1.1. Deskripsi Singkat

VIII.1.1. Deskripsi Singkat

Soal ujian tengah semester meliputi soal dalam bentuk essay yang memuat pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menjelaskan pengertian- pengertian maupun definisi. Selain itu juga memuat soal dalam bentuk hitungan yang memuat pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menyelesaikan suatu hitungan.

VIII.1.2. Manfaat

Dengan kegiatan ini dapat menilai pemahaman mahasiswa tentang materi kuliah minggu ke-1 s.d. minggu ke-7.

VIII.1.3. Relevansi

Penilaian pemahaman mahasiswa ini harus dilakukan karena untuk evaluasi pemberian materi kuliah berikutnya. Materi kuliah yang diujikan dalan ujian tengah semester ini menjadi dasar untuk pemahaman materi kuliah minggu berikutnya. Oleh karena itu, apabila hasil evaluasi disimpulkan bahwa pemahaman mahasiswa masih rendah, perlu direview terlebih dahulu materi minggu ke-1 s.d. minggu ke-7. Namun apabila hasil evaluasi diperoleh kesimpulan bahwa mahasiswa sudah memahami materi sebelum ujian tengah semester, maka materi minggu selanjutnya dapat langsung diberikan.

VIII.1.4. Learning Outcome

Setelah mengikuti ujian tengah semester, mahasiswa akan dapat:

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang materi operasi dasar vektor, sistem koordinat vektor, penggunaan vektor dalam geometri analitik, diferensial 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang materi operasi dasar vektor, sistem koordinat vektor, penggunaan vektor dalam geometri analitik, diferensial

2. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan materi operasi dasar vektor, sistem koordinat vektor, penggunaan vektor dalam geometri analitik, diferensial vektor, medan vektor, medan skalar dan geometri diferensial kurva dalam ruang.

VIII.2. Penyajian UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2008/2009 JURUSAN TEKNIK GEODESI

Matakuliah

: Matematika Geodesi

Program Studi

: S1 Reguler

Hari/tanggal

: Rabu, 5 November 2008

: Buku Tertutup

: Dwi Lestari, ST., ME. Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas, boleh tidak urut asalkan

Dosen

diberi nomor yang jelas. Bobot nilai setiap nomor ditunjukkan dengan angka dalam tanda kurung.

SOAL

1. Diketahui: a = ( 2, 3, 1 ); b = ( 4, 2, 3 ) Tentukan:

a. Besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b

b. Luas paralelogram yang tertentu oleh vektor a dan b

c. Vektor yang magnitudenya 4 dan tegak lurus vektor a dan b

d. Jika a dan b membentuk sisi-sisi segitiga, tentukan sudut-sudut segitiga tersebut (30).

2. Diketahui: a = ( 1, 3, 1 ); b = ( 1, 1, 4 ); c = ( 2, 1, 3 ) Tentukan:

a. ( a ) b  c

b. ( a  b )  ( b  c )

c. a  c  b  a , agar mempunyai arti.

d. Volume paralelepipedum tertentu oleh vektor a , b dan c (20).

3. Jika u = 2i + j + 2k adalah vektor letak titik A dan v = 3i -j + 4k adalah vektor letak titik B, tentukan:

a. Persamaan bidang yang melalui A dan sejajar vektor B

b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB

a + λb + μc)

d. Jarak titik X(1,-2,1) terhadap bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB (Ingat bidang dengan pers Hess r.u – p = 0, maka jarak titik ke bidang = |x.u – p|) (30).

4. Diketahui suatu benda bergerak sepanjang kurva r = (x,y,z) dimana  2 x t   2 e , y  2 cos 3 t , z  3 sin 2 t . Jika t adalah waktu, maka:

a. Tentukan kecepatan dan percepatan pada waktu t.

b. Tentukan besarnya kecepatan dan percepatan pada saat t = 0 (20).

UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2009/2010 JURUSAN TEKNIK GEODESI

Matakuliah

: Matematika Geodesi

Program Studi

: S1 Reguler

Hari/tanggal

: Rabu, 28 Oktober 2009

: Buku Tertutup

Dosen

: Ir. Sri Narni, MT.

Dwi Lestari, ST., ME . Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Kerjakan bagian A dan B

pada kertas terpisah! Bobot masing-masing soal adalah sama.

SOAL BAGIAN A ( Ir. Sri Narni, MT.)

1. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = (2, 1, 2); b = ( 4, 1, 3 )

a. Tentukan besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b.

b. Tentukan luas jajaran genjang yang tertentu oleh kedua vektor a dan b.

c. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus vektor a dan b.

d. Tentukan komponen vektor a pada b.

2. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 2, 3, 2 ); b = ( 1, 1, 4 )

a. Selidiki apakah kedua vektor a dan b saling kolinier.

b. Tentukan p = 2a + 3b.

c. Tentukan sudut antara vektor a dengan sumbu X, sumbu Y, dan sumbu Z

d. Tentukan vektor yang magnitudenya 5 dan vektor tersebut tegak lurus a dan juga tegak lurus b.

SOAL BAGIAN B (Dwi Lestari, ST., ME.)

3. Diketahui vektor : a = ( 2, 3, 1 ); b = ( 2, 1, 4 ); c = ( 2, 2, 3 ) Tentukan:

a. a  c  b a. a  c  b

c. a  b  c  a

d. Volume paralelepipedum tertentu oleh vektor a, b, dan c.

