Konseptualisasi Peubah Penelitian

2.3.4 Faktor yang Menjelaskan Kesediaan Berbagi-Pengetahuan

Faktor-faktor yang menjelaskan kesediaan berbagi-pengetahuan oleh beberapa peneliti terdahulu telah dikategorikan dalam beberapa kelompok. Riege (2005), Mooradian, Renzl & Matzler (2006), Jain, Sandhu & Sidhu (2007), Jana & Das (2007), Casali (2009), Vargas-Hernandez (2010), Aris (2013), Kukko (2013), Sharma & Singh (2014) mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku berbagi-pengetahuan dalam tiga kategori, yaitu faktor Faktor-faktor yang menjelaskan kesediaan berbagi-pengetahuan oleh beberapa peneliti terdahulu telah dikategorikan dalam beberapa kelompok. Riege (2005), Mooradian, Renzl & Matzler (2006), Jain, Sandhu & Sidhu (2007), Jana & Das (2007), Casali (2009), Vargas-Hernandez (2010), Aris (2013), Kukko (2013), Sharma & Singh (2014) mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku berbagi-pengetahuan dalam tiga kategori, yaitu faktor

Tabel 2.2

Pengelompokkan Faktor-Faktor yang Menjelaskan Kesediaan Berbagi-

Pengetahuan

Faktor Penjelas Peneliti

Individu

Kerganisasian

Teknologi Sosial

√ Mooradian, Renzl & Matzler (2006)

Riege (2005)

Jana & Das (2007)

√ Jain, Sandhu & Sidhu (2007)

√ Chen & Hew (2015)

√ Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal untuk Penelitian ini, 2017

Mengintegrasikan teori utama yang digunakan dalam penelitian ini tentang organisasi pembelajar, teori motivasi, teori modal sosial, dan teori pertukaran sosial dalam menjelaskan perilaku individu dalam berbagi pengetahuan dan sintesis faktor kunci yang berhubungan dengan berbagi pengetahuan yang ditarik literatur dari bidang-bidang seperti psikologi sosial, teori manajemen, manajemen, informasi dan keputusan ilmu strategis, komunikasi dan perilaku keorganisasian, bahwa perilaku berbagi pengetahuan akan dipengaruhi oleh dimensi kognisi dan afeksi (yaitu, faktor individu) dan sosial (yaitu, faktor sosial) dalam konteks keorganisasian (yaitu faktor keorganisasian) (Yiu & Law 2012). Meskipun teknologi informasi dan komunikasi memegang peranan penting dalam berbagi pengetahuan (Constant, Kiesler & Sproull 1994), namun pengaruh dari faktor Mengintegrasikan teori utama yang digunakan dalam penelitian ini tentang organisasi pembelajar, teori motivasi, teori modal sosial, dan teori pertukaran sosial dalam menjelaskan perilaku individu dalam berbagi pengetahuan dan sintesis faktor kunci yang berhubungan dengan berbagi pengetahuan yang ditarik literatur dari bidang-bidang seperti psikologi sosial, teori manajemen, manajemen, informasi dan keputusan ilmu strategis, komunikasi dan perilaku keorganisasian, bahwa perilaku berbagi pengetahuan akan dipengaruhi oleh dimensi kognisi dan afeksi (yaitu, faktor individu) dan sosial (yaitu, faktor sosial) dalam konteks keorganisasian (yaitu faktor keorganisasian) (Yiu & Law 2012). Meskipun teknologi informasi dan komunikasi memegang peranan penting dalam berbagi pengetahuan (Constant, Kiesler & Sproull 1994), namun pengaruh dari faktor

1. Faktor Individu

Sikap dan kompetensi individu dapat mendorong atau menghambat perilaku berbagi-pengetahuan. Oleh sebab itu menelusuri faktor-faktor individu dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang mengapa individu memutuskan untuk terlibat atau tidak terlibat dalam berbagi-pengetahuan. Berikut ini rangkuman penelusuran dari hasil penelitian terdahulu terkait faktor individu yang menjelaskan peubah berbagi- pengetahuan.

