bumi, Indonesia juga diperkaya dari letak astronomi dan letak geografis. Berdasarkan letak astronomi Indonesia terletak di antara 6o 08’Lintang Utara dan 11o 15’ Lintang Selatan dan 94o 45’-141o 05’ Bujur Timur. Berdasarkan letak astronominya Indonesia dilalui garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 0o. Letak astronomi ini menyebabkan wilayah Indonesia berada pada zona iklim tropis dan wilayah Indonesia terbagi atas tiga daerah waktu yaitu: Waktu Indonesia Bagaian Barat (WIB), Waktu Indonesia Bagaian Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT).

Berdasarkan letak geografisnya Indonesia berada diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Berdasarkan posisi geografisnya Indonesia memiliki batas-batas yaitu, batas utara berbatasan dengan negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Laut Cina Selatan. Batas selatan adalah negara Australia, dan Samudera Hindia, batas timur adalah negara Papua Nugini, Timur Leste, dan Samudera Pasaififik, batas barat adalah Samudera hindia.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 33 provinsi yang terletak di lima pulau besar dan empat kepulauan yaitu:


(41)

1. Pulau Sumatera: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung.

2. Kepulauan Riau: Kepulauan Riau.

3. Kepulauan Bangka Belitung: Kepulauan Bangka Belitung.

4. Pulau Jawa: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta,

dan Jawa Timur.

5. Kepulauan Nusa tenggara (Sunda Kecil): Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

6. Pulau Kalimantan: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,

dan Kalimantan Selatan.

7. Pulau Sulawesi: Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, dan Sualwesi Barat.

8. Kepulauan Maluku: Maluku dan Maluku Utara.

9. Pulau Papua: Papua dan Papua Barat.

4.2 Keadaan Demografi

Penduduk merupakan indikator penting dalam sebuah pemabngunan, tanpa adanya penduduk proses pembangunan tidak akan dapat dilakukan. Jumlah penduduk yang besar merupakan modal dalam melakukan kegiatan ekonomi, karena penduduk menyediakan tenaga kerja yang akan menghasilakan output bagi pembangunan. Jumlah penduduk yamg tinggi juga harus diimbangi dengan kualitas penduduk dan tenaga kerja yang juga tinggi. Penduduk yang tinggi namun tidak diimbangi dengan kualitas yang tinggi, maka hanya akan


(42)

menghasilkan masalah dalam proses pembangunan, dan harus mendapat perhatian dan penanganan yang serius.

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.461.326 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 119.630.913 jiwa, dan jumlah penduduk perempuan sebanyak118.010.413 jiwa. Indonesia memiliki luas laut sekitar 7,9 juta km2 atau sekitar 81 persen dari keseluruhan luas Indonesia dengan lebih kurang 17.000 buah pulau. Berdasarkan sensus penduduk (SP) pada tahun 1971-2010 jumlah penduduk Indonesia mengalami kenaikan dua kali lipat selama hampir 40 tahun dari sekitar 118 juta pada tahun 1971 menjadi 237 juta pada tahun 2010.

Dengan luas Indonesia yang sekitar 1.910.931 km2, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Indonesia adalah sekitar 124 jiwa pe km2. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode 1990-2000 diperkirakan berada pada angka 1,40 persen. Pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menjadi 1,49 persen per tahun. Berdasarkan wilayah, laju pertumbuhan tertinggi berada ada provinsi Papua (5,39 persen) dan terendah berada pada provinsi Jawa Tengah (0,37 persen). Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentarsi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57,49 persen, Pulau Sumatera sebesar 21,31 persen, Pulau Sulawesi sebesar 7,31 persen, sebesar 5,80 persen di Pulau Kalimantan, sebesar 5,50 persen terkonsentarsi pada Pulau Nusa Tenggara serta Pulau Maluku dan Papua sebesar 2,60 persen.


(43)

Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi-Provinsi di Indonesia

Provinsi

1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010

Nanggro Aceh Darusalam 2,93 2,72 1,46 2,23

Sumatera Utara 2,6 2,06 1,32 1,1

Sumatera Barat 2,21 1,62 0,62 1,34

Riau 3,11 4,3 4,27 3,58

Jambi 4,07 3,4 1,83 2,56

Sumatera Selatan 3,32 3,15 1,24 1,85

Bengkulu 4,4 4,38 2,2 1,67

Lampung 5,78 2,67 1,17 1,24

Kepulauan Bangka

Belitung - - - 3,14

Kepulauan Riau - - - 4,95

DKI Jakarta 3,94 2,42 0,13 1,41

Jawa Barat 2,66 2,57 2,24 1,9

Jawa Tengah 1,65 1,18 0,94 0,37

Yogyakarta 1,11 0,57 0,72 1,04

Jawa Timur 1,49 1,08 0,7 0,76

Banten - - - 2,78

Bali 1,69 1,18 1,31 2,15

Nusa Tenggara Barat 2,36 2,15 1,81 1,17

Nusa Tenggara Timur 1,96 1,79 1,63 2,07

Kalimantan Barat 2,31 2,65 2,28 0,91

Kalimantan Tengah 3,44 3,88 2,98 1,79

Kalimantan Selatan 2,17 2,32 1,45 1,99

Kalimantan Timur 5,74 4,42 2,8 3,81

Sulawesi Utara 2,31 1,6 1,4 1,28

Sulawesi Tengah 3,87 2,87 2,52 1,95

Sulawesi Selatan 1,75 1,42 1,48 1,17

Sulawesi Tenggara 3,1 3,66 3,14 2,08

Gorontalo - - - 2,26

Sulawesi Barat - - - 2,68

Maluku 2,89 2,79 0,67 2,8

Maluku Utara - - - 2,47

Papua Barat - - - 3,71

Papua 2,68 3,46 3,1 5,39

INDONESIA 2,33 1,97 1,44 1,49


(44)

Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 43.021.826 orang, 37.476.011 orang dan 32380.687 orang untuk provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan provinsi, DKI Jakarta adalah provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terbanyak yaitu sebesar 14.440 orang per km2, dan provinsi Papua adalah provinsi yang tingkat kepadatan penduduknya terendah, yaitu sebesar 8

orang per km2. Sementara laju pertumbuhan penduduk terendah adalah laju

pertumbuhan provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 0,37 persen, diikuti oleh provinsi Jawa Timur sebesar 0,76 persen, Kalimantan Barat (0,91 persen), 1,04 persen laju pertumbuhan Yogyakarta, dan Suamtera Utara sebesar 1,10 persen. Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu provinsi Papua sebesar 5,39 persen, Kepulauan Riau sebesar 4, 95 persen, dan diikuti oleh provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,81 persen, Papua Barat (3,71 persen), Riau (3,58 persen), Kepulauan Bangka Belitung (3,14 persen), Maluku (2,80 persen), Banten (2,78 persen), Sulawesi Barat (2,68 persen), Jambi (2,56 persen).

4.3 Kondisi Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional mengalami peningkatan pada tahun 2011-2013. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibandingkan tahun 2012. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan paa tahun 2013 mencapai Rp.2.770,3 triliun, naik Rp.151,4 triliun pada tahun 2012 (Rp.2618,9 triliun). Jika diliht berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2013 naik sebesar Rp.854,6 triliun, yaitu dari Rp.8.229,4 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.9.084,0 triliun. Sektor-sektor ekonomi juga mengalami


(45)

pertumbuhan meskipun pertumbuhan sektor bervariasi. Pertumbuhan sektor ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Nilai PDB Menurut Lapangan UsahaTahun 2011-2013, Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Tahun 2013

Lapangan

Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (triliun Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (triliun Rupiah)

Laju Pertumbuhan 2013 (persen) Sumber Pertumbuhan 2013 (persen) 2011 2012 20013 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1.

Pertanian, Peternakan, Kehutanan

dan Perikanan 1091,4 1193,5 1311,0 315,0 328,3 339,9 3,54 0,45

2.

Pertambangan dan

Penggalian 877,0 970,8 1020,8 190,1 193,1 195,7 1,34 0,10 3.

Industri

Pengolahan 1806,1 1972,5 2152,6 633,8 670,2 707,5 5,56 1,42

4.

Listrik, Gas dan Air

Bersih 55,9 62,2 70,1 18,9 20,1 21,2 5,58 0,04 5. Konstruksi 753,6 844,1 907,3 159,1 170,9 182,1 6,57 0,43

6.

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1023,7 1148,7 1301,5 437,5 473,1 501,2 5,93 1,07

7.

Pengangkutan dan

Komunikasi 491,3 549,1 636,9 241,3 265,4 292,4 10,19 1,03 8.

Keuangan, Real Estat, dan Jasa

Perusahaan 535,2 598,5 683,0 236,2 253,0 272,1 7,56 0,73 9. Jasa-jasa 785,0 890,0 1000,8 232,7 244,8 258,2 5,48 0,51

Produk Domestik

Bruto(PDB) 7419,2 8229,4 9084,0 2464,6 2618,9 2770,3 5,78 5,78

PDB Tanpa Migas 8795,9 7588,3 8416,0 2322,7 24818 2637,0 6,25 _

sumber: Data Diolah

Pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 terjadi pada sektor Pengangkutan dan Komunkasi yang mencapai 10,19 persen, diikuti oleh sektor Keuangan sebesar, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar 7,56 persen, sektor Konstruksi


(46)

Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 5,58 persen, sektor Industri dan Pengolahan5,56 persen, sektor Jasa-jasa 5,46 persen, Pertanian sebesar 3,54 persen, dan sektor Pertambangan dan Penggalian 1,34 persen. Sedangkan pertumbuhan sektor tanpa Migas pada tahun 2013 sebesar 6,25 persen dan lebih tinggi dibanding nilai pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 5,78 persen.

Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi besar terhadap total pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,42 persen, yang diikuti oleh sektor Perdaangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 1,07 persen, sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 1,03 persen. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), besaran PDB berdasarkan harga berlaku mencapai Rp.9.040,0 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp.2.770,3 triliun. Secara triwulan IV-2013 PDB Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,42 persen jika dibandingkan dengan PDB triwulan III-2013, akan tetapi mengalami peningkatan bila dibading dengan PDB triwulan IV-2012 sebesar 5,72 persen.

Penurunan ini disebabkan karena penurunan kontribusi dari sektor pertanian yaitu sebesar 22,84 persen, sementara sektor lainnya mengalami pertumbuhan yang positif yaitu Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh sebesar 6,10 persen, Sektor Konstruksi tumbuh sebesar 4,45 persen, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 2,36 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 1,72 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 1,72 persen, Sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan sebesar 1,62 persen, Sektor Perdagangan, Hotel


(47)

dan Restoran sebesar 1,44 persen, 0,50 persen pada Sektor keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan.

