Karakterisasi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan Dingin

KARAKTERISASI GEL CINCAU HIJAU KEMASAN
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

RADEN DANI BRIANTOTO

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Gel
Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan Dingin adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Raden Dani Briantoto
NIM F24090131

ABSTRAK
RADEN DANI BRIANTOTO. Karakterisasi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama
Penyimpanan Dingin. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan DIAN
HERAWATI.
Gel cincau hijau tanpa perlakuan pemanasan memiliki masa simpan yang
sangat pendek, yaitu satu hari jika disimpan dalam suhu ruang. Pada penelitian
sebelumnya telah berhasil dibuat gel cincau hijau dengan penambahan hidrokoloid
untuk mempertahankan karakteristik fisiknya setelah dipanaskan. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari karakteristik gel cincau hijau dengan perlakuan
pasteurisasi (CHP) dan pengukusan (CHK) pada penyimpanan suhu dingin (510oC) selama 15 hari. Produk dianalisis setiap tiga hari dari aspek fisik (kekuatan
gel, warna, laju sineresis, dan nilai pH), aspek mikrobiologi (TPC), dan aspek
fungsional (total klorofil, komponen fenolik, kapasitas antioksidan, dan serat
pangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum CHP dan CHK
memiliki perubahan dengan pola yang hampir sama, yaitu mengalami peningkatan
sineresis, serat pangan, dan total mikroba, sedangkan intensitas warna hijau, nilai
pH, total klorofil, total fenol, dan kapasitas antioksidan mengalami penurunan
selama penyimpanan selama 15 hari. Pada akhir penyimpanan, CHP mengalami

sineresis (6,66%) yang lebih besar daripada CHK (4,90%). Nilai pH keduanya
relatif stabil selama penyimpanan. CHK memiliki warna yang lebih hijau (nilai a*
lebih negatif) daripada CHP, terutama pada awal penyimpanan. Pada akhir
penyimpanan, seluruh aspek fungsional CHP dan CHK mengalami sedikit
penurunan dibandingkan pada awal penyimpanan. CHK memenuhi SNI
7388:2009 tanpa penyimpanan, sedangkan CHP memenuhi SNI hingga
penyimpanan hari ke-12.
Kata kunci: gel cincau hijau, penyimpanan dingin, pengukusan, pasteurisasi

ABSTRACT
RADEN DANI BRIANTOTO. Characterization of Packaged Green Grass Jelly
during Cool Storage. Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI and DIAN
HERAWATI.
Green grass jelly without heat treatment has a very short shelf life, which
is one day if stored at ambient temperature. In the previous research, green grass
jelly with addition of hydrocolloid had been made to maintain its physical
characteristic after heat treatment. The objective of this research is to study the
characteristic of pasteurized (CHP) and steamed (CHK) green grass jelly at cool
storage (5-10oC) for 15 days. The product had been analyzed for its physical (gel
strength, colour, syneresis rate, and pH value), microbiological (TPC), and

functional properties (total chlorophyll, phenolic compound, antioxidant capacity,
dietary fiber) every three days. The result showed that CHP and CHK commonly
have similar pattern of changes, which had increased in syneresis rate, dietary
fiber, and total microbes, whereas green colour intensity, pH value, total
chlorophyll, total phenolic compound, and antioxidant capacity decreased after
stored within 15 days. In the end of storage period, syneresis rate of CHP (6,66%)
was higher than CHK (4,90%). pH value were relatively stable during storage for
both products. CHK had higher green colour intensity (a* value more negative)
than CHP, which prominently showed at the beginning of storage. All functional
properties of CHP and CHK slightly decreased during storage. CHK complied
SNI 7388:2009 without storage, while CHP complied SNI until 12 days of
storage.
Keywords: green grass jelly, cool storage, steaming, pasteurization

KARAKTERISASI GEL CINCAU HIJAU KEMASAN
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

RADEN DANI BRIANTOTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakterisasi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan
Dingin
Nama
: Raden Dani Briantoto
NIM
: F24090131

Disetujui oleh


Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi
NIP. 19680723 199203 2 001

Dian Herawati, STP, MSi
NIP. 19750111 200701 2 001

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc
NIP. 19680526 199303 1 004

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Karakterisasi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan
Dingin
_ ama
: Raden Dani Briantoto
NIM
: F24090 13 1


Disetujui oleh

セュオイエゥG

MSi
Dr Ir Endang
NIP. 19680723 199203 2 001

Tanggal Lulus:

2 4. FEB 2014

Dian Herawati, STP, MSi
NIP. 19750111 200701 2001

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil diselesaikan pada waktu yang tepat.
Penelitian dilakukan di Laboratorium ITP IPB. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah pangan

tradisional yang memiliki sifat fungsional yang baik untuk kesehatan, dengan
judul Karakterisasi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan Dingin.
Penelitian ini adalah penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak,
mama, dan adik yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi dan Ibu Dian
Herawati, STP, Msi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran,
pengarahan, dan bimbingan selama kuliah, penelitian, hingga tersusunnya skripsi
ini. Terima kasih kepada Ibu Antung Sima Firlieyanti, STP, M.Sc atas saran dan
kesediaan waktu sebagai dosen penguji. Terima kasih untuk DIKTI selaku
pemberi dana melalui skema Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 20122013. Terima kasih kepada rekan selama penelitian Rizki W., Agustin T. H., dan
M. Putra A. yang telah bekerjasama dengan sangat baik. Terima kasih kepada Kak
Gita, Kak Andika, dan Kak Bangun untuk saran dan masukannya. Terima kasih
untuk laboran dan teknisi Bapak Rojak, Bapak Gatot, Ibu Antin, Mbak Nurul,
Mbak Vera, dan Mbak Ari yang membantu dalam kegiatan analisis. Terima kasih
untuk Pak Parman yang selalu bersedia meluangkan waktunya mencari bahan
baku daun cincau hijau. Terima kasih teman-teman ITP 46 yang saya sayangi dan
saya banggakan Farah, Afi, Sarida, Icha, Pricilia, Lina, Cicely, Ayash, Mila,
Grace, Trina, Cici, Jaim, Olga, Iqbal, Ajie, Seno, Anan, Ardi, Yanda, Charles, dan
rekan-rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih

kepada staf UPT ITP Mbak Anie, Mbak Darsih, Bu Novie, serta Ibu dan Bapak
UPT lainnya untuk informasi dan pelayanan yang ramah.
Penulis mengharapkan segala masukan dan kritik yang membangun karena
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan terutama untuk perkembangan teknologi
pangan. Terima kasih.
Bogor, Februari 2014
Raden Dani Briantoto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Alat dan Bahan