Tabel 2.3 Rangkuman Penelusuran Dari Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Faktor Individu Yang Menjelaskan Peubah Berbagi-Pengetahuan

Peubah

Peneliti

Keterampilan dan kemampuan

Cho, Li & Shu (2007)

Kepercayaan pribadi

Cho, Li & Su (2007)

Kecakapan diri Cho, Li, & Su (2007), Iqbal et al. (2011), Omar et al . (2013), Mallasi & Ainin (2015)

Kesadaran

Ismail & Yusof (2010)

Kepribadian De Vries et al. (2006), Mooradian et al. (2006), Cabrera et al. (2006) Teh, Yong & Chong (2007), Cho, Li & Su (2007), Wang & Yang (2007), Matzler et al. (2008), Ferguson et al. (2010), Ismail & Yusof (2010), Wang, Noe & Wang (2011), Matzler & Müller (2011),

Sikap Cheng, Ho & Lau (2009), Iqbal et al. (2011) Reputasi

Cho, Li & Su (2007), Cheng, Ho & Lau (2009), Mallasi & Ainin (2015)

Kerendahan hati

Mallasi & Ainin (2015)

Keberagamaan

Mallasi & Ainin (2015)

Kebahagiaan membantu orang Mallasi & Ainin (2015) lain Kecakapan diri

Cho, Li, & Su (2007), Iqbal et al. (2011), Omar et al . (2013), Mallasi & Ainin (2015)

Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal untuk Penelitian ini, 2017 Tabel di atas menyajikan informasi bahwa penelitian terdahulu telah banyak yang mengkaji mengenai peubah-peubah pada aras individual yang

dapat menjelaskan perilaku dan kesediaan berbagi-pengetahuan. Pengujian yang dilakukan pada peubah-peubah tersebut juga belum memberikan hasil yang konklusif sehingga menjadi daya tarik penelitian ini untuk mengkaji dari sudut pandang obyek penelitian yang berbeda.

2. Faktor Interaksional

Berbagi-pengetahuan pada dasarnya adalah sebuah proses interaksi sosial di mana pengetahuan dipertukarkan. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektifitas berbagi- pengetahuan (Yiu & Law 2012). Studi ini telah memetakan beberapa peubah interaksional yang telah diteliti kemampuannya dalam menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.4

Rangkuman Penelusuran Dari Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Faktor

Interaksional Yang Menjelaskan Peubah Berbagi-Pengetahuan

Peubah

Peneliti

Ketimbal balikan Wasko & Faraj (2005), Hew & Hara (2007), Cho, Li & Su (2007), Lin, Hung & Chen (2009), Chen & Hung (2010)

Kepercayaan Chiu et al. (2006), Lin, Hung, & Chen (2009), Chen & Hung (2010), Wang & Wei (2011), Shu & Chuang (2011), Liu & Li (2012), Omar et al. (2013), Mallasi & Ainin (2015)

Interaksi sosial dan kolaborasi Iqbal et al. (2011) tim Rasa kecocokan

Lin et al. (2009), Chen & Hung (2010), Hung & Cheng (2013)

Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal untuk Penelitian ini, 2017 Studi ini telah memetakan peubah ketimbalbalikan, kepercayaan,

interaksi sosial dan kolaborasi tim serta rasa kecocokan sebagai peubah- peubah yang menjelaskan peubah kesediaan dan perilaku berbagi- pengetahuan pada aras interaksional.

3. Faktor Keorganisasian

Menghilangkan perilaku menimbun pengetahuan merupakan hal yang tidak mudah. Individu perlu memiliki inspirasi untuk berbagi-pengetahuan, dan organisasi harus menciptakan budaya dan iklim keorganisasian yang sehat berdasarkan kolaborasi, kerjasama, keadilan, keterbukaan dan kepemimpinan yang mendukung (Yiu & Law 2012). Berikut ini peubah- peubah pada aras keorganisasian yang dapat menjelaskan perilaku berbagi- pengetahuan yang telah dipetakan dalam studi ini.

Tabel 2.5 Rangkuman Penelusuran Dari Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Faktor Keorganisasian Yang Menjelaskan Peubah Berbagi-Pengetahuan

Peubah

Peneliti

Budaya keorganisasian

Cheng, Ho & Lau (2009)

Sistem manajemen

Cheng, Ho & Lau (2009)

Sistem penghargaan Cho, Li & Su (2007), Cheng, Ho & Lau (2009), Iqbal et al. (2011)

Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal untuk Penelitian ini, 2017 Merujuk pada apa yang telah diuraikan di atas mengenai berbagai peubah

yang telah diteliti pada studi-studi terdahulu berikut hasil-hasil penelitiannya, menunjukkan hasil yang belum konklusif. Oleh sebab itu, dengan menggunakan logika berpikir, pengamatan empiris, pijakan teori yang lain serta dengan memperhatikan prinsip parsimoni, studi ini berupaya untuk mengembangkan konsep peubah yang dapat menjelaskan kesediaan berbagi-pengetahuan dan perilaku berbagi-pengetahuan. Adapun konsep-konsep yang dikembangkan dalam studi ini adalah sebagai berikut:

