BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN

Bab II ini merupakan Bab selanjutnya yang menguraikan berbagai penedekatan yang mendukung Bab I. Terdapat lima Sub Bab yang diuraikan dalam Bab II ini. Sub Bab pertama, menguraikan teori utama yang digunakan sebagai pijakan dalam mengembangkan model penelitian yang mendukung pengaruh antar peubah. Sub Bab kedua menjelaskan teori tentang pengetahuan. Sub Bab selanjutnya, adalah tentang konseptualisasi peubah penelitian. pada Sub Bab ini, menguraikan tentang bagaimana mengkonsep peubah-peubah yang diteliti dalam penelitian ini. Sub Bab keempat menguraikan tentang pengembangan proposisi penelitian yang akan diuji dalam studi ini. Sub Bab terakhir adalah tentang pengembangan model penelitian yang memvisualisasikan arah-arah pengaruh antar peubah penelitian dalam sebuah model penelitian. Oleh sebab itu, untuk memudahkan dalam memberikan gambaran mengenai hal-hal yang disajikan dalam Bab II ini maka alur uraian akan disajikan secara ringkas dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.1

Alur Uraian Bab Telaah Pustaka dan Pengembangan Model Penelitian

2.1 Teori Utama

2.1.1 Organisasi

2.1.2 Teori Perilaku

2.1.3 Teori

2.1.4 Teori

2.1.5 Teori Pembelajar Terencana Motivasi Disonansi Kognitif Pertukaran Sosial

2.2 Pengetahuan

2.3 Konseptualisasi Peubah Penelitian

2.3.4 Faktor yang 2.3.1 Luaran Perilaku

2.3.2 Perilaku Berbagi-

2.3.3 Kesediaan Berbagi-

Menjelaskan Kesediaan

Berbagi-Pengetahuan Pengetahuan Pengetahuan

Berbagi-Pengetahuan

2.4 Pengembangan Proposisi Penelitian

2.5 Pengembangan Model Penelitian

Teori utama menjadi landasan dan panduan penelitian yang menjelaskan keterpengaruhan peubah penelitian pada model penelitian dalam satu kesatuan. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah I and Me Theory. I and Me Theory yang dikemukakan oleh George Herbert Mead. Pada I and Me Theory, manusia dapat dipandang sebagai subyek (I) dan sebagai obyek (Me). “I” merupakan aspek diri yang bersifat non reflektif. “I” merupakan respon terhadap sebuah perilaku aktual tanpa proses pertimbangan. Jadi, jika ada aksi, dia langsung bereaksi tanpa melibatkan pikiran atau pertimbangan. Tetapi apabila diantara aksi dan reaksi itu ada pertimbangan pikiran, maka pada waktu I telah menjadi Me. Diri sebagai subyek yang bertindak (“I”) hanya ada ketika saat bertindak itu terjadi. Ketika kemudian dia melihat kembali tindakannya itu, maka pada waktu itu “I” telah menjadi “Me”. Umumnya seseorang bertindak berdasarkan “Me”nya, yakni berdasarkan norma-norma dan harapan-harapan orang lain. Namun dalam bertindak, seorang actor tidak seluruhnya dipengaruhi oleh “Me” dengan refleksi dan pertimbanganpertimbangan itu. “I” adalah juga aspek diri dimana ada ruang untuk spontanitas. Atas dasar hal ini, ada muncul tindakan spontanitas dan kreatifitas yang lahir dari “I”. Tindakan spontanitas dan kreatifitas muncul di luar harapan orang lain, di luar norma-norma yang telah bersenyawa di dalam “Me”.

2.2 Pengetahuan

Davenport dan Prusak (Andrawina et al. 2008, h. 159) mendefinisikan pengetahuan sebagai:

“a fluid mix of framed experience, values, contextual information, and expert insight that provides a framework for evaluating and incorporating new experiences and information. It originates and is applied in the minds of knowers. In organizations, it often becomes embedded not only in documents or repositories but also in organizational routines, processes, practices, and norms”.

Sementara Nonaka & Takeuchi (1995) mengkategorikan pengetahuan menjadi implicit (tacit) dan explicit knowledge. Implicit atau tacit knowledge terdiri atas model-model mental, kepercayaan, melekat pada individu. Sementara explicit knowledge merupakan pengetahuan yang dapat dikodifikasi dan ditransmisikan dalam sebuah bahasa yang sistematis dan formal. Di antaranya dalam bentuk dokumen, pangkalan data, web, surel, grafik, dan lain-lain.

Selanjutnya Fleming (1996) menggambarkannya dalam diagram tentang tahapan dari data hingga kearifan yang dapat menjelaskan tentang posisi pengetahuan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Posisi Pengetahuan

Kebijaksanaan

Kont eks

Kebebasan

Pemaham an Prinsip-Prinsip

Pengetahuan

Pemaham an Pola

I nformasi

Pemaham an Hubungan

Dat a Pemaham an

Sumber : Fleming, Neil (1996)

Berdasarkan Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa awalnya bermula dari data (angka-angka dan fakta) yang memiliki dua dimensi yaitu dimensi tingkat pemahaman dan kebebasannya. Data adalah tahapan di mana dimensi pemahaman dan kebebasannya masih sangat rendah dan terbatas. Tahapan berikutnya adalah informasi. Informasi telah mampu menjelaskan tentang hubungan-hubungan suatu pemahaman. Tahapan selanjutnya adalah pengetahuan, di mana pada tingkat pengetahuan, telah mampu menjelaskan bentuk-bentuk suatu pemahaman dari suatu obyek, sedangkan tingkat berikutnya adalah kearifan pada tingkatan kearifan ini telah memiliki prinsip-prinsip tentang suatu pemahaman.

Pendekatan lain mengenai definisi pengetahuan disampaikan oleh Quinn (1998) yang mendefinisikan pengetahuan ke dalam empat aras operasional sebagai berikut:

1. Know what atau cognitive knowledge Merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan, pembelajaran, dan kualifikasi formal. Aras ini sangat penting bagi perusahaan namun umumnya masih kurang mencukupi bagi keberhasilan komersial.

2. Know how – merupakan aras aplikasi praktis Pada aras ini, apa yang telah didapat pada aras 1 diterjemahkan dalam pelaksanaan. Tahap ini merupakan area di mana pengetahuan menambahkan nilai dalam suatu organisasi melalui kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan yang bersifat teoritis menjadi eksekusi yang efektif.

