2.1.2. Reaksi terhadap
Bahan Fisik dan Kimia
Mikobakterium cenderung lebih resisten terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhannya yang berkelompok. Bahan celup misalnya, malakit hijau atau zat antibakteri misalnya, penisilin yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri
lain dapat dimasukkan ke dalam medium tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkulosis. Basil tuberkel tahan pengeringan dan dapat hidup untuk waktu yang
lama pada sputum yang dikeringkan Jawetz, 2008.
2.2. Patogenesis Kuman TB
Karena ukurannya yang sangat kecil 5 μm, kuman dalam percik renik
droplet nuclei yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB, namun sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Akhirnya menyebabkan makrofag mengalami lisis dan kuman TB membentuk
koloni. Lokasi petama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10
3
-10
4
, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler.
Kuman TB dapat ditularkan dengan berbagai cara, yaitu: Keputusan Menteri Kesehatan, 2009
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3.000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Universitas Sumatera Utara
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.3. TB Paru Anak
Menurut Kartasasmita 2009, sulitnya konfirmasi diagnosis TB pada anak mengakibatkan penanganan TB anak terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun
TB anak tidak termasuk prioritas kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir dengan penelitian yang
dilakukan di negara berkembang, penanggulangan TB anak mendapat cukup perhatian.
2.3.1 Faktor Risiko 2.3.1.1. Risiko Infeksi TB
Anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif kontak TB positif
Daerah endemis Kemiskinan
Lingkungan yang tidak sehat higiene dan sanitasi tidak baik Tempat penampungan umum panti asuhan, penjara, atau panti perawatan
lain Yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif
Sumber infeksi pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, tutama dengan BTA positif. Berarti, bayi
dari seorang ibu dengan sputum BTA positif memiliki risiko tinggi
Universitas Sumatera Utara
terinfeksi TB. Semakin erat bati tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi terpajan renik droplet nuclei yang infeksius.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang
ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa penjelasan:
Jumlah kuman TB anak biasanya sedikit paucibacillary, tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit itu mampu menyebabkan
sakit Lokasi infeksi primer berkembang menjadi sakit TB primer viasanya
terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, swhingga tidak terjadi produksi sputum
Tidak ada sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk
pada TB anak Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.
2.3.1.2. Risiko Sakit TB
Usia. Anak usia mulai 5 tahun kebawah mempunyI risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya
belum berkembang sempurna immature. Akan retapi risiko sakit TB ini akan berkurang seiring bertambahnya usia. Risiko tertinggi terjadinya
progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan singkat kurang dari 1 tahun dan
biasanya timbul gejala yang akut. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin dari
negatif menjadi positif dalam satu tahun terakhir Malnutrisi
Keadaan imunokompromais infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ,
dan pengobatan imunosupresi Epidemiologi TB
Universitas Sumatera Utara
Status sosioekonomi yang rendah Penghasilan yang kurang
Kepadatan hunian Pengangguran
Pendidikan yang rendah Kyrangnya dana untuk pelayanan masyarakat
Virulensi dari M. tuberculosis dan dosis infeksinya Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2010.