3

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Gel Cincau Hijau Selama Penyimpanan Suhu Dingin
Analisis Korelasi Karakteristik Gel Cincau Hijau

SIMPULAN DAN SARAN

7
7
20
25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN


29

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1
2
3

Hasil analisis mikrobiologi gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Tingkat korelasi perubahan gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin

20
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Diagram alir penelitian
Bentuk umum kurva standar dari Stevens LFRA Texture Analyser
Perubahan persentase sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Perubahan kecepatan sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Perubahan nilai pH gel cincau hijau (tanpa air sineresis) selama
penyimpanan dingin
Perubahan nilai L* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan nilai a* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan nilai b* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan warna gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan kekuatan pecah gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Perubahan titik pecah gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan rigiditas gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan total klorofil gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan total fenol gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Perubahan kapasitas antioksidan gel cincau hijau selama
penyimpanan dingin
Kadar serat gel cincau hijau kukus selama penyimpanan dingin
Kadar serat gel cincau hijau pasteurisasi selama penyimpanan dingin

2
4
8
9
10
11
11
12
12
13
14
14
15
16
17
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Standar Nasional Indonesia 7388:2009 tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dalam Pangan
Persentase dan kecepatan sineresis gel cincau hijau selama
penyimpanan dingin
Nilai pH gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Nilai L*a*b* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Tekstur gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Total klorofil gel cincau selama penyimpanan dingin
Kurva standar asam galat
Total fenol gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Kurva standar asam askorbat

29
30
31
32
33
34
35
36
37

10
11
12
13
14
15

Kapasitas antioksidan gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Kadar air gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Mikrobiologi gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Uji statistik t-test kadar serat gel cincau hijau kukus selama
penyimpanan dingin
Uji statistik t-test kadar serat gel cincau hijau pasteurisasi selama
penyimpanan dingin
Analisis korelasi gel cincau hijau selama penyimpanan dingin

38
39
40
41
43
45

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cincau hijau adalah makanan tradisional yang secara tradisional banyak
digunakan sebagai obat penurun panas, obat radang lambung, rasa mual, dan
penurun tekanan darah tinggi (Sunanto 1995). Hasil ekstraksi daun cincau yang
berwarna hijau menunjukkan tingginya kandungan klorofil. Selain itu, daun
cincau hijau mengandung senyawa fenolik yang bersifat sebagai antioksidan dan
antikanker (Zakaria et al. 2001). Cincau hijau dapat membentuk gel yang bersifat
irreversibel walaupun hanya diekstrak dengan menggunakan air dingin. Gel yang
terbentuk mudah sekali mengalami sineresis, yaitu peristiwa keluarnya air dari gel
cincau hijau (Sunanto 1995).
Pemanfaatan gel cincau hijau masih terbatas karena produk tersebut relatif
tidak dapat bertahan lama. Hal ini karena beberapa kendala utama dalam proses
pembuatan gel cincau hijau antara lain persiapan dan proses pembuatannya yang
masih tergolong tradisional tanpa adanya proses pemanasan, kemungkinan
penggunaan air yang tidak memenuhi syarat mutu, dan sanitasi yang tidak
terjamin. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tingginya cemaran biologis
sehingga umur simpan gel cincau hijau menjadi sangat singkat. Hasil analisis
mikrobiologi terhadap 14 sampel cincau hijau memperlihatkan bahwa sampel gel
cincau hijau mengandung total mikroba sebesar 1,6 x 104 sampai dengan 2,0 x 106
CFU/g (Pramitasari 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan proses termal untuk
mengurangi tingkat cemaran mikroba pada produk. Namun, proses termal dapat
mengakibatkan tingginya laju sineresis dan mempengaruhi degradasi warna
produk.
Penambahan hidrokoloid pada produk gel cincau hijau dapat memperbaiki
tekstur produk walaupun mengalami perlakuan pemanasan pada proses
pembuatannya. Hidrokoloid yang digunakan adalah karagenan sebanyak 2,00 %.
Produk yang telah diberi tambahan karagenan ini tidak berbeda nyata dengan
produk cincau komersial secara tekstur, warna, dan sensori. Penambahan NaHCO3
sebanyak 0,125% pada ekstrak cincau dapat mempertahankan warna hijau produk,
memiliki laju sineresis yang rendah, dan dapat mempertahankan pH pada kisaran
nilai pH normal (Prakoso 2013).
Perlakuan pasteurisasi pada suhu 95oC selama 22 menit terhadap gel cincau
hijau yang diberi penambahan hidrokoloid memiliki tingkat sineresis yang tidak
berbeda signifikan dengan cincau tanpa pelakuan pasteurisasi. Selain itu,
pasteurisasi ini dapat mempertahankan karakter fisik dan fungsional serta dapat
menurunkan log mikroba target sebanyak 5,22 log CFU/g gel cincau hijau
(Ginanjar 2013). Perlakuan pengukusan gel cincau hijau pada suhu 100 oC selama
5 menit dapat menurunkan log mikroba target sebanyak 1,76 log CFU/g gel
cincau hijau (Prakoso 2013).
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah
stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu (Glicksman 1982).
Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama
penyimpanan (Pebrianata 2005). Oleh karena itu, perubahan selama penyimpanan

2
dingin produk gel cincau yang telah diberi tambahan hidrokoloid berupa
karagenan perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui perubahan mutu fisik, mikrobiologis,
dan fungsional produk gel cincau hijau yang telah mengalami perlakuan
pasteurisasi dan pengukusan selama penyimpanan suhu dingin (5-10oC).

METODOLOGI PENELITIAN
Tahap pertama penelitian adalah pembuatan gel cincau hijau menggunakan
bahan baku daun cincau segar dengan penambahan NaHCO3 dan karagenan
dengan perlakuan pengukusan sesuai dengan formulasi dari Prakoso (2013).
Selanjutnya, dilakukan pengamatan setiap tiga hari selama 15 hari terhadap
karakter produk selama penyimpanan dengan analisis terhadap sifat fisik,
mikrobiologis, dan sifat fungsionalnya sesuai dengan interval pengamatan yang
telah ditentukan.
Pembuatan gel cincau hijau dengan penambahan
karagenan dan NaHCO3 dalam kemasan cup plastik

Pengukusan

Pasteurisasi

Penyimpanan suhu dingin (5-10oC)

Analisis setiap tiga hari terhadap sifat fisik (sineresis, warna, pH,
tekstur), mikrobiologis (TPC), dan fungsional (klorofil, fenol,
antioksidan, serat)

