Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS Di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

(1)

PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2012

Oleh

ROHANA Br. SEMBIRING 107032104/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROHANA Br. SEMBIRING 107032104/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Rohana Br. Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 107032104

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi S.K.M

2. Prof.dr. Sori Sarumpaet, M.P.H 3. Suherman, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 30 Juli 2012

Rohana Br. Sembiring


(6)

ABSTRAK

Penyakit AIDS sejak diketahui oleh pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan umum (KU) atau disebut juga Universal Precaution (UP) mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah survei cross sectional. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bagian Unit Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing. Besar sampel adalah 100 tenaga kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05). Dan ada hubungan antara sikap dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05) di RSUP H. Adam Malik.

Disarankan kepada pihak RSUP H. Adam Malik memberikan pendidikan dan pelatihan tentang pencegahan HIV/AIDS serta pencegahan infeksi nosokomial bagi tenaga kesehatan khususnya di Ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), RA 1 (HIV/AIDS), ruangan Hemodialisasi darah (HD), ruangan Voluntary Counselling and Testing (VCT) agar dapat menerapkan universal precaution untuk mitigasi bencana HIV/AIDS.

Kata kunci : Penerapan Universal Precaution, Tenaga Kesehatan (Pengetahuan dan Sikap), Mitigasi Bencana HIV/AIDS


(7)

ABSTRACT

AIDS has long been known by health observers therefore a new policy called Universal Precaution is developed. This policy assumes that any blood and the other certain liquids, not to mention the status of it resources, can contain infection. It should be emphasized that Universal Precaution is needed not only to prevent from the spread of HIV but also from the other severe infections that can be more easily transmitted, for examples, the virus of Hepatitis B and C. The health service workers must fully apply the Universal Precaution in the relation to all patients.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the application of Universal Precaution by the health workers in the mitigation of HIV/AIDS disaster at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2012. The data for this study were primary and secondary data obtained from the Emergency Room Unit, RA 1, Blood Hemodialization, and Voluntary Counseling and Testing. The samples for this study were 100 health workers.

The result of this study showed that there was a relationship between knowledge and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05), and there was a relationship between attitude and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05) at H. Adam Malik General Hospital Medan.

The management of H. Adam Malik General Hospital Medan is suggested to provide education and training on HIV/AIDS prevention and nosochomial infection prevention to the health workers especially those working in the Emergency Room, RA 1 (HIV/AIDS) Room, Blood Hemodialization Room, and VCT Room that they can apply the Universal Precaution for the mitigation of HIV/AIDS disaster.

Keywords: Application of Universal Precaution, Health Workers, Mitigation, HIV/AIDS Disaster


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjelaskan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS Di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Studi Menejemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku dosen pembimbing I serta Dr. Fauzi, S.K.M selaku dosen pembimbing II yang telah penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Prof. dr. Sori Sarumpaet, M.P.H selaku dosen penguji I serta Suherman, S.K.M, M.Kes selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Direktur utama, Direktur SDM & Pendidikan, Ka. Instalasi Litbang, Ka. IGD, Ka. Instalasi. Hemodialisasi, Ka. Posyansus, Ka. Instalasi Rindu A dan selurh staff ang telah membant terlaksanana penelitian ini di RSUP H. adam Malik Medan 8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat

Studi Menejemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda Alm Amin Sembiring dan Alm Suciati br purba atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapatkan pendidikan yang terbaik

10.Terimakasih kepada SuamiKu H.Maryabin, S.E dan Ketiga anak-anakku tercinta yaitu: Rahmat Dede Pramana, Mirna Sari Pratiwi dan Rahmi Aginta Ulfa atas doa dan dukungan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

11.Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 Minat studi Manajemen Kesehatan Bencana.


(10)

Penulis menyadari atas penulisan tesis ini adanya keterbatasan dan kekurangan untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan khususnya Pencegahan Penularan Infeksi HIV/AIDS dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan , 30 Juli 2012 Penulis

Rohana Sembiring 10732104/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Rohana Br. Sembiring lahir pada tanggal 03 Desember 1963 di Binjai Kecamatan Binjai Timur, anak ke tujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Amin Sembiring dan Ibunda Alm. Suciati Br. Purba.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Melati Muhammadiyah Sumber Karya Binjai Timur selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama di SMP Taman Siswa Binjai, selesai tahun 1980, sekolah Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) di Rumkit Rem Binjai selesai tahun 1984, Sekolah D1 Kebidanan di Rumah Sakit Umum Dokter Rusdi Oloan di Glugur Medan selesai tahun 1986, Sekolah Program D3 Kebidanan (AKBID) di Depkes Medan selesai tahun 2000, Kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan selesai pada tahun 2007.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Ilmu S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 hingga saat ini.

Pengalaman bekerja adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun 1996 di Dinas Kesehatan Kota Binjai yang penempatan saat ini di Unit Puskesmas Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) ... 10

2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal ... 10

2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal ... 11

2.1.3. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan ... 11

2.2. Tenaga Kesehatan ... 12

2.2.1. Definisi Tenaga Kesehatan ... 12

2.3. Mitigasi ... 13

2.3.1. Definisi Mitigasi ... 13

2.3.2. Tujuan Mitigasi ... 14

2.3.3. Jenis-Jenis Mitigasi ... 14

2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 15

2.3.5. Sarana dan Prasarana Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 16

2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ... 23

2.3.7. Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT, dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD) ... 24

2.4. Bencana ... 24

2.4.1. Definisi Bencana ... 24

2.4.2. Jenis-Jenis Bencana ... 24


(13)

26. HIV/AIDS ... 26

2.6.1. Definisi AIDS ... 26

2.6.2. Pola Penularan Virus HIV ... 27

2.6.3. Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV ... 28

2.6.4. Masyarakat yang Berpotensi Tertular HIV ... 29

2.6.5. Mitigasi Bencana ... 30

2.7. Landasan Teori ... 31

2.8. Kerangka Konsep ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokai ... 33

3.2.2. Waktu ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1. Populasi ... 34

3.3.2. Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer ... 35

3.4.2. Data Sekunder ... 35

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.5.1. Variabel Mitigasi Bencana HIV/AIDS (X) ... 39

3.5.2. Variabel Penerapan Universal Precaution (Y) ... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis ... 41

3.7.1 Analisa Data ... 41

3.7.2 Pengolahan Data ... 42

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 43

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan ... 43

4.1.2. Visi dan Misi ... 44

4.1.3 Motto ... 45

4.1.4. Kedudukan ... 45

4.1.5. Tugas Pokok ... 45

4.1.6. Fungsi ... 45

4.1.7. Struktur Organisasi ... 46

4.1.8. ketersediaan Sumber Daya Manusia ... 47

4.2. Identitas Responden ... 48

4.3. Analisis Univariat ... 49


(14)

4.3.2. Sikap ... 51

4.3.3. Penerapan Universal Precaution... 53

4.4. Analisis Bivariat ... 55

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1. Hubungan Pengetahuan (Knowledge) Responden Mengenai Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan ... 58

5.2. Hubungan Sikap (Attitude) Responden Mengenai Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik ... 60

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Jumlah Pasien HIV/AIDS di Indonesia ... 4 1.2. Jumlah Kunjungan Pasien HIV-AIDS di RSUP H. Adam Malik

Medan Tahun 2009-2010 ... 6 2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD oleh Tenaga Kesehatan

Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H.