Tabel 2.1. Risiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB
Umur saat infeksi Primer
tahun Risiko sakit
Tidak sakit TB Paru
TB Diseminata
milier, meningitis
1 50 30-40
10-20 1-2 75-80
10-20 2-5 2-5 95 5 0,5
5-10 98 2 0,5 10 80-90
10-20 0,5
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
2.3.2. Penegakan Diagnosa
Diagnosa pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung cairan serebrospinal, cairan pleura,
atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan
spesimen, dalam hal ini adalah sputum. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB
paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Kuman TB baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit
Universitas Sumatera Utara
5.000 kuman dalam 1 ml sputum Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen berupa sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga
diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastric tube NGT dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak menyenangkan bagi
pasien dan sputum yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah sputum yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan
volume 3-5 ml Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Tabel 2.2. Bentuk klinis TB pada anak
Infeksi TB
Uji tuberkulin positif tanpa kelainan klinis, radiologis, dan laboraorium
Penyakit TB
Paru TB paru primer pembesaran kelenjar
hilus dengan atau tanpa kelainan parenkim
TB paru progresif pneumonia, TB endobronkial
TB paru kronik kavitas, fibrosis, tuberkuloma
TB milier
Efusi pleura
TB
Di luar paru Kelenjar limfe
Otak dan selaput otak Tulang
dan sendi
Saluran cerna termasuk hati, kantung
Universitas Sumatera Utara
empedu, pankreas. Saluran kemih termasuk ginjal
Kulit Mata
Telinga dan
mastoid Jantung
Membran serous peritonium, perikardium
Kelenjar endokrin adrenal Saluran napas bagian atas tonsil,
laring, kelenjar endokrin Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
2.3.2.1. Sistem Penilaian TB Anak
Dibuat suatu kesepakatan oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini untuk memudahkan penanganan anak secara luas, terutama di daerah perifer atau pada
fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak PNTA yang telah
tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen Kesehatan sebagai program Pemberantasan TB Nasional. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa
kekurangan sehingga memerlukan revisi. Revisi yang diajukan menggunakan sistem penilaian scoring system, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda
klinis yang dijumpai Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Tabel 2.3. Sistem penilaian scoring system gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 1
2 3
Kontak TB Tidak
jelas -
Laporan keluarga BTA
-, tidak tahu BTA +
Universitas Sumatera Utara
atau tidak jelas
Uji tuberkulin Negatif
- -
Positif ≥10 mm
atau ≥5 mm pada
keadaan immunosupresan
Berat badan keadaan gizi
- Bawah garis
merah KMS atau BBU
8 Klinis gizi
buruk BBU60
-
Demam tanpa sebab jelas
- ≥2 minggu
- -
Batuk -
≥3 minggu -
-
Pembesaran kelenjar limfe
koli, aksila, inguinal
- ≥1 cm jumlah
1, tidak nyeri -
-
Pembengkakan tulang sendi
panggul, lutut, falang
- Ada
pembengkakan -
-
Foto rontgen toraks
Normal tidak
jelas Kesan TB
- -
Sumber: Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008 Catatan:
Diagnosa dengan sistem penilaian ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai scrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosa TB.
Berat badan dinilai saat pasien datang moment opname. Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada anak.
Universitas Sumatera Utara
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem penilaian TB anak.
Anak didiagnosa TB jika jumlah nilai ≥6 skor maksimal 13.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk dievaluasi lebih lanjut.
2.3.2.2. Uji Tuberkulin Mantoux Test
Menurut WHO, mantoux tuberculin skin test TST, atau disebut juga uji tuberkulin Mantoux test merupakan pemeriksaan untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi kuman TB ataukah tidak. Tenaga kesehatan yang terpercaya dalam membaca hasil uji tuberkulin Mantoux test adalah seseorang yang telah
mengikuti standarisasi dan pelatihan CDC, 2011. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan diagnosis penderita terutama
pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan penderita TB yang menular, namun penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang pernah terinfeksi kuman TB dan sering digunakan dalam
“screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi kuman TB dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90 Sidhi, 2010.
Terdapat dua jenis tuberkulin yang dipakai, yaitu: Old Tuberculin OT dan tuberkulin Purified Protein Derivative PPD. Ada dua jenis tuberkulin PPD
yang dipakai, yaitu PPD-S 5 TU dan PPD RT-23 2TU. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU buatan Statens Serum Institute
Denmark dan PPD dari Biofarma Sidhi, 2010. Alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan uji tuberkulin Mantoux Test
antara lain sebagai berikut: Sidhi, 2010 Semprit tuberkulin spuit 1 CC
Jarum suntik no. 26 atau 27 Tuberkulin
Universitas Sumatera Utara
Mantoux test dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberculin purified protein derivative PPD secara intrakutan dibagian lengan bawah. Penyuntikan
dilakukan menggunakan tuberculin syringe dengan posisi bevel jarum menghadap ke atas. Jika lokasi penyuntikan telah benar, maka akan terbentuk indurasi pada
kulit. Dalam pembacaan hasil uji tuberkulin Mantoux test dilakukan dalam rentang waktu 48-72 jam setelah dilakukan penyuntikan CDC, 2011.