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gel cincau hijau dibuat dari bahan baku daun tanaman cincau segar dengan
usia 1-3 hari setelah dipanen. Daun yang tidak langsung diproses harus disimpan
pada suhu refrigerator, yaitu 5-10oC, untuk mengurangi laju kerusakan daun yang
berdampak pada warna produk yang dihasilkan.
Daun cincau dipilih dan dipisahkan dari tangkainya kemudian dicuci bersih
dengan air mengalir. Daun diblansir selama 2-3 menit pada suhu 70-80oC.
Perbandingan antara daun dan air (AMDK) yang digunakan adalah 1:15 sesuai
dengan konsentrasi terbaik yang dilaporkan oleh Wyanto (2000). Ekstrak cincau
hijau dibuat berdasarkan cara yang dilakukan Prakoso (2013). Sebanyak 100 gram

3
daun cincau yang telah bersih diremas-remas secara perlahan di dalam 1500 ml
AMDK. Hasil ekstraksi disaring dengan dua lapis kain saring sambil diperas.
Larutan karagenan dan NaHCO3 disiapkan terpisah. Sebanyak 2,00 gram
karagenan dilarutkan sedikit demi sedikit untuk setiap 100 ml ekstrak cincau hijau.
Setelah karagenan larut, ditambahkan 0,125 gram NaHCO3 untuk setiap 100 ml
ekstrak cincau hijau dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya, campuran ekstrak
cincau hijau, karagenan, dan NaHCO3 dimasukkan ke dalam cup poliester dan
dilakukan proses sealing dengan plastik PE (polietilen) polos dengan tebal 0,02
mm sebelum membentuk gel. Proses gelling dilakukan dengan mendiamkan
ekstrak cincau hijau selama 2,5 jam pada suhu ruang. Setelah struktur gel
terbentuk, produk dikukus dengan uap panas pada suhu 100oC selama 5 menit
untuk cincau kukus atau dipasteurisasi pada suhu 95oC selama 22 menit untuk
cincau pasteurisasi. Produk didinginkan pada suhu ruang dan disimpan dalam
refrigerator pada suhu 5-10oC.
Analisis dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk
yang disimpan pada suhu refrigerator (5-10oC) setiap tiga hari sekali. Parameter
yang diamati selama penyimpanan adalah fisik (sineresis, warna, tekstur, pH),
mikrobiologi (total mikroba, total kapang dan kamir), dan fungsional (total
klorofil, total fenol, kapasitas antioksidan, serat).
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refrigerator, sentrifusa, pH
meter, Stevens LFRA Texture Analyser, Chromameter Minolta CR 300, neraca
analitik, kain saring, cup plastik, tabung reaksi, labu takar, labu erlenmeyer, pipet
volumetrik, mikropipet, dan cawan petri
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan gel cincau hijau adalah
daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr., Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK), NaHCO3, dan karagenan. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
adalah buffer fosfat dengan pH 7,00, reagen Folin-Ciocalteau, sodium karbonat
5%, asam galat, asam askorbat, metanol 99,9%, reagen DPPH, dan aseton 99,8%.
Metode Penelitian
Sineresis
Sineresis gel diamati menurut standar AOAC (1995) dengan menyimpan gel
yang terbentuk pada suhu refrigerator. Sineresis gel dihitung dengan mengukur air
yang keluar dari gel (kehilangan berat) selama penyimpanan dan kemudian
dibandingkan dengan berat gel awal. Air yang keluar dari gel dipisahkan dengan
menggunakan kertas saring.
Sineresis Gel =
Keterangan : A = Berat sampel sebelum penyimpanan (gram)
B = Berat sampel setelah penyimpanan (gram)

4
Warna
Perubahan warna produk diamati dengan alat Minolta CR 300 Chromameter
yang bekerja berdasarkan prinsip pengukuran warna yang dipantulkan dari
permukaan sampel. Lampu getar di dalam alat akan memancarkan sinar xenon
dan menghasilkan penyebaran serta penerangan cahaya yang merata pada
permukaan sampel. Hasil pengukuran chromameter dikonversikan ke dalam
sistem Hunter dengan lambang L*, a*, dan b*. Nilai L* menyatakan parameter
kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* menyatakan
warna kromatik campuran merah dan hijau, dengan nilai +a* (positif) dari 0
sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk
warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning,
dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b*
(negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna kuning.
Nilai pH
Alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4,00 dan
7,00. Sebelum pengukuran, produk gel cincau hijau dihomogenkan dengan cara
memotong-motong dan digerus hingga halus. Sampel yang telah homogen diukur
pH dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
Tekstur
Tekstur gel diukur dengan menggunakan alat Stevens LFRA Texture
Analyser dengan kondisi pengukuran sebagai berikut: jarak antara probe dengan
gel sebesar 60 mm, kecepatan probe 1 mm/detik, kecepatan kertas 1 mm/detik,
diameter probe sebesar 0,5 inchi, sensitivitas 100 mV, dan tegangan 60%.
Parameter yang diamati pada pengukuran ini adalah kekuatan pecah gel,
titik pecah gel, dan rigiditas gel dengan menggunakan rumus Angalet (1986) serta
Fry dan Hudson (1983) yang telah dimodifikasi sebagai berikut:
Kekuatan pecah (g/cm2)
=
=
Titik pecah (cm)
Rigiditas (g/cm)

= penetrasi pecah
=

= AC
=

Gambar 2 Bentuk umum kurva standar dari Stevens LFRA Texture Analyser
(Setyaningtyas 2000)

