Pengembangan Proposisi Penelitian

2.4 Pengembangan Proposisi Penelitian

2.4.1 Keterkaitan Kebergairahan-Pembelajar terhadap Kesediaan dan

Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Belakangan, studi mengenai kebergairahan merupakan elemen penting dalam keterlibatan dan ketekunan karyawan yang efektif dan ketekunan merupkan tema yang paling sering diangkat (Ho, Wong, & Lee 2011, Perrewe, Hochwarter, Ferris, McAllister, & Harris 2014). Kebergairahan tidak dapat dibuat. Kebergairahan (passion) sudah ada dalam diri setiap individu (O’Doherty 2007, Tucker 2014). Pandangan bahwa kebergairahan tidak hanya masalah filosofis atau psikologis namun juga terkait dengan masalah bisnis mendorong peningkatan Belakangan, studi mengenai kebergairahan merupakan elemen penting dalam keterlibatan dan ketekunan karyawan yang efektif dan ketekunan merupkan tema yang paling sering diangkat (Ho, Wong, & Lee 2011, Perrewe, Hochwarter, Ferris, McAllister, & Harris 2014). Kebergairahan tidak dapat dibuat. Kebergairahan (passion) sudah ada dalam diri setiap individu (O’Doherty 2007, Tucker 2014). Pandangan bahwa kebergairahan tidak hanya masalah filosofis atau psikologis namun juga terkait dengan masalah bisnis mendorong peningkatan

kebergairahan kerja.

P1: Kebergairahan-pembelajar memengaruhi secara positif kesediaan berbagi- pengetahuan P2: Kebergairahan-pembelajar memengaruhi secara positif perilaku berbagi- pengetahuan

2.4.2 Keterkaitan Kerekatan-Sosial-Emosional terhadap Kesediaan dan Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Faktor pelancar merupakan fondasi penting dalam implementasi berbagi- pengetahuan di organisasi. Hal ini dikarenakan faktor pelancar mencakup dinamika, interaksi antar manusia, dan faktor pendukung lainnya yang menggambarkan kesiapan organisasi dalam mendukung berbagi-pengetahuan (Anantatmula & Kanungo 2010). Studi-studi terdahulu pada tataran interaksional telah memetakan beberapa peubah yang dapat menjelaskan perilaku berbagi- pengetahuan. Peubah-peubah tersebut meliputi faktor ketimbal balikan (Wasko & Faraj 2005, Hew & Hara 2007, Cho, Li & Su 2007, Lin, Hung & Chen 2009, Lin, Hung & Chen 2009, Chen & Hung 2010,), kepercayaan (Chiu et al. 2006, Lin, Hung, & Chen 2009, Chen & Hung 2010, Wang & Wei 2011, Shu & Chuang 2011, Liu & Li 2012, Omar et al. 2013, Mallasi & Ainin 2015), interaksi sosial Faktor pelancar merupakan fondasi penting dalam implementasi berbagi- pengetahuan di organisasi. Hal ini dikarenakan faktor pelancar mencakup dinamika, interaksi antar manusia, dan faktor pendukung lainnya yang menggambarkan kesiapan organisasi dalam mendukung berbagi-pengetahuan (Anantatmula & Kanungo 2010). Studi-studi terdahulu pada tataran interaksional telah memetakan beberapa peubah yang dapat menjelaskan perilaku berbagi- pengetahuan. Peubah-peubah tersebut meliputi faktor ketimbal balikan (Wasko & Faraj 2005, Hew & Hara 2007, Cho, Li & Su 2007, Lin, Hung & Chen 2009, Lin, Hung & Chen 2009, Chen & Hung 2010,), kepercayaan (Chiu et al. 2006, Lin, Hung, & Chen 2009, Chen & Hung 2010, Wang & Wei 2011, Shu & Chuang 2011, Liu & Li 2012, Omar et al. 2013, Mallasi & Ainin 2015), interaksi sosial

Keterhubungan antar individu berkaitan dengan teori keeratan. Kerekatan dapat mengarah pada kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Adanya kerekatan dapat ditunjukkan dari keramahan antar anggota kelompok di mana antar anggota kelompok tersebut akan senang untuk bersama-sama. Kerekatan- sosial-emosional yang dimiliki anggota kelompok memungkinkan terjadinya penyampaian pendapat dan saran secara bebas. Kerekatan-sosial-emosional dapat membuat anggota kelompok memiliki antusiasme terhadap apa yang ia kerjakan dan mau mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Kerekatan-sosial-emosional memungkinkan individu sukarela menerima tanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kewajibannya. Semua hal tersebut menjadi indikasi adanya kesatuan, keeratan, dan saling menarik dari anggota kelompok.