Indurasi tersebut terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Ukuran dan bentuk reaksi
tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktifitas dan beratnya proses penyakit. Uji ini dilakukan berdasarkan adanya hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi
kuman TB terutama pada anak dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 Sidhi, 2010.
Tabel 2.4. Klasifikasi reaksi positif uji tuberkulin Mantoux test
Ukuran Indurasi Dengan Pertimbangan
≥ 5 mm
Dengan riwayat kontak erat dengan penderita TB
Anak dengan gejala klinis atau dengan gambaran noduler atau fibrotik pada X-foto
torax Anak dengan imun yang lemah imunosupresi
termasuk infeksi HIV, gizi buruk, pernah melakukan transplantasi organ
Menggunakan prednison 15 mg hari selama satu bulan atau lebih, menggunakan TNF-
α antagonist
≥ 10 mm
Infeksi TB alamiah imunisasi BCG atau M. atipic
Seorang imigran 5 tahun dari negara prevalens tinggi TB
Universitas Sumatera Utara
Seorang anak 4 tahun yang terpapar orang dewasa dengan kategori resiko inggi
Anak dengan kondisi resiko tinggi diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang, leukimia,
penyakit ginjal stadium akhir,sindroma malabsorbsi kronik, berat badan rendah,
pengguna obat-obat suntik, dll
≥ 15 mm
Anak 4 tahun tanpa faktor resiko apapun Seseorang yang tanpa diketahui memiliki
faktor resiko TB Sumber: Sidhi, 2010; CDC 2011
Tabel 2.5. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu uji Tuberkulin Mantoux
Positif palsu Negatif palsu
Penyuntikan salah Masa inkubasi
Interpretasi tidak betul Interpretasi tidak benar
Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Menderita TB luas dan berat Dsertai infeksi virus campak, rubella,
cacar air, influenza, HIV Immunokompetensi
selular, termasuk
pemakaian kortikosteroid Kekurangan
komplemen Demam
Leukositosis Malnutrisi
Sarkoidosis Psoriasis
Universitas Sumatera Utara
Terkena sinar UV matahari, solaria Defisiensi
pernisiosa Uremia
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
2.3.3. Penatalaksanaan
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah: Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008
Obat TB yang diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi
Pemberian gizi yang adekuat Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan
2.3.3.1.Pemberian Obat Anti Tuberkulosis OAT
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama 6-12 bulan. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase, yaitu fase
intensif 2 bulan pertama dan sisanya sebagai fase lanjutan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman juga
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT pada anak diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat
yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan diberikan
rifampisin dan INH Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008. Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk kombipak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin R 75 mg, INH H 50 mg, dan pirazinamid Z 150 mg,
serta obat fase lanjutan yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Di tempat dengan sarana yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah
obat yang banyak, dalam program penanggulangan TB anak telah dibuat TB
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk kombinasi dosis tetap Fixed Dose Combination=FDC. FDC ini dibuat dengan komposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing 75
mg 50 mg 150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 7 mg dan 50 mg. Dosis
yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.6. Dosis kombinasi pada TB anak
Berat badan kg
2 bulan RHZ 7550150
4 bulan RH 7550
5-9
1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet
2 tablet
15-19 3 tablet
3 tablet
20-32 4 tablet
4 tablet Sumber: Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008
Keterangan: Bayi dengan berat badan 5 kg, pemberian OAT secara terpisah.
Sebaiknya dirujuk ke RS tipe C atau lebih tinggi Anak dengan berat badan 15-19 kg dapat diberkan 3 tablet
Anak dengan berat badan ≥33 kg dosisnya sama dengan dosis dewasa
Tablet obat harus diberikan dalam keadaan utuh tdak boleh digerus dan tidak boleh dibelah
Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah dikulum chewable, atau dimasukkan air dalam sendok disperable.