5
Total Plate Count
Sampel ditimbang 10 gram dalam plastik steril dan ditambahkan pengencer
sebanyak 90 ml. Setelah homogen, larutan sampel diencerkan hingga tingkat
pengenceran 10-3. Dari masing-masing tingkat pengenceran diambil 1 ml dan
dimasukkan ke dalam cawan petri steril (duplo), lalu ditambahkan media Plate
Count Agar (PCA) sebanyak 12-15 ml. Setelah agar memadat, cawan diinkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 37C selama 48 ± 2 jam. Setelah inkubasi,
jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung dan dilaporkan berdasarkan
metode Bacteriological Analytical Manual (BAM 2001). Cawan yang dipilih
adalah cawan yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250.
Total Kapang dan Kamir
Sampel tanpa air sineresis ditimbang 10 gram dalam plastik steril dan
ditambahkan pengencer sebanyak 90 ml. Setelah homogen, larutan sampel
diencerkan hingga tingkat pengenceran 10-3. Dari masing-masing tingkat
pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril (duplo),
lalu ditambahkan media Acidified Potato Dextrose Agar (APDA) sebanyak 12-15
ml. Setelah agar memadat, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu
30C selama 48 ± 2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada
cawan dihitung dan dilaporkan berdasarkan metode Bacteriological Analytical
Manual (BAM 2001). Cawan yang dipilih adalah cawan yang menunjukkan
jumlah koloni antara 15-150.
Total Klorofil
Analisis dilakukan menurut metode penelitian yang dilakukan oleh Nollet
(2000). Gel cincau hijau yang sudah dipisahkan dari air sineresis diekstrak
sebanyak ± 2,5 gram dengan aseton 99,8% dan ditepatkan 10 ml. Kemudian
divorteks dan dibiarkan selama satu malam dalam refrigerator. Selanjutnya
sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Pengukuran
filtrat dilakukan menggunakan spektrofotometer pada gel cincau hijau tanpa air
sineresis dengan panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Total klorofil, klorofil a,
dan klorofil b dihitung dengan persamaan berikut:
Total klorofil (mg/L) = 20,2 A645 nm + 8,02 A663 nm
Klorofil a (mg/L)
= 12,7 A663 nm – 2,69 A645 nm
Klorofil b (mg/L)
= 22,9 A645 nm – 4,68 A663 nm
Total Fenol
Analisis dilakukan dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Sakanaka
et al. (2005). Sebanyak ± 1,8 gram sampel gel cincau hijau yang sudah dipisahkan
dari air sineresis diekstrak dengan 10 ml larutan metanol 99,9%. Larutan sampel
dihomogenkan dan disentrifusa pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Filtrat
yang diperoleh diambil sebanyak 9 ml dan ditepatkan volumenya hingga 10 ml.
Larutan filtrat diambil 0,125 ml, ditambahkan 0,5 ml air deionisasi dan 0,125 ml
reagen Folin-Ciocalteu, kemudian dihomogenkan. Setelah didiamkan selama 6
menit, ditambahkan 1,25 ml larutan sodium karbonat 7% dan diencerkan dengan 3
ml air deionisasi. Sampel didiamkan selama 90 menit pada suhu ruang dan ruang
gelap. Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan spektrofotometer pada

6
panjang gelombang 760 nm. Konsentrasi total fenol dihitung berdasarkan kurva
standar asam galat dan dinyatakan sebagai mg GAE per g gel cincau hijau.
Kapasitas Antioksidan
Gel cincau hijau ± 1 gram yang sudah dipisahkan dari air sineresis diekstrak
dengan 7 ml larutan metanol. Sampel disentrifusa pada kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Supernatan kemudian diambil sebanyak 6 ml dan ditambahkan 2
ml larutan DPPH 0,25 mM. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang dan ruang
gelap selama 30 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm sesuai metode penelitian
Sharma dan Bhat (2009). Konsentrasi kapasitas antioksidan dihitung berdasarkan
kurva standar asam askorbat dan dinyatakan sebagai mg AEAC per g gel cincau
hijau.
Kadar Serat Pangan
Analisis dilakukan dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Asp et al.
(1983). Terdapat empat tahap dalam menentukan Soluble Dietary Fiber (SDF),
Insoluble Dietary Fiber (IDF), dan Total Dietary Fiber (TDF).
Persiapan sampel
Sampel diberi perlakuan freeze-dried, kemudian 1,0 gram sampel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml buffer sodium fosfat pH
6,00. Sebanyak 100 µL enzim termamyl ditambahkan ke dalam suspensi sampel
dan diinkubasi pada suhu 80oC selama 15 menit pada inkubator bergoyang.
Setelah dingin, pH diatur hingga 1,5 dangan menambahkan HCl 4 N. Selanjutnya
ditambahkan 1 ml enzim pepsin (0,1 g/ml) dan diinkubasi kembali pada suhu
37oC selama 120 menit dengan perlakuan pengadukan.
Pengaturan pH dilakukan kembali hingga 6,8 dengan menambahkan NaOH
4 N. Enzim pankreatin (0,1 g/ml) ditambahkan dan diinkubasi lagi pada suhu
37oC selama 120 menit dengan perlakuan pengadukan. Kemudian pH diatur
hingga 4,5 dengan HCl 4 N dan disaring vakum dengan kertas saring Whatman
No. 40 yang telah dikeringkan hingga diperoleh berat yang konstan (B).
Penyaringan disertai pembilasan dengan air destilata sebanyak 2 x 10 ml sehingga
diperoleh residu dan filtrat.
Penentuan serat pangan tidak larut (Insoluble Dietary Fiber)
Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10 ml aseton pro
analisis. Larutan residu dikeringkan pada suhu 105oC hingga mencapai berat
konstan selama 3 jam (C). Cawan porselin dipanaskan dengan oven pada suhu
105oC dan ditimbang setelah dingin (D). Kertas saring dan residu diabukan dalam
tanur pada suhu 500oC selama 5 jam, kemudian ditimbang setelah dingin (E).
Penentuan serat pangan larut (Soluble Dietary Fiber)
Filtrat ditambahkan 500 ml etanol 95% suhu 60 oC dan diendapkan selama
24 jam. Endapan disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan
diketahui beratnya (F), dicuci dengan 2 x10 ml etanol dan 2 x 10 ml aseton 78%,
kemudian dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam hingga berat konstan.
Dinginkan dalam desikator dan ditimbang (G). Cawan porselin dipanaskan

7
dengan oven pada suhu 105oC selama 1-3 jam, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (H). Selanjutnya kertas saring dan residu diabukan pada suhu 550°C
selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (I).
Penentuan total serat pangan (Total Dietary Fiber)
Total serat didapatkan dari hasil penjumlahan serat makanan tidak larut dan
serat makanan larut dalam bahan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
% Serat pangan tidak larut (IDF) dalam basis kering
[( - )-( - )]

IDF =
% Serat pangan larut (SDF) dalam basis kering
[( - )-( - )]

SDF =
% Total serat pangan = % IDF + % SDF
Keterangan :
A
= bobot sampel kering (g)
B,F
= bobot kertas saring kering (g)
C,G = bobot kertas saring dan residu setelah pengeringan (g)
D, H = bobot cawan porselin kering (g)
E, I
= bobot cawan porselin kering dan abu sampel (g)
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan secara umum disusun secara duplo dengan 2 kali
ulangan. Hasil tiap pengamatan dilihat perubahannya selama penyimpanan dingin.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Pearson untuk mengetahui korelasi antar
perubahan selama penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Gel Cincau Hijau Selama Penyimpanan Suhu Dingin
Sineresis
Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari gel cincau hijau (Sunanto 1995).
Sineresis yang terjadi pada gel cincau hijau relatif tinggi dan cepat. Umumnya air
di dalam gel hanya termobilisasi secara mekanis, sehingga masih menunjukan
sifat sebagai air bebas yang dapat dikeluarkan dari gel dengan cara pemanasan
(Whitney 1969 yang dikutip oleh Untoro 1985). Menurut Aurand dan Woods
(1973), sineresis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, tekanan mekanik, dan
konsentrasi fase terdispersi.
Pada Gambar 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa sineresis pada gel cincau
kukus maupun pasteurisasi memiliki pola yang hampir sama. Nilai rata-rata
persentase sineresis selama penyimpanan berada pada kisaran 0,00 - 4,90% untuk
cincau hijau kukus dan 0,00 - 6,66% untuk cincau hijau pasteurisasi. Sineresis
terus mengalami peningkatan hingga akhir penyimpanan (hari ke-15). Sineresis
meningkat seiring lamanya penyimpanan yang disebabkan pembentukan helix dan

