Pengaruh Livelihood Assets terhadap Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani Pada Saat Banjir di Desa Sukabakti Kecamatan Tambelang Kabupaten Bekasi

PENGARUH LIVELIHOOD ASSETS TERHADAP RESILIENSI
NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI PADA SAAT BANJIR DI
DESA SUKABAKTI KECAMATAN TAMBELANG KABUPATEN
BEKASI

FATIMAH AZZAHRA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Livelihood
Assets Terhadap Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani Pada Saat Banjir Di Desa
Sukabakti Kecamatan Tambelang Kabupaten Bekasi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Fatimah Azzahra
NIM I34110023

ABSTRAK
FATIMAH AZZAHRA. Pengaruh Livelihood Assets terhadap Resiliensi Nafkah
Rumahtangga Petani Pada Saat Banjir Di Desa Sukabakti Kecamatan Tambelang
Kabupaten Bekasi. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan modal nafkah
rumahtangga petani dan pengaruhnya terhadap tingkat resiliensi rumahtangga petani
di Sukabakti, Kecamatan Tambelang Kabupaten Bekasi. Rumahtangga petani
tersebut dibagi ke dalam dua wilayah yaitu rumahtangga petani di wilayah banjir dan
rumahtangga petani di wilayah tidak banjir. Selain itu, penelitian ini juga melihat
struktur nafkah on farm, off farm, dan non farm yang dibangun oleh rumahtangga
petani di dua wilayah. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif

dengan pendekatan survey menggunakan instrumen berupa kuesioner, dan data
penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian ini
memaparkan bahwa pemanfaatan modal nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga
petani di wilayah banjir dan tidak banjir dapat mempengaruhi resiliensi rumahtangga
petani. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua wilayah, yaitu rumahtangga
petani di wilayah banjir mendominasi di sektor non-farm, sedangkan di wilayah tidak
banjir mendominasi di sektor on farm dan off-farm. Tingkat resiliensi rumahtangga
petani di wilayah tidak banjir lebih tinggi dibandingkan rumahtangga petani di
wilayah banjir.
Kata kunci: Modal nafkah, rumahtangga petani, resiliensi

ABSTRACT
FATIMAH AZZAHRA. The Influence of Livelihood Assets in Livelihood Resilience
Farm Household in Flooding Condition at Sukabakti Village, Bekasi. Supervised by
ARYA HADI DHARMAWAN.
The purpose of this study was to analyze the use of livelihood assets by farm
household and their influence on the level of farm household’s resilience at Sukabakti
village. Farm household was divided into two areas that was farm household in the
flood area and farm household in the not flood area. In addition, the research also
view structure a living that on farm, off farm, and non farm built by farm household

in two areas. This study combined quantitative approach using questioner method
and qualitative approach using depth interview method. The result of these study
explained livelihood asset used by farmers in Sukabakti village highly influencing
their resilience’s level. There are significant differences between the two areas where
farm household in the flood area are dominated in non farm sector, while in the not
flood area are dominated on farm and off farm sector. The level of household’s
resilience in the not flood area is higher than farm household in the flood area.
Keywords: Livelihood assets, farm household, resilience

PENGARUH LIVELIHOOD ASSETS TERHADAP RESILIENSI
NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI PADA SAAT BANJIR DI
DESA SUKABAKTI KECAMATAN TAMBELANG KABUPATEN
BEKASI

FATIMAH AZZAHRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Pengaruh Livelihood Assets terhadap Resiliensi Nafkah
Rumahtangga Petani Pada Saat Banjir di Desa Sukabakti
Kecamatan Tambelang Kabupaten Bekasi
: Fatimah Azzahra
: I34110023