4. Jika u = 2i + 2j + 3k adalah vektor letak titik A dan v = 3i - j + 4k adalah vektor letak titik B, tentukan:

a. Pesamaan garis/bidang yang melalui A dan B.

b. Persamaan bidang yang melalui A dan sejajar vektor B.

c. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB.

d. Jarak titik X(1,-2,1) terhadap bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB (ingat bidang dengan pers Hess r.u – p = 0, maka jarak titik ke bidang = |x.u – p|).

UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2010/2011 JURUSAN TEKNIK GEODESI

Matakuliah

: Matematika Geodesi

Program Studi

: S1 Reguler

Hari/tanggal

: Rabu, 27 Oktober 2010

: Buku Tertutup

Dosen

: Ir. Sri Narni, MT. Dwi Lestari, ST., ME.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masing- masing soal adalah sama.

1. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 3, 1, 5 ); b = ( 3, 2, 3 )

a. Selidiki apakah kedua vektor a dan b saling kolinier.

b. Tentukan p = 2a + 3b.

c. Tentukan sudut antara vektor a dengan sumbu X, sumbu Y, dan sumbu Z.

d. Tentukan vektor yang magnitudenya 5 dan vektor tersebut tegak lurus a dan juga tegak lurus b.

2. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 1, 1, 2 ); b = ( 3, 2, 4 )

a. Tentukan besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b.

b. Tentukan luas jajaran genjang yang tertentu oleh kedua vektor a dan b.

c. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus vektor a dan b.

d. Tentukan komponen vektor a pada b.

3. Diketahui vektor: u = ( 3, 4, 2 ); v = ( 2, 1, -1 ); w = ( 1, 3, 3 ) Tentukan:

a. u  ( w  v )

b. u  w  v  u

c. v  w  v  u c. v  w  v  u

4. Jika u = 3i + 1j + 2k adalah vektor letak titik A dan v = 3i -j + 4k adalah vektor letak titik B, tentukan:

a. Persamaan garis yang melalui A dan sejajar vektor B.

b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB.

c. Jarak titik P(2,-2,3) terhadap garis yang melalui A dan tegak lurus vektor B.

d. Persamaan bidang yang melalui O dan sejajar A dan B.

KELAS: A/B UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEODESI

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA 2012/2013 Matakuliah

: Matematika Geodesi

Program Studi

: S-1 Reguler

Hari, Tanggal

: Senin, 22 Oktober 2012

: Buku Tertutup

Dosen Penguji

: Ir. Sri Narni, MT.

Ir. Parseno, MT.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masing- masing soal adalah sama.

1. Diketahui 2 vektor a = (2, 1, 3) dan b = (3, 2, 5). Tenntukan:

a. Besar sudut yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.

b. Luas segitiga yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.

c. Vektor luas dari segitiga yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.

d. Komponen vektor a pada b.

2. Diketahui 3 vektor a = (2,1,1), b = (3,1,2) dan c = ( 4, 2, 1)

a. Selidiki apakah ketiga vektor a, b dan c dependen linier atau independen linier.

b. Hitung volume paralelepipedum yang terbentuk oleh ketiga vektor a, b,

c.

c. Hitung (a x b) x c.

3. Tentukan besar sudut antara 2 luasan yaitu x 2 y+y 3 z – xz 2 = 3 dan x 2 yz 2 = 4 di titik T(2, 1, 1).

4. Tentukan persamaan garis normal dan bidang singgung di titik T(1, -1, 2) pada luasan 2xz 2 – 3xy – 4x = 7.

5. Tentukan derivatif berarah di titik T(1, -2, -1) pada luasan x 2 yz + 4xz 2 dalam arah b = (2, -1, -2).

KELAS: A/B UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEODESI

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA 2013/2014 Matakuliah

: Matematika Geodesi

Program Studi

: S-1 Reguler

Hari, Tanggal

:Selasa, 29 Oktober 2013

: Buku Tertutup

Dosen Penguji

: Ir. Sri Narni, MT.

Ir. Parseno, MT.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masing- masing soal adalah sama.

1. Diketahui 2 vektor a dan b, dimana a = (2, 1, 3) dan b = (3, 1, 1). Tentukan:

a. Besar sudut yang tertentu oleh dua vektor a dan b.

b. Komponen vektor b pada a.

c. Luas paralelogram yang tertentu oleh dua vektor a dan b.

2. Diketahui 3 vektor a = (2, 2, 1), b = (3, 1, ) dan c = (2, 1, 4)

a. Hitung volume paralelepipedum yang tertentu oleh ketiga vektor a, b, c

tersebut.

b. Selidiki apakah ketiga vektor a, b, dan c dependen linier atau independen linier.

3. Tentukan persamaan bidang yang melalui A(3, 1, 2) // (sejajar) b = (1, 3,

2) dan // (sejajar) c = (3, 2, 2).

4. Sebuah titik bergerak sepanjang kurva x = t 2 ,y =t 3 – 3, dan z = 2t + 1. Tentukan komponen kecepatan saat t = 1, dalam arah 2i + j + 3k.