8

Persentase sineresis (%)

pembentukan agregat yang terus terjadi sehingga ikatan gel mengkerut dan
membebaskan air bebas yang lebih banyak (Ginanjar 2013). Peningkatan terbesar
terjadi hingga penyimpanan hari ke-6. Nilai rata-rata kecepatan sineresis berada
pada kisaran 0,00 - 0,72% untuk cincau hijau kukus dan 0,00 - 1,19% untuk
cincau hijau pasteurisasi. Kecepatan sineresis mencapai puncaknya pada
penyimpanan hari ke-3 dan mengalami penurunan kecepatan pada hari berikutnya.
Kecepatan sineresis sempat meningkat pada penyimpanan hari ke-12, namun
menurun kembali pada hari berikutnya. Secara umum, sineresis pada gel cincau
hijau kukus dan pasteurisasi semakin meningkat dengan lamanya waktu
penyimpanan, namun kecepatannya semakin menurun. Hasil pengamatan terhadap
sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan dingin dapat dilihat selengkapnya
pada Lampiran 2.
Artha (2001) menyebutkan bahwa komponen utama pembentuk gel cincau
hijau merupakan polimer pektin bermetoksi rendah dengan asam D-galakturonat
g
g
β-(1,4)-glikosidik dan galaktosa sebagai rantai
sampingnya. Kelarutan karagenan dikaitkan dengan struktur molekulnya, terutama
derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester sulfat dan unit galaktopiranosa yang
berlawanan dengan unit 3,6 anhidro-D-galaktosa yang bersifat hidrofobik.
Lambda karagenan tidak mempunyai gugus 3,6 anhidro-D-galaktosa dan
mengandung ester-sulfat dalam jumlah tinggi sehingga dapat larut dalam air
dingin. Kappa dan iota karagenan memiliki gugus hidrofilik ester-sulfat dalam
jumlah yang lebih rendah dan mengandung anhidrogalaktosa yang bersifat
hidrofobik dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga tidak larut dalam air dingin
kecuali dalam bentuk garam natrium (Towle 1973). Karagenan mengalami
depolimerisasi secara perlahan selama penyimpanan (Pebrianata 2005). Semakin
lama produk cincau disimpan, maka kerusakan polimer pektin bermetoksi rendah
dan karagenan semakin tinggi sehingga air yang keluar dari produk semakin
banyak.
Hasil penelitian terkait sineresis gel agak berbeda dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya. Gel cincau yang diberi perlakuan pengukusan memiliki
tingkat sineresis sebesar 7,41% setelah penyimpanan selama 3 hari (Prakoso
2013), sedangkan gel cincau dengan perlakuan pasteurisasi memiliki tingkat
sineresis sebesar 2,84% setelah penyimpanan selama 3 hari (Ginanjar 2013).

8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00

kukus
pasteurisasi

0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 3 Perubahan persentase sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin

Kecepatan sineresis
(%/hari)

9

1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
-0,20 0
-0,40

kukus
pasteurisasi
3

6

9

12

15

Hari

Gambar 4 Perubahan kecepatan sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Nilai pH
Pengukuran nilai pH dilakukan pada gel cincau hijau tanpa air sineresis.
Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan pola perubahan
yang hampir sama pada gel cincau hijau kukus dan pasteurisasi. Nilai rata-rata pH
berada pada kisaran 6,59 – 7,34 untuk cincau hijau kukus dan 6,52 – 6,97 untuk
cincau hijau pasteurisasi. Data hasil pengukuran pH dapat dilihat selengkapnya
pada Lampiran 3.
Penurunan nilai pH terjadi sampai penyimpanan hari ke-9, kemudian naik
kembali sampai hari terakhir penyimpanan, baik pada gel cincau hijau kukus
maupun pasteurisasi. Asam organik dilepaskan dari dalam jaringan (daun) akibat
proses pemanasan (Gross 1991). Hal tersebut menyebabkan gel cincau hijau
mengalami penurunan nilai pH setelah diberi perlakuan panas. Penambahan
NaHCO3 dilakukan untuk mempertahankan pH produk selama pemanasan dan
penyimpanan sehingga tetap berada pada kisaran pH netral.
Perubahan nilai pH diduga ada kaitannya dengan sineresis. Sineresis yang
terjadi hingga penyimpanan hari ke-9 melepaskan sebagian air bebas yang
terdapat dalam gel cincau hijau. Hal ini diduga ikut melarutkan sebagian NaHCO3
yang bersifat basa. Selain itu, pembentukan asam-asam organik yang meningkat
selama penyimpanan mengakibatkan nilai pH yang terukur pada gel cincau hijau
menjadi lebih rendah. Setelah penyimpanan hari ke-9, nilai pH mengalami
peningkatan kembali. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya pembentukan
struktur double helix pada gel karagenan selama penyimpanan sehingga
melepaskan air bebas dari dalam gel cincau hijau. Proses pembentukan gel
karagenan diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan
acak (random coil). Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan akan
membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik-titik
pertemuan (junction point) dari rantai polimer (Glicksman 1982). Air bebas yang
dibebaskan dapat mengakibatkan asam-asam organik yang terbentuk selama
penyimpanan keluar dari dalam gel dan ikut terlarut dalam air sineresis.
Pada penelitian ini gel cincau dengan perlakuan pengukusan dan
pasteurisasi memiliki nilai pH awal masing-masing sebesar 7,34 dan 6,97. Hal ini
berbeda dengan data penelitian sebelumnya, yaitu gel cincau setelah diberi
perlakuan pengukusan memiliki nilai pH sebesar 6,79 (Prakoso 2013) dan gel

10
cincau setelah perlakuan pasteurisasi memiliki nilai pH sebesar 8,24 (Ginanjar
2013).
7,6
Nilai pH