Berdasarkan wilayah Pualu Jawa dengan tiga provinsi terbesarnya yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat memberikan sumbangan sebesar 57,78 persen dari PDB tahun 2013. Secara kuantitatif kegiatan-kegiatan sektor sekunder dan tersier masih terkonsentari di wilayah ini, sementara sektor primer terkonsentarasi di luar Jawa.

4.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia

Pembangunan manusia di Indonesia secara umum telah mengalami peningatan selama periode 1996-2007, akan tetapi pada periode 1996-1999 pembangunan manusia mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena keadaan perekonomiaan negara yang sedang memburuk pada periode tersebut akibat dampak dari krisis ekonomi. Setahun sebelum terjadi krisis, IPM Indonesia mencapai angka 67,7 angka ini lebih tingi dari beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Camboja, dan Myanmar akan tetapi pertengahan tahun 1997 IPM Indonesia bergerak turun menjadi 64,3 pada tahun 1999. Hal ini menyebabkan posisi Indonesia turun ke peringkat ke 110 dari 177 negara, dari sebelumnya Indonesia berada di peringkat 99 dari 177 negara.

Berdasarkan laporan Uniteds Nations Developments Programs(UNDP) pada tahun 2004, peringkat IPM Indonesia meningkat menjadi urutan ke 108 dari 177 negara. Urutan ini masih lebih baik dibandingkan dengan Kamboja yang berada pada urutan 129, Myanmar pada urutan 130 dan Vietnam pada urutan ke 109 Timor-Timor (142), Laos (133). Akan tetapi Indonesia masih jauh berada di


(48)

bawah negara Asia tengara lainnya seperti Singapore yang berada pada peringkat ke 25, Brunei Darusalam pada peringkat 35, Malaysia urutan ke 61, Thailand urutan 74, dan Philipina pada urutan ke 84.

Perkembangan IPM Indonesia mengalami peningkatan seiring membaiknya perekonomian Indonesia, pada tahun 2007 IPM Indonesia naik mencapai 70,6. Perkembangan IPM pada periode ini dapat terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih dari komponen IPM tersebut. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan atau penurunan besaran persen/rate dari komponen IPM angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama bersekolah dan pengeluaran riil per kapita. Perubahan ini disebabkan karena beberapa faktor.

Selain dari perubahan komponen IPM peningkatan IPM juga dipengaruhi oleh kebijakan pemrintah yang menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Peningkatan komponen IPM Indonesia, seperti rata-rata lama bersekolah mengalami kenaikan sebesar 1,37 persen, angka melek huruf meningkat sebesar 0,61 persen, sementara angka harapan hidup dan pengeluaran rill perkapita masing- masing meningkat sebesar 0,56 persen dan 0,21 persen.

Pada grafik dibawah ini terlihat terjadi peningkatan IPM di Indonesia setiap tahunnya, kecuali pada tahun 1999, IPM Indonesia mengalami penurunan yang sangat tajam, dari 67,7 pada tahun 1996 menjadi 64,3, hal ini disebabkan karena kondisi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. IPM Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2002 yaitu sebesar 65,8 dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2004 IPM Indonesia mencapai angka 68,7 tahun 2005(69,6) dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 69,4. Peningkatan nilai


(49)

IPM kembali meningkat pada tahun 2007 (70,59), tahun 2008 (71,17) tahun 2009 (71,76), tahun 2010 (72,20), tahun 2011 meningkat menjadi 72,77 dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 73,29. Peningkatan nilai IPM ini seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia.

Gambar 4.1

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun (1996-2012)

Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011 mengenai IPM Indonesia berdasarkan provinsi, menempatkan provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan IPM tertinggi yaitu sebesar 77,97. Pada peringkat lima tertinggi selanjutnya diikuti oleh provinsi Sulawesi Utara dengan IPM sebesar 76,54, provinsi Riau ( 76,53), provinsi DI Yogyakarta (76,32), dan provinsi Kalimantan Timur (76,22). Sementara itu peringkat lima

67.7

64.3 65.8

68.7

69.6 69.41

70.59 71.17

71.76 72.27

72.77 73.29


(50)

provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 66,23, Nusa Tenggara Timur (67,75), Maluku Utara (69,47), dan Irian Jaya Barat (69,65).

Secara Nasional, rata-rata IPM Indonesia adalah sebesar 72,77, dengan provinsi Bali dengan IPM sebesar 72,48, dan provinsi Jawa Barat 72,73 yang berada di sekitar rata-rata IPM nasional. Terjadinya glombang fluktuasi yang berbeda antara provinsi-provinsi di Indonesia ini disebabkan karena perbedaan keberhasilan dalam upaya perbaikan komponen-komponen IPM seperti pendidikan, kesehatan an pendapatan di setiap provinsi.

Pada tahun 2012 angka IPM provinsi Indonesia mengalami peningkatan meskipun perubahannya relatif kecil antara satu tahun dengan tahun yang lainnya. Dan peringakat tertinggi pada tahun 2012 tetap diduduki oleh provinsi DKI Jakarta sebesar 78,33, dan diikuti oleh provinsi Sulawesi Utara sebesar 76,95, dan provinsi Riau sebesar 76,90 dan DI Yogyakarta 76,75, Kalimantan Timur 76,71. Urutan peringkat provinsi ini sama dengan urutan peringkat pada tahun 2011, diman peringkat terendah diduduki oleh Provinsi Papua dengan IPM sebesar 65,86.