5. Tentukan persamaan garis singgung dan garis normal di titik Q = /4 pada kurva r = (x,y) = (2 cos Q, 2 sin Q).

VIII.3. Penutup

VIII.3.1. Rangkuman

Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami penggunaan vektor dan segitiga bola terutama terkait dengan disiplin geodesi. Dasar dasar operasi vektor, sifat-sifat dalam operasi vektor dan azas kolinieritas serta azas koplanaritas menjadi inti pembahasan. Sedangkan yang terkait dengan segitiga bola akan dibahas lebih detil mulai pada pertemuan ke-12 sampai pertemuan ke-15.

VIII.3.2. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik Kriteria

Skor

Operasi dasar vektor

Dapat dan sistem koordinat

Tidak mampu

Dapat

mengerjakan vektor

mengerjakan soal

mengerjakan

hitungan

sebagian soal

seluruh soal

hitungan Aplikasi vektor dalam Tidak mampu

hitungan

Dapat geometri analitik

Dapat

mengerjakan soal

sebagian soal

seluruh soal

hitungan Aplikasi diferensial

hitungan

Dapat vektor

Tidak mampu

Dapat

mengerjakan soal

sebagian soal

seluruh soal

hitungan Geometri diferensial

hitungan

Dapat kurva dalam ruang

Tidak mampu

Dapat

mengerjakan soal

sebagian soal

seluruh soal

hitungan

hitungan

VIII.3.3. Tindak Lanjut

Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dibanding dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor 2. Apabila dari hasil evaluasi, mahasiswa yang mempunyai skor kurang dari 2 lebih dari lima puluh persen dari jumlah mahasiswa, perlu direview terlebih dahulu materi sebelum ujian tengah semester.

VIII.3.4. Sumber Pustaka

Davis, H.F., 1961, Introduction to Vector Analysis, Allyn and Bacon, Inc., Boston. Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,

Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis, Schaum Publishing Co., NewYork, USA. Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row Publishers, New York. Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, Wellesley- Cambridge Press, USA.

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEODESI

Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM

(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-9 )

MATEMATIKA GEODESI

Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:

1. Ir. Parseno, MT.

2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.

3. Dwi Lestari, ST., ME.

4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013

November 2013

BAB IX PERMUKAAN

IX.1. Pendahuluan

IX.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bagian ini akan didiskusikan tentang persamaan luasan, besaran fundamental orde I, besaran fundamental orde II, kelengkungan normal, garis kelengkungan, rumus Gauss.

IX.1.2. Manfaat

Mahasiswa akan dapat menjelaskan serta menghitung besaran-besaran fundamental orde I dan orde II.

IX.1.3. Relevansi

Besaran fundamental orde I dan orde II sangat berguna bagi mahasiswa dalam mempelajari bidang proyeksi peta. Besaran-besaran ini mendasari pada diskusi tentang garis-garis lengkung pada bidang proyeksi yang digunakan dalam pemetaan.

IX.1.4. Learning Outcome

Setelah mengikuti kuliah pertemuan minggu ke-9, mahasiswa akan dapat:

1. Menghitung besaran fundamental orde I dan orde II pada suatu luasan.

2. Mengidentifikasi luasan sebagai suatu developable surface.

IX.2. Penyajian

IX.2.1. Luasan atau Permukaan dan Garis-garis Parameternya IX.2.1. Luasan atau Permukaan dan Garis-garis Parameternya

Luasan L dinyatakan dengan: r = r (u,v)

atau

= ( x(u,v), y(u,v), z(u,v)) dengan u dan v adalah parameter. Bentuk skalarnya adalah:

x = x(u,v) y = y(u,v) z = z(u,v)

Parameter u= konstan, merupakan kurva pada luasan L yang disebut garis parameter. Jika u = konstan, dan v = konstan, maka u dan v merupakan pasangan garis parameter (berupa jaringan). Contoh:

R = (u,u 2 ,v) Berarti bahwa x = u ; y = u 2 ;z=v

Eliminasi u dan v menghasilkan y = x 2 , yang grafiknya merupakan tabung parabola.

Jika u = kostan, berarti x = konstan, dan y = konstan, grafik berupa garis lurus // OZ (garis generator tabung). Jika v = konstan, berarti z = konstan maka, grafik merupakan irisan dengan luasan berupa parabola dengan bidang // XOY.

Untuk setiap pasang nilai (u,v) akan didapat suatu titik pada tabung. Misalnya sepasang nilai (u,v) = (2,3), ini akan memberikan titik P (2,4,3) yang terletak pada tabung.

IX.2.2. Besaran Fundamental Orde I

Perhatikan gambar berikut:

r = r (u,v)

u=c

r 2 r 1 = r/u  r 1 r 1 : merupakan derivatif parsial r ke u

v=k

dengan menganggap v konstan, jadi r 1 adalah vektor singgung pada garis v = k.

r / v = r 2 , merupakan vektor singgung pada garis. Bidang singgung akan sejajar dengan

vektor r 1 dan r 2 . v

v+ dv Q

dr u + du P

r = r (u,v)

du   dv

 v =r 1 du + r 2 dv Karena P dan Q adalah titik-titik yang berdekatan pada suatu kurva yang melalui P dan Q, maka panjang busur (ds) yang menghubungkan P dan Q sama dengan l dr l sehingga:

Persamaan tersebut disebut bangun atau persamaan fundamental orde I (bentuk dasar pertama) dengan:

E=r 1 .r 1 ;

F=r 1 .r 2 ;

G=r 2 .r 2

E, F, dan G disebut besaran fundamental pertama (I) dengan ditambah lagi besaran H 2 yaitu:

H 2 =EG–F 2

Yang ternyata bahwa besaran H = lr 1 xr 2 l.