3. Know why disebut juga system understanding Merupakan pengetahuan terdalam dari jaringan kaitan sebab akibat yang ada pada suatu disiplin ilmu. Aras ini memungkinkan profesional untuk berpindah dari pelaksanaan kerja ke pemecahan masalah yang lebih besar dan kompleks, dan menciptakan solusi baru bagi permasalahan yang baru.

4. Care why – tahap lanjutan dari kreativitas termotivasi diri (self motivated creativity ) Merupakan aras di mana inovasi radikal dapat terjadi melalui lompatan imajinatif dan pemikiran lateral.

2.3 Konseptualisasi Peubah Penelitian

Terdapat delapan peubah yang diteliti dalam penelitian ini. Dua peubah di antaranya adalah peubah kesediaan berbagi-pengetahuan dan peubah perilaku berbagi-pengetahuan yang merupakan peubah yang sudah diketahui (known Terdapat delapan peubah yang diteliti dalam penelitian ini. Dua peubah di antaranya adalah peubah kesediaan berbagi-pengetahuan dan peubah perilaku berbagi-pengetahuan yang merupakan peubah yang sudah diketahui (known

1. Organisasi Pembelajaran (Learning Organization)

Organisasi pembelajaran meneliti pengembangan model normatif dan metodologi untuk meningkatkan proses pembelajaran (Easterby-Smith & Araujo 1999). Konsep mengenai organisasi pembelajaran berusaha menjawab pertanyaan mengenai "how should an organization learn?" (Tsang 1997). Terdapat tiga karakteristik organisasi pembelajaran yang dijelaskan oleh Ortenblad (2001). Pertama, organisasi pembelajaran merupakan suatu bentuk organisasi. Kedua, membentuk karakter sebuah organisasi pembelajar memerlukan suatu usaha. Ketiga, organisasi pembelajaran lebih banyak berkembang dari literatur. Lebih lanjut, Ortenbald (2001) juga menjelaskan pada organisasi pembelajaran, pembelajaran dilakukan pada tingkat individu, kelompok dan organisasi serta lokasi pengetahuan dipandang berada dalam individu dan memori organisasi.

2. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Teori Perilaku Terencana merupakan perluasan dari Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action/TRA) yang dikembangkan oleh Ajzen & Fishbein (1975) dan Fishbein & Ajzen (1980). Teori Perilaku Terencana merupakan teori yang dirancang untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia dalam suatu konteks tertentu. Faktor utama dalam Teori

Perilaku Terencana Ajzen (1991) adalah niatan (intention) individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu (yang juga ada di Teori Tindakan Berasalan). Niatan diasumsikan untuk menangkap faktor-faktor bersifat motivasi yang memengaruhi suatu perilaku sebagai indikasi dari bagaimana kerasnya individu tersebut berusaha, dan seberapa besar upaya yang akan dia gunakan untuk melakukan perilaku tertentu. Artinya, semakin kuat niatan untuk bersinggungan dengan suatu perilaku, maka akan semakin mungkin perilaku tersebut dilakukan. Namun, niatan suatu perilaku dapat mengungkapkan suatu perilaku hanya jika perilaku yang dimaksudkan dibawah kendali kehendak (volitional control). Kendali kehendak artinya seseorang dapat memutuskan sendiri apakah dia akan melakukan perilaku tersebut atau tidak. Walaupun pada kenyataannya beberapa perilaku dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut dengan baik, perilaku tersebut umumnya tergantung paling tidak pada beberapa faktor-faktor tidak bersifat motivasi, seperti tersedianya kesempatan dan sumber daya yang dibutuhkan (contoh: waktu, uang, keterampilan, kemampuan bekerja sama). Secara kolektif faktor-faktor tersebut merepresentasikan kontrol individu sebenarnya atas perilaku. Selanjutnya bahwa seorang individu memiliki kesempatan dan sumber daya yang dibutuhkan dan bermaksud untuk melakukan perilaku tersebut, maka individu tersebut harus mampu melakukannya dengan sukses.

Teori Perilaku Terencana (Ajzen 1991) merumuskan tiga prediktor dari niatan. Prediktor pertama adalah sikap (attitude toward the behavior) yang mengarah pada tingkatan dimana seseorang memiliki evaluasi atau Teori Perilaku Terencana (Ajzen 1991) merumuskan tiga prediktor dari niatan. Prediktor pertama adalah sikap (attitude toward the behavior) yang mengarah pada tingkatan dimana seseorang memiliki evaluasi atau

a. Sikap Sikap merupakan komponen pertama dari Teori Perilaku

Terencana, yang didefinisikan sebagai sebuah kepercayaan afektif dan evaluatif mengenai perilaku tertentu. Sikap merupakan suatu fungsi dari keyakinan keperilakuan (behavioral beliefs), yang berasal dari kemungkinan dari beberapa hasil yang diperoleh dari perilaku (kekuatan keyakinan/belief strength) dan evaluasi dari capaian tersebut (evaluasi capaian/outcome evaluation). Keyakinan keperilakuan adalah hasil dari kemungkinan terpersepsi dari beberapa konsekuensi-konsekuensi yang muncul dari perilaku yang dimaksud dan sifat yang diingini dari konsekuensi tersebut. Jika perilaku tersebut terpersepsi cenderung memberikan konsekuensi yang diharapkan, maka dianggap lebih baik ketimbang jika perilaku tersebut mendatangkan capaian yang tidak diinginkan.

b. Norma Subjektif Norma subjektif meliputi norma-norma sosial, keluarga, atau

kelompok seperti halnya penjiwaan moral yang merepresentasikan tingkatan yang penting dan menghargai orang lain yang mempertimbangkan atau memperingatkan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Norma subjektif juga dapat diartikan sebagai tekanan sosial untuk melakukan atau menahan diri terhadap perilaku tertentu. Komponen ini merupakan fungsi dari keyakinan normatif (normative beliefs), yang ditentukan oleh tingkatan di mana suatu perilaku diterima oleh orang lain (referents’ behavioral expectation) dan tingkatan dimana seseorang termotivasi untuk mengikuti opini-opini dari referensi tersebut (motivation to comply).

c. Kontrol Keperilakuan Terpersepsi Kontrol keperilakuan terpersepsi mengarah pada keyakinan individu mengenai kemudahan atau kesulitan suatu perilaku dapat dilakukan. Kontrol keperilakuan terpersepsi ditentukan oleh keyakinan kontrol (control beliefs), yang dihasilkan dari tingkatan seorang individu mempersepsikan adanya faktor-faktor yang dapat menghambat atau memfasilitasi terjadinya perilaku tersebut (kekuatan keyakinan kontrol) dan kekuatan dari faktor-faktor tersebut untuk membuatnya lebih mudah atau lebih sulit untuk melakukan perilaku tersebut (kekuatan keyakinan kontrol). Keyakinan kontrol biasanya didasarkan pada pengalaman dan persepsi masa lalu mengenai peluang dan hambatan yang secara potensial memengaruhi perilaku tersebut (Ajzen, 1991).