Keberadaan kerekatan-sosial-emosional memungkinkan antarmanusia disatukan dalam suatu penyatuan. Studi Shin & Park (2011) menyatakan bahwa suatu kelompok atau hubungan interpersonal diperlukan adanya kerekatan. Kerekatan-sosial-emosional antar sesama anggota kelompok menurut Ramdhani & Martono (1996) dapat mendorong anggota kelompok untuk sama rasa dan sama-sama meningkatkan kemajuan kelompoknya.

Interaksi sosial dan pengetahuan adalah dua kebutuhan penting di lembaga pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, perilaku berbagi-pengetahuan melibatkan Interaksi sosial dan pengetahuan adalah dua kebutuhan penting di lembaga pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, perilaku berbagi-pengetahuan melibatkan

Gulluce & Iscan (2010) menggambarkan kecerdasan emosional sebagai kombinasi kebutuhan, motif dan nilai-nilai nyata untuk mengelola sikap individu yang terkait dengan manusia hubungan dan menentukan keberhasilan di tempat kerja. Chopra & Kanji (2010) berpendapat bahwa kecerdasan emosional dapat membantu dalam mengelola hubungan, pemahaman emosi, pemotivasian dan memimpin orang lain.

Kecerdasan emosional dapat mengaktifkan perilaku dan tindakan sebagai dasar kognisi dan perilaku (Luu 2014). Tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dapat membantu tidak hanya untuk mengelola emosi diri sendiri tetapi juga untuk mengelola emosi orang lain. Ketika muncul egoisme atau kesombongan atau ketika memiliki efisiensi diri yang rendah untuk belajar dari orang lain maka reaksi berbagi-pengetahuan pun menjadi rendah (Van der Hoof, Schouten & Simonovski 2012) menyatakan bahwa.

Proposisi yang dirumuskan adalah:

P3: Kerekatan-sosial-emosional memengaruhi secara positif kesediaan berbagi- pengetahuan P4: Kerekatan-sosial-emosional memengaruhi secara positif perilaku berbagi- pengetahuan

2.4.3 Keterkaitan Kesediaan Berbagi-Pengetahuan terhadap Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Keberhasilan perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk mengelola aset pengetahuan (Morling & Yakhlef 1999) di mana perilaku individu menjadi kunci keberhasilan strategi manajemen pengetahuan (Bollinger & Smith 2001). Di sinilah pentingnya perilaku para karyawan dalam melakukan berbagi- pengetahuan.

Kesediaan diasumsikan sebagai faktor bersifat motivasi yang memengaruhi suatu perilaku sebagai indikasi dari bagaimana kerasnya individu tersebut berusaha dan seberapa besar upaya yang akan digunakan untuk melakukan perilaku tertentu. Semakin kuat kesediaan untuk bersinggungan dengan suatu perilaku maka, akan semakin mungkin perilaku tersebut dilakukan.

Studi Wang & Noe (2010) mengembangkan sebuah rerangka kerja penelitian di mana di dalam rerangka tersebut, minat berbagi-pengetahuan diposisikan sebagai peubah yang menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Demikian pula pada studi Alhalhouli, Hassan, & Abualkishik (2013) juga mengembangkan sebuah model penelitian konseptual serta hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa minat berbagi-pengetahuan yang tinggi akan mendorong Studi Wang & Noe (2010) mengembangkan sebuah rerangka kerja penelitian di mana di dalam rerangka tersebut, minat berbagi-pengetahuan diposisikan sebagai peubah yang menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Demikian pula pada studi Alhalhouli, Hassan, & Abualkishik (2013) juga mengembangkan sebuah model penelitian konseptual serta hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa minat berbagi-pengetahuan yang tinggi akan mendorong