Jika F = 0, maka garis parameter saling tegak lurus. Contoh dalam R2 (bidang):

ds 2 = dx 2 + dy 2 Y

x=1x=2 x=0

Dari pesamaan tersebut koefisian dx

y=2

dan dy masing-masing sama dengan

y=1

1 maka nilai dari besaran-besaran

y=0

fundamental I untuk E, F dan G O

masing-masing adalah E = 1, F = 0 dan G = 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa garis-garis parameter saling tegak lurus (ortogonal). Contoh pada sistem koordinat kartesius miring:

x=0 x=1x=2

Dalam koordinat kartesius miring

y=1

panjang garis antara dua titik dapat 

y=0

diturunkan dari persamaan berikut:

2 2 ds 2 = dx + 2 cos  dx dy + dy Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa nilai besaran fundamental pertama

adalah: E=1 ;

F = cos 

G=1

Sistem koordinat miring akan menjadi ortogonal jika nilai cos  = 0. Contoh dalam sistem koordinat polar:

Dalam sistem koordinat polar, panjang garis antara dua titik dapat diturunkan dari persamaan berikut:

ds 2 =d 2 + 2 d  2   O

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa besaran fundametal pertama (I) adalah: E=1 ;

F=0 ;

G= 2 

Perpotongan antara garis parameter  dan  saling tegak lurus (ortogonal). Pasangan du.dv, du/dv atau dv/du akan menentukan suatu arah pada luasan seperti

halnya dy/dx = m, adalah gradien suatu arah dalam sistim koordinat tegak dua dimensi.

Sudut antara dua arah

Jika diketahui dua arah du, dv dan du , dv berturut-turut menghasilkan dr dan dr . Jika  sudut antara kedua arah dan ds serta ds adalah elemen panjang yang sesuai maka:

ds ds cos   E du du  F ( du dv  du dv )  G dv dv

Kedua arah akan saling tegak lurus jika bentuk tersebut bernilai sama dengan nol.

Vektor normal satuan dapat diperoleh sebagai berikut: r x r

IX.2.3. Besaran Fundamental Orde-II

Jika diketahui r = r (u,v), dapat disusun turunan kedua dari vektor r sebagai berikut:

r 11  2 ; r 12 

; r 22  2

L=n.r

11 ;M=n.r 12 ;N=n.r 22 ; T = LN – M

L, M, dan N disebut besaran-besaran fundamental orde II, sedangkan bentuk persamaan II adalah:

L du 2 + 2 M du dv + N dv 2 (II)

Bentuk II disebut bangun fundamental orde II atau bentuk dasar kedua.

Contoh: Tentukan besaran fundamental orde I dan orde II pada luasan r = (a(s+t), b(s-t), 2st), dengan s, dan t adalah parameter. Jawab: Eliminasi s dan t menghasilkan (penjelasan eleminasi).

a b Mengacu pada persamaan hasil eliminasi s dan t maka dapat diketahui bahwa

luasan berupa parabolida hiperbolis. Garis parameter dapat ditentukan jika dimisalkan s = c, kemudian dilakukan eliminasi parameter t akan diperoleh:

berupa garis lurus

x  z  2 c   c   a 

Jika dimisalkan t = k kemudian dilakukan eliminasi parameter s akan diperoleh: x y  

2k

berupa garis lurus

x  z  2k   k   a 

ds

dt  2 r 

r 11  2  ( a , b , 2 t )  ( 0 , 0 , 0 )

r 12 

r 22  2  ( a ,  b , 2 t )  ( 0 , 0 , 0 )

2 2 E=r 2

1 .r 1 =a +b + 4t

2 F=r 2

1 .r 2 =a - b + 4st

2 2 G=r 2

2 .r 2 =a +b + 4s

L=n.r 11 =0

 2 ab

M=n.r 12 =

N=n.r 22 =0

Contoh 2: Diketahui luasan putaran : x = u cos Q; y = u sin Q; z = f(Q). tentukan besaran dan bangun fundamental orde I dan orde II.

Jawab: r = r (u, Q) = (u cos Q, u sin Q, f(Q)) Garis parameter Q – c, menghasilkan kurva pada bidang uz yang diputar (perhatikan gambar disamping). Garis parameter u = k, merupakan lingkaran paralel lintasan suatu titik.

r 1 = (cos Q, sin Q, 0) r 2 = (-u sin Q, u cos Q, f(Q))

r 11 = (0, 0, 0) r 12 = (-sin Q, cos Q, 0) dan r 22 = (-u cos Q, -u sin Q, F(Q))

2 2 2 2 E = 1; F = 0; 2 G=u + (f”) ;H =u + (f’) ( f ' sin Q ,  f ' cos Q , u )

n=

L = 0; M = -f’/H;

N = u f”/H (dQ 2 )

I = du 2 + (u 2 + f’ 2 ) dQ 2

II = (-2 f’/H) du dQ + (u f” / H) dQ 2

IX.3. Penutup

IX.3.1. Rangkuman

Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami pengertian tentang besaran fundamental I, besaran fundamental II, kelengkungan normal dan besaran Gauss.

IX.3.2. Tes Formatif

1. Diketahui persamaan luasan r= (5 sin  cos φ, 5 sin  cos φ, 5 cos) dengan  dan φ parameter. Tentukan besaran fundamental orde I dan orde

II.