Gambar 2.3 Rerangka Pemikiran Teori Perilaku Terencana

Sikap

Norma Subjektif

Niatan

Perilaku

Kontrol Keperilakuan Terpersepsi

Sumber: Ajzen, 1991

Pada konteks studi ini, Teori Perilaku Terencana digunakan untuk menjelaskan peubah kesediaan berbagi-pengetahuan dalam menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Namun, mengacu pada masalah penelitian yang dirumuskan maka Teori Perilaku Terencana tidak cukup lagi untuk dapat menjelaskan keseluruhan model yang akan dikembangkan dalam studi ini. Diperlukan teori sebagai pijakan konstruk luaran yang dapat dijelaskan oleh perilaku berbagi-pengetahuan. Teori ini diperlukan untuk menjelaskan bahwa ketika individu melakukan suatu perilaku tertentu maka akan ada harapan atau tujuan dari melakukan perilaku tertentu tersebut.

3. Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan (Sustainable Goal Setting Theory)

Studi ini menggunakan Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan (Sustainable Goal Setting Theory) untuk menjelaskan pengaruh perilaku berbagi-pengetahuan terhadap peubah luaran dari perilaku berbagi- pengetahuan yang dikembangkan dalam studi ini. Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan didasarkan pada Teori Kebajikan Aristotelian (Aristotelian

Virtue Theory ) (Aristoteles 1962) khususnya kebajikan utama yang meliputi kehati-hatian, kesederhanaan, keadilan, dan keberanian (Aquinas 1948) dan gagasan bahwa tujuan hidup adalah untuk memaksimalkan seluruh kesejahteraan (kebahagiaan, eudaemonia) di masyarakat.

Teori Penetapan Tujuan menyatakan bahwa tujuan memiliki pengaruh luas pada perilaku karyawan dan kinerja dalam organisasi dan praktek manajemen (Locke & Latham 2002). Hampir setiap organisasi modern memiliki beberapa bentuk penetapan tujuan dalam operasi. Program seperti manajemen berdasarkan sasaran (Management by Objectives/MBO), praktik kerja berkinerja tinggi (High Performance Works Practices/HPWPs), sistem informasi

Information System /MIS), benchmarking , sasaran melar (stretch target), serta sistem pemikiran dan perencanaan strategis, termasuk pengembangan tujuan tertentu.

manajemen

(Management

Secara praktis, alasan untuk mengembangkan Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan adalah untuk menjelaskan mengapa beberapa orang yang dibandingkan dengan orang lain yang lebih terlibat dalam pekerjaan mereka merasa lebih puas, unggul dalam kinerja kontekstual serta kinerja tugas, dan memberikan kontribusi pada jangka pendek dan jangka panjang kelangsungan hidup organisasi dan masyarakat (Neubert & Dyck 2015).

Lebih lanjut Neubert & Dyck menyatakan bahwa jika dikaji dari sudut pandang capaian yang diinginkan (desired outcomes), maka Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan memumpun pada kinerja yang mencakup berbagai bentuk kesejahteraan bagi para pemangku kepentingan di masa sekarang serta Lebih lanjut Neubert & Dyck menyatakan bahwa jika dikaji dari sudut pandang capaian yang diinginkan (desired outcomes), maka Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan memumpun pada kinerja yang mencakup berbagai bentuk kesejahteraan bagi para pemangku kepentingan di masa sekarang serta

Aspek berikutnya yang dikaji dalam Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan adalah Atribut Tujuan Yang Efektif (Attribute of Effective Goals ). Pendekatan Berkelanjutan didasarkan pada asumsi bahwa individu menginginkan hasil yang melampaui kisaran kinerja jangka pendek seperti membantu orang lain, berkontribusi terhadap pembelajaran dan pertumbuhan anggota keorganisasian, meningkatkan keberlanjutan ekologi praktik bisnis, atau meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat (Neubert & Dyck 2015). Selain itu, dalam kondisi yang tepat, penetapan tujuan dapat menjadi teknik yang kuat untuk memotivasi anggota keorganisasian.

4. Teori Utama yang Menjelaskan Pengaruh Peubah Bebas terhadap Perilaku Berbagi-Pengetahuan

a. Teori Motivasi

Berbagi-pengetahuan adalah proses di mana orang berinteraksi dan sengaja menjadikan pengetahuan tersedia untuk satu sama lain. Orang termotivasi untuk berbagi-pengetahuan untuk alasan yang berbeda. Menurut Maslow (1943), perilaku manusia ditentukan oleh kondisi biologi, budaya, dan bersifat situasi dan bahwa kondisi-kondisi tersebut membuat kebutuhan yang membentuk motivasi bagi individu untuk bertindak. Maslow membagi kebutuhan dalam beberapa hierarki

(terendah-tertinggi), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Teori motivasi lain adalah Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg (1966) merupakan rerangka kerja lain untuk memahami implikasi bersifat motivasi dari lingkungan kerja. Ada dua faktor di dalam teori ini yaitu : faktor-faktor higienis (sumber ketidakpuasan karyawan) dan faktor-faktor pemuas (sumber kepuasan karyawan). Teori Herzberg ini meyakini bahwa kepuasan kerja memotivasi pada kinerja yang lebih baik.

Menggunakan Teori Motivator-Hygiene, Hendriks (1999) menemukan bahwa pada pegiat pengetahuan, motivasi berbagi- pengetahuan mencakup prestasi, tanggung jawab, pengakuan dan pertumbuhan, bukan faktor higienis seperti gaji dan status. Faktor motivasi lain termasuk pengakuan formal dan loloh balik, yang menurut beberapa peneliti, konsisten memiliki pengaruh positif yang kuat pada berbagi-pengetahuan (O’Dell & Grayson 1998, Cabrera & Cabrera 2005). Hall (2001), Bartol & Srivastava (2002) menyatakan bahwa sistem penghargaan yang efektif juga mendorong karyawan untuk berbagi-pengetahuan dengan karyawan lainnya. Cabrera, Collins & Selgado (2006), Lin (2007), Osterloh & Frey (2000) berpendapat bahwa motivasi instrinsik juga penting dalam berbagi-pengetahuan seperti kecakapan diri (self-efficacy), pengembangan dan kesenangan membantu orang lain.

