pendekatan konseptual penyusunan laporan (1)

1 Pendahuluan.

Makalah ini disusun sebagai pelengkap dari pemaparan bertopik “pendekatan konseptual penyusunan

laporan status wilayah sungai (DPSIR)” yang merupakan salah satu mata acara dalam PKM Laporan

Status WS Citarum yang diselenggarakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum di Hotel Luxton - Bandung pada tanggal 9 Desember 2013.

DPSIR merupakan singkatan dari : Driving Force, Pressures, State, Impacts, Responses

DPSIR, DPSIR model atau DPSIR framework merupakan salah satu metoda pendekatan (kerangka pikir) dalam melakukan suatu analisis hubungan sebab akibat (causal effect relationship). Metoda lain yang serupa, salah satu diantaranya adalah : “metoda pendekatan analisis sistem”

Model/Kerangka Kerja DPSIR telah banyak diadopsi oleh kebanyakan komunitas di Eropa sebagai cara terbaik untuk men-struktur-kan informasi lingkungan yang terkait dengan masalah-masalah lingkungan yang spesifik, dan untuk mengetahui penyebab, konsekuensi, tindakan efektif yang perlu dilakukan, kecenderungan-kecenderungan yang potensial terjadi serta dinamika saling keterkaitan diantara komponen-komponen ini [5] (Pillman, 2002) .

Kerangka kerja DPSIR merupakan kerangka analisis yang fungsional untuk men-struktur-kan hubungan sebab akibat dalam kaitannya dengan permasalahan pengelolaan sumber daya alam (dimana sumberdaya air merupakan salah satu komponen dari sumberdaya alam) [6] (EEA, 1999; Bowen and Riley, 2003; Giupponi, 2002). Aplikasi kerangka kerja DPSIR memudahkan pen-struktur-an informasi yang kemudian memudahkan peng-identifikasi-an hubungan-hubungan (saling keterkaitan) yang penting serta memudahkan pengembangan pemahaman yang menyeluruh sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi.

Mencermati topik yang ditetapkan Panitia Penyelengara PKM Laporan Status WS Citarum yakni : “pendekatan konseptual penyusunan laporan status wilayah sungai (DPSIR)” serta menyimak hal tentang kerangka kerja DPSIR seperti yang diuraikan dalam alinea-alinea sebelum ini, diperoleh kesimpulan bahwa : konsep kerangka kerja DPSIR dipandang merupakan 1 hal yang perlu diaplikasikan dalam rangkaian pelaksanaan pekerjaan penyusunan laporan status wilayah sungai (DPSIR).

2 Laporan Status Wilayah Sungai Citarum.

2.1 Pengertian kata “Status” , “State” dan hal-hal terkait Wilayah Sungai.

Kata “status” banyak difahami identik dengan kata : “state”, atau “kondisi” atau “situasi.

Merriam Webster ( http://www.merriam-webster.com/dictionary/status ) mendefinisikan pengertian kata “status” sbb. : Merriam Webster ( http://www.merriam-webster.com/dictionary/status ) mendefinisikan pengertian kata “status” sbb. :

• state or condition with respect to circumstances

Oxford Dictionaries ( http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/state ) dan Google mendefinisikan pengertian kata “state” = the particular condition that someone or something is in at a specific time.

Dalam kasus tertentu “status” atau “state” dapat juga diartikan sebagai kondisi dalam kaitannya dengan harapan, sebagai contoh, dalam konteks wilayah sungai misalnya : status ws Citarum dapat diartikan sebagai kondisi dan atau keadaan di ws Citarum dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap atau dalam kaitannya dengan visi UU 7 2004.

Dalam UU no. 7 thn. 2004 tentang Sumber Daya Air ps. 1 angka 10 didefinisikan bahwa : Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

Dalam UU no. 7 thn. 2004 tentang Sumber Daya Air ps. 1 angka 11 didefinisikan bahwa :Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

UU no. 7 thn. 2004 pasal 12 : (1) Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai. (2) Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR – butir 5 :

• Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi . • Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah.

• Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat

mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya.

Dalam UU no. 7 thn. 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan hal-hal sebagai berikut :

• Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air (ps. 3) : mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. • Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan

mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. (ps. 1 angka 7)

• ps. 1 angka 18 : Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta • ps. 1 angka 18 : Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta

dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

• ps. 1 angka 19 : Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

• ps. 1 angka 20 : Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.

Dalam kasus tertentu “status” atau “state” dapat juga diartikan sebagai kondisi dalam kaitannya dengan suatu konteks tertentu , misalnya harapan, sebagai contoh, dalam konteks wilayah sungai misalnya : status ws Citarum dapat diartikan sebagai kondisi dan atau keadaan di ws Citarum dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap atau dalam kaitannya dengan visi UU 7 2004.

2.2 STATUS WS CITARUM 01, dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap dan visi UU 7 2004.

Penulis berpendapat bahwa materi tulisan yang disajikan dalam Lampiran 1, berjudul : “STATUS WS CITARUM 01, dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap dan visi UU 7 2004” dapat dikatagorikan sebagai : status wilayah sungai Citarum. Namun menyimak isinya yang memuat informasi dengan kurun waktu yang berbeda , judul tulisan tepat juga apabila dituliskan sbb. : “Status WS Citarum di berbagai saat”, tidak dapat diberi judul, misalnya “Status WS Citarum 2013”.

Visi Citarum Roadmap : Pemerintah dan masyarakat bekerja sama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif, serta membawa manfaat yang lestari bagi semua orang khususnya di Wilayah Sungai Citarum

Status Wilayah Sungai yang disajikan dalam Lampiran 1 , dalam konteks Visi Citarum Road Map diantaranya menjelaskan :

• status kebersihan sungai (pada suatu saat tertentu), • status kesehatan sungai (pada suatu saat tertentu), • produksi / kemanfaatan yang terdukung oleh keberadaan sungai (yang telah diraih pada suatu

saat tertentu atau yang potensial dapat diraih), • kondisi kelestarian kemanfaatan yang pernah diraih.

Visi UU 7 2004 : mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.