Setelah pemberian OAT selama 2 bulan, respon pasien dievaluasi. Respon pengobatan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat
badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan.
Sedangkan bila respon pengobatan kurang atau tidak baik, maka pengobatan tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap Kelompok
Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
rontgen dada. Apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
2.3.3.2. Profilaksis
Profilaksis merupakan tindakan pencegahan. Terapi profilaksis TB diberikan pada anak yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa dengan
BTA sputum positif +, namun pada evaluasi dengan sistem penilaian didapatkan nilai
≤5 profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB profilaksis sekunder. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 5-10
mg kg BB hari selama 6 bulan, bila anak belum pernah mendapat terapi BCG perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH sampai selesai
Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
2.4. Program Pengendalian TB
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.364MENKESSKV2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
TB memiliki tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya Multidrug Resistance
MDR. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas manajemen TB Anak,
Kementerian Kesehatan berencana menyediakan logistik larutan tuberkulin yang didahului dengan Operational trial penggunaan tuberkulin dalam mendukung
diagnosis TB anak dengan sistem penilaian di 5 provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Timur.
Operational trial direncanakan dilaksanakan selama 6 bulan Warta Tuberkulosis Indonesia volume 21, 2012.
TB pada anak mencerminkan transmisi TB yang terus berlangsung di populasi. Masalah ini masih memerlukan perhatian yang lebih baik dalam
program pengendalian TB. Secara umum, tantangan utama dalam program
Universitas Sumatera Utara
pengendalian TB anak adalah kecenderungan diagnosis yang berlebihan overdiagnosis, disamping juga masih adanya underdiagnosis, penatalaksanaan
kasus yang kurang tepat, dan pelacakan kasus yang belum secara rutin dilaksanakan serta kurangnya pelaporan pasien TB anak. Tantangan
tersebut juga dihadapi oleh rumah sakit atau FPK yang telah menerapkan strategi Directly
Observed Treatment Shortcourse DOTS Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2011. Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi,
terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi fungsional. Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional sebelumnya, dengan
rumusan strategi yang mempertajam respon terhadap tantangan pada saat ini. Strategi nasional program pengendalian TB nasional sebagai berikut:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2. Menghadapi tantangan TBHIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya. 3.
Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat sukarela, perusahaan, dan swasta melalui pendekatan Public-Private
Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care.
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB. 6.
Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.
7. Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi
strategis. Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana
strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada strategi 5
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi manajerial dalam program pengendalian TB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011. Intervensi untuk meningkatkan pengendalian TB anak dimulai dengan
meningkatkan kapasitas diagnosis yang berkualitas dan melaksanakan penatalaksanaan kasus sesuai standar nasional berdasarkan International
Standard for TB Care ISTC. Demikian pula diseminasi dari sistem penilaian yang terstandardisasi pada TB anak, pelatihan berjenjang untuk tenaga kesehatan
serta monitoring dan validasi sistem scoring TB anak. Peningkatan kapasitas diagnosis membutuhkan ketersediaan suplai untuk tes tuberkulin Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Skema kerangka konsep penelitian
3.2. Variabel Penelitian
3.2.1. Variabel Independen
Pada penelitian ini variabel independen tersebut adalah anak yang memiliki riwayat kontak dengan orang dewasa satu hunian yang menderita TB
paru di Puskesmas Padang Bulan, Medan.
3.2.2. Variabel Dependen
Pada penelitian ini variabel dependennya adalah nilai Mantoux test pada anak tersebut.
3.3. Definisi Operasional
3.3.1. Riwayat kontak
Definisi : Anak yang tinggal satu rumah dengan orang
dewasa yang menderita TB paru. Alat
Ukur :
Rekam medis
Variabel Independen Variabel Dependen
Riwayat kontak dengan orang dewasa satu hunian yang
menderita TB paru Nilai Mantoux test
pada anak
Universitas Sumatera Utara