Ayalew, Bekele, & Straub (2013) mengajukan sebuah model penelitian di mana minat berbagi-pengetahuan sebagai peubah yang menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa minat berbagi- pengetahuan secara statistik terbukti berpengaruh positif signifikan dalam menjelaskan terjadinya perilaku berbagi-pengetahuan. Demikian pula dengan studi yang dilakukan oleh Othman & Skaik (2014) dan Kumari & Takahashi (2014) dan Shanshan (2014) juga menunjukkan bahwa minat berbagi-pengetahuan terbukti mempengaruhi perilaku berbagi-pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan proposisi yang dikembangkan adalah sebagai berikut: P5: Kesediaan berbagi-pengetahuan memengaruhi secara positif perilaku

berbagi-pengetahuan

2.4.4 Keterkaitan Kesediaan dan Perilaku Berbagi-Pengetahuan dengan Iklim Pembelajar sebagai Pemoderasi

Menimbun pengetahuan merupakan kecenderungan alami manusia (Davenport & Prusak 1998) bahkan pun ketika didorong mau pun diberikan penghargaan, kecenderungan tersebut masih ada (Swap et al. 2001, Bock et al. 2005). Kebergairahan tidak dapat diciptakan namun dapat diaktifkan dan difasilitasi. Kebergairahan juga dapat dipadamkan ketika tempat kerja, atau kondisi kepemimpinan bertentangan dengan kebergairahan pribadi atau individu (Hardgrove & Howard 2015). Temuan ini memberikan sebuah indikasi bahwa Menimbun pengetahuan merupakan kecenderungan alami manusia (Davenport & Prusak 1998) bahkan pun ketika didorong mau pun diberikan penghargaan, kecenderungan tersebut masih ada (Swap et al. 2001, Bock et al. 2005). Kebergairahan tidak dapat diciptakan namun dapat diaktifkan dan difasilitasi. Kebergairahan juga dapat dipadamkan ketika tempat kerja, atau kondisi kepemimpinan bertentangan dengan kebergairahan pribadi atau individu (Hardgrove & Howard 2015). Temuan ini memberikan sebuah indikasi bahwa

Aspek pertama adalah kepemimpinan tidak hanya mengetahui bagaimana memimpin orang lain, tetapi juga mengetahui bagaimana untuk melayani (Greenleaf 2002). Pemimpin dapat mempengaruhi kebergairahan bawahan untuk bekerja lebih keras, berjuang untuk keunggulan, dan untuk memastikan tujuan dan sasaran dapat runtut. Selain faktor kepemimpinan, kebergairahan juga memerlukan kelenturan (Liu, Chen & Yao 2012). Kelenturan berkaitan dengan bagaimana individu tidak diatur dengan “seperangkat aturan” yang ketat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Memiliki kelenturan untuk menyelesaikan pekerjaan dapat membangkitkan kebergairahan dalam bekerja (Craemer 2014). Aspek selanjutnya adalah penghormatan (respect). Ketika pekerjaan seorang karyawan diterima dengan baik, atau bahkan dikoreksi secara konstruktif, hal ini akan membantu kebergairahan karyawan terhadap apa yang telah dilakukan. Sebagai manusia dengan perasaan, ketika seseorang selalu dikritik dan tidak dihargai atau dihormati, bahkan ketika karyawan menikmati pekerjaan mereka, maka kebergairahan untuk bekerja menjadi berkurang karena kurangnya rasa hormat.