2. Tentukanlah vektor-vektor normal satuan dan bentuk-bentuk dasar dari luasan-luasan berikut:

a. r= (u+v, 1-uv, u-v)

b. r= (a cos u, a sin u, bv)

c. r= (u cos v, u sun v, f(u)+cv)

IX.33. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik

Kriteria

Skor

Besaran fundamental

Dapat orde I pada suatu

Tidak mampu

Dapat

melakukan luasan

seluruhnya Besaran fundamental

sebagian

Dapat orde II pada suatu

Tidak mampu

Dapat

melakukan luasan

IX.3.4. Tindak Lanjut

Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor

IX.3.5. Sumber Pustaka

Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis, Schaum Publishing Co., New York, USA. Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row Publishers, New York.

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEODESI

Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM

(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-10 )

MATEMATIKA GEODESI

Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:

1. Ir. Parseno, MT.

2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.

3. Dwi Lestari, ST., ME.

4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013

November 2013

BAB X KELENGKUNGAN NORMAL DAN SIFAT TITIK PADA LUASAN

X.1. Pendahuluan

X.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bagian ini akan didiskusikan tentang kelengkungan garis utama Gauss serta sifat-sifat titik pada luasan.

X.1.2. Manfaat

Mahasiswa akan dapat menjelaskan karakteristik garis-garis lengkung pada suatu luasan yang berhubungan dengan matakuliah proyeksi peta.

X.1.3. Relevansi

Materi pada bab ini mendasari pada matakuliah yang berkaitan dengan transformasi koordinat atau transformasi data ukuran dari bidang lengkung ke bidang datar. Sebagai contoh data ukuran di permukaan bumi yang akan digambar sebagai peta pada bidang datar maka diperlukan pengetahuan tentang karakteristik titik, garis atau luasan pada bidang lengkung yang selanjutnya akan diproyeksikan ke bidang lengkung atau bidang datar. Demikian pula sebaliknya perpindahan data dari bidang datar (peta) ke bidang lengkung.

X.1.4. Learning Outcome

Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-10, mahasiswa akan dapat:

1. Menentukan sifat titik pada luasan berdasar nilai κ dan τ.

2. Menyelesaikan hitungan kelengkungan Gauss.

X.2. Penyajian

X.2.1. Kelengkungan Utama Gauss

Di suatu titik P(u,v) pada luasan akan tertentu oleh besaran-besaran:

1 ,r 2 , E, F, G, H , n, L, M, N, T Di suatu titik P(u,v) dengan arah (du,dv) akan tertentu oleh: (I) = ds 2 dan

(II)

Besaran E, F, G berbicara tentang ukuran pada permukaan dan tak berubah jika luasan digulung. Besaran L, M, N dan vektor n, berbicara tentang ukuran di luar permukaan, antara lain kelengkungan luasan yang tertentu saja bersama E, F, G,

r 1 ,r 2 . Di suatu titik P (u,v) pada arah tertentu (du, dv) dapat dibuat bidang pengiris normal, yaitu bidang melalui normal di P, sejajar (du,dv) yang mengiris luasan

menurut kurva irisan normal  n .  n = kelengkungan  n di P

diangkat menjadi  kelengkungan normal luasan di P

Maka

P pada arah (du, dv)

du,dv

Rumus:

2 ( 2 II ) L du  2 M dudv  N dv

2 ( 2 I ) E du  2 F dudv  G dv

Jika di satu titik P, pada arah du/dv yang tertentu dibuat bidang normal N dan bidang miring M yang membentuk sudut  dengan N maka terdapat

hubungan antara kelengkungan irisan-irisan mereka

(  n dan ). Dalil Meusnier:  n =  cos   n = kelengkungan irisan normal  = kelengkungan irisan miring

X.2.2. Garis-garis Kelengkungan

Garis kelengkungan adalah kurva yang melalui garis-garis arah utama suatu normal di suatu titik. Untuk mejelaskan tentang garis kelengkungan baiklah kita tinjau titip P dan titik Q pada arah du/dv dari titi P. Pada umumnya normal di titik P dan di Q tidak berpotongan (bersilangan). Tetapi di setiap titik pada luasan

 1 terdapat dua arah yaitu (du/dv) 1 dan (du/dv) 2 yang saling tegak lurus. Jadi

 2 P  2 di titik P terdapat dua garis arah yaitu

du/dv 1

 1 (du/dv) 1 dan (du/dv) 2 yang saling tegak lurus dan dan memotong

normal titik P. Seperti ditunjukan du/dv 2 C 2 pada gambar disamping, kedua arah tersebut dinamai arah-arah utama.

Garis kurva yang bersesuaian dengan arah-arah utama disebut garis-garis

kelengkungan (  1 dan  2 ).

Titik C1 dan C2 adalah pusat kelengkungan  1 dan  2 di titik P, maka PC1 =  1 dan PC2 =  2 disebut sebagai jari-jari kelengkungan  1 dan  2 .  1 = 1/  1 dan  2 = 1/  2 disebut sebagai kelengkungan utama. (yang ternyata sama dengan n pada arah-arah utama) Bentuk umum dari kelengkungan utama adalah:

2 dv 2  dudv du

E F G =0

L M N Rumus kelengkungan utama:

2 2 H 2  – (EN – 2 FM + GL) +T =0

Yang menghasilkan akar-akar  1 dan  2 .

