Neraca / Alokasi Air

9 Neraca / Alokasi Air

Recent studies in the upper Citarum Basin (Abidin et al., 2009) also indicate that groundwater is being extracted at unsustainable levels, leading to ground subsidence of up to -23 cm per year (average -7.6 cm). The latter mainly occurred in the textile industry areas, where large volumes of groundwater are extracted [3].

Groundwater is heavily exploited for commercial and industrial use in the Bandung-Soreang groundwater basin. As a result, groundwater levels have been dropping and are suspected of contributing to land subsidence. As well, the aquifer is believed to be incurring damage in some locations and some bores have dried up [6].

Dalam neraca air untuk Citarum seperti gambar diatas menunjukkan bahwa ketersediaan air dibandingkan dengan kebutuhan tidak terdapat gap yang terlalu jauh. Hal tersebut mengindikasikan bahwa untuk wilayah Sungai Citarum memiliki potensi yang lebih dalam penyediaan air. Selama setahun rata-rata kebutuhan dan ketersediaan paling rawan berada dikisaran bulan Juli sampai dengan Agustus. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan di musim kemarau yang cukup rendah walaupun kebutuhan dalam grafik tersebut juga cenderung turun. Berdasarkan neraca air diatas dapat diartikan bahwa wilayah Citarum memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan air kawasan lainnya seperti yang selama ini telah diterapkan dalam mensuplai kebutuhan air baku Jakarta dan sekitarnya [1].

Water Resources in the Citarum River Basin are abundant and sufficient water is available for water supply, power generation and other uses. But scarcity of water exists in large parts of the basin, which is reflected in lower cropping intensities or overexploitation of groundwater, resulting in reduced access to groundwater and/or land subsidence. Such scarcity is due to inadequate capacity to deliver water to the right spot, in the right amount and quality, and at the right time [6].

lampiran 1 - 11 lampiran 1 - 11

Relevant to water allocation and distribution is the fact that the volumes of water in storage are very large and well capable of catering for current and future demand in almost all situations. The lack of water scarcity has been, it is believed, a reason for lack of motivation to manage water more efficiently in the irrigation schemes [6].

........ efficiency of water delivery in Citarum for irrigation is low. The explanation is believed to be partly due to the abundance of water compared with actual water demand. Although shortages have been reported in the past, it is likely that in-efficiencies in operation, scheduling, canal condition and famer behaviour have been the major contributing causes, not scarcity of water as a resource [6].

......... in general, when an area is not receiving water at the time when farmers want it, they ask for more and PJTII sends additional releases and diverts additional water into the Tarum canals. As a result, it is estimated there is a 20%-30% over-plan water delivery. The success of the plan relies to a large

extent on farmers following the Golongan timetable, which they frequently do not in Jatiluhur, 2 leading to inefficiencies in water supply [6].

lampiran 1 - 12 lampiran 1 - 12

sumber : Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 2012 – 6 Cis :

Pada saat ini telah terjadi ketidakseimbangan antara pengambilan dan kemampuan pengimbuhan air tanah yang ditandai dengan semakin menurunnya permukaan air tanah bahkan di beberapa daerah kondisinya sudah mencapai kriteria kritis. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat serta data-data dari DTLGKP, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) cekungan air tanah (CAT) yang sudah memiliki zona kritis, yaitu CAT Bandung, CAT Bogor dan CAT Bekasi – Karawang, dari ketiga cekungan tersebut CAT Bandung merupakan cekungan yang tingkat kerusakannya paling parah, di beberapa tempat sudah dalam kondisi kritis [1].

Penggunaan air tanah sangat intensif di daerah CAT Bandung dalam dua puluh tahun terakhir, untuk ekstraksi air tanah telah meningkat secara signifikan dan menyebabkan penurunan serius tingkat air tanah. Abstraksi air tanah besar terjadi di daerah industri(Cibeureum-Leuwigajah, Dayeuh kolot-Moh. Toha, Rancaekek dan Majalaya [1].

Sekitar 35 persen wilayah di Kota Bandung memiliki kondisi air tanah dalam kategori kritis. Sedangkan

30 persen yang lain tergolong memiliki kondisi rawan [1].. Wilayah yang tergolong memiliki kondisi air tanah dalam kritis misalnya Kec. Sukajadi, Cicendo, Andir,

Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kidul, Kiaracondong, Coblong, serta sebagian Kec. Sukasari, Cidadap, Lengkong, dan Batununggal [1]..

Keadaan ini menyebabkan penurunan muka air tanah yang terjadi rata-rata 0,52 meter per tahun. Di Kota Bandung, penurunan muka air tanah ini berdampak pada habisnya air tanah pada kedalaman tertentu, sehingga warga harus menggali sumur air tanah lebih dalam setiap tahun [1]..

lampiran 1 - 13 lampiran 1 - 13