(51)

Tabel 4.3

IPM 33 Provinsi di Indonesia tahun 2008-2012

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 70.76 71.31 71.70 72.16 72.51

Sumatera Utara 73.29 73.80 74.19 74.65 75.13

Sumatera Barat 72.96 73.44 73.78 74.28 74.70

Riau 75.09 75.6 76.07 76.53 76.90

Jambi 71.99 72.45 72.74 73.3 73.78

Sumatera Selatan 72.05 72.61 72.95 73.42 73.99

Bengkulu 72.14 72.55 72.92 73.4 73.93

Lampung 70.3 70.93 71.42 71.94 72.45

Kep. Bangka Belitung 72.19 72.55 72.86 73.37 73.78

Kepulauan Riau 74.18 74.54 75.07 75.78 76.20

DKI Jakarta 77.03 77.36 77.60 77.97 78.33

Jawa Barat 71.12 71.64 72.29 72.73 73.11

Jawa Tengah 71.6 72.1 72.49 72.94 73.36

Yogyakarta 74.88 75.23 75.77 76.32 76.75

Jawa Timur 70.38 71.06 71.62 72.18 72.83

Banten 69.7 70.06 70.48 70.95 71.49

Bali 70.98 71.52 72.28 72.84 73.49

Nusa Tenggara Barat 64.12 64.66 65.20 66.23 66.89

Nusa Tenggara Timur 66.15 66.6 67.26 67.75 68.28

Kalimantan Barat 68.17 68.79 69.15 69.66 70.31

Kalimantan Tengah 73.88 74.36 74.64 75.06 75.46

Kalimantan Selatan 68.72 69.3 69.92 70.44 71.08

Kalimantan Timur 74.42 75.11 75.56 76.22 76.71

Sulawesi Utara 75.16 75.16 76.09 76.54 76.95

Sulawesi Tengah 70.09 70.7 71.14 71.62 72.14

Sulawesi Selatan 69.62 70.94 71.62 72.14 72.7

Sulawesi Tenggara 69.0 69.52 70.0 70.55 71.05

Gorontalo 69.29 69.79 70.28 70.82 71.31

Sulawesi Barat 68.55 69.18 69.64 70.11 70.73

Maluku 70.38 70.96 71.42 71.94 72.42

Maluku Utara 68.18 68.63 69.03 69.47 69.98

Papua Barat 67.95 68.58 69.15 69.65 70.22

Papua 64.0 64.53 64.94 65.36 65.86

INDONESIA 71.17 71.76 72.27 72.77 73.29


(52)

4.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Perkembangan angka kemiskinan di indonesia sejak tahun 1976 hingga 2011 telah banyak mengalami penurunan baik dalam jumlah maupun persentase. Pada tahun 1976, ada 40% atau sekitar 54 juta jiwa penduduk indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 1996, atau selama dua dekade jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau 13,7%. Pada tahun 1998 setelah krisis ekonomi penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa atau hampir 25%. Pada periode 2005-2009 angka kemiskinan menurun antara 0,8 sampai 1,27 persen pertahun dan mampu mengentaskan hampir 7 juta jiwa dari kemiskinan selama periode tersebut. Sedangkan pada bulan Maret 2011 jumlah penduduk miskin sebesar 30,02 juta jika (12,49%, jika dibandingkan dengan bulan maret tahun 2010 yaitu 31,02 juta jiwa (13,33%) maka telah terjadi penurunan angka kemiskinan secara signifikan yaitu sekitar 1 juta jiwa atau telh terjadi penurunan angka kemiskinan sebeara 0,84%.

Berdasarkan data BPS dan World Bank di tingkat dunia penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia termasuk tercepat jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Thailand, Kamboja, Cina dan Brazil yang hanya berada di kisaran 0,1% pertahun, bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan jumlah penduduk miskin. Meskipun Indoesia mampu menurunkan jumlah penduduk miskin secara umum, masih terdapat disparitas antar provinsi, ada provinsi yang mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dengan cepat dan ada juga yang berjalan lambat. Persebaran penduduk miskin di Indonesia juga tidak merata di seluruh kepulauan. Penduduk miskin tersebut tinggal di wilayah


(53)

perkotaan dan pedesaan, dengan jumlah tertinggi berada di pedesaan, dengan persentase terbesar berada di Pulau Jawa, disusul Pulau Sumatera.

Berdasarkan provinsi, jumlah penduduk miskin terbesar berada di provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 5356,21 pada tahun 2011 dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 4960,50. Disusul provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk miskin sebesar 5107,36 (tahun 2011) menjadi 4863,40 (tahun 2012), dan provinsi Jawa Barat 4648,63 (tahun 2011) menjadi 4421,50 pada tahun 2012. Provinsi Sumatera Utara sebesar 1481,31 pada tahun 2011 menurun menjadi 1378,40 pada tahun 2012, disusul provinsi Sumatera Selatan sebesar 1298,71 pada tahun 2011 menurun menjadi 1042,00 pada tahun 2012.