Adam Malik Medan ... 24 3.1. Perhitungan secara Proporsional Sampel di RSUP H. Adam

Malik Medan ... 35 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan 37 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap ... 38 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Penerapan ... 38 3.5 Materi Pengukuran Variabel ... 41 4.1. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Penerapan Universal

Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 48 4.2. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan, Sikap

dan Penerapan Universal Precaution Tentang Mitigsi Bencana

HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 49 4.3. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Dalam

Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan

Tahun 2012 ... 50 4.4. Distribusi Sikap Mengenai Universal Precaution Pada

Respondendi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 52 4.5. Distribusi Penerapan Universal Precaution di RSUP H. Adam


(16)

4.6. Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV?AIDS di RSUP H. Adam Malik

Tahun 2012 ... 56 4.7 Hubungan Sikap dengan Penerapan Universal Precaution dalam


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Model Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat

Kepatuhan Penerapan UP ... 31 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(18)

ABSTRAK

Penyakit AIDS sejak diketahui oleh pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan umum (KU) atau disebut juga Universal Precaution (UP) mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah survei cross sectional. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bagian Unit Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing. Besar sampel adalah 100 tenaga kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05). Dan ada hubungan antara sikap dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05) di RSUP H. Adam Malik.

Disarankan kepada pihak RSUP H. Adam Malik memberikan pendidikan dan pelatihan tentang pencegahan HIV/AIDS serta pencegahan infeksi nosokomial bagi tenaga kesehatan khususnya di Ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), RA 1 (HIV/AIDS), ruangan Hemodialisasi darah (HD), ruangan Voluntary Counselling and Testing (VCT) agar dapat menerapkan universal precaution untuk mitigasi bencana HIV/AIDS.

Kata kunci : Penerapan Universal Precaution, Tenaga Kesehatan (Pengetahuan dan Sikap), Mitigasi Bencana HIV/AIDS


(19)

ABSTRACT

AIDS has long been known by health observers therefore a new policy called Universal Precaution is developed. This policy assumes that any blood and the other certain liquids, not to mention the status of it resources, can contain infection. It should be emphasized that Universal Precaution is needed not only to prevent from the spread of HIV but also from the other severe infections that can be more easily transmitted, for examples, the virus of Hepatitis B and C. The health service workers must fully apply the Universal Precaution in the relation to all patients.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the application of Universal Precaution by the health workers in the mitigation of HIV/AIDS disaster at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2012. The data for this study were primary and secondary data obtained from the Emergency Room Unit, RA 1, Blood Hemodialization, and Voluntary Counseling and Testing. The samples for this study were 100 health workers.

The result of this study showed that there was a relationship between knowledge and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05), and there was a relationship between attitude and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05) at H. Adam Malik General Hospital Medan.

The management of H. Adam Malik General Hospital Medan is suggested to provide education and training on HIV/AIDS prevention and nosochomial infection prevention to the health workers especially those working in the Emergency Room, RA 1 (HIV/AIDS) Room, Blood Hemodialization Room, and VCT Room that they can apply the Universal Precaution for the mitigation of HIV/AIDS disaster.

Keywords: Application of Universal Precaution, Health Workers, Mitigation, HIV/AIDS Disaster


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia Sehat 2010. Sasaran MDGs memiliki indikator dan waktu pencapaian. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan “Indonesia Sehat di tahun 2015” sebagai pengganti slogan sebelumnya. Pada visi Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya target untuk 2015 adalah menghentikan pencegahan penyebara

Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya (Dr. Akhmad Wiryawan, 2007). Menurut Saroso (2006), kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kewaspadaan Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi yang benar dan terpadu (Kemkes, 2007).

Kewaspadaan universal diciptakan sebagai upaya perlindungan terhadap risiko penularan yang dapat terjadi. Cara penularan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit


(21)

seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa

Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) sejak diketahui oleh pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, misalnya virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.

(misalnya masuk mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.

Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang prima dengan memperhatikan kaidah-kaidah prinsip kewaspadaan universal sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi silang. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk tenaga kesehatan rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya karena merupakan syarat untuk menerapkan kewaspadaan universal. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah


(22)

tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kesembuhan pasien karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Sari, 2001).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit dengan mengingat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dalam hal Kesehatan bagi tenaga kesehatan, penerapan universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS harus dilakukan.

Penyakit AIDS, merupakan sekumpulan gejala-gejala yang menyertai infeksi HIV (Human Immunodefeciency Virus). HIV termasuk familia retrovirus. Sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan laporan AIDS Epidemic Update USAID and WHO tahun 2006, pada tahun 2004 terdapat kasus AIDS sebanyak 36,9 juta yang meningkat menjadi 39,5 juta pada tahun 2006 dengan jumlah kematian sebanyak 2,3 juta jiwa (5,8 %). Ada 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV pada tahun 2001 di Amerika Serikat, hal ini terjadi akibat risiko pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, sebanyak 24 (42 %) diantaranya yang terbanyak adalah tenaga perawat. Di Indonesia walaupun belum ada data yang pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di rumah sakit yang masih lemah, maka resiko penularan infeksi terutama infeksi nosokomial termasuk HIV terhadap tenaga kesehatan bisa dikatakan cukup tinggi. Sedangkan


(23)

tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, laboran belum diketahui data yang pasti tentang kasus yang terkena HIV/AIDS (Averting HIV and AIDS, 2012).

Perbandingan penderita HIV/AIDS antara laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Jumlah pasien HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2011 mengalami penurunan, dan dapat dilihat pada Tabel 1.1. dibawah ini.

