Proses Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 Menimbang bahwa meskipun ketentuan yang dipandang bertentangan dengan konstitusi pada dasarnya adalah Pasal 16, 17 ayat 3, serta 68, khususnya yang menyangkut unbundling dan kompetisi, akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UU No. 20 Tahun 2002 padahal seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan yang tercermin dalam konsideran “Menimbang” huruf b dan c UU Ketenagalistrikan. Hal tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang merupakan norma dasar perekonomian nasional Indonesia.” 45 1 Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 sembilan orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 tujuh orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.

B. Proses Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Dalam BAB V Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang memuat ketentuan beracara di Mahkamah Konsttusi telah merumuskan prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi termasuk di dalamnya ialah prosedur pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar. Pasal 28 UU Mahkamah Konstitusi telah merumuskan ketentuan umum dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi bagi seluruh perkara di Mahkamah Konstitusi sebagai berikut : 2 Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. 3 Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahka mah Konstitusi. 4 Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Mahkamah Konstitusi dapat membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas 45 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 001-021-022PUU-I2003, hal.349 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 sekurang-kurangnya 3 tiga orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan. 5 Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 6 Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Proses pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar diawali dengan adanya pengajuan permohonan pengujian undang-undang yang telah dinyatakan memenuhi kelengkapan permohonan serta telah terdaftar dalam buku registrasi Mahkamah Konstitusi. 46 Setelah itu Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari kerja setelah permohonan dicatat dalam buku registrasi Mahkamah Konstitusi. Penetapan hari sidang dimaksud diberitahukan kepada pemohon dan diumumkan kepada masyarakat. 47 Pemberitahuan kepada pemohon sekaligus sebagai panggilan sidang yang harus diterima pemohon paling lambat 3 tiga hari sebelum hari sidang. 48 46 Pasal 29,30,31,32 dan Pasal 33 Undang-Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316 47 Pasal 34 Undang-Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316 48 Pasal 9 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06PMK2005 Kemudian dilanjutkan dengan proses pemeriksaan di persidangan. a. Pemeriksaan Pendahuluan Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim yang sekurang- kurang terdiri dari 3 tiga orang hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang terbuka untuk umum. Selain itu pemerksaa pendahuluan dapat pula dilakukan dalam sidang pleno yang dihadiri 7 tujuh orang hakim konstitusi. 49 1 Dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum legal standing Pemohon, dan pokok permohonan. Selanjutnya Pasal 11 Peraturan MK Nomor 06PMK2005 menentukan beberapa hal yang harus dilakukan hakim konstitusi dalam pemeriksaan pendahuluan sebagai berikut : 2 Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat 1 Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon danatau kuasanya untuk melengkapi danatau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari. 3 Nasihat sebagaimana dimaksud ayat 2 juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib persidangan. 4 Dalam hal Hakim berpendapat bahwa permohonan telah lengkap dan jelas, danatau telah diperbaiki sesuai dengan nasihat dalam sidang panel, Panitera menyampaikan salinan permohonan dimaksud kepada Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. 5 Dalam hal pemeriksaan pendahuluan telah dilakukan oleh Panel Hakim, Panel yang bersangkutan melaporkan hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim untuk proses selanjutnya. 6 Dalam laporan panel sebagaimana dimaksud ayat 5 termasuk pula usulan penggabungan pemeriksaan persidangan terhadap beberapa perkara dalam hal : a.memiliki kesamaan pokok permohonan; b.memiliki keterkaitan materi permohonan atau; c.pertimbangan atas permintaan Pemohon; 7 Pemeriksaan penggabungan perkara dapat dilakukan setelah mendapat Ketetapan Ketua Mahkamah. b. Pemeriksaan Persidangan 49 Pasal 10 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06PMK2005 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, selain itu dalam keadaan tertentu dapat pula dilakukan oleh panel hakim yang diputuskan oleh rapat permusyawaratan hakim. 50 “Pasal 13 : Selanjutnya secara berturut-turut Pasal 13, 14, 15 ,16, 17 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06PMK2005 merinci pemeriksaan persidangan sebagai berikut : 1 Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud Pasal 12 adalah: a. pemeriksaan pokok permohonan; b. pemeriksaan alat-alat bukti tertulis; c. mendengarkan keterangan PresidenPemerintah; d. mendengarkan keterangan DPR danatau DPD; e. mendengarkan keterangan saksi; f. mendengarkan keterangan ahli; g. mendengarkan keterangan Pihak Terkait; h. pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, danatau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukt i lain yang dapat dijadikan petunjuk; i. pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. 