Sedangkan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terkecil berada di provinsi Kepulauan Riau dengan jumlah penduduk miskin sebesar 129,56 pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 131,2 , disusul provinsi Maluku Utara sebesar 97,3 pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 menurun menjadi 88,3, dan provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 72,06 pada tahun 2011 dan 70,2 pada tahun 2012. Secara umum jumlah penduduk miskin di setiap provinsi di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya meskipun beberapa tahun tertentu jumlah penduduk miskin di beberapa provinsi mengalami peningkatan seperti provinsi Papua yang mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin dari tahun 2011 sebesar 944.790 menjadi 976.400 pada tahun 2012.


(54)

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi tahun 2008-2012 (dalam ribuan)

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 959.70 892.90 861.90 894.810 876.60 Sumatera Utara 1 613.8 1 499.7 1 490.90 1 481.31 1378.40 Sumatera Barat 477.20 429.30 430.00 442.090 397.90 Riau 566.70 527.50 500.30 482.050 481.30 Jambi 260.30 249.70 241.60 272.670 270.10 Sumatera Selatan 1 249.6 1 167.9 1 125.70 1 298.71 1042.00 Bengkulu 352.00 324.10 324.90 72.060 310.50 Lampung 1 591.6 1 558.3 1 479.90 129.560 1219.00 Kep. Bangka Belitung 86.70 76.60 67.80 72.060 71.40 Kepulauan Riau 136.40 128.20 129.70 129.560 131.20 DKI Jakarta 379.60 323.20 312.20 363.420 363.20 Jawa Barat 5 322.4 4 983.6 4 773.70 4 648.63 4477.50 Jawa Tengah 6 189.6 5 725.7 5 369.20 5 107.36 4977.40 Yogyakarta 616.30 585.80 577.30 560.880 565.30 Jawa Timur 6 651.3 6 022.6 5 529.30 5 356.21 5071.00 Banten 816.70 788.10 758.20 690.490 652.80 Bali 215.70 181.70 174.90 166.230 168.80 Nusa Tenggara Barat 1 080.6 1 050.9 1 009.40 894.770 852.60 Nusa Tenggara Timur 1 098.3 1 013.1 1 01.,10 1 012.90 1012.50 Kalimantan Barat 508.80 434.80 428.80 380.110 363.30 Kalimantan Tengah 200.00 165.90 164.20 146.910 148.00 Kalimantan Selatan 218.90 176.00 182.00 194.620 189.90 Kalimantan Timur 286.40 239.20 243.00 247.900 253.30 Sulawesi Utara 223.50 219.60 206.70 194.900 189.10 Sulawesi Tengah 524.70 489.80 475.00 423.630 418.60 Sulawesi Selatan 1 031.7 963.60 913.40 832.910 825.80 Sulawesi Tenggara 435.90 434.30 400.70 330.000 316.30 Gorontalo 221.60 224.60 209.90 198.270 186.90 Sulawesi Barat 171.10 158.20 141.30 164.860 160.50 Maluku 391.30 380.00 378.60 360.320 338.90 Maluku Utara 105.10 98.00 91.10 97.310 91.80 Papua Barat 246.50 256.80 256.30 249.840 230.00 Papua 733.10 760.30 761.60 944.790 966.60 INDONESIA 34 963.3 32 530.0 31 023.40 30 018.93 29132.40 Sumber: Data diolah


(55)

4.6 Klasifikasi Daerah Menurut Typology Klassen

Analisis tipologi klassen digunakan untuk mengklasifikasi seluruh provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4.5

Nilai Indeks Pembangunan Manusia dan Kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia

No Provinsi Penduduk Miskin

(Ribuan) IPM

1 Aceh 876.60 72.51

2 Sumatera Utara 1378.40 75.13

3 Sumatera Barat 397.90 74.70

4 Riau 481.30 76.90

5 Jambi 270.10 73.78

6 Sumatera Selatan 1042.00 73.99

7 Bengkulu 310.50 73.93

8 Lampung 1219.00 72.45

9 Kep. Bangka Belitung 71.40 73.78

10 Kepulauan Riau 131.20 76.20

11 DKI Jakarta 363.20 78.33

12 Jawa Barat 4477.50 73.11

13 Jawa Tengah 4977.40 73.36

14 Yogyakarta 565.30 76.75

15 Jawa Timur 5071.00 72.83

16 Banten 652.80 71.49

17 Bali 168.80 73.49

18 Nusa Tenggara Barat 852.60 66.89

19 Nusa Tenggara Timur 1012.50 68.28

20 Kalimantan Barat 363.30 70.31

21 Kalimantan Tengah 148.00 75.46

22 Kalimantan Selatan 189.90 71.08

23 Kalimantan Timur 253.30 76.71

24 Sulawesi Utara 189.10 76.95

25 Sulawesi Tengah 418.60 72.14

26 Sulawesi Selatan 825.80 72.7

27 Sulawesi Tenggara 316.30 71.05

28 Gorontalo 186.90 71.31

29 Sulawesi Barat 160.50 70.73

30 Maluku 338.90 72.42

31 Maluku Utara 91.80 69.98

32 Papua Barat 230.00 70.22

33 Papua 966.60 65.86

INDONESIA 878.74 72.87


(56)

Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas, maka 33 provinsi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi sesuai dengan analisis Tipoligi Kalssen yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2

Klasifikasi Tipologi Klassen

Keterangan:

1 = Aceh 12 = Jawa Barat 23 = Kalimantan Timur 2 = Sumatera Utara 13 = Jawa Tengah 24 = Sulawesi Utara 3 = Sumatera Barat 14 = Yogyakarta 25 = Sulawesi Tengah 4 = Riau 15 = Jawa Timur 26 = Sulawesi Selatan 5 = Jambi 16 = Banten 27 = Sulawesi Tenggara 6 = Sumatera Selatan 17 = Bali 28 = Gorontalo

7 = Bengkulu 18 = Nusa Tenggara Barat 29 = Sulawesi Barat 8 = Lampung 19 = Nusa Tenggara Timur 30 = Maluku 9 = Kep. Bangka Belitung 20 = Kalimantan Barat 31 = Maluku Utara 10 = Kep. Riau 21 = Kalimantan Tengah 32 = Papua Barat 11 = DKI Jakarta 22 = Kalimantan Selatan 33 = Papua

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 2930 31 32 33 72.83666667 64 66 68 70 72 74 76 78 80

0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00

IP M Penduduk I II III IV


(57)

1. Kuadran I

Provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam kuadran I yaitu daerah cepat maju dan daerah cepat tumbuh adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Daerah ini masuk ke dalam kategori kuadran I karena laju kemiskinan provinsi ini lebih rendah dan indeks pembangunan manusia provinsi ini lebih besar dari rata-rata nasional. Sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara memiliki tingkat IPM yang tinggi.

2. Kuadran II

Daerah pada kuadran II merupakan daerah berkembang cepat, dan provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam kategori berkembang cepat adalah Provinsi, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat. Provinsi ini masuk ke dalam kategori kuadran II karena laju kemiskinan provinsi ini di atas rata-rata kemiskinan nasional, sedangkan rata-rata indeks pembangunan manusia lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional.

3. Kuadran III

Daerah pada kuadran III merupakan daerah yang maju tetapi tertekan. Provinsi-provinsi yang masuk pada kategori kuadran III yaitu adalah Provinsi Jawa Timur, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua. Daerah ini dikatakan daeah maju tetapi tertekan karena laju kemiskinan


(1)

(2)

LAMPIRAN I

Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi Tahun 2004-2012

Provinsi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Aceh

68.70

69.00

69.41

70.35

70.76

71.31

71.70 72.16

72.51

Sumatera Utara

71.40

72.00

72.46

72.78

73.29

73.80

74.19 74.65

75.13

Sumatera Barat

70.50

71.20

71.65

72.23

72.96

73.44

73.78 74.28

74.70

Riau

72.20

73.60

73.81

74.63 75.09

75.6

76.07 76.53

76.90

Jambi

70.10

71.00

71.29

71.46 71.99

72.45

72.74

73.3

73.78

Sumatera Selatan

69.60

70.20

71.09

71.40 72.05

72.61

72.95 73.42

73.99

Bengkulu

69.90

71.10

71.28

71.57 72.14

72.55

72.92

73.4

73.93

Lampung

68.40

68.80

69.38

69.78

70.3

70.93

71.42 71.94

72.45

Kep. Bangka

Belitung

69.60

70.70

71.18

71.62 72.19

72.55

72.86 73.37

73.78

Kepulauan Riau

70.80

72.20

72.79

73.68 74.18

74.54

75.07 75.78

76.20

DKI Jakarta

75.80

76.10

76.33

76.59 77.03

77.36

77.60 77.97

78.33

Jawa Barat

69.10

69.93

70.32

70.71 71.12

71.64

72.29 72.73

73.11

Jawa Tengah

68.90

69.78

70.25

70.92

71.6

72.1

72.49 72.94

73.36

Yogyakarta

72.90

73.50

73.70

74.15 74.88

75.23

75.77 76.32

76.75

Jawa Timur

66.80

68.40

69.18

69.78 70.38

71.06

71.62 72.18

72.83

Banten

67.90

68.80

69.11

69.29

69.7

70.06

70.48 70.95

71.49

Bali

69.10

69.80

70.07

70.53 70.98

71.52

72.28 72.84

73.49

Nusa Tenggara

Barat

60.60

62.40

63.04

63.71 64.12

64.66

65.20 66.23

66.89

Nusa Tenggara

Timur

62.70

63.60

64.83

65.36 66.15

66.6

67.26 67.75

68.28

Kalimantan Barat

65.40

66.20

67.08

67.53 68.17

68.79

69.15 69.66

70.31

Kalimantan Tengah

71.70

73.20

73.40

73.49 73.88

74.36

74.64 75.06

75.46

Kalimantan Selatan

66.70

67.40

67.75

68.01 68.72

69.3

69.92 70.44

71.08

Kalimantan Timur

72.20

72.90

73.26

73.77 74.42

75.11

75.56 76.22

76.71

Sulawesi Utara

73.40

74.20

74.37

74.68 75.16

75.16

76.09 76.54

76.95

Sulawesi Tengah

67.30

68.50

68.85

69.34 70.09

70.7

71.14 71.62

72.14

Sulawesi Selatan

67.80

68.10

68.81

69.62 69.62

70.94

71.62 72.14

72.7

Sulawesi Tenggara

66.70

67.50

67.80

68.32

69.0

69.52

70.0 70.55

71.05

Gorontalo

65.40

67.50

68.01

68.83 69.29

69.79

70.28 70.82

71.31

Sulawesi Barat

64.40

65.70

67.06

67.72 68.55

69.18

69.64 70.11

70.73

Maluku

69.00

69.20

69.69

69.96 70.38

70.96

71.42 71.94

72.42


(3)