7,4
7,2
7

kukus

6,8

pasteurisasi

6,6

6,4
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 5 Perubahan nilai pH gel cincau hijau (tanpa air sineresis) selama
penyimpanan dingin
Warna
Sistem Hunter ini dinyatakan dalam notasi L*a*b* yang menggambarkan 3
dimensi ruang yang menentukan ke arah mana perubahan warnanya (Suyatma
2011). Nilai L* rata-rata berada pada kisaran 19,91 – 21,38 untuk cincau hijau
kukus dan 22,03 – 23,80 untuk cincau hijau pasteurisasi. Nilai a* rata-rata berada
pada kisaran -0,59 – 0,01 untuk cincau hijau kukus dan 0,03 – 0,46 untuk cincau
hijau pasteurisasi. Nilai b* rata-rata berada pada kisaran 0,92 – 2,14 untuk cincau
hijau kukus dan 1,45 – 3,47 untuk cincau hijau pasteurisasi.
Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah dan hijau. Dari
Gambar 7 terlihat bahwa peningkatan nilai a* gel cincau hijau terjadi hingga
penyimpanan hari ke-12 dan sedikit menurun pada hari berikutnya. Nilai a* yang
meningkat hingga penyimpanan hari ke-12 dapat disebabkan degradasi senyawa
klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning kecokelatan akibat pemanasan.
Hal ini diduga ada hubungannya dengan perubahan nilai pH yang menurun hingga
penyimpanan hari ke-9 yang dapat dilihat pada Gambar 5. Penurunan nilai pH
menunjukkan terjadinya kerusakan klorofil menjadi feofitin dan turunannya
sehingga warna hijau menurun atau nilai a* meningkat pada gel cincau hijau.
Sineresis yang terus meningkat selama penyimpanan melarutkan klorofilin
dan NaHCO3. Klorofilin merupakan senyawa turunan klorofil yang berwarna
hijau, mempunyai sifat spektral yang sama dengan klorofil, tetapi lebih larut
dalam air (Gross 1991), sedangkan NaHCO3 yang ditambahkan bertujuan untuk
mempertahankan warna hijau pada produk dengan meningkatkan pH (Koca et al.
2006). Selain itu, nilai b* yang menyatakan warna kromatik campuran biru dan
kuning terus menurun hingga akhir penyimpanan. Pada Gambar 8 dapat terlihat
bahwa nilai b* mengalami penurunan, baik pada cincau hijau kukus maupun
pasteurisasi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya degradasi klorofil menjadi
klorofilin yang menyebabkan warna produk menjadi semakin kuning selama
penyimpanan. Hasil pengukuran warna gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin dengan menggunakan sistem Hunter dapat dilihat selengkapnya pada
Lampiran 4.

11

Nilai L*

Perpindahan panas pada fase gas lebih cepat dibandingkan fase cair karena
massa molekul yang lebih rendah (Mc Cabe 1993). Namun, kontak antara bahan
dengan media perpindahan panas pada proses pasteuriasasi lebih lama sehingga
komponen klorofil sudah lebih banyak mengalami kerusakan. Nilai a* pada gel
cincau pasteurisasi di setiap titik pengamatan lebih besar karena perlakuan panas
yang tinggi dan waktu yang lebih lama dibandingkan pada gel cincau kukus
sehingga warna produk menjadi kurang hijau. Gel cincau kukus dan pasteurisasi
memiliki nilai a* yang semakin tinggi sampai hari ke-12 untuk kemudian turun
kembali pada hari ke-15 penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan semakin lama
gel cincau hijau kukus maupun pasteurisasi disimpan, maka warnanya semakin
tidak hijau. Penurunan intensitas warna hijau produk gel cincau hijau selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9. Hal ini dapat disebabkan oleh
terjadinya degradasi senyawa klorofil dan larutnya turunan klorofil larut air
seperti klorofilin selama penyimpanan.
Pada penelitian ini gel cincau setelah perlakuan pengukusan dan pasteurisasi
memiliki nilai L*, a*, b* sebesar 21,04, -0,59, 2,14 dan 22,88, 0,03, 2,47. Hasil
penelitian sebelumnya untuk gel cincau yang telah diberi perlakuan pengukusan
memiliki nilai L*, a*, b* sebesar 23,43, -2,23, 4,13 (Prakoso 2013), sedangkan gel
cincau setelah perlakuan pasteurisasi memiliki nilai L*, a*, b* sebesar 22,64, 0,60, 4,20 (Ginanjar 2013).
29
27
25
23
21
19
17
15

kukus
pasteurisasi
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 6 Perubahan nilai L* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
0,6
0,4
Nilai a*

0,2
0
-0,2 0

3

6

9

12

15
kukus
pasteurisasi

-0,4

-0,6
-0,8

Hari

Gambar 7 Perubahan nilai a* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin

Nilai b*

12

4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

kukus
pasteurisasi

0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 8 Perubahan nilai b* gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Cincau kukus

H-0
H-3
Cincau pasteurisasi

H-6

H-9

H-12

H-15

H-0
H-3
H-6
H-9
H-12
H-15
Gambar 9 Perubahan warna gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Tekstur
Pengamatan terhadap tekstur produk dilakukan dengan mengukur kekuatan
pecah, titik pecah, dan rigiditas produk gel cincau hijau selama penyimpanan.
Kekuatan pecah merupakan gaya yang diperlukan untuk menghancurkan susunan
gel, titik pecah menunjukkan dalamnya penetrasi pada saat gel pecah, dan rigiditas
menunjukkan besarnya beban yang diperlukan untuk memecah matriks gel atau
tingkat kekakuan gel (Rahayu 2000).
Dari Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 dapat dilihat hasil pengukuran
menunjukkan pola yang cenderung sama antara gel cincau hijau kukus dan
pasteurisasi. Nilai rata-rata kekuatan pecah berada pada kisaran 1010,58 –
1225,49 g/cm2 untuk cincau hijau kukus dan 866,50 – 1210,75 g/cm2 untuk cincau
hijau pasteurisasi. Nilai rata-rata titik pecah berada pada kisaran 2,08 – 2,22 cm
untuk cincau hijau kukus dan 2,21 – 2,47 cm untuk cincau hijau pasteurisasi. Nilai
rata-rata rigiditas berada pada kisaran 477,17 – 573,30 g/cm untuk cincau hijau
kukus dan 351,64 – 495,92 g/cm untuk cincau hijau pasteurisasi. Nilai kekuatan
pecah yang didapat sebanding dengan nilai rigiditasnya dan berbanding terbalik
dengan titik pecah. Semakin kaku produk, maka semakin tinggi nilai kekuatan
pecah gel. Tingkat kekakuan yang tinggi menyebabkan tingkat penetrasi yang

