Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan.

15 Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan.

lampiran 1 - 19 lampiran 1 - 19

15.1 Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan PLTA di 3 waduk.

Didasarkan pada berbagai info yang diperoleh, isu tekanan terhadap kelestarian produktifitas PLTA di 3 waduk dapat disimpulkan sbb. :

• laju sedimentasi yang terjadi di 3 waduk akibat tingkat erosi yang sangat buruk akan berakibat akan semakin singkatnya usia operasional waduk, seperti waduk Cirata misalnya, salah satu hasil penelitian menunjukan bahwa Cirata telah kehilangan 20 tahun masa,

• kualitas air yang buruk juga menyebabkan terjadinya korosi dan pelapukan pada sistem PLTA terutama radiator dan pipa-pipa pendingin.

15.2 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas sawah beririgasi.

Praktek tanam pada di sawah berigasi telah bertahun-tahun mengaplikasikan pupuk kimia an-organik dan pestisida, ternyata dihadapkan pada fenomena bahwa : aplikasi bahan kimia ini ternyata, diantaranya, berdampak sbb. :

• tanah menjadi semakin asam dan rusaknya tekstur tanah yang pada akhirnya berakibat pada penurunan tingkat produktifitas, • punahnya populasi hewan predator pemangsa tikus yang berakibat hama tikus semakin merajalela menghancurkan produktifitas panen,

Isu lain yang diperoleh dari berbagai sumber tentang ancaman/tekanan terhadap kelestarian produktifitas lahan pertanian beririgasi di ringkas sebagai berikut dibawah ini :

• tingginya sedimentasi dan pencemaran air sungai Citarum berakibat pada menurunnya produktifitas persawahan, kurang lebih 100.000 ha sawah terancam tidak produktif dan berpotensi mengakibatkan kerugian sebesar 16 triliyun rupiah,

• “Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan “kehidupan” selama hampir setengah abad.. Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang rapuh. Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti” – (pemeliharaan dan perbaikan yang perlu dilakukan banyak yang tidak dapat dilakukan, dan dari tahun ke tahun berakumulasi semakin banyak).

http://www.indii.co.id/upload_file/201105100737170.Raksasa%20itu%20sedang%20terkapar.pdf : “Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan “kehidupan” selama hampir setengah abad..

Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang rapuh. Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti”

ATLAS –profil kabupaten Bandung : Panjang saluran irigasi adalah 594 km dan terbagi atas saluran teknis sepanjang 183,8 km dengan

kondisi 137,975 km kondisinya baik, 36,889 km rusak ringan dan 4,983 km rusak berat serta saluran non teknis sepanjang 410,55 km dengan kondisi 28,741 km dalam keadaan baik, 103, 240 km rusak ringan dan 35,800 km rusak berat. [1]

lampiran 1 - 20 lampiran 1 - 20

Bendung teknis sebanyak 22 buah dengan 27% kondisinya baik, 41% rusak ringan dan 9% rusak berat serta 297 buah bangunan sadap terdiri dari 56% kondisinya baik, 44% rusak ringan dan 29% rusak berat. Untuk bangunan pelengkapnya terdiri dari 367 bh dengan 254 kondisinya baik, 72 bh rusak ringan dan

41 rusak berat serta 87.930 m’ bagunan pelengkap terdiri dari 4.000 m’ kondisi baik, 37.880 m’ kondisi rusak ringan serta 46.050 m’ rusak berat. [1]

ATLAS –profil kabupaten Bandung Barat : Daerah Irigasi (DI) di Kabupaten Bandung Barat dengan luas pelayanan antara 1.000 sampai dengan

3.000 Ha, memiliki bangunan sadap/bagi sebanyak 36 buah dengan kondisi baik sebanyak 8 buah, kondisi rusak ringan sebanyak 12 buah dan kondisi rusak berat sebanyak 16 buah. Selain itu juga memiliki bangunan pelengkap sebanyak 17 buah dengan kondisi baik sebanyak 4 buah, kondisi rusak ringan sebanyak 4 buah dan kondisi rusak berat sebanyak 9 buah. [1]

ATLAS –profil kabupaten Purwakarta : Tingkat kerusakan saluran irigasi pada DI Solokan Gede dan DI Cisomang antara 25 – 30 % [1]

ATLAS –profil kabupaten Karawang : Kondisi jaringan irigasi yang belum memadai dalam mendukung pembangunan sector pertanian [1]

ATLAS –profil kabupaten Bekasi : Banyak saluran irigasi yang rusak, terutama saluran pembawa tidak dapat diperbaiki oleh pemerintah daerah karena terbentur kewenangan pengelolaan irigasi. Dimana kewenangan pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder masih merupakan kewenangan pemerintah pusat (Departemen Pekerjaan Umum) serta saluran-saluran pembuang yang panjang totalnya hampir 900 Km banyak mengalami sedimentasi dan penyempitan sehingga memerlukan kegiatan normalisasi untuk menanggulangi terjadinya bahaya banjir setiap musim penghujan datang. [1]

15.3 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk (Saguling, Cirata dan Jatiluhur).

Tahun-tahun awal upaya budi daya perikanan di 3 waduk ditandai dengan kemajuan tingkat produktifitas dan pendapatan yang signifikan, namun dilampauinya ambang batas kepadatan budi daya dan terlampau berlebihnya pemberian pakan serta polusi air yang terjadi, telah menjadi tekanan yang mengancam kelestarian produktifitas :

• terlampau padatnya populasi ikan di waduk berakibat menurunnya kandungan oksigen dalam air yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan , bahkan dapat berdampak mematikan ikan yang dibudidayakan,

• kelebihan pemberian pakan yang mengendap di dasar waduk akan berubah menjadi zat sulfur yang yang sifatnya meracuni/mematikan mahluk hidup (termasuk ikan) - lapisan endapan ini dapat terangkat ke lapisan diatasnya bahkan sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air akibat hujan dan debit inflow yang tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali diikuti oleh kejadian kematian ikan secara masal dan mendadak,

lampiran 1 - 21 lampiran 1 - 21

• timbunan limbah beracun di dasar waduk yang berasal dari pencemaran serta kondisi “tidak ada oksigen” dalam air di lapisan “bawah/dalam” waduk terangkat ke lapisan diatasnya bahkan sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air akibat hujan dan/atau debit inflow yang tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali diikuti oleh kejadian kematian ikan secara masal dan mendadak.

Hotspot : mengungkapkan kenyataan keadaan di 3 waduk sbb. [4]: • Jumlah keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya 1 % dari luas permukaan waduk Cirata atau hanya mencapai 12.000 petak jaring apung. Namun, saat ini terdapat hingga 50.000

petak jaring apung • di waduk Jatiluhur. Jumlah keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000 unit dari 5.000 unit yang diijinkan.