Status Wilayah Sungai yang disajikan dalam Lampiran 1 , dalam konteks Visi UU 7 2004, tidak menyajikan Status Wilayah Sungai dalam konteks “ .............. untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

2.3 Status Wilayah Sungai Citarum dalam Laporan Proyek 6 Ci’s.

Setidaknya ada 2 Laporan Proyek 6 Ci’s (TA 7189-INO, Institutional Strengthening for IWRM in the 6 Cis River Basin Territory – Package B , Ministry of Public Works, Jakarta - Asian Development Bank) yang didalamnya menjelaskan Status Wilayah Sungai Citarum yakni : Setidaknya ada 2 Laporan Proyek 6 Ci’s (TA 7189-INO, Institutional Strengthening for IWRM in the 6 Cis River Basin Territory – Package B , Ministry of Public Works, Jakarta - Asian Development Bank) yang didalamnya menjelaskan Status Wilayah Sungai Citarum yakni :

Sebagai contoh, dalam Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 2012 – 6 Ci’s uraian yang menjelaskan status wilayah sungai Citarum diantaranya dijumpai di bagian-bagian sbb. :

• hal. 18-19 : “Sungai Citarum mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Air Sungai Citarum digunakan sebagai sumber air baku, irigasi pertanian, perikanan, sumber bagi pembangkit tenaga listrik tenaga air untuk pasokan Pulau Jawa dan Bali, serta sebagai pemasok air untuk kegiatan industri. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yaitu 6.614 km². Populasi penduduk di sepanjang sungai (Data BPS 2009) 15.303.758 (50% urban)”.

• hal 19 : “Pembangkit listrik tenaga air di ketiga waduk tersebut menghasilkan daya listrik sebesar 1.400 MW.” • hal 34 : “Pengambilan air tanah yang sebenarnya diperkirakan paling tidak 3 (tiga) kali lebih besar dibandingkan dengan pengambilan yang terdaftar.” • hal 34 – 35 : “........ , saat ini abstraksi air tanah masih di bawah batas ideal pengambilan air tanah, yaitu masih 25%. Namun, untuk beberapa lokasi misalnya di CAT Bekasi-Karawang, CAT Subang dan CAT Batujajar pengambilan air tanah sudah melampaui batas ideal pengembilan air tanah. Walaupun saat ini pengembilan air tanah di CAT Bandung-Soreang masih dibawah batas ideal pengambilan air tanah (masih 27%), akan tetapi di beberapa tempat seperti di daerah Majalaya, Ranca Ekek, Dayeuh Kolot, Leuwi Gajah dan sebagainya, pengambilan air tanah ini sudah melampaui batas ideal pengambilan air tanah, dimana di daerah ini sudah terjadi penurunan muka air tanah dan juga penurunan tanah yang cukup serius.”

• hal 37 : “Persentase areal di 1 Ci dengan tingkat erosi berat dan sangat berat (>180 ton/ha/th) adalah sebesar 31,4% dari luas 1 Ci.” • ............................................................................................... • ............................................................................................... • ......................................... dst ............................................

Menyimak judulnya, Laporan “Task B1-6: Initial State of the Basin Report for the Citarum River, 3 Agustus 2011” seyogyanya laporan ini berisi penjelasan yang membahas “Status Wilayah Sungai Citarum” pada tahun 2011, dan jika disimak daftar isinya, dapatlah disimpulkan bahwa : laporan ini memang membahas “Status Wilayah Sungai Citarum”.

2.4 Contoh sebagian isi Laporan Status Wilayah Sungai.

Seperti dijelaskan dalam sub bab 2.1. , Status Wilayah Sungai menjelaskan STATE (kondisi/keadaan) suatu Wilayah Sungai dan salah satu cara menjelaskan STATE (kondisi/keadaan) suatu Wilayah Sungai adalah melalui berbagai indikator kondisi Wilayah Sungai.

Dibawah ini disajikan 2 contoh dengan cara bagaimana kondisi / keadaan wilayah dijelaskan, yakni :

1. Watershed Condition Indicators yang tercantum dalam Watershed Condition Classification Technical Guide, United States Department of Agriculture - Forest Service [2], [3] – Lihat gambar

3 dan tabel 1.

2. 5 Components of Watershed Health Scores yang dikembangkan oleh Minnesota Department of Natural Resources lihat tabel 2 [4].

file : d:\pkm status ws citarum\final\pendekatan konseptual penyusunan laporan status ws - dpsir .docx

gambar 3. Watershed Condition Indicators – sumber dari : litaratur[3] halaman 6 gambar 3. Watershed Condition Indicators – sumber dari : litaratur[3] halaman 6

sumber tabel dari : lieratur [3] halaman 7 sumber tabel dari : lieratur [3] halaman 7

Minnesota Department of Natural Resources menilai keadaan Wilayah Sungai melalui berbagai indikator seperti yang diperlihatkan dalam tabel 2 berikut dibawah ini :

Tabel 2. Five Components of Watershed Health Scores [4].

Terrestrial Habitat Quality What is the quality of terrestrial habitat in each watershed based on its size, configuration and cover type? Stream Species Quality Index How healthy are the assemblages of aquatic species in the streams of each watershed?

How many different species of birds, fish, aquatic macroinvertebrates and mussels have been found in each watershed?

BIOLOGY Species Richness Index

At Risk Species Richness At Risk Species Richness studies the number of different at-risk species of birds, fish and mussels are found in each watershed.

Terrestrial Connectivity Does the watershed landscape provide the ability to connect quality terrestrial habitat patches in each watershed? CONNECTIVITY Aquatic Connectivity How many physical structures (dams, bridges and culverts) are on stream systems in each watershed? Riparian Connectivity How much undeveloped riparian area is there in each watershed? Soil Erosion Susceptibility How susceptible are the soils in each watershed to erosion?

Groundwater Contamination

How vulnerable is each watershed to groundwater contamination?

GEOMORPHOLOGY Susceptibility

Climate Vulnerability How closely balanced are the rate of precipitation and the rate of evapotranspiration for each watershed in Minnesota?

How much perennial (year-round) vegetation is in Minnesota currently compared to the amount of perennial

Perennial Vegetation vegetation that was here in the 1890's?

Impervious Surfaces What percentage of catchments (small subwatersheds) within each major watershed have 4% or more impervious HYDROLOGY surface?

Water Withdrawal How much groundwater and surface water is estimated to be withdrawn in each watershed for off-site use?

Hydrologic Storage

How much available water storage has been lost in the watershed since European settlement (1890-1900)?

Flow Variability

How do stream flow patterns (hydrologic regimes) vary across Minnesota? How exposed are the waters in each watershed to chemicals associated with agriculture and to runoff from

Non-Point Sources

impervious surfaces in riparian areas?

WATER QUALITY Point Sources

How vulnerable is each watershed to water pollution from known point sources?

Assessments

Of the lakes and streams assessed for water quality impairments, what percentage was found to be impaired in each watershed?

disusun konsultan dengan mengacu pada artikel [4]

A terrestrial habitat is on e that is defin ed by the plan t structure, ty pes of leav es, plan t spacin g, an d clim ate. It in cludes forests, grasslan ds, deserts, an d rain forests. A habitat is the kin d of en v iron m en t w here plan ts an d an im als reside.