1. Peubah Bebas pada Aras Individual – Kebergairahan-Pembelajar (Passionate Learner)

Penelitian-penelitian terdahulu telah mengidentifikasi dan menguji berbagai peubah-peubah yang diduga dapat menjelaskan kesediaan berbagi- pengetahuan dengan hasil yang belum konklusif. Profesi dosen sebagai tenaga pendidik profesional dan sebagai ilmuwan yang tugas utamanya adalah untuk berbagi-pengetahuan tidak saja memerlukan modal intelektual, spiritual, emosional, dan kinestetis. Lebih dari itu, profesi dosen memerlukan keterlibatan kerja, keterikatan kerja, keterlarutan kerja dan totalitas kerja yang dimotori oleh semangat, dedikasi, penyerapan, dan kebergairahan yang tinggi (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma dan Bakker 2002). Semangat mengacu pada ketahanan mental dan tingkat energi yang tinggi pada tanggung jawab pekerjaan dengan senantiasa berupaya dan tekun. Dedikasi mengacu pada inspirasi, antusiasme, dan kebanggaan pada profesi/pekerjaan. Penyerapan mengacu pada fokus atau konsentrasi pada tanggung jawab pekerjaan (Salanova dan Schaufeli 2008). Kebergairahan oleh Baum & Locke (2004) mengacu pada sebuah perasaan cinta, emosi, keterikatan, dan kerinduan yang tulus terhadap pekerjaan. Kesemua karakteristik tersebut dikonseptualisasikan dalam peubah kegairahan-pembelajar.

memotivasi dan menginspirasi individu (Mart 2013) tak terkecuali dosen. Kebergairahan- pembelajar mendorong dosen untuk berprestasi lebih baik. Dosen yang memiliki kebergairahan-pembelajar mampu menciptakan lingkungan belajar

Kebergairahan-pembelajar

penting

dalam dalam

Vallerand et al. (2003) menyatakan bahwa kebergairahan dipumpunkan pada kegiatan di mana individu menginvestasikan waktu dan energi untuk menemukan suatu hal yang penting. Peneliti lain berpendapat bahwa kebergairahan (passionate) diaktifkan oleh tujuan emosional penting yang mengontrol dan memandu keinginan, pikiran, rencana, dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu, terlepas dari biaya dan hambatan eksternal (Frijda 2005).

Fried (1995) menyatakan bahwa kebergairahan-pembelajar dapat dilihat dalam tiga ranah yang berbeda, yaitu kebergairahan pengajar terhadap pengetahuan, kebergairahan pengajar terhadap perkembangan peristiwa- peristiwa di dunia, dan kebergairahan pengajar terhadap anak didiknya. Lebih lanjut, Fried menunjukkan apa yang membuat seorang pengajar menjadi “besar”, yaitu: kepedulian pada ide-ide dan nilai-nilai, memiliki ketertarikan terhadap potensi pertumbuhan individu, serta memiliki kebergairahan untuk melakukan hal-hal baik dan selalu berjuang mengupayakan yang terbaik.

Gambar 2.7 State of The Art Peubah Kebergairahan Pembelajar

Schaufeli,

Wasko, M & S.

Salanova,

Salanova dan

Baum & Locke

(2004) dan Bakker (2002)

Faraj (2000) Gonzales-Roma

Schaufeli (2008)

Keterlibatan kerja, Cinta, emosi, keterikatan kerja,

keterikatan, Kewajiban moral

Semangat,

dedikasi,

keterlarutan kerja kerinduan yang

penyerapan

dan totalitas kerja tulus

Kebergairahan-Pembelajar

Sumber: Dikembangkan untuk Disertasi ini, 2017

2. Peubah Bebas pada Aras Interaksional - Kerekatan Sosial-Emosional

Interaksi sosial dan pengetahuan adalah dua kebutuhan penting di lembaga pendidikan tinggi, sehingga perilaku berbagi-pengetahuan melibatkan proses interaksi sosial dan pertukaran pengetahuan. Studi ini mengembangkan peubah kerekatan sosial-emosional sebagai peubah yang diasumsikan dapat menjelaskan kesediaan perilaku berbagi-pengetahuan pada aras bersifat interaksi. Terdapat dua dasar teori yang digunakan dalam membentuk peubah kerekatan sosial-emosional, yaitu teori kecerdasan emosional dan teori kerekatan.

Menurut Benson (2010), kecerdasan emosional meliputi proses pengelolaan perubahan sosial dan lingkungan pribadi untuk mengatasi situasi, memecahkan masalah dan membuat keputusan segera, realistis dan lentur.