13

Kekuatan pecah (g/cm2)

rendah pada produk sehingga nilai titik pecahnya rendah. Hasil analisis tekstur
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pada gel cincau kukus, kekuatan pecah dan rigiditas meningkat hingga
penyimpanan hari ke-12 dan menurun pada hari berikutnya, sedangkan nilai titik
pecah stabil selama penyimpanan. Pada gel cincau pasteurisasi, kekuatan pecah
meningkat hingga penyimpanan hari ke-6 dan menurun pada hari berikutnya
hingga penyimpanan hari terakhir. Nilai titik pecah relatif stabil hingga hari
terakhir penyimpanan. Nilai rigiditas meningkat hingga penyimpanan hari ke-12
dan menurun pada hari berikutnya. Nilai rigiditas gel cincau kukus lebih tinggi
dibandingkan gel cincau pasteurisasi sehingga memiliki nilai titik pecah yang
lebih rendah.
Kekuatan pecah dan rigiditas gel cincau kukus maupun pasteurisasi
umumnya mengalami peningkatan hingga penyimpanan hari ke-12. Hal ini dapat
disebabkan perlakuan panas berupa pengukusan dan pasteurisasi yang dilakukan
pada proses pembuatan gel karagenan memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu
pembentukan gel. Perlakuan panas tersebut dapat membentuk gulungan acak
(random coil) pada gel karagenan. Penyimpanan yang dilakukan pada suhu dingin
mengubah susunan polimer karagenan menjadi double helix. Pembentukan
struktur double helix meningkat selama penyimpanan sehingga melepaskan air
bebas dan mengakibatkan interaksi antara polimer semakin kuat karena polimer
cenderung bergerak mendekat antara satu dengan lainnya (Glicksman 1982).
Karagenan mengalami depolimerisasi secara perlahan selama penyimpanan
(Pebrianata 2005). Semakin lama produk cincau disimpan, maka kerusakan
karagenan semakin tinggi sehingga dapat menyebabkan menurunnya kekuatan
pecah dan rigiditas gel cincau hijau pada akhir penyimpanan.
1400
1300
1200
1100
1000
900
800

kukus
pasteurisasi
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 10 Perubahan kekuatan pecah gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin

14

Titik pecah (cm)

3
2,8
2,6
2,4
2,2

kukus

2

pasteurisasi

1,8

1,6
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 11 Perubahan titik pecah gel cincau hijau selama penyimpanan dingin

Rigiditas (g/cm)

700
600
500
400

kukus

300

pasteurisasi

200
100

0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 2 Perubahan rigiditas gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Total Klorofil
Klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesis
pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil terdapat di dalam granular plastida yang
berwarna hijau yang disebut kloroplas (Meyer 1982). Meyer (1982) juga
menyebutkan bahwa struktur molekul klorofil terdiri dari satu atom Mg sebagai
intinya, empat cincin pirol mengelilinginya dan keempatnya dihubungkan dengan
atom Mg dengan dua ikatan kovalen masing-masing pada atom N dari cincin pirol,
sedangkan cincin pirol yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh sebuah
gugusan methinil (-CH-). Analisis total klorofil dilakukan pada gel cincau hijau
kukus dan pasteurisasi tanpa air sineresis. Nilai rata-rata total klorofil berada pada
kisaran 0,60 – 1,04 mg/g (bk) untuk cincau hijau kukus dan 0,52 – 0,89 mg/g (bk)
untuk cincau hijau pasteurisasi. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Pada Gambar 13 dapat terlihat bahwa gel cincau kukus maupun pasteurisasi
memiliki pola perubahan total klorofil yang cenderung sama. Nilai total klorofil
meningkat hingga penyimpanan hari ke-6 dan sedikit menurun hingga hari

15

Total klorofil (mg/g) (bk)

terakhir penyimpanan, baik pada cincau kukus maupun pasteurisasi. Hal tersebut
dapat menunjukkan bahwa selama penyimpanan, terutama setelah penyimpanan
hari ke-6, klorofil terdegradasi menjadi senyawa lain seperti feofitin dan feoforbid
sehingga nilai total klorofil yang terukur menurun.
Penambahan NaHCO3 yang merupakan larutan basa dapat membantu
mencegah degradasi klorofil menjadi feofitin yang menyebabkan hilangnya gugus
Mg2+ (Ferruzzi et al. 2002). Sineresis yang terjadi hingga penyimpanan hari ke-9
melepaskan sebagian air bebas yang diduga ikut melarutkan sebagian NaHCO3.
Penyimpanan hingga hari ke-6 tidak menurunkan total klorofil karena NaHCO3
sebagian masih terdapat dalam gel cincau hijau sehingga degradasi klorofil
terhambat. Penyimpanan selanjutnya menyebabkan total klorofil menurun karena
NaHCO3 sudah mulai terlarut seluruhnya dalam air sineresis.
1,2000
1,0000
0,8000
0,6000

kukus

0,4000

pasteurisasi

0,2000
0,0000
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 3 Perubahan total klorofil gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Total Fenol
Daun cincau hijau mengandung flavonoid, saponin, polifenol, dan alkaloid
(Zakaria dan Prangdimurti 2000) yang termasuk ke dalam gugus fenolik. Fenol
merupakan zat antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan
memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan dan
mengurangi peroksidasi lipid. Flavonoid adalah senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan yang dapat mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak diinginkan
dalam tubuh, misalnya dapat menghambat reaksi oksidasi (Ebadi 2000). Analisis
total fenol dilakukan pada gel cincau hijau kukus dan pasteurisasi tanpa air
sineresis. Nilai rata-rata total fenol berada pada kisaran 947,79 – 1498,64 mg/g
(bk) untuk cincau hijau kukus dan 965,61 – 1390,15 mg/g (bk) untuk cincau hijau
pasteurisasi. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Untuk mendapatkan hasil total fenol dari sampel diperlukan kurva standar
dari asam galat yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Komponen fenolik di dalam
produk gel tidak stabil dan bebas (Tang et al. 2003). Suradikusumah (1989)
menambahkan bahwa fenol dan turunannya memiliki sifat cenderung larut dalam
air. Polifenol dapat berinteraksi dengan polisakarida dan protein disebabkan
ikatan hidrogen dan interaksi hidrofilik dalam kondisi terlarut. Ukuran molekul
dan fleksibilitas konformasi polifenol merupakan faktor yang sangat penting bagi
kekuatan interaksi protein-polifenol. Interaksi juga bergantung pada karakteristik
struktural, biomolekul, dan polifenol. Penurunan total fenol disebabkan oleh