2 Atas permintaan Hakim, keterangan yang terkait dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf c sampai dengan huruf g wajib disampaikan baik berupa keterangan tertulis, risalah rapat, danatau rekaman secara elektronik, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja sejak diterimanya permintaan dimaksud. 3 Pemeriksaan persidangan dapat dilakukan dengan persidangan jarak jauh teleconference. 4 Setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai, pihak-pihak diberikan kesempatan menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan danatau tertulis selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja sejak hari persidangan terakhir, kecuali ditentukan lain dalam persidangan. Pasal 14 : 1 Pihak Terkait yang dimaksud Pasal 13 ayat 1 huruf g adalah pihak yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan. 2 Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak danatau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan. 50 Pasal 12 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06PMK2005 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 3 Pihak Terkait sebagaimana dimaksud ayat 2 dapat diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon dalam persidangan dalam hal keterangan dan alat bukti yang diajukannya belum cukup terwakili dalam keterangan dan alat bukti yang diajukan oleh PresidenPemerintah, DPR, danatau DPD. 4 Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah: a. pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya; atau b. pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak danatau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud. 5 Pihak Terkait sebagaimana dimaksud ayat 1 harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah melalui Panitera, yang selanjutnya apabila disetujui ditetapkan dengan Ketetapan Ketua Mahkamah, yang salinannya disampaikan kepada yang bersangkutan. 6 Dalam hal permohonan Pihak Terkait tidak disetujui, pemberitahuan tertulis disampaikan kepada yang bersangkutan oleh Panitera atas perintah Ketua Mahkamah. Pasal 15 : 1 Apabila dipandang perlu, pemeriksaan persidangan dapat diikuti dengan pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi yang ditunjuk dengan didampingi oleh Panitera danatau Panitera Pengganti serta dapat pula disertai Pemohon, Presiden Pemerintah, DPR, DPD, dan Pihak Terkait yang hasilnya disampaikan dalam persidangan. 2 Pemeriksaan setempat bertujuan untuk memperoleh petunjuk sebagaimana dimaksud oleh Pasal 13 ayat 1 huruf h. 3 Segala biaya yang timbul dalam pemeriksaan setempat dibebankan kepada masing-masing pihak. Pasal 16 : 1 Dalam hal Pemohon mendalilkan adanya dugaan perbuatan pidana dalam pembentukan undang-undang yang dimohonkan pengujiannya, Mahkamah dapat menghentikan sementara pemeriksaan permohonan atau menunda putusan; 2 Dalam hal dalil mengenai dugaan perbuatan pidana yang dimaksud pada ayat 1 disertai dengan bukti-bukti, Mahkamah dapat menyatakan menunda pemeriksaan dan memberitahukan kepada pejabat yang berwenang untuk menindaklanjuti adanya persangkaan tindak pidana yang diajukan oleh Pemohon. 3 Dalam hal dugaan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud ayat 1 telah diproses secara hukum oleh pejabat yang berwenang, untuk kepentingan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, Mahkamah dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak berwenang yang melakukan penyidikan danatau penuntutan. 4 Penghentian proses pemeriksaan permohonan atau penundaan putusan sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan dengan Ketetapan Mahkamah Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 yang diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Pasal 17 : 1 Dalam hal Pemohon mengajukan permohonan penarikan kembali, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim atau Panel Hakim yang bersangkutan melalui Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim memberikan rekomendasi kepada Mahkamah untuk menerbitkan Ketetapan Ketua Mahkamah. 2 Ketua Mahkamah menerbitkan Ketetapan Penarikan Kembali yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan memerintahkan kepada Panitera untuk mencatat dalam BRPK, yang salinannya disampaikan kepada Pemohon.” c. Pembuktian Pembuktian dibebankan kepada pemohon dan jika dianggap perlu hakim dapat pula membebankan pembuktian kepada PresidenPemerintah, DPR,DPD, danatau Pihak Terkait sekaligus dapat juga mengajukan bukti sebaliknya tegen bewijs. 51 Sedangkan macam-macam alat bukti yang dapat diajukan untuk diperiksa di persidangan, adalah: 52 a. surat atau tulisan yang harus dapat dipertanggungjawabkan cara perolehannya secara hukum yaitu berupa kutipan, salinan, atau fotokopi peraturan perundang-undangan, keputusan tata usaha negara, danatau putusan pengadilan, naskah aslinya harus diperoleh dari lembaga resmi yang menerbitkannya; b. keterangan saksi di bawah sumpah mengenai fakta yang dilihat, didengar, dan dialaminya sendiri; 51 Pasal 18 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06PMK2005 52 Pasal 19 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06PMK2005 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 c. keterangan ahli di bawah sumpah sesuai dengan keahliannya; d. keterangan Pemohon, PresidenPemerintah, DPR, danatau DPD, serta keterangan pihak yang terkait langsung; e. petunjuk yang diperoleh dari rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, danatau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain; danatau f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. pihak-pihak dalam persidangan dapat saling mengajukan pertanyaan danatau tanggapan mengenai pokok permasalahan yang diajukan oleh masing- masing pihak, dan mengajukan pertanyaan kepada saksi danatau ahli yang diajukan oleh pihak-pihak atas izin dan melalui Ketua Sidang.Selain itu Pemohon dapat memperoleh dan menanggapi keterangan tertulis baik dari PresidenPemerintah, DPR, danatau DPD, maupun Pihak Terkait. 