Tabel 1.1. Jumlah Pasien HIV/AIDS di Indonesia

No Tahun Jumlah

1. 2007 11.140

2. 2008 16.140

3. 2009 19.973

4. 2010 26.508

5. 2011 17.314

Sumber : Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular Depkes RI, 2012

Sekretaris Jenderal YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) Iskandar Irwan Hukum menyatakan bahwa berdasarkan laporan Pemantauan AIDS Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sampai dengan Juni 2011, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah kumulatif kasus HIV/IADS tertinggi di Indonesia yakni sebesar 3.997 kasus, lalu diikuti provinsi Papua sebesar 3.938 kasus, kemudian Jawa Barat sebesar 3.809, Jawa Timur sebesar 3.755 dan Bali sebesar 3.747 kasus. Untuk Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat 8 setelah Provinsi Jawa Tengah. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara kasus HIV/AIDS (2009) berjumlah 1.419 orang (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2010).


(24)

Data Dinas Kesehatan Kota Medan sejak tahun 2006 hingga Mei 2011 ada 2.560 penderita HIV/AIDS. Di antaranya laki-laki 1.977 orang (78%) dan 583 orang (21 %) wanita. Faktor risiko terbesar heteroseksual (hubungan seks bebas) berjumlah 1.542 orang (60,23 %) dan penggunaan narkoba dengan jarum suntik 816 orang (31,87). Penderita terbesar usia 25-33 tahun berjumlah 1.473 orang (57,53%), anak-anak di bawah usia 15 tahun 47 orang (1,83 %) dan usia 16-24 tahun sebanyak 442 orang (17,26 %). Dari jumlah tersebut, sebanyak 418 orang (16,32 %) meninggal dunia. Sementara hingga Mei 2011, sudah 1.486 orang (58,04 %) berkunjung ke klinik IMS dan 271 orang (10,58 %) dirujuk ke klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing) (KPA, 2010).

Berdasarkan data dari Tabel 1.1. dan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan dapat diketahui penyakit HIV/AIDS dengan jumlah selalu tinggi, diperkirakan jumlah ini lebih banyak, karena ibarat fenomena gunung es. Tenaga kesehatan harus terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien yang ditolong, terutama pasien tersebut mengidap penyakit HIV/AIDS. Tenaga kesehatan dapat terpapar HIV/AIDS melalui percikan darah atau cairan tubuh pada mata, hidung dan mulut atau diskontiunitas pada permukaan kulit (misalnya luka lecet kecil), luka tusuk yang disebabakan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses perawatan di rumah sakit. Untuk mengantisipasi hal ini, maka petugas kesehatan perlu memahami pedoman universal precaution, untuk mencegah penyakit infeksi nosokomial pada dirinya pada saat memberikan pertolongan.


(25)

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan salah satu fungsinya adalah merawat pasien penderita HIV/AIDS. Jumlah kunjungan pasien HIV/AIDS tahun 2009-2010 menurut data rekam medik RSUP. HAM Medan, terus mengalami peningkatan, jumlah kunjungan pasien HIV/AIDS di RSUP HAM Medan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Jumlah Kunjungan Pasien HIV-AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009-2010

No. Tahun

Keterangan Pasien

Masuk Pasien Hidup

Pasien Meninggal

Pasien Pulang atas Permintaaan

Sendiri

Pasien Pulang Sembuh

1 2009 411 207 (50,36%) 90 (21,89%) 114 (27,75%) 0 (0%)

2 2010 552 309 (55,97%) 110 (16,30%) 113 (20,47%) 0 (0%)

Sumber : Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, 2012

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan telah berusaha memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, namun kenyataan di lapangan masih banyak dijumpai kendala-kendala dalam pelayanan pasien HIV/AIDS, seperti keterbatasan tenaga medis. Tenaga medis saat ini ada 6 (enam) orang, yaitu tenaga dokter spesialis penyakit dalam dan yang sudah pernah mengikuti pelatihan khusus hanya 3 (tiga) orang. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan menugaskan 101 orang tenaga tenaga kesehatan setiap bulannya, dan semua tenaga kesehatan mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan pelayanan langsung kepada pasien HIV/AIDS, sementara jumlah tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan khusus baru 2 (dua) orang di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan.


(26)

Tindakan Pencegahan Infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam tindakan perawatan pada pasien HIV/AIDS. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk menolong dan merawat pasien, keluarga, di ruangan rumah sakit, dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur, juga upaya-upaya untuk menurunkan risiko terjangkitnya atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan pengobatannya misalnya HIV/AIDS.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara penulis terhadap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, pasien HIV yang akan menjadi pasien Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan masuk melalui Unit Gawat Darurat (UGD) dan Voluntary Counseling and Testing (VCT) sampai ke Ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu) A1 (HIV/AIDS) dan ruangan Hemodialisa Darah (HD) ternyata dari keseluruhan petugas kesehatan yang menolong atau merawat pasien HIV/AIDS masih ada juga yang belum menerapkan universal precaution.

Berdasarkan uraian tersebut maka Peneliti melakukan penelitian tentang Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012.


(27)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precuation Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan pengetahuan (Knowledge) dan sikap (Attitude) oleh tenaga kesehatan dalam penerapan Universal Precaution dalam melakukan tindakan mitigasi bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Manajemen Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk mengembangkan program peningkatan keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam upaya penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS.


(28)

b. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen bencana non alam; penyakit kejadian luar biasa (KLB).

c. Bagi penelitian selanjutnya secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) 2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).

Pada semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal

Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien (Menurut pusat informasi penyakit infeksi nosocomial tahuan 2009).


(30)

Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu jari digosok menyeluruh) dengan sabun di air mengalir setelah berhubungan dengan pasien.

b. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau terkontaminasi dengan cairan tubuh.

c. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh. d. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam sekali pakai.

e. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien dengan disinfektan. f. Penanganan alat medis harus sesuai dengan standar disinfeksi dan sterilisasi. g. Tangani semua bahan yang telah tercemar cairan tubuh pasien dengan cara

sterilisasi atau disinfeksi.

h. Pembuangan limbah sesuai dengan prosedur pembuangan limbah RS.

2.1.3. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan

Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk: a. Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan.

b. Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker.

c. Penyediaan pasokan tersebut kurang. d. Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’.

e. Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat dilakukan.


(31)

f. Rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan.

Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Nosocomial, 2009).

2.2. Tenaga Kesehatan

2.2.1. Definisi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS terdiri dari :


(32)

a. Tenaga medis meliputi dokter umum, spesialis penyakit dalam dan dokter gigi dengan tugas memberikan pengobatan kepada pasien HIV/AIDS melalui obat-obatan.

b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan mempunyai tugas merawat pasien HIV/AIDS dalam 24 jam dengan adanya pembagian 3 (tiga) shift (pagi, sore dan malam).

c. Tenaga keteknisian medis meliputi analis kesehatan bertugas mengambil sampel darah pasien HIV/AIDS untuk pemeriksaan laboratorium dan teknisi transfusi bertugas untuk memberikan tambahan darah kepada pasien HIV/AIDS.

2.3. Mitigasi

2.3.1. Definisi Mitigasi

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman.

Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana non alam. Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan atau kerugian harta benda


(33)

yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian risiko (risk assessmement).

Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.

2.3.2. Tujuan Mitigasi

Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut : a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi

penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.

b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe) (PP No. 21, 2008).

2.3.3. Jenis - Jenis Mitigasi

Mitigasi pada prakteknya dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan


(34)

memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif efisien untuk daerahnya.

2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial

Komite pengendalian infeksi dari suatu rumah sakit umum yang besar, misalnya rumah sakit kelas A dan kelas B, hendaknya mempunyai perwakilan dari semua bagian dan SMF utama yang bersangkutan dengan pengendalian infeksi, yakni medis, keperawatan, kesehatan okupasi, bagianenginering, IFRS, bagian suplai, sentra strelisasi, katering, mirobiologi, administrasi, kesehatan masyarakat, dan juga tim pengendali infeksi.

Rumah sakit dalam upaya pencegahan penularan infeksi melibatkan berbagai unsur, mulai dari peran pimpinan sampai tenaga kesehatan sendiri. Peran pimpinan adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran tenaga adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan tenaga dalam pencegahan infeksi di rumah sakit. Dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit yang dilaksanakan oleh semua instalasi, meliputi kualitas pelayanan, manajemen risiko, clinical govermance, serta kesehatan dan keselamatan kerja.


(35)

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam melalui penerapan universal precaution atau yang disebut kewaspadaan universal yaitu cara penanganan terbaru dalam meminimalkan pajanan cairan tubuh dari pasien ke petugas kesehatan tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar kewaspadaan universal adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan mencegah alat tusukan tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Indonesia, 2009).

2.3.5. Sarana dan Prasarana Pencegahan Infeksi Nosokomial a. Sarana Cuci Tangan

Sarana cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut diharapkan mikroorganisme akan terlepas ditambah gesekan mekanisme atau kimiawi saat mencuci tangan mikroorganisme akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit (Nursalam, 2007).

Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi mikroba.

Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemeriksaan terhadap pasien (Nursalam, 2007). Adapun langkah-langkah


(36)

mencuci tangan yang benar dan efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial sebagai berikut:

1) Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air mengalir yang hangat, sabun biasa atau sabun antimicrobial, lap tangan kertas atau pengering,

2) Lepaskan lap tangan dan gulung lengan panjang keatas pergelangan tangan. Hindari memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan.

3) Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar,

4) Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulit dan kutikula,

5) Berdiri didepan wastapel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastapel, 6) Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran dan suhu atau dorong

pedal lutut secara lateral untuk mengatur aliran dan suhu. 7) Hindari percikan air mengenai seragam,

8) Atur aliran air sehinnga suhu hangat,

9) Basahi tangan dan lengan bawah dan seksama sebelum mengalirkan air hangat. Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih rendah dari pada siku selama mencuci tangan,

10) Taruh sedikit atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabuni dengan seksama. 11) Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10 – 15 detik. Jalin jari-jari

tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkuler paling sedikit masing-masing lima kali. Pertahankan supaya ujung jari berada dibawah untuk memungkinkan pemusnahan mikroorganisme,


(37)

12) Jika daerah dibawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya, dan tambah sabun atau stik orangewood yang bersih,

13) Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak tangan dibawah siku,

14) Ulangi langkah 10 sampai 12 namun tambah periode mencuci tangannya 1,2, 3 detik,

16) Keringkan tangan dengan seksama dan jari tangan ke pergelangan tangan dan lengan bawah dengan handuk kertas (tisu) atau pengering,

17) Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. (Swearingen, 2000)

b. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir tenaga dari risiko pejajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskret, kulit yang tidak utuh dan selaput lender pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung seperti sarung tangan, masker, topi, apron/celemek, kacamata dan sepatu boot. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan (Nursalam, 2007).

Menurut Swearingen (2000), terdapat dua bentuk pencegahan yaitu: tindakan pencegahan standart, didesain untuk semua perawatan pasien di rumah sakit tanpa memperhatikan diagnosis mereka atau status infeksi sebelumnya. Tindakan pencegahan transmisi, yang dibagi dalam kategori udara, droplet dan kontak dan digunakan pada pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi atau terkolonisasi


(38)

pathogen secara epidemiologis dapat ditularkan melalui udara dan kontak, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Tindakan pencegahan standar diterapkan untuk darah, sekresi, dan ekresi cairan tubuh tanpa memerhatikan kandungan darah yang terlihat pada membran mukosa. Tindakan pencegahan berdasarkan transmisi dirancang untuk pasien yang telah didokumentasikan mengalami atau dicurigai terinfeksi yang dapat ditransmisikan melalui udara atau droplet, organisme yang penting secara epidomiologis, temasuk proteksi penyakit menular (Patricia, 2005).

c. Kontrol atau Eliminasi Agen Infeksius

Tenaga kesehatan yang melakukan pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi objek yang terkontaminasi untuk mengurangi atau memusnahkan mikroorganisme. Pembersihan adalah membuang sampah material asing seperti kotoran dan materi organik dari suatu objek. Desinfeksi menggambarkan proses yang memusnahkan banyak atau semua mikroorganisme, dengan pengecualian spora bakteri, dari objek yang mati. Biasanya menggunakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah. Sterilisasi adalah pemusnahan seluruh mikroorgnisme termasuk spora. Alat-alatharus dalam keadaan streil pada saat pembeliannya atau bila mungkin disterilkan dengan otoklaf untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme yang berasal dari air seperti mikrobakteria (Nursalam, 2007).

d. Kontrol atau Eliminasi Reservoir

Tenaga kesehatan yang melakukan eliminasi reservoir dengan membersihkan cairan tubuh, drainase, atau larutan yang merupakan tempat mikroorganisme. Tenaga


(39)

kesehatan juga membuang sampah dengan hati-hati alat yang terkontaminasi material infeksius. Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk membuang mater sampah infeksius menurut kebijakan lokal dan Negara (Nursalam, 2007). Sampah cair dituang ke dalam sistem pembuangan kotoran tertutup. Sampah medis dan nonmedis dilakukan insemerasi (pembakaran) atau dikubur. Sampah tajam dilakukan enkapsulisasi atau disemenkan.

e. Kontrol Terhadap Portal Keluar

Tenaga kesehatan yang melakukan praktek pencegahan dan kontrol ntuk meminimalkan atau mencegah organisme yang keluar melalui saluran pernafasan, tenaga kesehatan harus selalu menghindari berbicara langsung terhadap pasien. Tenaga kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan sekali bila pakai menangani eksudat. Masker, gown dan kacamata jika terdapat kemungkinan adanya percikan dan kontak cairan. Kegunaan APD ini yaitu topi untuk menutupi rambut yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka, kacamata berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam mata, masker untuk mencegah terciumnya bau bila tenaga kesehatan yang demam ringan namun tetap bekerja harus memakai masker, khususnya bila mengganti balutan atau melakukan prosedur steril, apron/celemek berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh, sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan sepatu boot untuk mencegah trauma atau tusukan jarum.

Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab mengajarkan klien untuk melindungi organ lain pada saat bersin dan batuk. Cara lain mengontrol keluarnya


(40)

mikroorganisme adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat. Cara yang terkontaminasi dapat dengan mudah terpecik saat dibuang di toilet atau dibak sampah (Nursalam, 2007).

f. Pengendalian Penularan

Tenaga kesehatan yang melakukan pengendalian infeksi secara efektif, dengan tetap waspada tentang jenis penularan dan cara mengotrolnya. Bersihkan dan sterilkan semua peralatan yang reversibel. Teknik yang paling penting adalah mencuci tangan dengan aseptik. Untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus dijaga supaya tidak bersentuhan langsung dengan baju tenaga kesehatan (Nursalam, 2007).

g. Kontrol Terhadap Portal Masuk

Tenaga kesehatan yang melakukan harus mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa menurunkan kemungkinan penjamu. Tenaga kesehatan harus berhati-hati terhadap resiko jarum suntik. Tenaga kesehatan harus menjaga kesterilan alat dan tindakan invasive. Klien, tenaga kesehatan dan tenaga kebersihan berisiko mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Pada saat pembersihan luka tenaga kesehatan menyeka bagian dalam dulu kemudian bagian luar (Nursalam, 2007).

h. Perlindungan Terhadap Penjamu yang Rentan

Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan proteksi atau barier termasuk penggunaan pakaian pelindung, sarung tangan, kacamata dan masker serta alat pelindung lainnya. Perawatan semua klien, kewaspadaan berdasarkan penularan


(41)

perlukaan untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis sistem proteksi, tenaga kesehatan harus menikuti prinsip dasar yaitu: harus mencuci tangan sebelum masuk dan meninggalkan ruangan, benda yang terkontaminasi harus dibuang untuk mencegah penyebaran mikroorganisme, pengetahuan tentang proses penyakit dan jenis penularan infeksi harus diaplikasikan pada saat menggunakan barier pelindung, semua orang yang kemungkinan terpapar selama perpindahan klien diluar kamar proteksi harus dilindungi. Lingkungan yang protektif yng digunakan untuk proteksi dapat memiliki tekanan udara yang negatif untuk mencegah partikel infeksius mengalir kelur dari ruangan. Ada juga kamar khusus dengan tekanan aliran positif digunakan pada pasien yang rentan seperti resipien transplantasi (Nursalam, 2007).

i. Perlindungan Bagi Tenaga Kerja

Perlindungan barier harus sudah bersedia bagi tenaga kesehatan yang memasuki kamar proteksi, penggunaan gown, sarung tangan, masker dan kacamata pelindung. Tenaga kesehatan mengenakan sarung tangan bila risiko terpapar materi infeksius, khususnya sarung tangan direkomendasikan saat tenaga kesehatan ada goresan atau luka pada kulit, saat melakukan fungsi vena, karena merek berisiko terkena tumpahan darah atau cairan tubuh lainnya pada tangan, dan bila mereka kurang pengalaman. Centre of Diases Control lebih lanjut merekomendasikan bahwa sarung tangan hanya digunakan sekali pakai.

Menurut Blais et al, 2006 dikutip dalam Bertha, 2010 Konsep pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit tidak dapat dilakukan secara individual, oleh


(42)

karena itu dalam pelaksanaannya harus mengacu kepada tenaga kesehatan, bahwa tenaga kesehatan adalah pemberian asuhan yang di pimpin oleh tenaga kesehatan yang professional. Tenaga kesehatan menekankan nilai humanistik dan berespon terhadap kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan. Dengan menekankan pada nilai humanistik dan berespon, maka upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dapat dilakukan secara optimal.

2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Adapun yang menjadi tindakan-tindakan perawatan kepada pasien sesuai dengan protap mulai dari ruangan UGD, VCT (Voluntary Counselling and Testing) sampai ke Rindu A1 dan Hemodialisa Darah (HD) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah :

a. Protap kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrab)

Alkohol/handrab merupakan cairan alternatif pengganti cuci tangan berbasis alkohol 60 % - 90 % dicampur dengan emolien (perbandingan 100 ml : 2 ml), penjelasan protap terlampir.

b. Protap memakai dan melepas sarung tangan.

Sarung tangan ini dipakai sewaktu melaksanakan tindakan inpasif, penjelasan protap terlampir.

c. Protap penanganan petugas terpajan jarum suntik yang terkontaminasi dengan penderita HIV/AIDS (terlampir).


(43)

e. Protap penanganan tumpahan darah/cairan tubuh di lantai (terlampir).

2.3.7. Penerapan APD Oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD).

Tabel 2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H. Adam Malik Medan

Unit Gawat Darurat (UGD)

Voluntary Counseling and

Testing (VCT)

Ruangan HIV/AIDS (RA 1)

Hemodialisa Darah (HD)

a. Masker 4(penutup mulut) b. Handscoen c. Sepatu boot

a. Masker b. Handscoen

a. Masker b. Handscoen

a. Masker b. Handscoen

Sumber : RSUP H. Adam Malik Medan, 2012

2.4. Bencana

2.4.1. Definisi Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2.4.2. Jenis-Jenis Bencana

Jenis-jenis bencana yang ada di Indonesia adalah sebegai berikut :

a. Bencana alam adalah fenomena atau gejala alam yang disebabkan oleh keadaan geologi, biologis, seismis, hidrologis, dan keadaan meteorologis atau disebabkan


(44)

oleh karena suatu proses dalam lingkungan alam yang mengancam kehidupan, struktur, dan perekonomian masyarakat seperti dapat menimbulkan malapetaka seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan sebagainya.

b. Bencana buatan manusia adalah peristiwa yang terjadi oleh karena proses teknologi, interaksi manusia dengan lingkungannya atau interaksi manusia di dalam dan di antara masyarakat itu sendiri yang menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti hasil pembangunan, kerusuhan sosial, kecelakaan lalu lintas, KLB akibat wabah penyakit menular, kerusuhan sosial bernuansa sara, dan sebagainya.