16

Total fenol (mg GAE /g)
(bk)

gangguan kompleks polifenol-protein dan polifenol-karbohidrat karena
pemanasan (Stewart et al. 2000). Komponen fenol yang terdapat pada gel cincau
hijau dapat terlarut dalam air sineresis sehingga menurunkan total fenol yang
terukur.
Dari Gambar 14 terlihat bahwa pengukuran total fenol pada gel cincau hijau
kukus maupun pasteurisasi memiliki pola perubahan yang cenderung sama, yaitu
sedikit menurun pada penyimpanan hari ke-3, meningkat pada penyimpanan hari
ke-6, dan menurun lagi pada hari berikutnya. Peningkatan total fenol dapat terjadi
karena sineresis yang terjadi menyebabkan total fenol lebih terkonsentrasi (lebih
pekat) dalam gel cincau hijau. Penurunan total fenol yang terukur menunjukkan
bahwa komponen fenol ikut terlarut dalam air sineresis selama penyimpanan.
Pada penelitian ini gel cincau dengan perlakuan pengukusan dan
pasteurisasi memiliki total fenol sebesar 1164,28 mg/g (bk) (47,38 mg GAE/l) dan
1159,97 mg/g (bk) (49,58 GAE/l). Gel cincau setelah diberi perlakuan
pengukusan memiliki total fenol sebesar 39,00 mg GAE/l (Prakoso 2013),
sedangkan gel cincau setelah perlakuan pasteurisasi memiliki total fenol sebesar
36,12 mg GAE/l (Ginanjar 2013).
1800
1600
1400
1200
1000
800
600

kukus
pasteurisasi
0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 4 Perubahan total fenol gel cincau hijau selama penyimpanan dingin
Kapasitas Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang berada pada konsentrasi lebih rendah dari
substratnya secara signifikan dapat menunda atau mencegah oksidasi (Moein et al.
2007). Kapasitas antioksidan menunjukkan kemampuan komponen antioksidan
pada bahan untuk meredam DPPH sebagai radikal bebas. Gel cincau hijau
mengandung senyawa antioksidan berupa komponen fenolik dan klorofil.
Senyawa fenolik, terutama flavonoid, dapat menangkap radikal bebas, mereduksi,
mendonorkan atom hidrogen dan meredam oksigen singlet (Kumaran dan
Karunakaran 2007). Endo et al (1985) menyatakan bahwa klorofil memiliki
kemampuan mereduksi radikal bebas DPPH dengan struktur porfirin yang
berperan untuk aktivitas antioksidan. Karagenan yang ditambahkan juga memiliki
potensi sebagai antioksidan yang berasal dari kandungan sulfat pada strukturnya
(Gomez-Ordonez et al. 2012).
Pada Gambar 15 terlihat bahwa perubahan kapasitas antioksidan gel cincau
hijau kukus dan pasteurisasi cenderung memiliki pola yang sama. Kapasitas
antioksidan pada gel cincau hijau kukus maupun pasteurisasi mengalami

17

Kapasitas antioksidan
(mg AEAC/g) (bk)

peningkatan hingga penyimpanan hari ke-6, lalu menurun hingga akhir
penyimpanan. Peningkatan kapasitas antioksidan diduga disebabkan tingkat
sineresis yang tinggi sehingga menyebabkan senyawa antioksidan, terutama
polifenol, lebih terkonsentrasi pada gel cincau hijau dan meningkatkan nilai
kapasitas antioksidannya. Penurunan kapasitas antioksidan secara umum
disebabkan oleh gangguan kompleks polifenol-protein dan polifenol-karbohidrat
karena pemanasan (Stewart et al. 2000). Nilai rata-rata kapasitas antioksidan
berada pada kisaran 2,34 – 11,42 mg/g (bk) untuk cincau hijau kukus dan 2,98 –
13,22 mg/g (bk) untuk cincau hijau pasteurisasi. Pada pengukuran kapasitas
antioksidan diperlukan kurva standar dari asam askorbat yang dapat dilihat pada
Lampiran 9. Hasil analisis kapasitas antioksidan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 10.
Pada penyimpanan hari ke-6, nilai kapasitas antioksidan mencapai
puncaknya, baik pada cincau kukus maupun pasteurisasi. Hal tersebut diduga
karena adanya padatan yang bukan total fenol maupun klorofil yang ikut leaching
dan terbawa oleh air sineresis sehingga meningkatkan nilai kapasitas
antioksidannya. Setelah hari ke-6, tekstur gel cincau hijau kukus maupun
pasteurisasi mulai menurun diiringi dengan tingkat sineresis yang terus meningkat.
Hal ini menyebabkan senyawa-senyawa antioksidan seperti komponen klorofil
dan fenolik terlepas dari matriks gel dan ikut terlarut dalam air sineresis sehingga
menurunkan nilai kapasitas antioksidannya.
16
14
12
10
8
6
4
2
0

kukus
pasteurisasi

0

3

6

9

12

15

Hari
Gambar 5 Perubahan kapasitas antioksidan gel cincau hijau selama penyimpanan
dingin
Serat Pangan
Menurut American Association of Cereal Chemist (2001), serat pangan
adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang
resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi
lengkap atau parsial pada usus besar. Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat
pangan terbagi menjadi dua jenis yaitu serat pangan larut atau Soluble Dietary
Fiber (SDF) dan serat pangan tidak larut atau Insoluble Dietary Fiber (IDF). SDF
terdiri dari pektin dan turunannya, gum, serta mucilage. Sementara IDF terdiri
dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan selulosa termodifikasi (Komolka et al.
2012).

18
Nilai IDF pada awal dan akhir penyimpanan adalah 1,64% dan 0,79% untuk
cincau hijau kukus, dan 1,33% dan 1,12% untuk cincau hijau pasteurisasi. Nilai
SDF pada awal dan akhir penyimpanan adalah 0,25% dan 1,70% untuk cincau
hijau kukus, dan 0,76% dan 1,67% untuk cincau hijau pasteurisasi. Nilai Total
Dietary Fiber (TDF) pada awal dan akhir penyimpanan adalah 1,89% dan 2,50%
untuk cincau hijau kukus, dan 2,10% dan 2,80% untuk cincau hijau pasteurisasi.
Pada Gambar 16 dan Gambar 17 terlihat bahwa gel cincau kukus
mengandung TDF yang lebih rendah dibandingkan gel cincau pasteurisasi. IDF
cenderung menurun, sedangkan SDF dan TDF meningkat selama penyimpanan,
baik pada gel cincau kukus maupun pasteurisasi. Semakin tinggi suhu pasteurisasi,
semakin tinggi kenaikan serat pangan gel cincau hijau (Ginanjar 2013). Perlakuan
panas yang lebih lama pada gel cincau pasteurisasi menyebabkan kadar serat
pangan yang terkandung didalamnya lebih tinggi dibandingkan gel cincau kukus.
Pem