Disetujui oleh

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Livelihood Assets terhadap Resiliensi
Nafkah Rumahtangga Petani Pada Saat Banjir di Desa Sukabakti Kecamatan Tambelang
Kabupaten Bekasi”. Tulisan ini memaparkan bagaimana livelihood assets mempengaruhi
resiliensi rumahtangga petani di wilayah banjir dan tidak banjir serta bentuk-bentuk
struktur nafkah yang dibangun rumahtangga petani.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti
selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.
2. Orang tua penulis Ayahanda Djamaluddin dan Ibunda Faryanti yang telah
membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta menjadi
sumber motivasi paling besar untuk penyelesaian skripsi ini.
3. Adik Adinda Citra Maharani yang selalu menjadi sumber keceriaan dan
kebahagiaan bagi penulis.
4. Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga di Desa Sukabakti khususnya di Kampung
Balong Ampel, Ampel Jaer, Balong Rini dan Balong Gubug. Keluarga baru yang
memberi penulis semangat untuk terus mengejar impian.
5. Beasiswa Bidikmisi yang diberikan oleh DIKTI yang sangat meringankan
penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
6. Nidya Cahyana Wulan, Gita Riyana, Dyah Utari, Sri Anindya, dan Ade Mirza
sebagai orang-orang yang lebih dari sahabat bagi penulis. Terimakasih untuk
inspirasi dan kebersamaannya selama ini.
7. Radha Santunnia, sahabat seperjuangan penulis. Tempat berbagi keluh kesah dan

tawa canda selama menjadi mahasiswa tingkat akhir
8. Apri, Ginting, Tomi, Nene, dan Despur, sahabat seperjuangan penulis yang selalu
memberikan semangat.
9. Intan Apriyani, sahabat satu jiwa yang selalu menemani perjuangan penulis
hingga penyelesaian tulisan ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
dan pembaca.
Bogor, Januari 2015

Fatimah Azzahra
I34110023

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
Masalah Penelitian ................................................................................................................. 3
Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 4
Kegunaan Penelitian .............................................................................................................. 4
PENDEKATAN TEORITIS ......................................................................................... 5
Tinjauan Pustaka .................................................................................................................... 5
Kerangka Pemikiran ............................................................................................................ 10
Hipotesis Penelitian ............................................................................................................. 11
Definisi Operasional ............................................................................................................ 12
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 15
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................................ 15
Teknik Pengumpulan Data ................................................................................................ 15
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................... 16
GAMBARAN UMUM WILAYAH ........................................................................... 17
Kondisi Fisik ......................................................................................................................... 18
Kondisi Sosial ....................................................................................................................... 19
Kondisi Ekonomi.................................................................................................................. 20
BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA DI DUA KOMUNITAS ............... 21
Ketersediaan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Wilayah Banjir.................. 22
Ketersediaan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Wilayah Tidak Banjir ..... 26

Analisis Modal Nafkah di Dua Komunitas ................................................................... 30
STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI .............................................. 39
Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Wilayah Banjir ........................................ 39
Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Wilayah Tidak Banjir ............................ 43
Struktur Pengeluaran dan Saving Capacity Rumatangga Petani di Dua
Komunitas .............................................................................................................................. 48
RESILIENSI RUMAHTANGGA PETANI DI DUA KOMUNITAS........................ 52
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Rumahtangga Petani di Dua
Komunitas .............................................................................................................................. 52
Pengaruh Resiliensi terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani di wilayah
banjir ........................................................................................................................................ 59
Pengaruh Resiliensi terhadap Pengeluaran Rumahtangga Petani di wilayah
banjir ........................................................................................................................................ 60
Pengaruh Resiliensi terhadap Saving Capacity Rumahtangga Petani di
wilayah banjir ........................................................................................................................ 61
Pengaruh Resiliensi terhadap Modal Nafkah Rumahtangga Petani di
wilayah banjir ........................................................................................................................ 63

viii


Pengaruh Resiliensi terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani di wilayah
tidak banjir ............................................................................................................................. 64
Pengaruh Resiliensi terhadap Pengeluaran Rumahtangga Petani di wilayah
tidak banjir ............................................................................................................................. 66
Pengaruh Resiliensi terhadap Saving Capacity Rumahtangga Petani di
wilayah tidak banjir ............................................................................................................. 67
Pengaruh Resiliensi terhadap Modal Nafkah Rumahtangga Petani di
wilayah tidak banjir ............................................................................................................. 68
PENUTUP ................................................................................................................... 70
Simpulan ................................................................................................................................. 70
Saran ........................................................................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 73
LAMPIRAN ................................................................................................................ 75
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... 94