By defin ition , m acroin v ertebrates are organ ism s w ithout backbon es, w hich are v isible to the ey e w ithout the aid of a m icroscope. Aquatic m acroin v ertebrates liv e on , un der, and aroun d rocks and sedim en t on the bottom s of lakes, riv ers, an d stream s. As a result of their habitat choice, m acroin v ertebrates are often regarded as “ben thos” w hich refers collectiv ely to organ ism s w hich liv e on , in or n ear the bottom .

file : d:\pkm status ws citarum\final\pendekatan konseptual penyusunan laporan status ws - dpsir .docx

2.5 Sumber Data Dasar data terbaik untuk penyusunan Laporan Status Wilayah Sungai Citarum.

Atas dasar berbagai informasi tentang DSS (Decision Support Systems) for Integrated Water Resources Management in The Citarum River Basin, seperti diantaranya :

• ADB Technical Assistance Consultant’s Report, project no. 37049-024, Februari 2012, • PMO News Report tentang DSS FOR IWRM OF THE CITARUM RIVER BASIN yang memberitakan bahwa :

• TERMS OF REFERENCE FOR DECISION SUPPORT SYSTEM FOR THE CITARUM RIVER BASIN, yang tertulis dalam : “Program Administration Memorandum (PAM) - Supplementary Appendixes – ADB Project Number: 37049, Multitranche Financing Facility (MFF) Number 0027, Loans: 2500 - INO OCR (Registration Number: 10788801), 2501 - INO ADF • TERMS OF REFERENCE FOR DECISION SUPPORT SYSTEM FOR THE CITARUM RIVER BASIN, yang tertulis dalam : “Program Administration Memorandum (PAM) - Supplementary Appendixes – ADB Project Number: 37049, Multitranche Financing Facility (MFF) Number 0027, Loans: 2500 - INO OCR (Registration Number: 10788801), 2501 - INO ADF

Diperoleh kesimpulan sementara (hipotesa) bahwa , saat ini, data dan informasi terbaik yang tersimpan dalam media penyimpanan elektronik (komputer) terdapat dalam sistem komputer yang dikembangkan oleh konsultan DSS FOR IWRM OF THE CITARUM RIVER BASIN , dimana pengembangan sistem ini telah dimulai kurang lebih dalam bulan Agustus 2010 – dan tahap pertama kerja konsultan telah berakhir kurang lebih pada awal tahun 2013.

Menurut informasi yang diperoleh : server DSS for IWRM of the Citarum River Basin tersimpan di kantor Balai Besar Wilaya Sungai Citarum.

Paling tidak , sampai bulan Januari, server DSS ini dapat di akses isinya, walaupun untuk penulis dirasakan masih kurang “user friendly”.

Namun, sayang sekali, sejak beberapa bulan yang lalu , server DSS ini tidak dapat lagi di akses.

Menurut informasi yang diperoleh, server DSS yang berlokasi di kantor BWWS Citarum ini tidak lagi di- ON-kan, dan belum ada personil yang bertugas mengoperasikan dan mengembangkan lebih lanjut. Bila memang demikian, kemudian tidak ada tindak lanjut dari yang berkewenangan, sungguh sangat disayangkan , bahwa sistem komputer DSS FOR IWRM OF THE CITARUM RIVER BASIN yang telah dikembangkan oleh konsultan K-Water selama lebih dari 2 tahun ( + 2 ½ tahun), yang pada saat awal insiasinya digembar-gemborkan “sangat menjanjikan kemanfaatannya” , akan menjadi terbuang percuma dan sia-sia.

3 Kerangka Kerja DPSIR.

Menurut OECD, 1994, komponen-komponen kerangka kerja DPSIR didefinisikan sbb. :

Driving Forces (faktor-faktor pemicu) : Driving Forces (faktor-faktor pemicu) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan berbagai perubahan dalam sistem yang ditinjau. Faktor-faktor tersebut dapat sosial, ekonomi atau ekologi dan dapat (berpotensi) berpengaruh positif atau negatif pada “pressures” (tekanan-tekanan). Contoh Driving Forces (faktor-faktor pemicu) : populasi manusia, penggunaan sumber daya, perubahan iklim, berbagai sektor kegiatan manusia.

Pressure (tekanan) : Pressure (tekanan) adalah kegiatan-kegiatan manusia yang secara langsung berpengaruh terhadap sistem – dan pressure (tekanan) ini diakibatkan oleh Driving Forces (faktor-faktor pemicu). Pressures (tekanan-tekanan) ini merubah kualitas lingkungan dan kuantitas sumber daya alam, misalnya : polusi, penebangan kayu dihutan, dll.....

State (keadaan/kondisi) : State (keadaan/kondisi) adalah kondisi sistem pada suatu saat tertentu dan dinyatakan dengan keterangan-keterangan atribut sistem yang dipengaruhi/termodifikasi oleh pressures (tekanan-tekanan). Contoh keterangan atribut sistem : ciri-ciri kualitas air, sedimen, komposisi species, struktur habitat.

Impacts (dampak/akibat) : Impacts (dampak/akibat) adalah efek-efek terhadap kesehatan kehidupan manusia atau sistem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh pressures (tekanan-tekanan). Contoh yang umum misalnya : wabah penyakit dan konsentrasi polutan dalam populasi biologis, dan berkurang/lenyap/semakin miskinnya keberlimpahan keragaman hayati.

Response (sikap dan tindakan) : Responses (sikap dan tindakan) adalah upaya-upaya yang dilakukan masyarakat (termasuk pemerintah) sebagai reaksi/tanggapan terhadap impacts (dampak/akibat).

DPSIR framework diperlihatkan dalam gambar 1, dimana secara skematik dan garis besar DPSIR framework diperlihatkan dalam gambar 1, dimana secara skematik dan garis besar

gambar 1. DPSIR framework - hubungan sebab akibat kejadian dan keadaan dalam wilayah sungai.

Penjelasan,dalam format tabel, tentang DPSIR framework seperti yang diperlihatkan dalam gambar 1 disajikan dibawah ini[1]:

no.