Pembelajaran keorganisasian merupakan wadah untuk membangun masyarakat yang dewasa yaitu kelompok manusia yang memiliki potensi yang beranekaragam dan mampu melakukan kerjasama-cerdas, sehingga mampu melaksanakan proses berbagi visi, berbagi model mental dan berbagi- pengetahuan, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi modal maya Pembelajaran keorganisasian merupakan wadah untuk membangun masyarakat yang dewasa yaitu kelompok manusia yang memiliki potensi yang beranekaragam dan mampu melakukan kerjasama-cerdas, sehingga mampu melaksanakan proses berbagi visi, berbagi model mental dan berbagi- pengetahuan, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi modal maya

Litwin & Stringer (1971), mendefinisikan iklim keorganisasian (organizational climate) sebagai karakteristik yang relatif stabil dalam lingkungan internal keorganisasian, yang dialami oleh anggotanya, memengaruhi perilaku anggota, dan dapat digambarkan sebagai nilai-nilai kelompok tertentu dalam organisasi. Selanjutnya, iklim keorganisasian memiliki karakteristik yang menjaga hubungan dengan lingkungan kerja dan memiliki daya tahan tertentu terlepas dari perubahan karena situasi kritis.

Berangkat dari uraian di atas, studi ini mengkonseptualisasikan sebuah peubah keorganisasian, yaitu iklim pembelajar. Iklim pembelajar yang diteliti dalam penelitian ini merupakan kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh mekanisme formal keorganisasian, seperti program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia. Menurut Daghfous (2004), apabila organisasi mengharapkan peningkatan kemampuan individu untuk menyerap pengetahuan, maka organisasi harus menginvestasikan upaya pengembangan kemampuan yang salah satunya melalui pelatihan. Minbaeva et al. (2003) juga menyatakan bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia yang spesifik yang memiliki kontribusi terhadap perkembangan kemampuan menyerap pengetahuan. Cohen & Levinthal (1990) menambahkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan organisasi memiliki fungsi-fungsi untuk menghasilkan pengetahuan baru dan berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menyerap Berangkat dari uraian di atas, studi ini mengkonseptualisasikan sebuah peubah keorganisasian, yaitu iklim pembelajar. Iklim pembelajar yang diteliti dalam penelitian ini merupakan kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh mekanisme formal keorganisasian, seperti program penelitian dan pengembangan serta kegiatan manajemen sumber daya manusia. Menurut Daghfous (2004), apabila organisasi mengharapkan peningkatan kemampuan individu untuk menyerap pengetahuan, maka organisasi harus menginvestasikan upaya pengembangan kemampuan yang salah satunya melalui pelatihan. Minbaeva et al. (2003) juga menyatakan bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia yang spesifik yang memiliki kontribusi terhadap perkembangan kemampuan menyerap pengetahuan. Cohen & Levinthal (1990) menambahkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan organisasi memiliki fungsi-fungsi untuk menghasilkan pengetahuan baru dan berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menyerap

Adapun proposisi yang dirumuskan adalah sebagai berikut: P6: Iklim pembelajar memoderasi pengaruh kesediaan terhadap perilaku berbagi-pengetahuan

2.4.5 Keterkaitan Perilaku Berbagi-Pengetahuan terhadap Pemerekan Diri, Pengayaan Kognitif Bersama dan Organisasi-Cerdas

Melakukan berbagi-pengetahuan berarti individu tersebut secara sekaligus sedang menambah pengetahuan baru yang terkadang belum terpikirkan olehnya. Jika pengetahuan yang sudah dimiliki tetap disimpan, maka pengetahuan tersebut mungkin akan dapat bertambah namun tidak akan berkembang. Berbagi- pengetahuan secara tidak langsung telah memfasihkan pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya yang bila tidak dibagikan kepada orang lain kemungkinan pengetahuan tersebut akan dilupakan. Ketika individu dapat berbagi-pengetahuan kepada orang lain dengan tulus, maka akan timbul perasaan puas, senang dan rasa gembira.