Mengacu pada uraian mengenai teori motivasi dapat disimpulkan bahwa teori motivasi dapat dikembangkan dalam praktek untuk mengelola perilaku pegiat pengetahuan (Herzberg 1966). Teori motivasi berguna dalam memahami faktor-faktor motivasi perilaku berbagi- pengetahuan. Individu dapat berbagi-pengetahuan untuk menjaga pekerjaan mereka, mendukung hubungan individu dengan orang lain, meningkatkan reputasi, status dan kekuasaan, dan untuk memperkuat pengetahuan dan kemampuan individu itu sendiri.

b. Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)

Teori disonansi kognitif oleh Festinger (1957) memumpun pada proses psikologis penting dari individu, khususnya pada hubungan antara kognisi yang membentuk unsur-unsur pengetahuan bahwa individu memiliki perilaku, sikap, persepsi, keyakinan dan lingkungan. Kognitif mengacu pada pikiran, sikap, keyakinan dan perilaku yang disadari oleh individu. Disonansi mengacu pada keadaan yang tidak menyenangkan dari ketegangan atau gairah. Ketika mengalami disonansi, seorang individu akan mencoba untuk mengurangi atau melarikan diri dari perasaan tidak nyaman ini dengan mengubah perilaku atau sikap. Teori disonansi kognitif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan ketika individu memiliki dua kognisi bertentangan: untuk berbagi atau tidak berbagi-pengetahuan.

Kompetensi pribadi dan keyakinan adalah prasyarat utama bagi seorang individu untuk terlibat dalam berbagi-pengetahuan. Namun,

evaluasi disonansi kognitif dapat mengurangi tingkat kepercayaan seseorang dan menahan kesediaan berbagi (Bordia, Irmer & Abusah 2006). Hal ini karena adanya ketakutan bahwa pengetahuan atau gagasan seseorang dapat dievaluasi atau dikritik, bahwa perilaku berbagi- pengetahuan individu dihambat. Evaluasi disonansi kognitif dimungkinkan sebagai hasil dari persepsi, bahwa pengetahuan yang dibagi tidak penad atau tidak berharga bagi orang lain dalam hal kualitas dan manfaat, dan akan menarik penilaian dan kritik dari orang lain (Wang & Noe 2010). Menurut Fostinger (1957), disonansi kognitif juga timbul ketika ada ketidakruntutan antara apakah individu sudah tahu atau percaya akan informasi baru yang diterima. Kemungkinan besar, individu menolak untuk menerima pengetahuan baru yang masuk, yang mungkin mengharuskan individu untuk membuang pengetahuan yang sudah ada.

Dalam situasi normal, individu cenderung untuk mempertahankan perilaku jika lingkungan tidak aman dan akan menyebabkan konsekuensi negatif atau hukuman. Selain itu, individu akan merasa terhormat dan bersedia berkontribusi ketika individu tersebut menerima loloh balik yang tepat dan melihat bahwa individu benar-benar membantu orang lain. Namun, jika individu melihat bahwa tidak ada yang memerlukan gagasan-gagasan, mungkin individu akan menahan pengetahuan- pengetahuan yang dimilikinya (Yaakub, Shaari, Panatik & Rahman 2013).

c. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory/SET)

Teori Pertukaran Sosial dikembangkan pada akhir 1950-an, dengan pendukung utama adalah Homans (1961). Homans mengusulkan bahwa pertukaran antara orang-orang adalah bentuk dasar perilaku, dan selalu didasarkan pada prinsip-prinsip biaya dan manfaat. Selanjutnya, Homans memasukkan konsep teori dari psikologi, seperti harapan dan imbalan. Tidak seperti Homans, Blau (1964) mencoba menjembatani kesenjangan antara manusia dan masyarakat. Blau memperkenalkan konsep imbalan sosial untuk menjelaskan perilaku pertukaran sosial. Imbalan intrinsik, ekstrinsik, dan konsep-konsep kekuasaan dan kriteria diperkenalkan untuk membantu menjelaskan fenomena sosial yang lebih luas.

SET adalah salah satu paradigma konseptual yang paling berpengaruh untuk memahami dan menjelaskan perilaku berbagi- pengetahuan. Berbagi-pengetahuan dianggap sebagai semacam pertukaran sosial (Bock et al. 2005) dengan orang-orang, berbagi- pengetahuan dan keterampilan dengan rekan-rekan dan mengharapkan timbal balik untuk menerima imbalan pengetahuan orang lain yang diatur oleh kepercayaan (Gouldner 1960). Davenport & Prusak (1998) telah menganalisis berbagi-pengetahuan dari perspektif ini dan berhasil menguraikan beberapa manfaat mengatur perilaku yang diharapkan dapat dirasakan, yaitu timbal balik masa depan, status, keamanan pekerjaan atau prospek promosi. Harapan timbal balik akan mendorong sikap SET adalah salah satu paradigma konseptual yang paling berpengaruh untuk memahami dan menjelaskan perilaku berbagi- pengetahuan. Berbagi-pengetahuan dianggap sebagai semacam pertukaran sosial (Bock et al. 2005) dengan orang-orang, berbagi- pengetahuan dan keterampilan dengan rekan-rekan dan mengharapkan timbal balik untuk menerima imbalan pengetahuan orang lain yang diatur oleh kepercayaan (Gouldner 1960). Davenport & Prusak (1998) telah menganalisis berbagi-pengetahuan dari perspektif ini dan berhasil menguraikan beberapa manfaat mengatur perilaku yang diharapkan dapat dirasakan, yaitu timbal balik masa depan, status, keamanan pekerjaan atau prospek promosi. Harapan timbal balik akan mendorong sikap

Sejak pertukaran sosial menjadi kegiatan yang rumit, berbagai proyek-proyek penelitian mengenai berbagi-pengetahuan telah menyoroti aspek-aspek yang berbeda. Beberapa peneliti telah menggunakan SET untuk meneliti bagaimana kepercayaan dan keadilan/kewajaran sebagai dua komponen kunci dalam hubungan antar pribadi (Organ 1990, Robinson 1996) yang berhubungan dengan berbagi-pengetahuan. Penelitian mengenai kepercayaan dan keadilan penting karena berbagi- pengetahuan melibatkan aktivitas memberikan pengetahuan kepada orang lain atau secara kolektif dengan harapan timbal balik (Wu et al. 2009). Chua (2003) menekankan timbal balik dalam berbagi pengetahuan, sedangkan Constant, Kiesler & Sproull (1994) menekankan kepentingan dan kontek. Ada juga peneliti yang telah menggunakan SET untuk menganalisis bagaimana perilaku berbagi-pengetahuan dapat dihargai lebih efektif (Bartol & Srivastava 2002). SET memungkinkan untuk memahami hubungan usaha-imbalan dan rasa keadilan di tempat kerja.