PENJELASAN

panah dlm gambar

dalam bahasa Inggris terjemahan bebas bahas Indonesia

1. DRIVING FORCES generate PRESSURES DAYA-DAYA PEMICU menghasilkan TEKANAN-TEKANAN TEKANAN-TEKANAN mempengaruhi/merubah KONDISI /

2. PRESSURES influence/modify STATE

KEADAAN

3. STATE provoke/cause IMPACTS KONDISI / KEADAAN menyebabkan berbagai AKIBAT berbagai AKIBAT (terutama yang berdampak negatif)

4. IMPACTS stimulate/ask for RESPONSES memerlukan berbagai RESPONS (khususnya untuk menanggulangi berbagai dampak negatif) berbagai RESPONS yang dilakukan dapat menghilangkan

RESPONSES modify/substitute/remove

DAYA-DAYA PEMICU yang berdampak negatif , merubah DRIVING FORCES DAYA-DAYA PEMICU menjadi lebih kondusif , dst ......

RESPONSES eliminate/reduce/prevent berbagai RESPONS yang dilakukan dapat mengurangi /

6. PRESSURES mencegah / menghilangkan TEKANAN-TEKANAN

berbagai RESPONS yang dilakukan dapat memperbaiki

7. RESPONSES restorate/influence STATE KONDISI / KEADAAN , atau mempengaruhi KONDISI / KEADAAN menjadi lebih baik

8. berbagai RESPONS yang dilakukan dapat menghindarkan

RESPONSES compensate/mitigate IMPACTS

terjadinya AKIBAT-AKIBAT negatif

Dalam “DPSIR framework” seperti yang digambarkan dan dijelaskan diatas terdapat hubungan sebab- akibat yang saling terkait yang dimulai dari DRIVING FORCES ( daya-daya pemicu ).

diagram hubungan sebab dan akibat pengaruh eksistensi kehidupan manusia terhadap sistem SUMBER DAYA ALAM ( termasuk didalamnya sistem SUMBER DAYA AIR ) yang diperlihatkan dalam halaman berikut setelah ini, akan sangat memudahkan aplikasikan kerangka kerja.

file : d:\pkm status ws citarum\final\pendekatan konseptual penyusunan laporan status ws - dpsir .docx

diagram hubungan sebab dan akibat pengaruh eksistensi kehidupan manusia terhadap sistem SUMBER DAYA ALAM ( termasuk didalamnya sistem SUMBER DAYA AIR ) diagram hubungan sebab dan akibat pengaruh eksistensi kehidupan manusia terhadap sistem SUMBER DAYA ALAM ( termasuk didalamnya sistem SUMBER DAYA AIR )

berbagai daya pemicu

menghasilkan

berbagai tekanan

be rba ga i te k a na n

mempengaruhi / merubah

kondisi / ke a da a n

kondisi / ke a da a n

menyebabkan

da m pa k / a k ibat

3.1 DRIVING FORCES (daya-daya pemicu).

DRIVING FORCES ( daya-daya pemicu ) dapat berasal dari keadaan alam yang ada dan dapat juga berasal dari keberadaan manusia dengan segala kegiatannya.

Driving Forces (daya-daya pemicu) yang berasal dari manusia dengan segala kegiatannya pada dasarnya bermula dari keberadaan kehidupan manusia , kebutuhan hidup manusia , berbagai keinginan manusia yang muncul dalam kehidupannya.

Contoh-contoh DRIVING FORCES primer untuk kehidupan manusia adalah kebutuhan akan papan, pangan dan air, sementara contoh-contoh DRIVING FORCES sekunder adalah kebutuhan untuk mobilitas, wisata dan budaya.

Untuk sektor industri, yang merupakan DRIVING FORCE dapat berupa keinginan untuk meraih keuntungan dan untuk menghasilkan produk dengan biaya yang semurah mungkin. Dalam konteks makro-ekonomi, proses-proses produksi dan konsumsi terstruktur menurut sektor-sektor ekonomi ( misalnya : pertanian, energi, industri, transportasi, jumlah penduduk , jumlah KK, dll... ).

DRIVING FORCES ( daya-daya pemicu ) potensial akan berubah menjadi PRESSURES (tekanan), namun belum tentu pasti terjadi , bisa terjadi , bisa pula tidak terjadi. Terjadinya atau tidak terjadinya PRESSURE dari DRIVING FORCES ditentukan oleh RESPONS yang dilakukan, sebagai contoh misalnya :

Kegiatan industri tidak akan menghasilkan PRESSURE berupa limbah industri yang dibuang ke sungai yang berakibat pencemaran serta berakibat menjadikan STATE / kondisi air sungai tercemar bila :

1. setiap kegiatan industri melengkapi dirinya dengan IPAL yang memadai kemudian mengoperasikannya dengan benar,

2. yang disebut dalam butir 1 akan berjalan bila : o ada kesadaran dan keseriusan usaha dari fihak pelaksana industri,

o keseriusan dan keberhasilan pemerintah dalam penegakan hukum pencemaran air, o keseriusan dan keberhasilan pemerintah dalam penegakan hukum pencemaran air,

3.2 PRESSURES (tekanan-tekanan).

DRIVING FORCES (daya-daya pemicu) akan berlanjut ke kegiatan-kegiatan seperti transportasi, pertanian, produksi makanan, industri, dst ..... dalam rangka terpenuhinya kebutuhan dan keinginan.

Kegiatan-kegiatan manusia ini menghasilkan PRESSURES (tekanan-tekanan) pada lingkungan, sebagai hasil dari proses-proses produksi dan konsumsi yang dapat dikelompokan dalam 3 jenis utama sbb. :

• pemakaian / exploitasi sumber daya alam / lingkungan yang berlebihan, • perubahan penggunaan lahan, • emisi (limbah, bahan kimia, radiasi, kebisingan) ke udara, air dan tanah

3.3 STATE ( kondisi/keadaan).

PRESSURES (tekanan-tekanan) berpengaruh terhadap STATE (kondisi/keadaan) lingkungan / alam , yakni kualitas dari kompartemen-kompartemen alam/lingkungan ( udara, air , tanah, dll... ) dalam kaitannya dengan fungsi yang diberikan oleh masing-masing kompartemen ini.

STATE (keadaan/kondisi) alam/lingkungan ataupun Wilayah Sungai adalah gabungan kondisi fisik, kimiawi dan biologi.

3.4 IMPACTS (dampak/akibat)

Perubahan-perubahan kondisi fisik, kimiawi ataupun biologi dalam lingkungan wilayah sungai mencerminkan kualitas sistem lingkungan hidup dan (kesinambungan dan keseluruhan) kesejahteraan kehidupan manusia.

Dengan kata lain, perubahan-perubahan STATE (kondisi/keadaan) :

• dapat berdampak pada kondisi lingkungan dan ekonomi, dan juga • dapat berdampak pada fungsi sistem lingkungan hidup dan kemampuannya untuk mendukung • dapat berdampak pada kondisi lingkungan dan ekonomi, dan juga • dapat berdampak pada fungsi sistem lingkungan hidup dan kemampuannya untuk mendukung

masyarakat.