ix

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16
17
18

Metode pengumpulan data.......................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut keterampilan kepala keluarga di Desa
Sukabakti tahun 2013 – 2014...................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut tingkat modal sosial di Desa
Sukabakti tahun 2013 – 2014...................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut tingkat modal fisik di Desa Sukabakti
tahun 2013 – 2014....................................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut tingkat modal finansial di Desa
Sukabakti tahun 2014...............................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut pola penguasaan lahan di Desa
Sukabakti tahun 2014...............................................................................................
Jumlah dan presentase responden menurut SDA yang dapat diakses oleh
rumahtangga petani di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.....................................
Jumlah dan presentase responden menurut kepentingan SDA terhadap
pendapatan rumahtangga petani di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014..................
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah rumahtangga petani
di wilayah banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 -2014……………………………..
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah rumahtangga petani
di wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 -2014……………………….
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dan tingkat pendapatan
rumahtangga petani wilayah banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.............
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dan tingkat pengeluaran
rumahtangga petani wilayah banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.............
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dan tingkat saving
rumahtangga petani wilayah banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.............
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dengan tingkat modal nafkah
rumahtangga petani wilayah banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.............
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dengan tingkat pendapatan
rumahtangga petani di wilayah tidak banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 –
2014...........................................................................................................................
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dengan tingkat pengeluaran
rumahtangga petani di wilayah tidak banjir tahun 2013 – 2014...............................
Jumlah dan presentase responden tingkat resiliensi dengan tingkat saving
rumahtangga petani wilayah tidak banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.....
Jumlah dan presentase responden tingkat modal nafkah dengan tingkat resiliensi
rumahtangga petani wilayah tidak banjir di Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.....

16
31
32
33
34
35
37
38
53
56
59
61
62
63

65
66
67
68

x

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7

8

9
10

11

12

Diversifikasi mata pencaharian pedesaan (Sumber: Ellis 2000)........
Mobilisasi modal dan sumberdaya manusia (SDM) pedesaan di
dua basis nafkah pada mahzab Bogor (Sumber: Dharmawan
2007)..................................................................................................
Kerangka Pemikiran...........................................................................
Pemanfaatan modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga
petani di wilayah banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014............
Pemanfaatan modal nafkah oleh lapisan rumahtangga petani di
wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014..................
Basis nafkah rumahtangga petani di dua komunitas, Desa
Sukabakti tahun 2013 – 2014.............................................................
Struktur nafkah rata-rata per tahun rumahtangga petani menurut
lapisan di wilayah banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 –
2014..................................................................................................
Komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumahtangga petani
menurut lapisan di wilayah banjir Desa Sukabakti tahun 2013 2014...................................................................................................
Struktur nafkah rata-rata per tahun rumahtangga petani menurut
lapisan di wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013-2014....
Komposisi pendapatan rumahtangga petani per tahun menurut
lapisan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti
tahun 2013-2014................................................................................
Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur
pengeluaran rata-rata rumahtangga petani per tahun, di wilayah
banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014.......................................
Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur
pengeluaran rata-rata rumahtangga petani per tahun, di wilayah
tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 – 2014...............................

7

8
11
22
27
30

40

40
44

45

49

50

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peta lokasi..........................................................................................
Jadwal kegiatan penelitian.................................................................
Hasil uji regresi linier........................................................................
Kuesioner...........................................................................................
Pedoman wawancara mendalam........................................................
Kerangka sampling............................................................................
Dokumentasi......................................................................................

