Tafsir Al- Qur’an (An-Nisa 4:59) : Pilar Pemerintahan Islam

Tafsir Al- Qur’an (An-Nisa 4:59) : Pilar Pemerintahan Islam

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di

antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.”

Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ al- ladzîna âmanû athî‘û Allâh wa athî’û ar-Rasûl wa ulî al-amri minkum . Khithâb ayat ini ditujukan kepada seluruh kaum Mukmin. Pertama : perintah untuk menaati Allah Swt., yakni menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 2 Kata ath- thâ’ah berarti al-inqiyâd (ketundukan). 3 Maksud menaati Allah Swt di sini adalah mengikuti al-Quran.

Kedua: perintah menaati Rasulullah saw. Rasulullah saw. diutus dengan membawa risalah dari Allah Swt. yang wajib di taati. Karena itu, menaati Rasulullah saw. sama dengan menaati Zat Yang mengutusnya, Allah Swt. (lihat QS an- Nisa’ [4]: 64, 80). Kendati menaati Rasulullah saw. paralel dengan menaati Allah Swt., dalam ayat ini kedua-duanya disebutkan. Hal itu menunjukkan perbedaan obyek yang ditunjuk. Menaati Allah Swt. menunjuk pada Kitabullah; menaati Rasulullah saw. menunjuk pada as-Sunnah. Keduanya —meskipun sama-sama wahyu dari Allah Swt. yang wajib ditaati —berbeda. Al-Quran lafalnya dari Allah Swt.; as-Sunnah lafalnya dari Rasulullah saw. sendiri.

Ketiga: perintah menaati ulil amri. Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna istilah tersebut. Oleh sebagian mufassir, ulil amri dimaknai sebagai ulamâ’. Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, al- Hasan, Atha’ dan Mujahid termasuk yang berpendapat demikian. Mereka menyatakan, ulil amri adalah ahli fikih dan ilmu.

Pendapat lain menyatakan, ulil amri adalah umarâ’ atau khulafâ’. Menurut Ibnu ’Athiyah dan al-Qurthubi, ini merupakan pendapat jumhur ulama.5 Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, Abu Hurairah, as-Sudi, dan Ibnu Zaid;6 juga ath- Thabari, al-Qurthubi, az-Zamakhsyari, al-Alusi, asy-Syaukani, al-Baidhawi, dan al-Ajili.7 Said

Hawa juga menyatakan, ulil amri adalah khalifah; yang kepemimpinannya terpancar dari syura kaum Muslim; urgensinya untuk menegakkan al-Kitab dan as-Sunnah. Kaum Muslim wajib menaatinya beserta para amilnya dalam hal yang makruf.8

Tampaknya pendapat jumhur lebih dapat diterima. Dari segi sabab nuzulnya, ayat ini turun berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti, topik yang menjadi obyek pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah kepemimpinan. Telah maklum, pemimpin tertinggi kaum Muslim adalah khalifah. Dialah Amirul Mukminin yang memiliki kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya, termasuk panglima perang dan komandan pasukan.

Alasan lainnya, banyak hadis Nabi saw. yang mewajibkan kaum Muslim menaati khalifah atau pemimpin. Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.: “Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) yang Muslim adalah wajib, baik dalam perkara yang disenangi atau dibenci, se lama tidak diperintahkan untuk maksiat.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad dari Ibnu Umar ra).

Keterkaitan antara ketiganya (Allah Swt., Rasulullah saw, dan umara) juga disebutkan dalam hadis Nabi saw. berikut: “Siapa saja yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Siapa saja yang bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa saja yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Siapa saja yang bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku.” (HR Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah).

Nash-nash di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim diwajibkan untuk menaati pemimpinnya. Hanya saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di atas, perkara yang diperintahkan oleh pemimpin itu tidak boleh melanggar syariah. Jika melanggar syariah maka tidak boleh ditaati. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Ahmad dari Ali ra).

Menurut as- Sa‘di, bisa jadi inilah rahasia dihilangkannya frasa athî’û pada perintah untuk menaati ulil amri dan disebutkannya kata tersebut pada perintah untuk menaati Rasul. Artinya, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kecuali ketaatan kepada Allah. Karena itu, siapa saja yang menaati Beliau berarti sama dengan menaati Allah Swt. Adapun kepada ulil amri, perintah taat itu disyaratkan tidak dalam perkara maksiat.

Wajibnya menaati ulil amri ini juga menunjukkan hukum tentang kewajiban mewujudkannya. Sebab, tidak mungkin Allah Swt. mewajibkan kaum Muslim untuk menaati seseorang yang tidak ada wujudnya.

Kata minkum memberikan batasan bahwa ulil amri itu harus min al-Muslimîn (dari kalangan Muslim). Jika bukan Muslim maka tidak ada hak wilayah baginya atas Muslim dan Kata minkum memberikan batasan bahwa ulil amri itu harus min al-Muslimîn (dari kalangan Muslim). Jika bukan Muslim maka tidak ada hak wilayah baginya atas Muslim dan

Selanjutnya Allah Swt. berfirman: fa in tanâza‘tum fî syay’[in] faruddûhu ilâ Allâh wa ar- Rasûl. Kata tanâzu‘ berarti mencabut hujjah lawannya dan menyikirkannya.13 Kata ini untuk menggambarkan adanya perselisihan dan perdebatan yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kata syay’[in] (sesuatu) meliputi semua urusan, baik urusan ad-dîn maupun dunia. Namun, ketika dilanjutkan, faruddûhu ila Allâh wa ar-Rasûl, maka kalimat itu menjelaskan bahwa sesuatu yang diperselisihkan itu adalah urusan ad-dîn.

Kata tanâza’tum berarti kalian berselisih, baik yang terjadi di antara kalian atau antara kalian dengan umara kalian.15 Jika hal itu terjadi, mereka diperintahkan mengembalikan perkara yang mereka perselisihkan itu kepada Allah dan Rasul, yakni pada al-Kitab dan as-Sunnah. Demikian penafsiran para mufassir, seperti Mujahid, Qatadah, Maimun bin Mahran, dan as- Sudi;16 juga an-Nasafi, Ibnu Katsir, al-Khazin, asy-Syaukani, Ibnu Juzyi al-Kalbi, al-Wahidi, al- Jazairi, as-Samarqandi, dan al- Sa’di.

Kemudian Allah Swt. berfirman: in kuntum tu’minûna bi Allâh wa al-yawmi al-âkhir. Mengomentari kalimat ini, as- Sa’di berkata, “Hal itu menunjukkan bahwa orang yang tidak mengembalikan masalah yang diperselisishkan kepada keduanya (al-Quran dan as-Sunnah) pada hakikatnya bukanlah seorang Mukmin, namun beriman kepada thâghût, sebagaimana

disampaikan dalam ayat selanjutnya.”

Hal senada juga dinyatakan oleh Ibnu Katsir.19 Ayat ini kemudian diakhiri dengan firman- Nya: Dzâlika khayru wa ahsanu ta’wîl[an]. Kata Dzâlika menunjuk pada tindakan mengembalikan perkara pada al-Kitab dan as-Sunnah.20 Qatadah menyatakan, maksud farasa ini adalah: ahsanu tsawâb[an] wa khayru âqibat[an] (sebaik- baik pahala dan seutama-utama akibat).21

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24