J= 2 

1 +  2 = 1/H (EN – 2 FM + GL) disebut kelengkunan pertama. K=

1  2 =T /H disebut kelengkungan Gauss atau kelengkukngan kedua. Ternyata bahwa  1 dan  2 ini merupakan  n yang maksimum dan minimum bila ditinjau semua  n pd arah-arah yang variabel.

2  n irisan normal pada satu arah.

Tinjau

 1 = sudut yang dibentuk oleh  n

 n  1 dengan

 1 (  1 memuat  1 ).  2 = sudut yang dibentuk oleh  n

dengan  2 (  2 memuat  2 ).

Dalil Euler:  2 n =

1 Cos + 2 Cos 

X.2.3. Sifat Titik pada Luasan

Jika di suatu titik P: K>0(  1 ,  2 sama tandanya), titik P disebut (pada) eliptis.

Eliptis

K=0(  1 ,  2 salah satu  = 0), titik P disebut (pada) parabolis.

Parabolis

K<0(  1 ,  2 berlainan tanda), titik P disebut (pada) hiperbolis.

Hiperbolis

Untuk melihat kelengkungan dan sifat titik dapat juga ditinjau dari irisannya dengan bidang sejajar dan dekat dengan bidang singgung. Irisan tersebut dinamakan indikator Dupin.

Indikator Dupin:

1  untuk K  0

Y 2 =1  untuk K = 0, 

X 2 =1  untuk K = 0 dengan  2 =0

X = sumbu searah  1

Y = sumbu searah  2

Jadi untuk K = 0, indikator berupa parabola (terurai), K > 0, indikator berupa elips dan K < 0 , indikator berupa hiperbola. Jika J = 0 (J = 0 di setiap titik pada luasan) maka luasan disebut minimal.

Jika K = 0 (T 2 = 0 di setiap titik pada luasan) maka luasannya developable (dapat dijerang, dihimpitkan dengan bidang datar). Developable surface yang terkenal adalah bidang tabung dan bidang kerucut. Bidang-bidang inilah yang biasa digunakan sebagai bidang proyeksi dalam ilmu kartografi dan proyeksi peta. Contoh:

1. Diketahui luasan x = u cos ; y

2. = u sin ; z = 1 – u 2 . Apa macam luasannya? Di titik u = 1;  = /4, hitung J dan K, kemudian tentukan indikator Dupinnya.

Jawab:

2 Eliminasi u dan 2 , menghasilkan x +y + z = 1, persamaan ini merupakan paraboloida putaran dengan puncak (0,0,1) dan OZ sebagai sumbu putar.

Pilih u sebagai parameter pertama sehinga r = r (u, ) = (u cos , u sin , 1- u 2 ). Sesudah dihitung diperoleh:

H 2 =u 2 (1+4u 2 )

2 M=0

 0  semua titik eliptis

Rumus kelengkungan utama  adalah:

2 =H 2  – (EN – 2FM + GL)

+T 2 =0

Di titik P (1, /4), diperoleh: E=5 ;

Sehingga persamaan  menjadi:

persamaan kuadrat. 

Indikator Dupin (K  0) adalah:

  1 atau 10 x  2 y  5 5

Persamaan tersebut merupakan elips dengan perbandingan sumbu panjang dan sumbu pendek 5 : 1.

3. Diketahui luasan r = r (u,v) = (a (u + v). b (u – v). uv). Apa macam luasannya? Tentukan J dan K.

Jawab: Luasan

X = a (u + v) Y Y = b (u – v)

X Z = uv

2 2 (x/a) 2 =u + 2uv + v

2 2 (y/b) 2 =u – 2uv + v

--------------------------- -

2  2  4 uv  4 z

Jadi persamaan tanpa parameter adalah: 2  2  4 z adalah suatu parabola

hiperbolis. Setelah dihitung didapat:

4  0  setiap titik hiperbolis

4. Tentukan titik yang eliptis, parabolis dan yang hiperbolis pada: Torus: x = u cos Q y = u sin Q

( a  c );

Didapat dengan memutar lingkaran (u – c ) 2 +z 2 =a 2 sekeliling sumbu OZ.

2 r 2  r ( u , Q )  ( u cos Q , u sin Q ,  a  ( u  c ) )

2 Jika disingkat z = (f(u) = 2 a  ( u  c ) dipilih yang positif. Maka: E=1+f 2 1

f 11  2 2 3 /  2

Didapat: u=c

u>c ua

2 u<c

Untuk u > 0 maka: K > 0 (eliptis) jika u > c.

u>c K = 0 (parabolis) jika u = c.

u<c

u=c K < 0 (hiperbolis) jika u < c.