Kecerdasan emosional merupakan satu perangkat kemampuan yang terkait dengan pengelolaan emosi dan informasi emosional (Cote et al. 2010). Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kombinasi kebutuhan, motif dan nilai-nilai nyata untuk mengelola sikap individu yang terkait dengan hubungan manusia dan menentukan keberhasilan di tempat kerja (Gulluce & Iscan 2010). Kecerdasan emosional juga dapat membantu dalam mengelola hubungan, pemahaman emosi, pemotivasian dan memimpin orang lain (Chopra & Kanji 2010).

Luu (2014) menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat mengaktifkan perilaku dan tindakan sebagai dasar kognisi dan perilaku. Tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dapat membantu tidak hanya untuk mengelola emosi diri sendiri tetapi juga untuk mengelola emosi orang lain. Van der Hoof et al. (2012) menyatakan bahwa ketika muncul egoisme atau kesombongan atau ketika memiliki efisiensi diri yang rendah untuk belajar dari orang lain, maka reaksi berbagi-pengetahuan pun menjadi rendah.

Secara sosial, manusia dengan segala keunikan dan keanekaragamannya dituntut untuk hidup dalam kebersamaan. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri tanpa kebersamaan karena pada dasarnya ia memiliki ketergantungan kepada orang lain. Adanya rasa ketergantungan inilah yang kemudian menjadikan manusia mendapatkan julukan sebagai makhluk sosial.

Kualitas dalam mengekspresikan emosi, memiliki kejernihan pikiran, berpikir positif tentang kehidupan, memiliki suasana hati yang baik, serta memiliki kinerja yang baik pada segala bidang menjadi indikasi bahwa Kualitas dalam mengekspresikan emosi, memiliki kejernihan pikiran, berpikir positif tentang kehidupan, memiliki suasana hati yang baik, serta memiliki kinerja yang baik pada segala bidang menjadi indikasi bahwa

Abzari et al. (2014) telah mengidentifikasi bahwa kompetensi sosial dan emosional memiliki dampak pada perilaku berbagi-pengetahuan karyawan. Kompetensi kecerdasan emosional telah terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku berbagi-pengetahuan. Kecerdasan emosional memediasi lapisan kognitif dan perilaku individu dan individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan berpikir dan bertindak lebih sosial, terutama dalam kasus berbagi-pengetahuan (Kessel, Kratzer & Schultz 2012). Studi Arakelian, Maymand & Hosseini (2013) menemukan bahwa tiga dimensi kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial dan manajemen keterhubungan terbukti memiliki kaitan yang positif dengan berbagi-pengetahuan.

Selanjutnya, peubah kerekatan sosial-emosional dibentuk atas asumsi keterhubungan antar individu dengan mendasarkan pada teori kerekatan. Kerekatan dapat mengarah pada kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Adanya kerekatan dapat ditunjukkan dari keramahan antar anggota kelompok di mana antar anggota kelompok tersebut akan senang untuk bersama-sama. Kerekatan-sosial-emosional yang dimiliki anggota kelompok memungkinkan terjadinya penyampaian pendapat dan saran secara bebas. Kerekatan-sosial-emosional dapat membuat anggota kelompok memiliki Selanjutnya, peubah kerekatan sosial-emosional dibentuk atas asumsi keterhubungan antar individu dengan mendasarkan pada teori kerekatan. Kerekatan dapat mengarah pada kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Adanya kerekatan dapat ditunjukkan dari keramahan antar anggota kelompok di mana antar anggota kelompok tersebut akan senang untuk bersama-sama. Kerekatan-sosial-emosional yang dimiliki anggota kelompok memungkinkan terjadinya penyampaian pendapat dan saran secara bebas. Kerekatan-sosial-emosional dapat membuat anggota kelompok memiliki

Keberadaan kerekatan-sosial-emosional memungkinkan antar manusia disatukan dalam suatu penyatuan . Studi Shin & Park (2011) menyatakan bahwa suatu kelompok atau hubungan interpersonal diperlukan adanya kerekatan. Kerekatan-sosial-emosional antar sesama anggota kelompok menurut Ramdhani & Martono (1996) dapat mendorong anggota kelompok untuk sama rasa dan sama-sama meningkatkan kemajuan kelompoknya.