Selain perasaan puas, senang dan rasa gembira, berbagi-pengetahuan sebagai salah satu bentuk perilaku berbuat baik kepada orang lain juga merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan. Berbagi-pengetahuan secara ikhlas akan memberikan suatu perasaan tertentu yang membuat diri si pemberi terasa lebih Selain perasaan puas, senang dan rasa gembira, berbagi-pengetahuan sebagai salah satu bentuk perilaku berbuat baik kepada orang lain juga merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan. Berbagi-pengetahuan secara ikhlas akan memberikan suatu perasaan tertentu yang membuat diri si pemberi terasa lebih

Berbanding lurus dengan kebaikan yang diberikan melalui perilaku berbagi- pengetahuan maka akan meningkatkan persahabatan. Kebaikan yang diwujudkan dalam perilaku berbagi-pengetahuan akan memberikan manfaat ketentraman batin bagi seseorang yang memberikan kebaikan tersebut. Kebaikan melalui perilaku berbagi-pengetahuan yang dilihat oleh orang lain akan dapat merangsang perasaan positif yang mendorong penerima kebaikan untuk menularkan kembali kebaikan tersebut kepada orang lain. Muatan kebaikan yang terkandung dalam perilaku berbagi-pengetahuan tersebut akan membangun pemerekan pribadi (personal branding ) yang positif.

Pada aras interaksional, Dougherty (1999) menyatakan bahwa berbagi- pengetahuan adalah tentang koneksi, bukan koleksi. Artinya, pengetahuan belum dapat dikatakan sebagai pengetahuan apabila masih ada di dalam diri. Pengetahuan perlu dibagikan kepada orang lain. pengetahuan-pengetahuan antar individu yang kemudian terkoneksi karena adanya perilaku berbagi-pengetahuan akan semakin memperkuat pengetahuan yang sudah ada. Bahkan melalui berbagi- pengetahuan memungkinkan munculnya atau bertambahnya pengetahuan baru yang terkadang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Pada akhirnya, terjadi Pada aras interaksional, Dougherty (1999) menyatakan bahwa berbagi- pengetahuan adalah tentang koneksi, bukan koleksi. Artinya, pengetahuan belum dapat dikatakan sebagai pengetahuan apabila masih ada di dalam diri. Pengetahuan perlu dibagikan kepada orang lain. pengetahuan-pengetahuan antar individu yang kemudian terkoneksi karena adanya perilaku berbagi-pengetahuan akan semakin memperkuat pengetahuan yang sudah ada. Bahkan melalui berbagi- pengetahuan memungkinkan munculnya atau bertambahnya pengetahuan baru yang terkadang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Pada akhirnya, terjadi

Tidak berhenti pada tataran individu dan interaksional saja, perilaku berbagi-pengetahuan juga berdampak pada luaran di tataran keorganisasian yang pada studi ini dikonsepkan sebagai organisasi-cerdas. Konsep ini dikembangkan atas dasar bahwa untuk dapat bertahan, organisasi harus “pintar” (Absah 2008) dan untuk menjadi pintar, organisasi perlu terus memperbarui pengetahuannya melalui perilaku berbagi-pengetahuan individu yang kemudian diakuisisi menjadi pengetahuan keorganisasian. Organisasi-cerdas adalah organisasi yang menolak stabilitas namun berupaya terus menerus melakukan evaluasi diri serta terus memperbaiki penguasaan pengetahuan untuk mempertahankan konsistensi pertumbuhan dan perkembangan. Penguasaan pengetahuan pada organisasi-cerdas dilakukan melalui proses pembelajaran pada tingkat individu, kelompok dan keorganisasian yang ditransformasi menjadi pengetahuan keorganisasian melalui berbagi-pengetahuan P7: Perilaku berbagi-pengetahuan memengaruhi secara positif terhadap

pemerekan pribadi P8: Perilaku berbagi-pengetahuan memengaruhi secara positif terhadap pengayaan kognitif bersama P9: Perilaku berbagi-pengetahuan memengaruhi secara positif terhadap organisasi-cerdas

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Kelas Olahraga di SMP Negeri 3 Salatiga

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 15

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Model - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 20

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 8

MODEL PENYAJIAN HASIL BELAJAR BERBASIS WEB DAN TINDAK LANJUTNYA DALAM KELAS ONLINE UNTUK MEMBANTU SISWA BELAJAR MANDIRI TESIS

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 89

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN SOFT SKILLS PADA PENYIAPAN PESERTA DIDIK PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN SMK NEGERI 2 SALATIGA DALAM MEMASUKI DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 1 23