X.2.4. Rumus Gauss

Jika suatu titik P terletak pada suatu luasan, maka dari titik tersebut dapat diambil 3 vektor yaitu vektor-vektor r 1 , r 2 dan n yang independen linier sebagai Jika suatu titik P terletak pada suatu luasan, maka dari titik tersebut dapat diambil 3 vektor yaitu vektor-vektor r 1 , r 2 dan n yang independen linier sebagai

E=r 1 .r 1 E 1 =2r 1 .r 11 E 2 =2r 1 .r 12 F=r 1 .r 2 F 1 =r 1 .r 12 +r 2 .r 11 F 2 =r 1 .r 22 +r 2 .r 12 G=r 2 .r 2 G 1 =2r 2 .r 12 G 2 =2r 2 .r 22

Ternyata r 11 ,r 12 dan r 22 dapat dinyatakan dengan n, r 1 ,r 2 sebagai berikut: Rumus Gauss:

r 11 =Ln+lr 1 + r 2

1) r 12 =Mn+mr 1 +µr 2 2)

r 22 =Nn+nr 1 + r 2

3) Terdapat 6 parameter yang harus dicari yaitu l , m, n, , µ, dan , sebagai penjelasan ditunjukan dengan contoh berikut:

Persamaan 1) diproses dengan perkalian titik dengan r 1 akan diperoleh: ½E 1 =0+lE+ F Persamaan 2) diproses dengan perkalian titik dengan r 2 akan diperoleh:

F 1 –½E 2 =0+lF+ G

Selanjutnya: l = (1/2H 2 )(GE

1 – 2 FF 1 + FF 2 )

2 )(2 EF 1 – EF 2 – FE  = (1/2H 1 ) Dengan cara yang sama diperoleh:

m = (1/2H 2 )(GE

2 – FG 1 )

µ = (1/2H 2 )(EG

1 – FE 2 )

n = (1/2H 2 )(2GE 2 – GG 1 – FG 2 )

 = (1/2H 2 )(EG

2 – 2FF 2 + FG 1

X.3. Penutup

X.3.1. Rangkuman

Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami pengertian tentang kelengkungan garis utama Gauss serta sifat-sifat titik pada luasan.

X.3.2. Tes Formatif

1. Diketahui persamaan luasan r= (5 sin  cos φ, 5 sin  cos φ, 5 cos) dengan  dan φ parameter. Tentukan kelengkungan Gauss (κ). Dari nilai κ, selidiki di titik mana luasan bersifat eliptis, parabolis dan hiperbolis.

X.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik Kriteria

Skor

Sifat titik pada luasan Tidak mampu

Mampu berdasar nilai κ dan τ menentukan sifat

sebagian sifat

seluruh sifat

luasan Kelengkungan Gauss Tidak mampu

X.3.4. Tindak Lanjut

Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori engan nilai skor kurang dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor

X.3.5. Sumber Pustaka

Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis, Schaum Publishing Co., New York, USA. Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row Publishers, New York.

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEODESI

Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM

(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-11 )

MATEMATIKA GEODESI

Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:

1. Ir. Parseno, MT.

2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.

3. Dwi Lestari, ST., ME.

4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013

November 2013

BAB XI PENGERTIAN DAN TERBENTUKNYA SEGITIGA BOLA

XI.1. Pendahuluan

Bagian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa tentang ukuran ukuran di atas bidang sferis khususnya pengertian segitiga bola, penjelasan tentang terbentuknya segitiga bola dan identifikasi posisi sebuah titik dalam sistem koordinat bola.

XI.1.1. Deskripsi Singkat

Pada bab XII, akan dibahas materi tentang pengertian dan terbentuknya segitiga bola, istilah-istilah dalam segitiga bola meliputi lingkaran kecil, lingkaran besar, paralel, meridian, lintang, bujur, ekses sferis, jarak sferis dan sudut sferis.

XI.1.2. Manfaat

Mahasiswa dapat memahami unsur-unsur bola bumi serta dapat menggambar posisi titik-titik di atas bola bumi dan menghitung jarak sferis titik- titik di atas bola bumi ( bidang lengkung).

XI.1.3. Relevansi

Bab XII ini mempunyai maksud memperkenalkan mahasiswa tentang konsep dasar posisi suatu titik di atas bola bumi (permukaan bumi tidak dianggap sebagai bidang datar tetapi bidang lengkung) dan unsur-unsur yang terbentuk pada segitiga bola untuk proses hitungan selanjutnya, misalnya pada kuliah geodesi satelit, survei GNSS.

XI.1.4. Learning Outcome

Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-12, mahasiswa akan dapat:

1. Menjelaskan tentang pengertian bola bumi dan segitiga bola.

2. Menjelaskan unsur-unsur pada bola bumi.

3. Menjelaskan posisi titik-titik di atas bola bumi.

4. Menghitung jarak sferis di atas bola bumi.

XI.2. Penyajian

XI.2.1. ILMU UKUR SEGITIGA BOLA

Definisi dan Istilah

Bola (permukaan bola) adalah tempat kedudukan titik-titik (dalam ruang) yang berjarak sama (tetap) terhadap titik yang tetap.

R 1 P : titik tetap (titik pusat bola) R

R 1 : titik di permukaan bola P

R : jari-jari bola

Beberapa definisi pada bola:

Lingkaran besar (L)

: irisan diantara bola dengan bidang datar yang melalui pusat bola.

Lingkaran kecil (l)

: irisan diantara bola dengan bidang datar yang tidak melalui pusat bola.

Kutub (Ku dan Ks)

: dua titik tembus (potong) diantara bola dengan diameter bola yang tegak lurus bidang yang memuat lingkaran tersebut.

Titik lawan

: bila titik A dihubungkan dengan P dan garis AP diperpanjang sampai memotong(menembus) bola di B, maka B disebut titik lawan A dan sebaliknya.

Meridian A

: irisan diantara bola dengan bidang vertikal yang melalui Ku dan KS dan A. Bila bidang vertikal melalui Greenwich, Ku dan Ks maka irisan bidang tersebut dengan bola disebut ”Prime meridian atau meridian nol”.