Untuk memberikan gambaran tiap-tiap peubah dan pijakan teori utama yang digunakan maka dibuat tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Konseptualisasi Peubah Penelitian dan Pijakan Teori Utama

Teori Utama yang Mendasari

Teori

Aras Peubah

Teori Perilaku

Gayut Pemerekan Diri

Bebas Pembelajar

Kebergairahan

Interaksional

Pengayaan Gayut Kognitif Bersama

Kerekatan Sosial Bebas Emosional

Keorganisasian

Gayut Organisasi-Cerdas

Pemoderasi Iklim Pembelajar

Sumber: Dikembangkan untuk Disertasi ini, 2017

Tabel 2.1 di atas memberikan gambaran bagaimana studi ini mengkonseptualisasikan peubah-peubah terpilih pada aras individu, aras interaksional, dan aras keroganisasian yang akan diteliti dalam penelitian ini. Penjelasan studi ini dalam mengkonseptualisasikan peubah terpilih dengan menggunakan teori utama akan diuraikan secara terperinci di bawah ini:

2.3.1 Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Kegiatan berbagi-pengetahuan yang berhasil, memungkinkan penerima meningkatkan persediaan pengetahuan tanpa mengakibatkan berkurangnya persediaan pengetahuan pemberi (Husman 2001). Maka, ketika kedua belah pihak berinteraksi aktif akan terjadi penambahan persediaan pengetahuan yang diperoleh kedua belah pihak. Lebih lanjut Husman menyatakan bahwa pada Kegiatan berbagi-pengetahuan yang berhasil, memungkinkan penerima meningkatkan persediaan pengetahuan tanpa mengakibatkan berkurangnya persediaan pengetahuan pemberi (Husman 2001). Maka, ketika kedua belah pihak berinteraksi aktif akan terjadi penambahan persediaan pengetahuan yang diperoleh kedua belah pihak. Lebih lanjut Husman menyatakan bahwa pada

Tindakan dan interaksi individu juga diperlukan untuk menciptakan pengetahuan keorganisasian. Di sinilah pentingnya berbagi-pengetahuan yang dilakukan oleh individu dalam organisasi. Berbagi informasi, praktek yang efektif, wawasan, pengalaman, preferensi, dan hal-hal yang termuat dalam berbagi- pengetahuan memungkinkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Andrawina et al . 2008). Berbagi-pengetahuan juga dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang diukur dalam bentuk kapasitas daya serap dan kemampuan inovasi (Liao, Fei & Chen 2007).

Tidak hanya pemahaman baru dan kinerja perusahaan, luaran dari perilaku berbagi-pengetahuan tacit dapat membuat pekerjaan berjalan lancar, meningkatkan kualitas kerja dan seringkali mencirikan penguasaan atas kompetensi pengetahuan atau profesi individu (Haldin-Herrgard 2000). Selain itu, berbagi-pengetahuan tacit akan dapat meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan, peningkatan kualitas layanan pelanggan dan produksi, serta peningkatan ketepatan kinerja (Brockmann & Anthony 1998).

Pendapat lain seperti Grant (1996) menyatakan bahwa berbagi-pengetahuan menentukan keberhasilan organisasi pada lingkungan yang kompetitif. Hal ini demikian karena berbagi-pengetahuan yang berguna bagi organisasi dapat Pendapat lain seperti Grant (1996) menyatakan bahwa berbagi-pengetahuan menentukan keberhasilan organisasi pada lingkungan yang kompetitif. Hal ini demikian karena berbagi-pengetahuan yang berguna bagi organisasi dapat

Pada berbagi-pengetahuan terjadi kegiatan pertukaran pengetahuan yang lebih baik. Berbagi-pengetahuan yang dilakukan oleh individu di dalam organisasi, secara efektif dapat mengurangi waktu yang dihabiskan untuk memecahkan masalah serta dapat meningkatkan kualitas kerja antar anggota organisasi (Dave & Koskela 2009). Selain itu, perilaku berbagi-pengetahuan dapat memengaruhi dan membentuk keterampilan, sikap, dan kegiatan anggota dalam mencapai tujuan organisasi (Collins & Clark 2003).

Luaran-luaran dari perilaku berbagi-pengetahuan telah banyak diuraikan pada studi-studi terdahulu. Namun, belum diuji secara empiris dan belum dijelaskan secara tegas luaran perilaku berbagi-pengetahuan pada aras individual, interaksional dan keorganisasian. Berangkat dari hal tersebut maka studi ini mengembangkan tiga aras konstruk luaran yang diduga dapat dijelaskan oleh perilaku berbagi-pengetahuan pada aras individual, interaksional, dan keorganisasian. Ketiga konstruk luaran yang dikonseptualisasikan tersebut adalah sebagai berikut:

1 Peubah Gayut pada Aras Individual – Pemerekan Diri

Paradigma yang masih berkembang menunjukkan bahwa individu yang membagi pengetahuannya, maka akan kehilangan nilai kompetitifnya (Cohen & Levinthal 1990). Padahal, melalui berbagi-pengetahuan berarti seseorang Paradigma yang masih berkembang menunjukkan bahwa individu yang membagi pengetahuannya, maka akan kehilangan nilai kompetitifnya (Cohen & Levinthal 1990). Padahal, melalui berbagi-pengetahuan berarti seseorang

Konsep mengenai peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan dibangun melalui kajian empiris yang kemudian “dikawinkan” dengan teori- teori yang relevan. Pembenaran (justifikasi) empiris yang digunakan dalam studi ini bahwa pengetahuan selalu terkait dengan setiap manusia sebab setiap manusia yang hidup akan selalu menemui problematika. Problematika tersebut harus dipecahkan dengan pengetahuan yang dimiliki atau dengan apa yang telah diketahui. Sesuai dengan dasar dan sifat manusia yang selalu ingin tahu, maka manusia selalu bergumul dengan pencarian pengetahuan. Adalah menjadi kewajiban pula untuk mengamalkan pengetahuan yang telah dimiliki dan dipelajari sehingga pengetahuan yang telah dimiliki dan dipelajari tersebut dapat memberikan manfaat.