Maluku Utara

66.40

67.00

67.51

67.82 68.18

68.63

69.03 69.47

69.98

Papua Barat

63.70

64.80

66.08

67.28 67.95

68.58

69.15 69.65

70.22

Papua

60.90

62.10

62.75

63.41

64.0

64.53

64.94 65.36

65.86

INDONESIA

68.70

69.60

70.10

70.59 71.17

71.76

72.27 72.77

73.29

LAMPIRAN 2

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi tahun 2004-2012

Provinsi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Aceh

2004.00 1166.40 1149.70 1 083,70 959.70 892.90 861.90 894.810 876.60

Sumatera Utara

1116.70 1840.20 1897.10 1 768,50

1

613,8 1 499,7 1 490,90 1 481,31 1378.40

Sumatera Barat

304.60 482.80 578.80 529.20 477.20 429.30 430.00 442.090 397.90

Riau

583.90 600.40 564.90 574.50 566.70 527.50 500.30 482.050 481.30

Jambi

194.30 317.80 304.60 281.90 260.30 249.70 241.60 272.670 270.10

Sumatera Selatan

924.20 1429.00 1446.90 1 331,8

1

249,6 1 167,9 1 125,70 1 298,71 1042.00

Bengkulu

232.30 361.20 360.00 370.60 352.00 324.10 324.90 72.060 310.50

Lampung

1244.40 1572.60 1638.00 1 661,7

1

591,6 1 558,3 1 479,90 129.560 1219.00

Kep. Bangka

Belitung

58.80 95.30 117.40 95.10 86.70 76.60 67.80 363.420 70.20

Kepulauan Riau

133.40 148.00 163.00 148.40 136.40 128.20 129.70 4 648,63 131.20

DKI Jakarta

225.70 316.20 407.10 405.70 379.60 323.20 312.20 363.420 366.80

Jawa Barat

2411.00 5137.60 5712.50 5457.90

5

322,4 4 983,6 4 773,70 4 648,63 4421.50

Jawa Tengah

4497.30 6533.50 7100.60 6557.20 6

189,6 5 725,7 5 369,20 5 107,36 4863.40

Yogyakarta

314.80 625.80 648.70 633.50 616.30 585.80 577.30 560.880 562.10

Jawa Timur

5081.90 7139.90 7678.10 7 155,3

6

651,3 6 022,6 5 529,30 5 356,21 4960.50

Banten

499.30 830.50 904.30 886.20 816.70 788.10 758.20 690.490 648.30

Bali

144.90 228.40 243.40 229.10 215.70 181.70 174.90 166.230 161.00

Nusa Tenggara

Barat

539.10 1136.50 1156.10 1 118,6 1

080,6 1 050,9 1 009,40 894.770 828.30

Nusa Tenggara

Timur

1029.40 1171.20 1273.90 1 163,6 1

098,3 1 013,1 1 014,10 1 012,90 1000.30

Kalimantan Barat

414.40 629.80 626.70 584.30 508.80 434.80 428.80 380.110 355.70

Kalimantan Tengah

161.10 230.90 212.80 210.30 200.00 165.90 164.20 146.910 141.90

Kalimantan Selatan

167.50 235.70 278.40 233.50 218.90 176.00 182.00 194.620 189.20

Kalimantan Timur

233.90 299.10 335.40 324.80 286.40 239.20 243.00 247.900 246.10

Sulawesi Utara

156.30 201.40 249.40 250.10 223.50 219.60 206.70 194.900 177.50

Sulawesi Tengah

415.80 527.50 553.50 557.40 524.70 489.80 475.00 423.630 409.60

Sulawesi Selatan

1089.30 1280.60 1112.00 1 083,4

1


(4)

Sulawesi Tenggara

380.40 450.50 466.80 465.40 435.90 434.30 400.70 330.000 304.30

Gorontalo

215.40 255.00 273.80 241.90 221.60 224.60 209.90 198.270 187.70

Sulawesi Barat

237.30 221.50 205.20 189.90 171.10 158.20 141.30 164.860 160.60

Maluku

356.50 411.50 418.60 404.70 391.30 380.00 378.60 360.320 338.90

Maluku Utara

83.90 118.60 116.80 109.90 105.10 98.00 91.10 97.310 88.30

Papua Barat

320.65 302.28 284.10 266.80 246.50 256.80 256.30 249.840 223.20

Papua

917.70 1028.20 816.70 793.40 733.10 760.30 761.60 944.790 976.40

INDONESIA

26690.15 36802.10 39295.30 37 168,3 34 963,3

32 530,0

31

023,40 30 018,93 28594.60

Lampiran 4

Uji Akar Unit Variabel Indeks Pembangunan Manusia

Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)

Series: IPM_NAD, IPM_SUMUT, IPM_SUMBAR, IPM_RIAU, IPM_JAMBI, IPM_SUMSEL, IPM_BENGKULU, IPM_LAMPUNG, IPM_KPBANGKA, IPM_KPBALI, IPM_DKIJAKARTA, IPM_JABAR, IPM_JATENG,