77
78
79
80
90
91
93

PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian
dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik
penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan
penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi
kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut
uraian dari masing-masing bagian tersebut.
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan utama manusia untuk bertahan hidup. Salah
satu sumber pangan pokok masyarakat Indonesia adalah pertanian. Pertanian dalam
arti luas mencakup pertanian sawah, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Jenis
pertanian padi sawah yang menghasilkan beras merupakan salah satu unggulan sektor
pertanian di Indonesia. Selain itu, makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia
adalah nasi, sehingga jumlah penduduk yang semakin bertambah, menuntut
bertambahnya pula produktivitas pertanian padi sawah secara berkelanjutan.
Masyarakat yang mengusahakan sebuah lahan pertanian sebagai sumber
nafkahnya disebut sebagai petani. Menurut Turasih dan Adiwibowo (2012) Pertanian
tidak hanya sebagai usaha bagi petani, tetapi merupakan cara hidup (way of life)
sehingga tidak hanya menyangkut aspek ekonomi saja tetapi juga aspek sosial dan
kebudayaan. Meskipun demikian, Mubyarto (1995) dalam Turasih (2012)
menjelaskan bahwa dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani
dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani. Berdasarkan
pemaparan Hadianto et al. (2009), penduduk Indonesia yang tercatat sebagai petani
mencapai 45 juta jiwa, dan sebagian besar adalah nelayan kecil, buruh tani, dan
petani pemilik lahan kurang dari 0,3 hektar. Saat kondisi normal (tanpa bencana)
usaha tani adalah usaha yang rentan, sehingga dengan ditambah adanya bencana
dapat memperparah keadaan. Hal ini mengakibatkan kehidupan petani jauh dari
berkecukupan.
Menurut Dharmawan (2007), dua basis nafkah yang saling mengisi yaitu sektor
pertanian dan non-pertanian menyebabkan keterlekatan warga komunitas pedesaan
kepada dua sektor tersebut secara khas. Setiap lapisan menggandakan kegiatan
ekonominya di dua sektor tersebut. Setiap individu, atau rumah tangga memiliki
modal nafkah yaitu modal finansial, modal fisik, modal alam, modal manusia, dan
modal sosial dalam memanfaatkan peluang nafkah.
Lima modal tersebut dijelaskan Ellis (2000) sebagai livelihood Assets yaitu
modal alam, modal fisik, modal manusia, modal finansial, dan modal sosial. Modal
alam merujuk pada sumber daya alam dasar (tanah, air, pohon) yang menghasilkan
produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka.
Modal fisik merujuk pada aset-aset yang dibawa ke dalam eksistensi proses produksi
ekonomi, sebagai contoh, alat-alat, mesin, dan perbaikan tanah seperti teras atau
saluran irigasi. Modal manusia merujuk pada tingkat pendidikan dan status kesehatan
individu dan populasi. Modal finansial merujuk pada persediaan uang tunai yang

2

dapat diakses untuk membeli barang-barang konsumsi atau produksi, dan akses pada
kredit dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. Modal sosial merujuk pada jaringan
sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan dari mana mereka dapat
memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi terhadap penghidupan mereka
Penelitian yang dilakukan oleh Widianto et al. (2007) mengenai strategi nafkah
petani tembakau di Lereng Gunung Sumbing menunjukkan bahwa petani
menggunakan kelima modal tersebut dalam menghadapi krisis yang terjadi dengan
melakukan beragam strategi nafkah agar tetap survival dalam kehidupannya.
Livelihood asset tersebut sangat berpengaruh terhadap kapabilitas petani dalam
melakukan strategi nafkah.
Sektor pertanian merupakan sektor yang cukup rentan terhadap berbagai
gejala alam seperti perubahan musim, cuaca, dan bencana alam. Oleh karena itu,
berhasil atau tidaknya suatu lahan pertanian merupakan hal yang tidak pasti karena
berbagai faktor gejala alam yang mempengaruhinya tersebut. Suatu kondisi krisis
dapat dialami oleh rumahtangga petani akibat gagal panen yang disebabkan oleh
kondisi alam yang tidak dapat diprediksi. Saat kondisi krisis tersebut, rumahtangga
petani memiliki suatu derajat resiliensi. Konsep resiliensi sosial diperkenalkan oleh
Jansen (2007) dalam Cote dan Nightingale (2012) sebagai kemampuan kelompok
atau masyarakat untuk mengatasi tekanan eksternal dan gangguan sebagai akibat dari
perubahan sosial, politik, dan lingkungan. Menurut Holling seperti dikutip Cote dan
Nightingale (2012) ketahanan ekologi selain dipahami sebagai jumlah waktu yang
diperlukan untuk kembali ke sistem awal yang stabil, tetapi juga kapasitas sistem
untuk menyerap gangguan sementara tetap mempertahankan populasi dan variabel
yang sama.
Resiliensi yang dimiliki oleh rumahtangga petani ketika menghadapi suatu
krisis dapat dipahami sebagai kemampuan rumahtangga tersebut untuk kembali ke
kondisi normal. Salah satu permasalahan yang dihadapi petani yaitu bencana alam.
Bencana alam adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat
yang menyebabkan kerugian yang besar baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan
melampaui batas kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak bencana alam
dengan menggunakan sumberdaya yang mereka miliki (IDEP 2007). Pada skala
global, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC 2007 dalam Lin et al.
2013) menyatakan bahwa pembangunan masyarakat dalam resiko lebih tinggi dari
negara berkembang untuk menekan dampak merugikan dari perubahan iklim dan
terlebih kerentanan bahaya asosiasinya. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan bencana, bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor. Banjir merupakan salah satu bencana alam yang biasa
terjadi di daerah tertentu di Indonesia pada musim hujan. Saat ini, Frekuensi bencana
banjir di seluruh dunia sedang mengalami peningkatan (Douben 2006 dalam Eakin et
al. 2008). Banjir yang merendam lahan pertanian dapat mengakibatkan gagal panen.
Selain itu, serangan hama atau OPT (organisme pengganggu tanaman) dapat tumbuh
sumbur ketika banjir surut. Hal tersebut disebabkan air yang dibawa oleh banjir