53 Rapat Permusyawaratan Hakim RPH dilakukan secara tertutup dan rahasia yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah atau jika berhalangan memimpin dapat digantikan oleh Wakil Ketua Mahkamah. Rapat Pleno dapat pula dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh anggota mahkamah apabila Ketua dan Wakil Mahkamah berhalangan dalam waktu bersamaan. Dalam mengambil keputusan rapat permusyaratan hakim harus memenuhi kuorum yaitu sekurang- d. Rapat Permusyawaratan Hakim 53 Pasal 28 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06PMK2005 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 kurangnya dihadiri 7 tujuh orang hakim konstitusi, dibantu panitera dan petugas lain yang disumpah.Tetapi rapat permusyawaratan dapat pula dilakukan tanpa terikat ketentuan kuorum dimaksud dalam hal tidak untuk mengambil keputusan. 54 a. laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan; Rapat Permusyawaratan hakim secara umum dilaksanakan untuk mendengar, membahas, danatau mengambil keputusan mengenai: b. laporan panel tentang pemeriksaan persidangan; c. rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan permohonan yaitu dapat berupa ; pertama,pembahasan mengenai rancangan putusan yang akan diambil menyangkut kewenangan Mahkamah dan kedudukan hukum legal standing Pemohon. Kedua, tentang perlu-tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan atau dapat segera diambil putusan.Ketiga, tentang pelaksanaan pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh pleno atau panel. d. pendapat hukum legal opinion para Hakim Konstitusi; e. hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para Hakim Konstitusi; f. Hakim Konstitusi yang menyusun rancangan putusan; g. rancangan putusan akhir; h. penunjukan Hakim Konstitusi yang bertugas sebagai pembaca terakhir rancangan putusan; i. pembagian tugas pembacaan putusan dalam sidang pleno. 54 Pasal 29 Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06PMK2006 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 e. Putusan Putusan diambil dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 tujuh orang Hakim Konstitusi dan dibacadiucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 tujuh orang Hakim Konstitusi. 55 Amar putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar dapat berupa 56 a. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima, dalam hal permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; : b. Mengabulkan permohonan Pemohon; - Menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, danatau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan UUD 1945; - Menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, danatau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dalam hal permohonan beralasan sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat 2, ayat 3 dan Pasal 57 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; c. Mengabulkan permohonan Pemohon; - Menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945; 55 Pasal 31 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06PMK2005 56 Pasal 36 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06MK2005 Diki Altrika : Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 - Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang, 2008. USU Repository © 2009 - Menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dalam hal permohonan beralasan sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat 4 dan Pasal 57 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi; d. Menyatakan permohonan Pemohon ditolak, dalam hal UU yang dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat 5.

BAB III LEGAL STANDING DALAM PERKARA

Dokumen yang terkait

Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945 (Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/Puu-V/2007)

0 25 93

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

Legal Standing Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi RI ( Tinjauan Yuridis dan Praktis Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

0 15 101

ANALISIS KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) WARGA NEGARA INDONESIA SEBAGAI SUBYEK PEMOHON DALAM PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS UNDANG UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI

3 31 80

POLA DAN BENTUK PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PERKARA PENGUJIAN UNDANG UNDANG UNTUK MEWUJUDKAN KONSTITUSIONALISME

0 7 168

Implikasi Hukum Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi (Putusan Perkara Nomor 49/PUU-IX/2011 Perihal Pengujian UU Mahkamah Konstitusi).

0 0 19

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI (KAJ.

0 1 1

Mahkamah Konstitusi Dan Pengujian Undang-Undang

0 0 6

BAB II JENIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG 2.1. Konsep Pengujian Undang-Undang - PERUMUSAN NORMA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 33

Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012)

0 0 34