Pembenaran teori utama yang menjelaskan perilaku-perilaku yang telah diuraikan di atas dilakukan dengan menggunakan teori Hirarki Kebutuhan Maslow dan Teori Moral Ethics. Abraham Harold Maslow (1908-1970) yang menyebutkan, salah satu dari lima kebutuhan dasar manusia adalah aktualisasi diri, di mana pada tingkat kebutuhan yang satu ini seseorang akan Pembenaran teori utama yang menjelaskan perilaku-perilaku yang telah diuraikan di atas dilakukan dengan menggunakan teori Hirarki Kebutuhan Maslow dan Teori Moral Ethics. Abraham Harold Maslow (1908-1970) yang menyebutkan, salah satu dari lima kebutuhan dasar manusia adalah aktualisasi diri, di mana pada tingkat kebutuhan yang satu ini seseorang akan

Di lingkungan pendidikan, salah satu jalur yang dapat ditempuh untuk berbagi-pengetahuan adalah melalui publikasi. Karya yang dituangkan dalam publikasi akan terus terkenang melewati waktu dan jaman (publish or perish) sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak akan menguap dan akan tetap tinggal dan dikenang. Berbagi-pengetahuan melalui publikasi menjadi ajang pembuktian diri sebagai seorang dosen dan menjadi bukti akan eksistensi dirinya dan pengetahuannya. Bagi dosen, akan mengakui keberadaan dosen tersebut bahwa pengetahuan yang dibagi tersebut akan “diperhitungkan” dan “dianggap”. Perilaku berbagi-pengetahuan juga akan dapat meningkatkan martabat, citra diri (image), dan pemerekan diri (branding). Uraian tersebut menjadi pijakan studi ini dalam mengembangkan konsep mengenai pemerekan diri sebagai peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan pada aras individu.

Gambar 2.4

State of The Art Peubah Pemerekan Diri

Neubert & Dyck (2015) Hirarki Kebutuhan Berkelanjutan Hasil yang melampaui Maslow

Teori Penetapan Tujuan

kisaran kinerja jangka Aktualisasi Diri

Memaksimalkan Seluruh

Kesejahteraan pendek

Pemerekan Diri

Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian ini, 2017

2 Peubah Gayut pada Aras Interaksional – Pengayaan Kognitif Bersama

Berbagi-pengetahuan merupakan interaksi sosial yang melibatkan pertukaran pengetahuan, pengalaman dan keahlian karyawan dalam organisasi agar dapat bekerja lebih baik, cepat dan efisien. Berbagi- pengetahuan juga dapat dipahami sebagai perilaku di mana seseorang secara sukarela menyediakan akses terhadap orang lain mengenai pengetahuan dan pengalamannya (Bock & Kim, 2002). Nonaka (2004) dan Yang & Farn (2006) juga menyatakan bahwa berbagi-pengetahuan tacit terjadi karena adanya dorongan interaksi sosial. Dalam penelitian ini, perspektif hubungan sosial digunakan untuk mengkaji perilaku akuisisi dan berbagi-pengetahuan tacit di antara kelompok kerja. Senada dengan pendapat tersebut, Bock et al. (2005) juga menyatakan bahwa perilaku berbagi-pengetahuan merupakan perilaku kolektif. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat kata kunci yang menjadi perhatian, yaitu interaksi sosial.

Dalam berinteraksi sosial, terdapat nilai, norma, dan keyakinan yang perlu diperhatikan. Nilai merupakan unsur yang mendasari jalannya organisasi guna menuntun individu untuk melakukan tindakan dan bersosialisasi. Kepercayaan atau keyakinan juga dapat memengaruhi tindakan individu. Adanya keyakinan yang kuat dari individu bahwa berbagi- pengetahuan dapat meningkatkan inovasi tentunya akan membantu individu untuk mewujudkannya. Begitu pula dengan norma yang mengarahkan individu dalam organisasi untuk bertindak menjalankan tugasnya. Pada saat berbagi-pengetahuan menjadi sebuah norma yang diberlakukan dalam organisasi tentunya akan memengaruhi tindakan individu dalam memaknai berbagi-pengetahuan itu sendiri.

Dalam konteks interaksi sosial, berdasarkan pemikiran fenomenologi bahwa peristiwa itu terjadi dapat memiliki makna sendiri kecuali manusia-lah yang menjadikannya bermakna dan dipahami bersama. Ketika individu memiliki pengetahuan tentang sesuatu terbatas, namun pada saat yang sama individu tersebut bersama-sama dengan yang lain maka pengetahuannya akan bertambah. Cara seseorang menginterpretasikan pengalamannya tersebut merupakan hasil konstruksi bersama-sama dengan orang lain. Jika dikaji dari perspektif sosiologi individu pada tataran mikro, maka para ahli interaksionisme mengatakan bahwa individu merupakan obyek yang dapat secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu lain. Individu adalah mahluk berpikir dan kemampuan berpikirnya merupakan hasil interaksi dengan individu lainnya (Salim 2008). Berangkat dari apa yang Dalam konteks interaksi sosial, berdasarkan pemikiran fenomenologi bahwa peristiwa itu terjadi dapat memiliki makna sendiri kecuali manusia-lah yang menjadikannya bermakna dan dipahami bersama. Ketika individu memiliki pengetahuan tentang sesuatu terbatas, namun pada saat yang sama individu tersebut bersama-sama dengan yang lain maka pengetahuannya akan bertambah. Cara seseorang menginterpretasikan pengalamannya tersebut merupakan hasil konstruksi bersama-sama dengan orang lain. Jika dikaji dari perspektif sosiologi individu pada tataran mikro, maka para ahli interaksionisme mengatakan bahwa individu merupakan obyek yang dapat secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu lain. Individu adalah mahluk berpikir dan kemampuan berpikirnya merupakan hasil interaksi dengan individu lainnya (Salim 2008). Berangkat dari apa yang

Gambar 2.5 State of The Art Peubah Pengayaan Kognitif Bersama

Cho, N., G.Z Li & C.J Su Lorange, P (1996) (2007)

Kontribusi pengetahuan Kontribusi individu terhadap individu ke dalam pengetahuan

kumpulan pengetahuan kolektif organisasi

perusahaan.