3.5 RESPONSES ( respon sikap dan tindakan terhadap keadaan dan kondisi yang terjadi )

Berbagai RESPONSES ( respon sikap dan tindakan terhadap keadaan dan kondisi yang terjadi) yang tercetus dari masyarakat dan para penetap kebijakan dipicu oleh IMPACTS (khususnya yang tidak selaras dengan harapan).

RESPONSES pada dasarnya merupakan bentuk/refleksi keinginan untuk dapat terjadinya perubahan , yakni : perubahan pada rangkaian antara DRIVING FORCES s.d. IMPACTS sehingga tidak terjadi / muncul hal-hal yang tidak diharapkan.

Dengan RESPONSES yang di-“muncul”-kan , maka diharapkan, rangkaian antara DRIVING FORCES s.d. IMPACTS dapat dipengaruhi sehingga keadaan/kondisi yang ada dapat berubah menjadi seperti yang diharapkan.

Sebagai salah satu contoh misalnya : beberapa bentuk RESPONSES sebagai reaksi atas pencemaran air oleh limbah industri sebagai berikut dibawah ini :

• penerbitan dan pemberlakuan peraturan perundangan tentang pengendalian limbah pabrik, • sosialisasi peraturan perundangan dan pembangunan kesadaran untuk tidak mencemari

lingkungan, • penegakan hukum terhadap pelanggar peraturan perundangan, • pembangungan IPAL limbah industri yang memadai dan pengoperasian IPAL sebagaimana

mestinya, • proses pemberian izin operasi kegiatan industri yang secara komprehensif, konsistendan tegas mencegah terjadinya pencemaran akibat limbah industri.

apabila diterapkan sebagaimana mestinya, maka akan menjadikan DRIVING FORCES yang ada (kegiatan industri) tidak menghasilkan PRESSURES (tekanan) terhadap lingkungan SDA, serta kemudian, dengan lenyapnya PRESSURES ini, maka tidak akan ada IMPACTS yang negatif.

3.6 Ilustrasi Aplikasi kerangka kerja DPSIR.

Untuk lebih menjelaskan DPSIR framework, saling keterkaitan dan hubungan sebab akibat dalam Wilayah Sungai disajikan ilustrasi sbb. :

Dalam kehidupannya manusia membutuhkan “papan, pangan dan sandang” :

Kebutuhan “papan’ adalah kebutuhan manusia akan rumah tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan akan “papan” ini ada lahan yang dipakai untuk permukiman. Pemakaian lahan untuk permukiman, salah satu akibatnya adalah perubahan vegetasinya yang menjadi berkurang, lahan yang semula merupakan resapan air yang mengisi cadangan air tanah menjadi tertutup, sehingga pengisian air tanahnya menjadi berkurang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal sbb. :

• DRIVING FORCE : pertambahan penduduk memacu meningkatnya kebutuhan permukiman yang • DRIVING FORCE : pertambahan penduduk memacu meningkatnya kebutuhan permukiman yang

tidak terkendali, tidak mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, dimana pada akhirnya • akan merubah STATE / kondisi vegetasi lahan berkurang, dan lahan menjadi kedap air, • dengan IMPACTS / AKIBAT / DAMPAK : resapan air / pengisian kembali cadangan air tanah

berkurang , fungsi positif vegetasi terhadap kesehatan dan kenyamanan lingkungan menurun.

gambar 2. DPSIR framework masalah sampah dan limbah tinja di sungai.

Lihat gambar 2. diatas. Kawasan permukiman juga merupakan produsen sampah dan limbah, yang apabila tidak dikelola sebagaimana mestinya akan berakibat lingkungan hidup menjadi kotor dan tidak sehat, serta dapat mengakibatkan pencemaran air (air tanah dan air permukaan), serta pencemaran tanah.

file : d:\pkm status ws citarum\final\pendekatan konseptual penyusunan laporan status ws - dpsir .docx

Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal sbb. :

• DRIVING FORCE : pertambahan penduduk memacu miningkatnya produksi sampah dan limbah, • yang apabila tidak dikendalikan ( tidak ada RESPONS yang memadai ) • akan menghasilkan PRESSURES dalam bentuk : pembuangan sampah ke sungai, serta pembuangan /

pengaliran langsung limbah tinja dan limbah cair lainnya langsung dialirkan ke sungai, dimana PRESSURES ini kemudian

• akan merubah STATE / kondisi lingkungan (WS) misalnya : sungai penuh dengan sampah, sungai tercemar dengan limbah domestik, air tanah tercemar, dll. • dengan IMPACTS / AKIBAT / DAMPAK : fungsi dan kemanfaatan sungai menjadi sangat menurun, sumber air bersih yang dapat langsung dipakai menjadi langka atau hilang sama sekali, dll.... .

Pemenuhan kebutuhan manusia akan pangan diantaranya terkait dengan kegiatan di sektor pertanian, peternakan dan perikanan.

Dalam perkembangannya kegiatan sektor pertanian tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan , namun juga disertai dengan berbagai dampak negatif , seperti misalnya : penggunaan lahan untuk pertanian dapat menjadikan lahan lebih erosif yang berdampak terjadinya sedimentasi yang merugikan, penggunaan bahan kimia anorganik sebagai pupuk dan pembunuh hama berdampak terjadinya pencemaran air tanah dan air permukaan serta menjadikan struktur tanah rusak semakin lama semakin tidak subur, dll.......

Dari uraian ini dapat disimpulkan hal sbb. :

• DRIVING FORCE : pertambahan penduduk memacu semakin meningkatnya upaya meningkatkan produksi pertanian yang kemudian memacu semakin banyaknya penggunaan lahan untuk pertanian, misalnya konversi hutan menjadi lahan pertanian, serta juga meningkatnya pemakaian bahan kimia an-organik sebagai pupuk dan pestisida,

• yang apabila tidak dikendalikan ( tidak ada RESPONS yang memadai ) • akan menghasilkan PRESSURES dalam bentuk : praktek pengolahan lahan yang berakibat lahan lebih

rentan terhadap erosi akibat aliran air, cara pemakaian pupuk dan pestisida ( terutama yang lebih dari takaran yang semestinya ) yang berakibat bahan2 kimia ini menjadi sangat mudah terbawa air ke saluran atau sungai, serta kemudian, pada akhirnya PRESSURES ini rentan terhadap erosi akibat aliran air, cara pemakaian pupuk dan pestisida ( terutama yang lebih dari takaran yang semestinya ) yang berakibat bahan2 kimia ini menjadi sangat mudah terbawa air ke saluran atau sungai, serta kemudian, pada akhirnya PRESSURES ini

atau meningkatnya erosi tanah, sungai tercemar dengan limbah kimia an-organik (kelebihan pemakaian pupuk dan pestisida an-organik) , air tanah tercemar, dll.