Gambar 2.8

State of The Art Peubah Kerekatan Sosial-Emosional

Van der Hoof et al. (2012)

Abzari et al. (2014) Kompetensi sosial dan

Abzari et al. (2014) Egoisme atau kesombongan

Kompetensi sosial dan emosional memiliki dampak

atau ketika memiliki efisiensi

emosional memiliki dampak pada perilaku berbagi-

diri yang rendah untuk belajar

dari orang lain, maka reaksi

pada perilaku berbagi-

pengetahuan karyawan berbagi-pengetahuan pun

pengetahuan karyawan

menjadi rendah

Kerekatan-sosial-emosional

Ramdhani & Martono (1996) Shin & Park (2011) Kerekatan-sosial-emosional Suatu kelompok atau hubungan

dapat mendorong anggota interpersonal diperlukan

kelompok untuk sama rasa dan adanya kerekatan sama-sama meningkatkan

kemajuan kelompoknya

Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian ini, 2017

3. Peubah Bebas pada Aras Keorganisasian – Iklim Pembelajar

Pembelajaran keorganisasian merupakan wadah untuk membangun masyarakat yang dewasa, yaitu kelompok manusia yang memiliki potensi yang beranekaragam dan mampu melakukan kerjasama-cerdas, sehingga mampu melaksanakan proses berbagi visi, berbagi model mental, dan berbagi-pengetahuan, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi modal maya keorganisasian. Tanpa mekanisme pembelajaran keorganisasian, maka organisasi tidak akan mampu menjaga keruntutan pertumbuhan dan perkembangannya.

Litwin & Stringer (1971), mendefinisikan iklim pembelajar sebagai karakteristik yang relatif stabil dalam lingkungan internal keorganisasian, yang dialami oleh anggotanya, memengaruhi perilaku anggota, dan dapat digambarkan dalam hal nilai-nilai kelompok tertentu dalam organisasi. Selanjutnya, iklim pembelajar memiliki karakteristik yang menjaga hubungan dengan lingkungan kerja dan memiliki daya tahan tertentu terlepas dari perubahan karena situasi kritis.

Iklim pembelajar yang diteliti dalam penelitian ini merupakan kegiatan- kegiatan yang difasilitasi oleh mekanisme formal keorganisasian, seperti program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia. Menurut Daghfous (2004), apabila organisasi mengharapkan peningkatan kemampuan individu untuk menyerap pengetahuan, maka organisasi harus menginvestasikan upaya pengembangan kemampuan yang salah satunya melalui pelatihan. Minbaeva et al. (2003) juga menyatakan bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia yang spesifik yang memiliki kontribusi terhadap perkembangan kemampuan menyerap pengetahuan. Cohen & Levinthal (1990) menambahkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan organisasi memiliki fungsi fungsi untuk menghasilkan pengetahuan baru dan berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menyerap pengetahuan. Uraian-uraian tersebut menegaskan bahwa program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia yang tercakup dalam mekanisme formal keorganisasian dapat menciptakan iklim Iklim pembelajar yang diteliti dalam penelitian ini merupakan kegiatan- kegiatan yang difasilitasi oleh mekanisme formal keorganisasian, seperti program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia. Menurut Daghfous (2004), apabila organisasi mengharapkan peningkatan kemampuan individu untuk menyerap pengetahuan, maka organisasi harus menginvestasikan upaya pengembangan kemampuan yang salah satunya melalui pelatihan. Minbaeva et al. (2003) juga menyatakan bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia yang spesifik yang memiliki kontribusi terhadap perkembangan kemampuan menyerap pengetahuan. Cohen & Levinthal (1990) menambahkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan organisasi memiliki fungsi fungsi untuk menghasilkan pengetahuan baru dan berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menyerap pengetahuan. Uraian-uraian tersebut menegaskan bahwa program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia yang tercakup dalam mekanisme formal keorganisasian dapat menciptakan iklim

Gambar 2.9 State of The Art Peubah Iklim Pembelajar

Daghfous (2004) Cohen & Levinthal (1990) Peningkatan kemampuan

Perlunya fungsi-fungsi untuk individu untuk menyerap

menghasilkan pengetahuan pengetahuan, maka

baru dan berkontribusi pada organisasi harus

kemampuan perusahaan menginvestasikan upaya

dalam menyerap pengembangan kemampuan pengetahuan

Iklim Pembelajar

Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian ini, 2017

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Kelas Olahraga di SMP Negeri 3 Salatiga

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 15

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Model - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 20

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 8

MODEL PENYAJIAN HASIL BELAJAR BERBASIS WEB DAN TINDAK LANJUTNYA DALAM KELAS ONLINE UNTUK MEMBANTU SISWA BELAJAR MANDIRI TESIS

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 89

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN SOFT SKILLS PADA PENYIAPAN PESERTA DIDIK PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN SMK NEGERI 2 SALATIGA DALAM MEMASUKI DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 1 23