Pengayaan Kognitif Bersama

Sumber: Dikembangkan untuk Studi ini, 2017

3 Peubah Gayut pada Aras Keorganisasian – Organisasi-Cerdas

Secara konseptual, berdasarkan pada asumsi bahwa suatu organisasi berfungsi sebagai penyimpanan dan penciptaan pengetahuan adalah isu kunci untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan, menegaskan bahwa sifat penciptaan pengetahuan keorganisasian terletak pada kemampuan organisasi untuk mengintegrasikan pengetahuan yang menetap pada berbagai aras organisasi. Oleh karenanya, teori keorganisasian menyatakan bahwa penciptaan pengetahuan perlu mempertimbangkan tingkat individu, Secara konseptual, berdasarkan pada asumsi bahwa suatu organisasi berfungsi sebagai penyimpanan dan penciptaan pengetahuan adalah isu kunci untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan, menegaskan bahwa sifat penciptaan pengetahuan keorganisasian terletak pada kemampuan organisasi untuk mengintegrasikan pengetahuan yang menetap pada berbagai aras organisasi. Oleh karenanya, teori keorganisasian menyatakan bahwa penciptaan pengetahuan perlu mempertimbangkan tingkat individu,

Perguruan Tinggi (PT) sebagai penghimpun pengetahuan memiliki peran mendukung konsep ekonomi berbasis pengetahuan. Oosterlinck et al. (2000) menyatakan bahwa elemen-elemen pengelolaan pengetahuan yang mencakup penciptaan pengetahuan (knowledge creation), pengalihan pengetahuan (knowledge transfer), dan penyebaran pengetahuan (knowledge dissemination ) harus dapat dilakukan oleh PT. Lebih lanjut Oosterlinck menyatakan bahwa ketiga elemen tersebut memiliki peran dalam penciptaan daya saing PT. Senada dengan pendapat Oosterlinck, Beijerse (2000) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan dianggap sebagai tindakan untuk meningkatkan cara-cara di mana perusahaan-perusahaan menghadapi lingkungan dengan ketidakstabilan tinggi dapat memobilisasi basis pengetahuan (atau mendaya-ungkit aset pengetahuan) dalam rangka memastikan inovasi yang kontinu.

Padahal, wawasan dan ide-ide inovatif berasal dari individu dan bukan keorganisasian (Simon 1991, Nonaka & Takeuchi 1995), sehingga diperlukan berbagi-pengetahuan antar individu agar pengetahuan tersebut dapat terintegrasi menjadi pengetahuan keorganisasian. Berbagi-pengetahuan

memungkinkan pengetahuan tacit dapat tereksternalisasi menjadi pengetahuan eksplisit. Eksternalisasi pengetahuan tersebut memungkinkan Perguruan Tinggi untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan pendidikan menjadi memungkinkan pengetahuan tacit dapat tereksternalisasi menjadi pengetahuan eksplisit. Eksternalisasi pengetahuan tersebut memungkinkan Perguruan Tinggi untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan pendidikan menjadi

Uraian di atas selanjutnya menggiring studi ini untuk mengkonseptualisasikan peubah organisasi-cerdas sebagai tujuan yang ingin dicapai organisasi dalam mendorong perilaku berbagi-pengetahuan individu. Organisasi-cerdas melalui berbagi-pengetahuan menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari seiring dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa, inovasi yang mampu dihasilkan oleh manusia pun semakin berkembang. Organisasi-cerdas diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut. Konsep organisasi-cerdas dikembangkan dengan menggunakan pendekatan Resource-based View (RbV) yang menekankan peningkatan keunggulan bersaing yang berasal dari sumber daya strategis organisasi (Barney 1991, Peteraf 1993 dan Teece et al 1997). Temuan lainnya juga mengungkapkan bahwa keunggulan bersaing akan dapat terus berlanjut bila didasarkan pada sumber daya manusia yang tanwujud.

Gambar 2.6

State of The Art Peubah Organisasi Cerdas

Iqbal, M.J., A. Rasli, Basu, B & K.

Gruenfeld, D., P.

Cho, N., G.Z Li &

Martorana & E. Fan

L.H Heng, M.B.B

Sengupta (2007) C.J Su (2007)

Ali, I. Hassan & A.

anggota organisasi sangat

- Terus berkembang

sebuah organisasi

berkontribusi

untuk bertahan di

mempertahankan

terhadap

pasar di masa

Berbagi-pengetahuan depan

keunggulan

keberhasilan

dapat - Berubah menjadi

- Ekonomi berbasis

berbagi pengetahuan

mengembangkan organisasi

kapasitas inovasi PT pembelajar untuk

kesalahan dan juga

jangka panjang

kemampuan untuk

sistematis

berinovasi

untuk menciptakan dan memanfaatkan pengetahuan

Organisasi Cerdas

Sumber: Dikembangkan untuk Studi ini, 2017

2.3.2 Perilaku Berbagi-Pengetahuan (Knowlege Sharing Behavior)

Menurut Skinner (1958) perilaku merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar (stimulus). Perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1 Perilaku tertutup (covert behaviour). Perilaku tertutup terjadi bila tanggapan terhadap rangsangan tersebut masih belum bisa diamati orang lain (dari luar) 1 Perilaku tertutup (covert behaviour). Perilaku tertutup terjadi bila tanggapan terhadap rangsangan tersebut masih belum bisa diamati orang lain (dari luar)

2 Perilaku terbuka (Overt behaviour). Apabila rangsangan tersebut dalam bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar (orang lain) yang disebut praktek yang diamati orang lain dari luar atau perilaku teramati.

Menurut Notoatmojo (1997) perilaku adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Pendapat di atas disimpulkan bahwa perilaku (aktivitas) yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat dari adanya rangsangan yang mengenai individu tersebut.

Menurut Notoatmojo (1997) perilaku dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Perilaku pasif adalah rangsangan internal, yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan yang tidak secara langsung dapat terlihat orang lain (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap)

2. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung (melakukan tindakan) Konsep mengenai berbagi-pengetahuan dalam beberapa penelitian seringkali dipertukarkan dengan alih-pengetahuan (knowledge transfer) dan pertukaran-pengetahuan (knowledge exchange). Cabrera, Collins, & Salgado (2006) menggunakan konsep pertukaran-pengetahuan dan berbagi-pengetahuan 2. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung (melakukan tindakan) Konsep mengenai berbagi-pengetahuan dalam beberapa penelitian seringkali dipertukarkan dengan alih-pengetahuan (knowledge transfer) dan pertukaran-pengetahuan (knowledge exchange). Cabrera, Collins, & Salgado (2006) menggunakan konsep pertukaran-pengetahuan dan berbagi-pengetahuan

Berbagi-pengetahuan berbeda dari pengalihan-pengetahuan dan pertukaran- pengetahuan. Berbagi-pengetahuan melibatkan kedua belah pihak yang melakukan berbagi-pengetahuan, yaitu sumber pengetahuan serta akuisisi dan penerapan pengetahuan oleh penerima pengetahuan. Alih-pengetahuan biasanya digunakan untuk menggambarkan pergerakan pengetahuan antara unit yang berbeda, divisi, atau organisasi ketimbang individu (Szulanski, Cappetta, & Jensen 2004). Pertukaran-pengetahuan menurut Cabrera, Collins, & Salgado (2006) mencakup berbagi-pengetahuan (individu memberikan pengetahuan kepada orang lain) dan pencarian pengetahuan (individu mencari pengetahuan dari orang lain). Mengacu pada uraian tersebut, maka konsep yang digunakan pada penelitian ini adalah perilaku berbagi-pengetahuan.