• dengan IMPACTS / AKIBAT / DAMPAK : disamping kenaikan tingkat ekonomi , juga berdampak negatif : fungsi dan kemanfaatan sungai, saluran, danau dan waduk terganggu oleh adanya peningkatan sedimentasi , sungai, saluran, danau dan waduk dipenuhi eceng gondok, tubuh ikan yang dimakan manusia mengandung pestisida, sumber air minum tercemar pestisida dll.... .

Kegiatan peternakan, kegiatan peternakan sapi perah di Lembang, Kertasari dan Pangalengan misalnya , di satu sisi merupakan hal yang sifatnya memenuhi kebutuhan pangan , dan menaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan, namun di sisi lain, limbah kotoran sapi yang tidak dikelola sebagaimana mestinya berdampak menjadikan lingkungan tidak sehat, dan pencemaran air ( sungai, saluran, air tanah).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal sbb. :

• DRIVING FORCE : semangat memenuhi kebutuhan kesehatan minum susu serta semangat menaikan tingkat ekonomi melalui usaha peternakan sapi perah telah meningkatkan populasi sapi perah yang juga meningkatkan produksi kotoran sapi,

• yang apabila tidak ditangani sebagaiman mestinya ( tidak ada RESPONS yang memadai ) • akan menghasilkan PRESSURES dalam bentuk : pembuangan langsung kotoran sapi ke saluran atau

ke sungai, yang pada akhirnya • akan merubah STATE / kondisi lingkungan (WS) misalnya : lingkungan menjadi bau dan tidak sehat, air sungai tercemar kotoran sapi • dengan IMPACTS / AKIBAT / DAMPAK : disamping kenaikan tingkat ekonomi , juga berdampak negatif : kualitas air sungai, saluran, danau dan waduk tercemar kotoran sapi,air sungai menjadi kotor sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan / dipakai, dll... .

4 Mengapa memakai DPSIR.

file : d:\pkm status ws citarum\final\pendekatan konseptual penyusunan laporan status ws - dpsir .docx

Salah satu cara yang terbaik untuk dapat menjelaskan kondisi wilayah sungai adalah : dengan cara menjelaskan keadaan dan kejadian yang ada dan berlangsung didalamnya

Salah satu cara yang terbaik untuk dapat menjelaskan keadaan dan kejadian yang ada dan berlangsung didalam Wilayah Sungai adalah : dengan cara menjelaskan kejadian/keadaan hubungan sebab akibat (causal effect relationship) terjadinya suatu kondisi / keadaan di Wilayah Sungai tersebut.

Salah satu cara yang terbaik untuk dapatmenjelaskan kejadian/keadaan hubungan sebab akibat (causal effect relationship) terjadinya suatu kondisi / keadaan di Wilayah Sungai adalah melalui suatu kerangka kerja yang telah banyak dikenal sebagai “DPSIR Frameworks”

DPSIR adalah singkatan dari Driving Forces – Pressures – State – Impacts - Responses

Referensi :

1. ISTAT, C. Costantino, F. Falcitelli, A. Femia, A. Tuolini, OECD-Workshop, Paris, May 14–16, 2003)

2. An Analysis of Watershed Condition Framework Database for the Apache-Sitgreaves National Forest , By Russell Winn Ph.D., Associate Professor Emeritus, Department of Government, New Mexico State University, Las Cruces, NM 88003

3. Watershed Condition Classification Technical Guide, Primary Authors : John P. Potyondy, Program Manager and Hydrologist, Stream Systems Technology Center,Watershed, Fish, Wildlife, Air, and Rare Plants Staff,Washington Office, Theodore W. Geier, Regional Hydrologist, Eastern Region United States Department of Agriculture, Forest Service, FS-978, July 2011.

4. 5 Components of Watershed Health Scores, Minnesota Department of Natural Resources, http://www.dnr.state.mn.us/whaf/about/scores/index.htm

5. Pillman, W. 2002, Environmental communication: systems analysis of environmentally related information flows as a basis for the popularization of the framework for sustainable development.” Vienna, Umweltinformatik 2000, 14. Int. Symposium Umweltinformation für Planung, Politik und Öffentlichkeit?, Bonn 2000, Metropolis, Marburg.

6. EEA Report, 1999. Environmental Indicators: Typology and Overview. http://reports.eea.europa.eu/TEC25/en/tech_25_text.pdf accessed on 15.07.2010

7. OECD ( Organisation for Economic Co operation and Development), 1994. Environmental Indicators –

OECD Core Set, OECD Paris.

Lampiran 1 : STATUS WS CITARUM 01

dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap dan visi UU 7 2004

tulisan ini kebanyakan memuat kutipan dari literatur seperti tertulis dalam daftar refrensi – sumber kutipan (lihat halaman akhir tulisan ini)

file : d:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

1 The CRB’s overall problems

Resources under pressure; The Citarum’s freshwater resources are under increasing pressure. Growth in population, increased economic activity and improved standards of living lead to increased competition for and conflicts over the limited freshwater resource. A combination of social inequity, economic marginalization and lack of poverty alleviation programmes also force people living in extreme poverty to overexploit soil and forestry resources, which often results in negative impacts on water resources. Lack of pollution control measures further degrades water resources.

Populations under water stress; The population has increased --- dengan laju pertumbuhan yang sifatnya cenderung tidak lagi linier tapi exponensial ---- data dan informasi yang diperolah menyiratkan bahwa sebagian populasi populasi yang bermukim di WS Citarum telah dihadapkan pada “ medium to high water stress. Populasi penduduk yang masih terus meningkat tentu saja akan berakibat pada semakin banyak populasi penduduk yang dihadapkan pada “ water stress “ dengan tingkat “stress” yang lebih dari sebelumnya.

The impact of pollution; Pollution of water is inherently connected with human activities. In addition to serving the basic requirement of biotic life and industrial processes, water also acts as a sink and transport mechanism for domestic, agricultural and industrial waste causing pollution. Deteriorating water quality caused by pollution influences water usability downstream, threatens human health and the functioning of aquatic ecosystems so reducing effective availability and increasing competition for water of adequate quality.

Water governance crisis; The above problems are aggravated by shortcomings in the management of water. Sectoral approaches to water resources management have dominated and are still prevailing; this leads to the fragmented and uncoordinated development and management of the resource. Moreover, water management is usually left to top-down institutions, the legitimacy and effectiveness of which have increasingly been questioned. Thus, the overall problem is caused both by inefficient governance and increased competition for the finite resource.