Equator

: irisan diantara bola dengan bidang horizontal yang melalui P (pusat bola). Equator tegaklurus meridian.

Paralel

: irisan diantara bola dengan bidang horizontal yang tidak melalui pusat bola, dan berjarak < r dari pusat bola.

Lintang A (Latitude A) : jarak sudut A yang diukur dari equator dihitung sepanjang meridian A.

Secara umum Lintang Utara (LU) = + 0 ˚ s.d 90˚, Lintang Selatan (LS)= -

0 ˚ s.d -90˚

Bujur A ( Longitude A) : sudut di salah satu kutub antara meridian A tersebut dengan meridian nol.

Secara umum Bujur Timur (BT) = + 0 ˚ s.d 180˚,Bujur Barat (BB) = - 0˚ s.d -180 ˚.

Lintang dan Bujur pada Bola (Djawahir 2009)

Jarak sferis dan sudut sferis

Melalui dua titik A dan B pada bola dapat dibuat satu lingkaran besar.

P Lingkaran besar melalui A dan B. AB < 180 ˚

A θ<180 ˚

Panjang busur dari A ke B dalam arah panah dinamakan jarak sferis dari

A ke B. Jadi Jarak sferis adalah jarak terpendek pada permukaan bola dari

A ke B. Panjang busur AB (jarak sferis) dinyatakan dalam derajat (radial) dan sama dengan besar sudut APB. Jadi panjang busur selalu lebih kecil dari

180 ˚atau T radial. P

p Sedangkan yang dimaksud dengan sudut

sferis adalah sudut di antara dua lingkaran

besar, yaitu sudut di antara garis singgung

A B pada masing-masing lingkaran besar di titik potongnya.

Sudut sferis APB dibentuk oleh lingkaran besar A dan B yang berpotongan di P.

Ekses sferis

β Catatan : R = 6.372.160 m

1/sin 01” = ρ” = 206265 → 1˚ = 111 km

XI.2.2 Terbentuknya Segitiga Bola

Segitiga bola ialah segitiga pada permukaan bola yang dibentuk dengan cara menghubungkan tiga titik pada permukaan bola dengan busur lingkaran besar. Jadi sisi-sisi segitiga bola ialah segmen-segmen busur lingkaran besar. Pada gambar berikut ini, titik-titik A, B, dan C adalah titik-titik pada permukaan bola, sedangkan AB, AC, dan BC adalah segmen-segmen busur lingkaran besar.

Gambar segitiga bola ABC

Unsur-unsur segitiga bola terdiri dari tiga sudut dan tiga sisi. Pada gambar segitiga bola ABC tersebut, unsur-unsur segitiga bola ialah sudut-sudut , ,  dan sisi-sisi a, b, c. Berbeda dengan segitiga datar yang jumlah ketiga sudutnya 180 derajat, jumlah ketiga sudut dalam segitiga bola ialah 180 derajat ditambah ekses sferis.

XI.3. Penutup

XI.3.1. Rangkuman

Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami pengertian tentang terbentuknya segitiga bola, istilah-istilah dalam segitiga bola Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami pengertian tentang terbentuknya segitiga bola, istilah-istilah dalam segitiga bola

XI.3.2. Tes Formatif

1. Gambarkan posisi titik- titik berikut pada bola bumi:

a. A (20° LU; 45° BT)

b. B (45° LU; 120° BT)

c. C (30° LS; 75 ° BB)

d. D (45° LS; 100° BB)

2. Kota P dan kota Q terletak di ekuator, kota P pada Bujur 30° T sedangkan kota Q berada pada 115° BT, berapakah jarak sferis kota P ke kota Q. Jika 1° jarak sferis sama dengan 111 km, berapa kilometerkah jarak kedua kota tersebut.

3. Kota X dan Y terletak pada bujur yang sama, kota X pada Lintang 15°30’ Utara sedangkan kota Y pada Lintang 25°40’ Selatan. Hitunglah jarak sferis kota X ke kota Y dalam satuan kilometer.

XI.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik Kriteria

Skor

Dapat bumi dan segitiga

Pengertian bola

Tidak mampu

Dapat

menjelaskan bola

menjelaskan

menjelaskan

secara runtut Unsur-unsur pada

sebagian

Dapat bola bumi

Tidak mampu

secara benar dengan gambar

Posisi titik di atas

Dapat bola bumi

Tidak dapat

Dapat

menggambarkan

menggambarkan menggambarkan sebagian

dengan baik dan benar

Jarak sferis

Tidak dapat

Dapat

dapat

menghitung jarak

menghitung

menghitung

sferis titik-titik di

sebagian

dengan cepat dan

atas bola bumi

tepat

XI.3.4. Tindak Lanjut

Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor

2.

XI.3.5. Sumber Pustaka

Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry, Schaum’s Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA. Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books. Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,

Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Todhunter, M.A.F.R.S, 1878, Spherical Trigonometry with Numerous Examples, Macmillan

on-line version from www.forgottenbooks.com.

and

Co.,

London,

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEODESI

Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM

(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-12 )

MATEMATIKA GEODESI

Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:

1. Ir. Parseno, MT.

2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.

3. Dwi Lestari, ST., ME.

4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013

November 2013

BAB XII GEOMETRI SEGITIGA BOLA