Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian
Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009
“…bahwa Para Pemohon a quo adalah warga masyarakat pembayar pajak tax payers, sehingga dipandang memiliki kepentingan sesuai Pasal
51 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003. Hal dimaksud sesuai dengan adagium no taxation without participation dan sebaliknya no participation
without tax, sehingga hak dan kepentingan mereka terpaut pula dengan pinjaman loan yang dibuat negara cq pemerintah dengan pihak lain yang
akan membebani warga negara sebagai pembayar pajak…”
Disamping unsur kerugian konstitusional, kualifikasi kelompok para pihak yang berhak mengajukan permohonan juga sangat memengaruhi hakim dalam
menentukan untuk menerima atau menolak legal standing yang didalilkan pemohon. Interpretasi hakim dalam menilai kualifikasi pemohon apakah termasuk
dalam kualifikasi yang ditentukan Pasal 51 ayat 1 UU MK bergantung kepada alasan yang didalilkan pemohon serta kasusnya di lapangan.
B. Putusan Perkara Permohonan yang Diajukan Oleh Perorangan Warga Negara Indonesia
Secara keseluruhan para pemohon dalam putusan perkara Mahkamah Konstitusi didominasi oleh kelompok warga negara baik perorangan maupun
kelompok. Penilaian hakim terhadap pemohon kelompok perorangan warga negara bergantung kepada alasan yang didalilkan para pemohon dalam
permohonannya yang menguraikan kualifikasi dirinya sebagai kelompok pemohon perorangan warga negara Indonesia.
Permohonan yang tidak mendalilkan secara tegas kualifikasi pemohon, namun di dalam uraian ia bermaksud menyatakan diri sebagai warga negara
Indonesia apabila dipandang terdapat kerugian konstitusional tidak menghalangi
Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian
Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009
MK untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Seperti terdapat pada Putusan MK No. 007PUU-IV2006. Berbeda pula dengan Putusan MK No.015PUU-
IV2006 yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima meskipun Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon perorangan warga negara Indonesia dan
memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28C Ayat 1 dan Ayat 2 UUD 1945, tetapi tidak ada kaitan antara hak konstitusional tersebut dengan
berlakunya Pasal 32 Ayat 3 UU Advokat dan juga tidak ada kerugian hak
konstitusional Pemohon, baik secara aktual maupun potensial, serta seandainya pun permohonan dikabulkan tidak akan berpengaruh apa pun kepada
Pemohon. Di luar kedua putusan tersebut secara mayoritas putusan-putusan permohonan yang diajukan oleh kelompok warga negara Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kelima syarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No.006PUU-III2005 dan 010PUU-III2005.
C. Putusan Perkara Permohonan yang Diajukan Oleh Badan Hukum Publik atau Privat
Putusan MK No. 010PUU-12003 menimbang bahwa Pemohon, Bupati Kabupaten Kampar adalah Kepala Daerah Kabupaten Kampar yang menurut
ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 berwenang mewakili daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa untuk
mewakilinya. Sebagai sebuah badan hukum publik Kabupaten Kampar
Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian
Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009
menganggap hak danatau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh Undang- undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Hilir,
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, Dan Kota Batam. Putusan tersebut sebagai bukti bahwa meskipun dalam
permohonan pemohon mendalilkan dirinya sebaga warga negara namun disebabkan jabatannya sebagai Bupati ia dapat bertindak mewakili Kabupaten
yang ia pinpin dengan kualifikasi sebagai badan hukum publik. Melalui Putusan MK No.005PUU-I2003, memutuskan bahwa pemohon
yang mendalilkan dirinya sebagai badan hukum privat tidak memiliki legal standing dengan pertimbangan sebagai berikut :
- “bahwa menurut Pemohon dalam permohonannya Pemohon merupakan
suatu Badan Hukum Privat sebagaimana yang diatur oleh Buku III Bab 9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata tentang
Persekutuan Perdata Maatschap, khususnya Pasal 1653, Pasal 1654, dan Pasal 1655 KUH Perdata;
- bahwa ketentuan sebagaimana diatur oleh Buku III Bab 9 KUH Perdata
tentang Persekutuan Perdata Maatschap bukanlah ketentuan yang mengatur apakah suatu Bentuk Usaha merupakan suatu Badan Hukum
seperti Perseroan Terbatas P.T., Koperasi, atau Yayasan;
- bahwa Pemohon dalam Tambahan Penjelasan Mengenai Alas Hak Legal
Standing para Pemohon dalam suratnya tanggal 11 Februari 2004, mengatakan, menerangkan bahwa selain mendalilkan pada Pasal 1655
KUH Perdata juga mendalilkan pada Keputusan Raja 28 Maret 1870, S. 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum
Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen;
- bahwa suatu perkumpulan untuk menjadi suatu Perkumpulan-
Perkumpulan Berbadan Hukum Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen harus mendapatkan pengesahan dari Departemen
Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia cq Direktorat Jenderal Administrasi
Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian
Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009
Hukum Umum, tidak cukup pendiriannya hanya dengan Akte Notaris lebih-lebih tanpa Akte Notaris;
- bahwa Pemohon bukan merupakan subyek hukum yang dimaksud Pasal
51 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 dalam kualitas sebagai Badan Hukum Privat, sebagai konsekuensi hukumnya Pemohon tidak mengalami
kerugian yang berkaitan dengan hak konstitusionalnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 51 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003”
Kemudian Putusan MK No.019-020PUU-III2005 menambah satu
persyaratan lagi sebagai badan hukum untuk dapat dinyatakan memiliki legal standing, dapat dilihat dalam kutipan putusan sebagai berikut :
”Menimbang bahwa mengenai status badan hukum para Pemohon, Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu, telah mempertimbangkan
bahwa terlepas dari tidak dapat dibuktikannya apakah para Pemohon dimaksud berstatus sebagai badan hukum atau tidak, namun berdasarkan
anggaran dasar masing-masing perkumpulan yang mengajukan permohonan, telah ternyata bahwa tujuan perkumpulan tersebut
adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum public interest advocacy yang di dalamnya tercakup substansi dalam permohonan a quo”
Dari beberapa contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kualifikasi badan hukum untuk dapat dinyatakan mempunyai legal standing harus memenuhi
syarat tertentu diantaranya badan hukum tersebut mendapatkan pengesahan dari Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia cq Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum serta berdasarkan anggaran dasar badan hukum yang mengajukan permohonan, telah ternyata bahwa tujuan perkumpulan tersebut
adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum public interest advocacy dalam hal pengujian undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian
Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009
D. Putusan Perkara Permohonan yang Diajukan Oleh Lembaga Negara