empedu, pankreas. Saluran kemih termasuk ginjal
Kulit Mata
Telinga dan
mastoid Jantung
Membran serous peritonium, perikardium
Kelenjar endokrin adrenal Saluran napas bagian atas tonsil,
laring, kelenjar endokrin Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
2.3.2.1. Sistem Penilaian TB Anak
Dibuat suatu kesepakatan oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini untuk memudahkan penanganan anak secara luas, terutama di daerah perifer atau pada
fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak PNTA yang telah
tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen Kesehatan sebagai program Pemberantasan TB Nasional. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa
kekurangan sehingga memerlukan revisi. Revisi yang diajukan menggunakan sistem penilaian scoring system, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda
klinis yang dijumpai Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008.
Tabel 2.3. Sistem penilaian scoring system gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 1
2 3
Kontak TB Tidak
jelas -
Laporan keluarga BTA
-, tidak tahu BTA +
Universitas Sumatera Utara
atau tidak jelas
Uji tuberkulin Negatif
- -
Positif ≥10 mm
atau ≥5 mm pada
keadaan immunosupresan
Berat badan keadaan gizi
- Bawah garis
merah KMS atau BBU
8 Klinis gizi
buruk BBU60
-
Demam tanpa sebab jelas
- ≥2 minggu
- -
Batuk -
≥3 minggu -
-
Pembesaran kelenjar limfe
koli, aksila, inguinal
- ≥1 cm jumlah
1, tidak nyeri -
-
Pembengkakan tulang sendi
panggul, lutut, falang
- Ada
pembengkakan -
-
Foto rontgen toraks
Normal tidak
jelas Kesan TB
- -
Sumber: Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI, 2008 Catatan:
Diagnosa dengan sistem penilaian ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai scrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosa TB.
Berat badan dinilai saat pasien datang moment opname. Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada anak.
Universitas Sumatera Utara
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem penilaian TB anak.
Anak didiagnosa TB jika jumlah nilai ≥6 skor maksimal 13.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk dievaluasi lebih lanjut.
2.3.2.2. Uji Tuberkulin Mantoux Test
Menurut WHO, mantoux tuberculin skin test TST, atau disebut juga uji tuberkulin Mantoux test merupakan pemeriksaan untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi kuman TB ataukah tidak. Tenaga kesehatan yang terpercaya dalam membaca hasil uji tuberkulin Mantoux test adalah seseorang yang telah
mengikuti standarisasi dan pelatihan CDC, 2011. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan diagnosis penderita terutama
pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan penderita TB yang menular, namun penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang pernah terinfeksi kuman TB dan sering digunakan dalam
“screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi kuman TB dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90 Sidhi, 2010.
Terdapat dua jenis tuberkulin yang dipakai, yaitu: Old Tuberculin OT dan tuberkulin Purified Protein Derivative PPD. Ada dua jenis tuberkulin PPD
yang dipakai, yaitu PPD-S 5 TU dan PPD RT-23 2TU. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU buatan Statens Serum Institute
Denmark dan PPD dari Biofarma Sidhi, 2010. Alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan uji tuberkulin Mantoux Test
antara lain sebagai berikut: Sidhi, 2010 Semprit tuberkulin spuit 1 CC
Jarum suntik no. 26 atau 27 Tuberkulin
Universitas Sumatera Utara
Mantoux test dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberculin purified protein derivative PPD secara intrakutan dibagian lengan bawah. Penyuntikan
dilakukan menggunakan tuberculin syringe dengan posisi bevel jarum menghadap ke atas. Jika lokasi penyuntikan telah benar, maka akan terbentuk indurasi pada
kulit. Dalam pembacaan hasil uji tuberkulin Mantoux test dilakukan dalam rentang waktu 48-72 jam setelah dilakukan penyuntikan CDC, 2011.
Indurasi tersebut terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Ukuran dan bentuk reaksi
tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktifitas dan beratnya proses penyakit. Uji ini dilakukan berdasarkan adanya hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi
kuman TB terutama pada anak dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 Sidhi, 2010.
Tabel 2.4. Klasifikasi reaksi positif uji tuberkulin Mantoux test
Ukuran Indurasi Dengan Pertimbangan
≥ 5 mm
Dengan riwayat kontak erat dengan penderita TB
Anak dengan gejala klinis atau dengan gambaran noduler atau fibrotik pada X-foto
torax Anak dengan imun yang lemah imunosupresi
termasuk infeksi HIV, gizi buruk, pernah melakukan transplantasi organ
Menggunakan prednison 15 mg hari selama satu bulan atau lebih, menggunakan TNF-
α antagonist
≥ 10 mm
Infeksi TB alamiah imunisasi BCG atau M. atipic
Seorang imigran 5 tahun dari negara prevalens tinggi TB
Universitas Sumatera Utara
Seorang anak 4 tahun yang terpapar orang dewasa dengan kategori resiko inggi
Anak dengan kondisi resiko tinggi diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang, leukimia,
penyakit ginjal stadium akhir,sindroma malabsorbsi kronik, berat badan rendah,
pengguna obat-obat suntik, dll
≥ 15 mm
Anak 4 tahun tanpa faktor resiko apapun Seseorang yang tanpa diketahui memiliki
faktor resiko TB Sumber: Sidhi, 2010; CDC 2011
Tabel 2.5. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu uji Tuberkulin Mantoux
Positif palsu Negatif palsu
Penyuntikan salah Masa inkubasi
Interpretasi tidak betul Interpretasi tidak benar
Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Menderita TB luas dan berat Dsertai infeksi virus campak, rubella,
cacar air, influenza, HIV Immunokompetensi
selular, termasuk
pemakaian kortikosteroid Kekurangan
komplemen Demam
Leukositosis Malnutrisi
Sarkoidosis Psoriasis
Universitas Sumatera Utara
Terkena sinar UV matahari, solaria Defisiensi
pernisiosa Uremia
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
2.3.3. Penatalaksanaan