Hooff & Weenen (2004) mendefinisikan berbagi-pengetahuan sebagai aktivitas para individu saling bertukar modal intelektual pribadi (intellectual capital personal ). Lebih lanjut dijelaskan oleh Hooff & Ridder (2004) bahwa berbagi-pengetahuan adalah proses di mana para individu saling mempertukarkan

pengetahuan mereka (pengetahuan tacit dan eksplisit). Definisi ini mengimplikasikan bahwa setiap perilaku berbagi-pengetahuan terdiri atas membawakan (bringing) atau menyumbangkan pengetahuan (donating pengetahuan mereka (pengetahuan tacit dan eksplisit). Definisi ini mengimplikasikan bahwa setiap perilaku berbagi-pengetahuan terdiri atas membawakan (bringing) atau menyumbangkan pengetahuan (donating

Secara umum, berbagi-pengetahuan adalah mengomunikasikan pengetahuan dalam sebuah kelompok. Kelompok ini dapat terdiri dari anggota institusi formal, misalnya antar sejawat di tempat kerja. Setidaknya dua orang yang berinteraksi. Tujuan mendasar adalah memanfaatkan pengetahuan yang tersedia untuk meningkatkan kinerja kelompok (Alavi & Leidner 2001). Dengan kata lain, individu membagi apa yang telah mereka pelajari dan apa yang telah mereka ketahui, kepada mereka yang memiliki kepentingan bersama dan telah menemukan pengetahuan yang bermanfaat. Prosesnya terdiri dari mengumpulkan, mengatur dan bercakap-cakap dari satu orang ke yang lain tentang pengetahuan (Cheng, Ho & Lau 2009). Proses berbagi tidak sekedar mengumpulkan data dan informasi, tetapi lebih kepada nilai pengetahuan. Oleh karena itu, jika dikelola dengan baik, berbagi-pengetahuan dapat meningkatkan kualitas kerja dan keterampilan membuat keputusan, pemecahan masalah secara efisiensi, serta kompetensi yang akan menguntungkan organisasi (Syed-Ikhsan 2004, Yang 2007).

Menurut Yang (2007), berbagi-pengetahuan terdiri dari jaringan tertutup dan jaringan terbuka. Jaringan tertutup merupakan aktivitas berbagi dari orang ke orang dan jaringan terbuka adalah berbagi melalui pusat penyimpanan terbuka. Dalam model berbagi tertutup, individu memiliki kebebasan untuk menentukan modus berbagi dan memilih pasangan untuk berbagi. Jenis interaksi memungkinkan sentuhan yang lebih pribadi dan lebih diarahkan terhadap yang diharapkan. Banyak faktor yang akan menjelaskan keberhasilan kegiatan berbagi dalam model ini, termasuk hubungan pribadi dan kepercayaan.

Di sisi lain, berbagi dalam jaringan terbuka mengacu pada berbagi- pengetahuan di antara anggota kelompok melalui sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system), biasanya berupa sistem pangkalan data terpusat. Hal ini melibatkan beberapa individu untuk berbagi kekayaan pengetahuan dalam beberapa sistem. Kekayaan pengetahuan yang sudah dibagikan akan menjadi kekayaan publik (Muller, Spiliopoulou, & Lenz 2005). Berbagi dalam jaringan terbuka diadopsi secara luas oleh organisasi.

2.3.3 Kesediaan Membagi-Pengetahuan (Willingness to Share Knowledge)

Niatan diasumsikan mencerminkan faktor motivasi yang mendasari tindakan. Di lain pihak, niatan juga menunjukkan berapa banyak usaha individu yang dikerahkan untuk melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Niatan keperilakuan (Behavioral Intention/BI) memainkan peran sentral dalam Teori Tindakan Beralasan dan Teori Perilaku Terencana karena merupakan satu-satunya peubah bebas yang menjelaskan perilaku dalam kedua teori tersebut. Namun, bukti terbaru dari penelitian Webb & Sheeran (2006) menyatakan bahwa niatan Niatan diasumsikan mencerminkan faktor motivasi yang mendasari tindakan. Di lain pihak, niatan juga menunjukkan berapa banyak usaha individu yang dikerahkan untuk melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Niatan keperilakuan (Behavioral Intention/BI) memainkan peran sentral dalam Teori Tindakan Beralasan dan Teori Perilaku Terencana karena merupakan satu-satunya peubah bebas yang menjelaskan perilaku dalam kedua teori tersebut. Namun, bukti terbaru dari penelitian Webb & Sheeran (2006) menyatakan bahwa niatan

Hasil tersebut menunjukkan bahwa perubahan pada perilaku tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh perubahan niatan, artinya diperlukan faktor tambahan yang harus diperhitungkan. Secara khusus, Webb dan Sheeran menyarankan bahwa penelitian mengenai perubahan perilaku masa depan harus menyelidiki proses yang tidak beralasan (nonreasoned), yang dituangkan dalam Prototype Willingness Model (PWM). Bagaimana pun juga tidak semua perilaku didasarkan pada rencana atau tujuan. Pengembangan PWM berguna untuk membantu memahami dan memprediksi terjadinya perilaku yang dapat dianggap tidak beralasan dan tidak rasional (Gerrard et al. 2002, Gibbons, Gerrard, & Lane 2003).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Kelas Olahraga di SMP Negeri 3 Salatiga

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 15

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Model - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 20

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 8

MODEL PENYAJIAN HASIL BELAJAR BERBASIS WEB DAN TINDAK LANJUTNYA DALAM KELAS ONLINE UNTUK MEMBANTU SISWA BELAJAR MANDIRI TESIS

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penyajian Hasil Belajar Berbasis Web dan Tindak Lanjutnya dalam Kelas Online untuk Membantu Siswa Belajar Mandiri

0 0 89

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN SOFT SKILLS PADA PENYIAPAN PESERTA DIDIK PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN SMK NEGERI 2 SALATIGA DALAM MEMASUKI DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 1 23