2.5. Mitigasi Bencana

Adapun mitigasi bencana atau tindakan-tindakan pencegahan infeksi pada pasien HIV/AIDS adalah :

a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti HIV/AIDS Petugas kesehatan dapat terpapar HIV/AIDS di tempat kerjanya melalui : a. Percikan atau cairan tubuh pada mata, hidung, dan mulut melalui diskontinuitas

permukaan kulit (misalnya luka atau lecet yang kecil).

b. Luka tusuk yang disebabkan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses peralatan. Memakai sarung tangan, menggunakan alat perlindungan pribadi (topi, kacamata, masker, celemek, sepatu boot dan lain-lain) dapat melindungi penolong terhadap


(45)

kemungkinan terkena percikan, berhati-hati saat menangani benda tajam dan melakukan dekontaminasi serta memproses peralatan yang terkontaminasi secara benar, merupakan cara-cara efektif untuk meminimalkan risiko infeksi, tidak hanya bagi pasien yang ada di ruangan tetapi juga terhadap tenaga kesehatan lainnya lainnya.

2.6. HIV/AIDS 2.6.1. Definisi AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: manusia akibat infeksi virus menyerang spesies lainnya

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap terkena perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan (WHO, 2009).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, bukan penyakit keturunan, Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS


(46)

merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban, 2001).

HIV (Human Immunodefeciency Virus), termasuk familia retrovirus. Sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit T yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun.

2.6.2. Pola Penularan Virus HIV

Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5%-10 % akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfuse darah yang tercemar.

Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.


(47)

2.6.3. Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV/AIDS

Seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2 - 4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

Virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana tejadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.

Seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun sering terjadi di negara industri seperti Jerman, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat


(48)

dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infkesi oportunistik dan kualitas pelayanan yang lebih baik.

2.6.4. Masyarakat yang Berpotensi Tertular HIV

Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja yang mempunyai perilaku tersebut, terlebih lagi berganti-ganti pasangan tersebut adalah orang yang berisiko tinggi. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dan sebagainya. Jadi yang menjadi masalah disini bukan pada kelompok mana tetapi pada perilaku yang berganti-ganti pasangan.

Potensi tertular HIV/AIDS adalah orang yang mendapat tansfusi darah yang tercemar virus HIV. Penggunaan alat suntik secara bergantian tanpa melalui proses sterilisasi. Anak yang lahir dari ibu yang mengidap virus HIV. Orang yang karena pekerjaannya sering berhubungan dengan penderita HIV/AIDS seperti dokter, perawat, petugas transfusi darah, bidan, dan sebagainya. Aktivitas tersebut akan menjadi pintu masuk bagi virus HIV/AIDS (Depkes, 2006).

2.6.5. Mitigasi Bencana HIV/AIDS

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual, atau jika terpaksa harus melakukan hubungan seksual dengan orang yang berisiko tinggi diharuskan


(49)

menggunakan kondom. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi donor darah.

Tindakan tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS untuk diterapkan di RSUP H. Adam Malik yaitu :

a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau yang mengandung antiseptik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu jari digosok menyeluruh).

b. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir dan biarkan tangan kering.

c. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau peralatan yang terkontaminasi.

d. Pakai masker dan kacamata pelindung bila ada percikan cairan tubuh pasien. e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam setelah sekali pakai. f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien.

g. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.

2.7. Landasan Teori

Menurut Gibson (1996), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja terhadap kinerja, yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis. Faktor individu dan demografi mencakup sub variabel jenis kelamin, umur, pekerjaan, lama bekerja, pengetahuan tentang UP. Faktor organisasi meliputi : lingkungan kerja, pelatihan ketrampilan UP. Faktor psikologis meliputi : persepsi


(50)

kemungkinan terkena infeksi HIV, persepsi tentang keparahan penyakit HIV, dan persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit.

Gambar 2.1. Model Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat Kepatuhan Penerapan UP

Faktor Individu 1. Jenis kelamin 2. Umur

3. Pekerjaan 4. Lama bekerja 5. Pengetahuan

tentang UP

Faktor Psikologis

1. Persepsi kemungkinan terkena infeksi HIV

2. Persepsi tentang keparahan penyakit

3. Persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Faktor Organisasi 1. Lingkungan kerja 2. Pelatihan


(51)

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas serta kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Mitigasi Bencana

HIV/AIDS

Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme dan menurunkan risiko penularan penyakit dari pasien ke tenaga

kesehatan melalui pengetahuan dan sikap tentang pemakaian APD di RSUP H. Adam Malik Medan

Penerapan Universal Precaution dalam melaksanakan tindakan mitigasi bencana HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei cross sectional yang bertujuan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Umar, 2001).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Adapun lokasi penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan adalah rumah sakit umum milik pemerintah pusat yaitu dibagian Unit Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing. 1. Ruangan ini yang sering dikunjungi oleh pasien yang dicurigai mengidap

HIV/AIDS.

2. Tenaga kesehatan yang kemungkinan terkena infeksi nosokomial misalnya virus HIV/AIDS.


(53)

3.2.2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan sebanyak 120 orang tenaga kesehatan yang ada di Ruangan UGD, VCT, HD dan RA1 RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel

Peneliti menggunakan pengambilan sampelnya yaitu simpel random sampling. Maka peneliti untuk mendapatkan sampel dari 4 ruangan yaitu ruangan UGD, VCT, Hemodialisa Darah (HD) dan ruangan Rindu A1 (ruangan HIV/AIDS) secara proporsional sebanyak 100 orang tenaga kesehatan dengan perhitungan dalam Tabel 3.1.:

Tabel 3.1. Perhitungan Secara Proporsional Sampel di RSUP H. Adam Malik Medan

No Ruangan Proporsional Persentase Jumlah

Sampel

1. Unit Gawat Darurat (UGD) 45 x 100 % 120

37.50 % 38 orang

2. RA 1 (HIV/AIDS) 28

120

x 100 % 23,33 % 23 orang 3. Hemodialisa Darah (HD) 35 x 100 %

120

29,16 % 29 orang 4. Voluntary Counselling and

Testing (VCT)

12 120

x 100 % 10 % 10 orang

Total 100 % 100 orang


(54)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data yang diperoleh dari responden dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada tenaga kesehatan, dengan menggunakan kuisioner yang berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah dipersiapkan. Adapun sumber data primer didapat dari hasil jawaban responden yang terkait dengan penerapan universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS melalui wawancara langsung kepada dokter dan perawat pelaksana dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Bagian Personalia RSUP HAM tentang jumlah dokter dan perawat pelaksana. Pada bagian Umum RSUP HAM tentang gambaran umum rumah sakit serta Instalasi Rindu A. Dilihat melalui observasi pada setiap ruangan-ruangan yaitu di ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), ruangan RA 1 (HIV/AIDS), ruangan Hemodialisa Darah (HD), dan ruangan Voluntary Counselling and Testing (VCT) telah menyediakan alat-alat pelindung diri seperti topi untuk menutupi rambut yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka yang terinfeksi, adanya kacamata yang berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam mata, adanya masker untuk mencegah terciumnya bau, apron atau celemek yang berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam tubuh, adanya sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan adanya sepatu boot untuk mencegah trauma atau tusukan jarum.