2 kondisi kebersihan sungai .

Semua info yang diperoleh (ATLAS RCMU, 6 Cis, dokumen-dokumen Citarum Roadmap) menyatakan bahwa kondisi sungai Citarum saat ini (sangatlah) tidak bersih, bahkan di beberapa situs internet, Sungai Citarum telah disebut sebagai “the dirtiest river in the world” (sungai terkotor di dunia).

Volume sampah yang dibuang ke sungai sudah terlampau banyak dan banyak diantaranya non- degradable.

lampiran 1 - 1 lampiran 1 - 1

Selain akibat sampah, fenomena air sungai Citarum kotor terlihat pada saat “air besar” , air sungai menjadi berwarna coklat akibat banyaknya lapisan tanah yang ter-gerus/ter-erosi oleh aliran air.

Mengacu pada beberapa info yang diperoleh, sungai Citarum juga menjadi kotor (menjadi tidak jernih lagi) akibat limbah industri dan kotoran sapi (yang jumlahnya terlampau banyak) yang dibuang ke badan air (sungai).

Berbagai Isu pengotoran sungai Citarum yang disajikan oleh konsultan RCMU dalam ATLAS (referensi no. 1) menyiratkan hal-hal sbb. :

• tidak tersedianya sistem pengolahan limbah dan sampah domestik yang memadai menjadikan sungai Citarum sebagai tempat pembuangan limbah dan sampah, • banyaknya sampah yang dibuang langsung ke sungai dan timbunan sampah yang tidak terangkut ke pembuangan akhir mengindikasikan sudah sangat mendesaknya untuk segera dilakukan upaya peningkatan pengelolaan persampahan di Wilayah Sungai Citarum,

• kontributor utama pengotoran sungai Citarum hulu (bagian wilayah sungai di sebelah hulu waduk Saguling) adalah penduduk di kota Bandung, kota Cimahi, kabupaten Bandung, dan kabupaten Bandung Barat – kapasitas pengelolaan sampah di ke 4 kota/kabupaten ini amatlah jauh dari memadai,

• perkiraan sampah tidak tertangani di beberapa lokasi padat penduduk , kota Bandung 46 %, kabupaten Bandung + =2500 m3/hari , kota Cimahi + =1181 m3/hari , kabupaten Karawang 120 m3/hari, kota Bekasi 2991 m3/hari, kabupaten Subang 55 % belum dapat dilayani (ATLAS). Kondisi sampah tidak tertangani ini yang disebutkan ini sangat terkait erat dengan kondisi “kotor-nya sampah” di sungai Citarum

3 Kondisi Sungai Cikapundung.

Informasi lebih lengkap diungkapkan dalam : • Sejuta Asa untuk Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum 2012, www.citarum.org • Lebih dekat dengan sungai Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum , www.citarum.org

lampiran 1 - 2 lampiran 1 - 2

sungai Cikapundung – Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

sungai Cikapundung – Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

lampiran 1 - 3 lampiran 1 - 3

sungai Cikapundung – Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

dilema kotoran sapi [2]

lampiran 1 - 4 lampiran 1 - 4

sungai Cikapundung – Bandung [2]

4 Isu terkait kesehatan sungai dan kesehatan sungai

Info-info yang diperoleh banyak menyiratkan hal-hal yang tidak-menyehatkan yang berlangsung di sungai Citarum, seperti misalnya :

• di beberapa lokasi, air sungai citarum telah meyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit, • ada beberapa species ikan yang dulu ada di sungai Citarum kini telah lenyap (punah), • walaupun usaha perikanan di tiga waduk di sungai Citarum telah menghasilkan produk ikan air tawar

yang signifikan, fenomena kematian ikan masal di waduk akibat teracuninya ikan oleh bahan-bahan beracun (toxic materials) telah beberapa kali terjadi,

• air sungai citarum juga telah terkontaminasi logam berat (kontaminan yang membahayakan kesehatan), ikan-ikan yang dibesarkan di air sungai Citarum ( di 3 waduk – budi daya jaring apung) , teoritis ( sejauh ini belum ditemukan laporan penelitian mengenai ini) akan tercemari logam berat yang membahayakan kesehatan tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan-ikan yang terkontaminasi tersebut.

• kandungan E-coli dalam air sungai telah jauh melewati ambang batas baku mutu yang ditetapkan ...... dll. • .... ini menyebabkan tingginya angka penyakit yang diakibatkan oleh buruknya kualitas air di kalangan penduduk, terutama perempuan dan anak-anak, akibat mengkonsumsi air yang tidak layak pakai dan menggunakan sanitasi yang minim dan tidak memadai.

Proyek 6 Ci , sehubungan dengan yang di-katagorikan-nya sebagai “kesehatan sungai Citarum”, dalam salah satu laporannya, Initial State of the Basin Report for the Citarum River menulis hal-hal yang terjemahannya kurang lebih seperti berikut dibawah ini [3]:

• Erosi yang parah terjadi di 31,6 % wilayah sungai Citarum ( ≥ 180 ton /ha.tahun ), kemudian 26.437

ha merupakan lahan sangat kritis, 115.988 ha lahan kritis, 273.880 ha agak kritis dan 468.255 ha potensial kritis, • semakin meluasnya “gangguan” akibat permukiman dan pemanfaatan lahan non-pertanian di bantaran banjir, • proteksi alur dan tepi sungai yang tidak/belum memadai, diantaranya “gangguan” sepanjang alur dan tepi sungai serta waduk, • praktek pertanian yang merusak lahan,

lampiran 1 - 5 lampiran 1 - 5

• erosi pantai dan muara, hanya tersisa sedikit hutan bakau, hampir seluruh areal yang dahulunya hutan bakau ( > 90 % ) , yang sifatnya melindungi tepi pantai , telah dikonversi menjadi kolam ikan air payau (tambak).

Limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, limbah perikanan, limbah peternakan dan sampah yang dibuang/terbuang ke sungai Citarum jumlahnya telah terlampau banyak jumlahnya sehingga :

• melampaui ambang batas kemampuan “self purifying capacity” Sungai Citarum. • air sungai yang semula jernih menjadi tidak jernih lagi, • yang semula mandi di sungai tidak berdampak apapun , kini menjadikan gatal-gatal dan terserang

penyakit kulit, • air sungai yang semula dapat langsung dipakai untuk kebutuhan air rumah tangga , kini tidak lagi demikian.