IPM_YOGYAKARTA, IPM_JATIM, IPM_BANTEN, IPM_BALI, IPM_NTB, IPM_NTT, IPM_KALBAR, IPM_KALTENG, IPM_KALSEL, IPM_KALTIM, IPM_SULUT, IPM_SULTENG, IPM_SULSEL, IPM_SULTRA,

IPM_GORONTALO, IPM_SULBAR, IPM_MALUKU, IPM_MALUT, IPM_PAPBAR, IPM_PAUA

Date: 06/26/14 Time: 19:53 Sample: 2004 2012

Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags

Automatic selection of lags based on AIC: 0 to 1 Total number of observations: 223

Cross-sections included: 29 (4 dropped)

Method Statistic Prob.**

ADF - Fisher Chi-square 79.6848 0.0310

ADF - Choi Z-stat -0.88743 0.1874

** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Intermediate ADF test results IPM?

Series Prob. Lag Max Lag Obs

IPM_NAD 0.8433 0 1 8

IPM_SUMUT 0.8005 0 1 8

IPM_SUMBAR 0.3266 0 1 8

IPM_RIAU 0.0920 0 1 8

IPM_JAMBI 0.3912 1 1 7

IPM_SUMSEL 0.2975 1 1 7


(5)

IPM_LAMPUNG 0.1012 0 1 8

IPM_KPBANGKA Dropped from Test

IPM_KPBALI Dropped from Test

IPM_DKIJAKARTA Dropped from Test

IPM_JABAR 0.9476 1 1 7

IPM_JATENG 0.1012 0 1 8

IPM_YOGYAKART

A 0.9997 1 1 7

IPM_JATIM 0.3795 0 1 8

IPM_BANTEN 0.0896 0 1 8

IPM_BALI 0.3298 0 1 8

IPM_NTB 0.2512 0 1 8

IPM_NTT 0.0929 0 1 8

IPM_KALBAR 0.9056 0 1 8

IPM_KALTENG 0.9843 1 1 7

IPM_KALSEL 0.0915 0 1 8

IPM_KALTIM 0.3754 0 1 8

IPM_SULUT 0.0371 0 1 8

IPM_SULTENG 0.2577 1 1 7

IPM_SULSEL 0.1257 1 1 7

IPM_SULTRA 0.9963 1 1 7

IPM_GORONTALO 0.8076 0 1 8

IPM_SULBAR 0.0076 0 1 8

IPM_MALUKU 0.0994 0 1 8

IPM_MALUT 0.8076 0 1 8

IPM_PAPBAR Dropped from Test

IPM_PAUA 0.0994 0 1 8

Lampiran 5

Uji Akar Unit Variabel Kemiskinan

Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)

Series: PO_NAD, PO_SUMUT, PO_SUMBAR, PO_RIAU, PO_JAMBI, PO_SUMSEL, PO_BENGKULU, PO_LAMPUNG, PO_KPBANGKA, PO_KPBALI, PO_DKIJAKARTA, PO_JABAR, PO_JATENG,

PO_YOGYAKARTA, PO_JATIM, PO_BANTEN, PO_BALI, PO_NTB, PO_NTT, PO_KALBAR, PO_KALTENG, PO_KALSEL, PO_KALTIM, PO_SULUT, PO_SULTENG, PO_SULSEL, PO_SULTRA,

PO_GORONTALO, PO_SULBAR, PO_MALUKU, PO_MALUT, PO_PAPBAR, PO_PAUA

Date: 06/26/14 Time: 19:52 Sample: 2004 2012

Exogenous variables: Individual effects Automatic selection of maximum lags

Automatic selection of lags based on AIC: 0 to 1 Total number of observations: 226

Cross-sections included: 29 (4 dropped)

Method Statistic Prob.**

ADF - Fisher Chi-square 108.282 0.0001

ADF - Choi Z-stat -4.90214 0.0000

** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.


(6)

Intermediate ADF test results PO?

Series Prob. Lag Max Lag Obs

PO_NAD 0.0977 0 1 8

PO_SUMUT 0.5139 0 1 8

PO_SUMBAR 0.0841 0 1 8

PO_RIAU 0.0646 1 1 7

PO_JAMBI 0.0901 0 1 8

PO_SUMSEL 0.5193 0 1 8

PO_BENGKULU 0.0489 0 1 8

PO_LAMPUNG 0.4929 0 1 8

PO_KPBANGKA Dropped from Test

PO_KPBALI Dropped from Test

PO_DKIJAKARTA Dropped from Test

PO_JABAR 0.5062 0 1 8

PO_JATENG 0.0831 0 1 8

PO_YOGYAKART

A 0.0768 0 1 8

PO_JATIM 0.1005 0 1 8

PO_BANTEN 0.4916 0 1 8

PO_BALI 0.4955 1 1 7

PO_NTB 0.4638 1 1 7

PO_NTT 0.5151 1 1 7

PO_KALBAR 0.4679 1 1 7

PO_KALTENG 0.0843 0 1 8

PO_KALSEL 0.0827 0 1 8

PO_KALTIM 0.1172 0 1 8

PO_SULUT 0.0770 0 1 8

PO_SULTENG 0.0816 0 1 8

PO_SULSEL 0.4100 1 1 7

PO_SULTRA 0.0885 0 1 8

PO_GORONTALO 0.0831 0 1 8

PO_SULBAR 0.0878 0 1 8

PO_MALUKU 0.0999 0 1 8

PO_MALUT 0.0831 0 1 8

PO_PAPBAR Dropped from Test