(55)

Penyediaan APD tersebut ternyata RSUP H. Adam Malik Medan telah memberikan pengadaan alat-alat pelindung diri sesuai dengan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di RS dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dalam hal kesehatan bagi tenaga kesehatan, penerapan universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS harus dilakukan.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas dilakukan dengan tujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan kesahihan. Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa saja yang seharusnya diukur. Instrumen dianggap valid jika nilai koefisien korelasi r > 0,3.

Uji Reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Instrumen dianggap reliabel jika alpha cronbach > 0,6. Setelah dilakukan ujicoba kuesioner kepada 30 tenaga kesehatan diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel mitigasi bencana dan penerapan universal precaution valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini, dengan hasil sebagai berikut :


(56)

a. Variabel Pengetahuan

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 3.2. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 11 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,949, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.

b. Variabel Sikap

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Variabel Nilai Corrected

Item-Total

Cronbach Alpha

Keterangan

Pengetahuan 1 0,914 Valid

Pengetahuan2 0,853 Valid

Pengetahuan 3 0,731 Valid

Pengetahuan 4 0,853 Valid

Pengetahuan 5 0,806 Valid

Pengetahuan 6 0,671 Valid

Pengetahuan 7 0,853 Valid

Pengetahuan 8 0,615 Valid

Pengetahuan 9 0,806 Valid

Pengetahuan 10 0,806 Valid

Pengetahuan 11 0,712 Valid

Reliabilitas 0,949 Reliabel

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Cronbach Alpha Keterangan

Sikap 1 0,493 Valid

Sikap 2 0,679 Valid

Sikap 3 0,817 Valid

Sikap 4 0,660 Valid

Sikap 5 0,786 Valid

Sikap 6 0,425 Valid

Sikap 7 0,708 Valid

Sikap 8 0,793 Valid


(57)

Berdasarkan Tabel 3.3. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sebanyak sikap 8 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,889, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan reliabel.

c. Variabel Penerapan

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Penerapan

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sebanyak penerapan 11 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,898, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel penerapan valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Mitigasi Bencana HIV/AIDS (X)

Adapun variabel mitigasi bencana HIV/AIDS yaitu pengetahuan dan sikap.

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Cronbach Alpha

Keterangan

Penerapan 1 0,498 Valid

Penerapan 2 0,686 Valid

Penerapan 3 0,781 Valid

Penerapan 4 0,664 Valid

Penerapan 5 0,501 Valid

Penerapan 6 0,502 Valid

Penerapan 7 0,711 Valid

Penerapan 8 0,656 Valid

Penerapan 9 0,569 Valid

Penerapan 10 0,664 Valid

Penerapan 11 0,711 Valid


(58)

a. Pengetahuan adalah wawasan yang dimiliki oleh dokter dan perawat tentang penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS di ruangan Rindu A1 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan.

Selanjutnya persentase jawaban di interpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai > 76-100% 2) Tingkat pengetahuan sedang bila skor atau nilai > 60-75%

3) Tingkat pengetahuan buruk bila skor atau nilai < 60% (Arikunto, 2005)

b. Sikap adalah perilaku yang terjadi dalam diri dokter dan perawat pelaksana dan diekspresikan dalam tindakan untuk menanggapi suatu kondisi atau keadaan tertentu.

Kemudian variabel sikap dikategorikan menjadi: Baik, jika jumlah keseluruhan skor 41% - 60% Sedang, jika jumlah keseluruhan skor 21% - 40%

buruk, jika jumlah keseluruhan skor ≤ 20% (Riduwan, 2009)

3.5.2. Variabel Penerapan Universal Precaution (Y)

Penerapan universal precaution adalah segala sesuatu kinerja yang diketahui tenaga kesehatan tentang mitigasi bencana HIV/AIDS yang diukur dengan :

a. Informasi adalah segala sesuatu yang berbentuk himbauan dan anjuran yang harus diikuti oleh petugas kesehatan dalam menerapkan kewaspadaan umum mitigasi bencana HIV/AIDS.


(59)

b. Sosialisasi adalah melakukan tindakan penerangan atau menjelaskan kepada petugas kesehatan yang belum terlatih dalam penerapan universal precaution sebagai upaya mitigasi bencana HIV/AIDS, seperti penggunaan leaflet dan brosur.

c. Diklat adalah suatu bentuk pendidikan dan pelatihan kepada petugas kesehatan dalam menambah wawasan kepada petugas kesehatan.

d. Pengaturan dan penataan, yang dimaksud disini adalah mengatur dan menata setiap mitigasi bencana HIV/AIDS dengan membuat protap-protap yang telah ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, disesuaikan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS yang dipakai untuk menghindari infeksi nosokomial.

Untuk mengetahui penerapan universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS didasarkan pada jawaban yang di berikan atas pertanyaan melakukan dan tidak melakukan.

a. Ya, apabila tenaga kesehatan memakai APD dalam menghadapi pemeriksaan kepada pasien

b. Tidak, apabila tenaga kesehatan tidak memakai APD dalam menghadapi pemeriksaan kepada pasien

3.6. Metode Pengukuran

1. Metode Pengukuran Variabel Bebas

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dan kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Nilai yang tertinggi


(60)

dikumpulkan dikategorikan menjadi 3 (tiga) tingkat, yaitu baik, sedang, dan buruk yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. :

Tabel 3.5 Materi Pengukuran Variabel

Variabel Jumlah

Indikator Kategori Skor Skala ukur

Pengetahuan 7 Benar Salah Benar = 1 Salah = 0 Ordinal

Sikap 6

SS S TS STS

(+) (-)

1 4

2 3

3 2

4 1

Ordinal

Penerapan universal precaution

1 Ya

Tidak

(+) (-)

Ordinal Sumber : Hasil Penelitian (2012), diolah

3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan analisis yang bersifat dekriptif kualitatif yaitu mengetahui penerapan universal precaution oleh petugas kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan melihat persentase distribusi frekuensi.

3.7.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan manual dan melalui proses komputerisasi. Dalam pengolahan data ini mencakup editing, coding, dan tabulating terhadap hasil pengukuran yang diperoleh dari penerapan universal precaution tenaga kesehatan dalam mitigsasi bencana HIV/AIDS disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(61)

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara tunggal variabel-variabel penelitian baik independen maupun dependen dalam bentuk distribusi, frekuensi, dan dihitung persentasenya.