5 Isu pencemaran air sungai Citarum.

Terkait dengan pencemaran air sungai Citarum, ATLAS, Task B1-6: Initial State of the Basin Report for

the Citarum River, dan data BPLHD Jabar menyebutkan / menyiratkan hal-hal sbb. :

5.1 isu pencemaran oleh limbah kotoran sapi :

• Situ Cisanti, salah satu mata air di hulu sungai Citarum , setidaknya 82,4 ton kotoran sapi setiap harinya mencemari sungai Citarum, • peternakan sapi, tersebar di Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Arjasari dengan populasi jumlah ternak lebih dari 27.000 ekor sapi, berdasarkan data, setiap hari seekor sapi rata-rata menghasilkan

15 kg kotoran, sesuai data tersebut, jumlah kotoran sapi yang masuk ke hulu Citarum ditaksir sekitar 405 to per hari,

5.2 isu pencemaran oleh limbah industri :

• industri tekstil di daerah Majalaya Kabupaten Bandung , berkontribusi besar terhadap pencemaran berat yang terjadi di sungai Citarum, dari 600 industri tekstil yang ada hanya 10 % saja yang mengoperasikan IPAL standar, diperkirakan 280 ton limbah industri tekstil di buang ke sungai setiap harinya,

• pabrik tekstil dan industri garmen, disamping sebagai sumber pencemaran organik, yang lebih parah lagi , juga sebagai sumber pencemaran logam berat , pestisida , detergen dan zat pewarna, • tahun 2004, di daerah cekungan Bandung yang dilewati oleh sungai Citarum terdapat 400 industri besar yang membuang limbahnya ke sungai tanpa IPAL yang memadai, meskipun jumlah limbah industri yang dibuang secara kuantitas lebih sedikit dibandingkan dengan limbah rumah tangga, limbah industri mengandung bahan beracun berbahaya (B3),

• hasil penelitian, akibat pencemaran, ikan-ikan yang dihasilkan di waduk Cirata terkontaminasi oleh logam berat, • zona industri Kabupaten Purwakarta seluas 3000 ha, masih membuang limbah cair ke sungai Citarum membuat sungai Citarum semakin tercemar,

lampiran 1 - 6 lampiran 1 - 6

• limbah padat dan cair dari rumah tangga dan kegiatan industri dari Kawasan industri yang berkembang pesat di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi ikut berkontribusi menambah air sungai Citarum semakin tercemar,

5.3 isu pencemaran oleh limbah pertanian/perikanan :

• air hujan yang mengalir dari lahan pertanian di kawasan hulu sungai Citarum, membawa sisa-sisa (kelebihan) pupuk (nitrogen dan fosfor) yang tidak terserap oleh tanaman dan tertampung di Waduk Saguling. Tercatat sebanyak 33.350 ton nitrogen dan 4.370 ton fosfor masuk ke waduk,

• pemberian pakan berlebih pada budidaya keramba ikan juga telah menyebabkan pencemaran air di waduk saguling, Cirata dan jatiluhur, sekitar 10 ton pakan ikan yang ditebar setiap harinya tidak semuanya terkonsumsi oleh ikan, sisa pakan tersebut mengendap di dasar waduk dan berubah menjadi zat sulfur yang berbahaya bagi ikan, ketika arus bawah air naik dan membawa kotoran ke permukaan akn berakibat pada matinya ikan,

• Waduk Cirata, 1990, endapan pakan ikan yang tidak terkonsumsi telah 3 meter tebalnya, jumlah keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya maximum 1 % dari luas permukaan waduk Cirata (+ 12.000 petak jaring apung), namun kenyataannya, saat ini terdapat hingga 50.000 petak jaring apung, banyaknya perkakas jaring apung yang tak terpakai seperti styrofoam, drum baja, dan bambu juga berkontribusi menyebabkan permasalahan limbah padat di waduk Cirata,

• budidaya ikan yang tidak terkontrol menambah beban pencemaran air di waduk Jatiluhur, jumlah keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000 unit dari 5.000 unit yang diijinkan, kadar COD berkisar antara 6,9 – 172 mg/l (ambang baas COD 10 mg/l),

5.4 isu pencemaran oleh limbah domestik :

• tahun 2004, cekungan Bandung sudah dihuni oleh sekitar 7.000.000 jiwa yang sebagian besar membuang limbah cairnya ke sungai, • masih banyak penduduk yang membuang hajat di Sungai Citarum, • perilaku buang air besar langsung ke Kanal Tarum Barat menyebabkan kualitas air sangat rendah

dan tercemar oleh limbah rumah tangga,

5.5 pemantauan dan analisis kualitas air :

• pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh BPLHD provinsi Jawa Barat, tahun 2009, 2010 dan 2011, di beberapa lokasi di alur sungai Citarum, dari hulu sampai ke hilir, menghasilkan kesimpulan bahwa : status kualitas air ,di semua titik lokasi pengamatan, di semua tahun pengamatan, seluruhnya ber-katagori “cemar berat”,

• air di waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur telah tercemari logam berat, • sungai Citarum telah tercemar berat oleh limbah kegiatan manusia (limbah domestik dan limbah

industri), sekitar 14 juta jiwa bermukim di wilayah sungai ini, juga 2000 pabrik dimana 500 diantaranya berlokasi di bagian hulu sungai Citarum sekitar Bandung,

• kaji ulang kondisi pencemaran lingkungan (Djuangsih 1993) menengaskan tingkat pencemaran yang telah terjadi di wilayah sungai Citarum sbb. : o organoclorines dan senyawa-senyawa yang telah dilarang/ditarik dari peredaran seperti DDT, lindane , dieldrin dan endrin ditemukan dalam air dan ikan, pengujian kualitas air tahun 1990 menemukan kandungan DDT = 14.4 μg/l DDT ( 7 kali lipat kandungan maksimum yang diizinkan (PP 82/2001, ambang batas maksimum kandungan DDT =2 µg/l),

lampiran 1 - 7 lampiran 1 - 7

o beban pencemaran harian detergent dan phenol di sungai Citarum pada tahun 1987 masing- masing 2,19 ton/hari dan 21 kg/hari,

o jenis industri utama yang terindentifikasi di wilayah sungai Citarum : tekstil, penyamakan, makanan dan electroplating, industri-industri jenis ini potensial menghasilkan bahan pencemar

Cd, Cu, Pb, Ni, Zn, Cr, Fe, Mn, dan Hg (air raksa), dalam studi saat itu, pada sample sedimen, air dan ikan yang di analisis terindikasi kandungan “air raksa” dengan konsentrasi berkisar antara 1,1 – 7,4 μg/l (ambang batas maximum kandungan air raksa = 1.0 μg/l – baku mutu kualitas air kelas 1 PP 82/2001),