2. Analisis Bivariat

Peneliti untuk melihat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen, menggunakan uji chi-square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% yaitu α = 0,05 dengan ketentuan.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Pusat yang secara teknis berada di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan. Pada tahun 1990 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik ini merupakan pusat rujukan kesehatan regional untuk wilayah Sumatera Bagian Utara dan Bagian Tengah yang meliputi Propinsi Naggroe Aceh Darussalam, Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat.

RSUP H Adam Malik Medan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 pada tanggal 6 September 1991. Pada tahun 1993 RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi menjadi pusat pendidika fakultas kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya soft opening, dan diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.

Berdasarkan SK Menkes RI No. HK.00.06.3.5.5317 tanggal 31 oktober 2006 RSUP H Adam Malik telah terakreditasi untuk 16 pelayanan. Berdasarkan Surat keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat keputusan Menteri Kesehatan dengan No. 756/menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 RSUP H.


(63)

Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan – pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen keuangan untuk perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

244/menkes/Per/III/2008 tentang organisasi dan tata kerja RSUP H. Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008. Pada tanggal 10 juni 2009, status RSUP H. Adam malik telah resmi menjadi instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) penuh sesuai dengan keputusan menteri Keuangan No. 214/KMK.05/2009.

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik kembali terakreditasi untuk 16 pelayanan periode Juli 2010 s/d 2013 sesuai S.K Kemenkes RI No. YM.01.10/III/3696/10 tanggal 20 juli 2010.

4.1.2. Visi dan Misi

Visi RSUP H. Adam malik adalah “ Menjadi Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan Pendidikan dan Penelitian yang Mandiri dan Unggul di Sumatera Utara tahun 2015”.

Visi tersebut diwujudkan melalui Misi RSUP H. Adam Malik yaitu :

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau. 2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang profesional. 3. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel dan


(64)

4.1.3. Motto

Mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan “PATEN”

P : ELAYANAN CEPAT

A : KURAT

T : ERJANGKAU

E : FISIEN

N : YAMAN

4.1.4. Kedudukan

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Direktur Utama.

4.1.5. Tugas Pokok

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mempunyai tugas menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan uapaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.

4.1.6. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas RSUP H Adam Malik menyelenggarakan fungsi : 1. Pelayanan medis


(65)

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan 3. Penunjang medis dan non medis 4. Pengelolaan sumber daya manusia

5. Pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi Kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

6. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya 7. Penelitian dan pengembangan

8. Pelayanan rujukan

9. Administrasi umum dan keuangan

4.1.7. Struktur Organisasi

Struktur organisasi RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 sebagai berikut :

Susunan organisasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari : 1. Direktorat Medik dan Keperawatan

2. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan 3. Direktorat Keuangan

4. Direktorat Umum dan Operasional 5. Unit-unit Non Struktural


(66)

4.1.8. Ketersediaan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang ada di lingkungan RSUP H. Adam Malik pada bulan desember 2011 sebanyak 1.849 orang terdiri dari tenaga PNS 1.499 orang (81,07%) dan Tenaga Honorer 350 Orang (18,93%).

Tenaga PNS antara lain :

1. Tenaga medis 198 orang (10,70%) terdiri dari laki – laki 104 (5,62%) dan perempuan 94 (5,08%)

2. Tenaga keperawatan 667 orang (36,07) laki-laki 71 (3,83%) dan perempuan 596 (32,23%)

3. Non keperawatan 341 orang (18,44%) laki-laki 80 (4,32%) dan perempuan 261 (14,11%)

4. Non medis 293 orang (15,84%) laki – laki 141 (1,62%) dan perempuan 152 (8,22%).

Tenaga Non PNS :

1. Tenaga medis 1 orang (0.05%) perempuan 1 (0.05%)

2. Tenaga keperawatan 86 orang (4,65%) laki-laki 8 (0,43%) dan perempuan 22 (1,18%)

3. Non keperawatan 31 orang (1,67) laki-laki 9 (0,48%) dan perempuan 22 (1,18%) 4. Non medis 232 orang (12,54%) laki-laki (6,70%) dan perempuan 108 (5,845)


(1)

2. Analisis Bivariat

Crosstabs

pengetahuan * penerapan

t11

45

45,0

45,0

45,0

55

55,0

55,0

100,0

100

100,0

100,0

tidak

ya

Total

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Ca se P rocessing Sum ma ry

100

100,0%

0

,0%

100

100,0%

100

100,0%

0

,0%

100

100,0%

penget ahuan *

penerapan

sik ap * penerapan

N

Percent

N

Percent

N

Percent

Valid

Missing

Total

Cases

Crosstab

37 19 56

66,1% 33,9% 100,0% 80,4% 35,2% 56,0% 37,0% 19,0% 56,0%

4 6 10

40,0% 60,0% 100,0% 8,7% 11,1% 10,0% 4,0% 6,0% 10,0%

5 29 34

14,7% 85,3% 100,0% 10,9% 53,7% 34,0% 5,0% 29,0% 34,0%

46 54 100

46,0% 54,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 46,0% 54,0% 100,0% Count

% within pengetahuan % within penerapan % of Total

Count

% within pengetahuan % within penerapan % of Total

Count

% within pengetahuan % within penerapan % of Total

Count

% within pengetahuan % within penerapan % of Total

baik sedang buruk pengetahuan Total ya tidak penerapan Total


(2)

sikap * penerapan

Chi-Square Te sts

22,632a 2 ,000 24,391 2 ,000 22,405 1 ,000

100 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

1 c ells (16,7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 4,60.

a.

Crosstab

31 16 47

66,0% 34,0% 100,0% 67,4% 29,6% 47,0% 31,0% 16,0% 47,0%

15 38 53

28,3% 71,7% 100,0% 32,6% 70,4% 53,0% 15,0% 38,0% 53,0%

46 54 100

46,0% 54,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 46,0% 54,0% 100,0% Count

% within s ikap % within penerapan % of Total

Count

% within s ikap % within penerapan % of Total

Count

% within s ikap % within penerapan % of Total

sedang buruk sik ap Total ya tidak penerapan Total Chi-Square Tests

14,219b 1 ,000 12,744 1 ,000 14,552 1 ,000

,000 ,000 14,077 1 ,000

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,62.


(3)

Lampiran Foto

PENERAPAN

UNIVERSAL PRECAUTION

OLEH TENAGA KESEHATAN

DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012

LOGO HIV/AIDS


(4)

ALAT PELINDUNG DIRI (APD) untuk Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)

sesuai Kep Menkes No 432 Tahun 2007


(5)

RINDU (RAWAT INAP TERPADU) A


(6)