3

tersebut merupakan air limbah. Menurut Maryono (2008) iklim dan hama termasuk
dalam faktor eksternal yang berada diluar kendali petani.
Desa Sukabakti merupakan salah satu Desa di Kecamatan Tambelang,
Kabupaten Bekasi. Berdasarkan data dari dinas pertanian Kabupaten Bekasi,
Kecamatan Tambelang merupakan Kecamatan dengan produktivitas pertanian
terrendah yaitu sebesar 47,06 kwintal/hektar selama tahun 2013. Desa Sukabakti
merupakan Desa yang letaknya paling jauh dari kantor Kecamatan Tambelang. Akses
menuju Desa Sukabakti harus melewati dua Desa sebelumnya yaitu Desa Sukarapih
dan Desa Sukarahayu. Desa Sukabakti merupakan salah satu Desa yang selalu
terendam banjir setiap musim hujan.
Desa Sukabakti berbatasan secara langsung dengan Desa Sukarahayu di
sebelah Selatan. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukamulya, di sebelah
barat berbatasan dengan Desa Sukadaya, dan di sebelah utara berbatasan dengan Desa
Sukabudi dan Desa Sukawijaya. Luas total wilayah Desa Sukabakti yaitu 787.074
hektar. Luas tersebut dibagi menjadi dua yaitu luas areal persawahan dan luas areal
darat. Luas areal persawahan yaitu 749.024 hektar. Luas tersebut merupakan kedua
terluas untuk areal persawahan se-Kecamatan Tambelang. Kemudian luas darat di
Desa Sukabakti yaitu 38.050 hektar. Penduduk laki-laki di Desa Sukabakti berjumlah
2.408 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 2.365 jiwa.
Kondisi geografis Desa Sukabakti yaitu bentuk tanah yang menurun dari
wilayah timur ke wilayah barat Desa, sehingga hal yang unik adalah wilayah timur
Desa Sukabakti tidak terendam banjir pada saat musim hujan, namun wilayah barat
Desa Sukabakti selalu terendam banjir pada saat musim hujan. Oleh karena itu,
komunitas petani di wilayah barat Desa Sukabakti dan komunitas petani di wilayah
Timur Desa Sukabakti menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini.
Masalah Penelitian
Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap gejala alam. Iklim
dan hama merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap sektor pertanian
namun berada di luar kendali petani. Bencana alam dan hama dapat mengganggu
pertanian hingga menyebabkan gagal panen. Salah satu bencana alam yang
mengganggu pertanian adalah banjir.
Desa Sukabakti, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi merupakan Desa
yang setiap tahun selalu terendam banjir. Kondisi geografis Desa Sukabakti yaitu
bentuk tanah yang menurun dari wilayah timur ke wilayah barat Desa, sehingga hal
yang unik adalah wilayah timur Desa Sukabakti tidak terendam banjir pada saat
musim hujan, namun wilayah barat Desa Sukabakti selalu terendam banjir pada saat
musim hujan. Mayoritas masyarakat Desa Sukabakti memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Ketika musim hujan tiba, pemukiman dan sawah warga di wilayah
barat Desa Sukabakti selalu terendam bajir.
Banjir yang merendam lahan pertanian warga dapat menyebabkan gagal
panen. Selain itu, banjir yang mengandung limbah pabrik mengakibatkan tumbuh
suburnya hama pertanian setelah banjir surut. Hal tersebut membuat rumahtangga
petani di wilayah banjir semakin rentan. Rumahtangga petani memiliki lima modal

4

nafkah dalam melakukan aktivitasnya. Lima modal tersebut yaitu modal manusia,
modal sosial, modal fisik, modal finansial, dan modal alam. Kelima modal tersebut
dapat mempengaruhi resiliensi rumahtangga petani ketika berada dalam situasi krisis.
Bencana banjir dan serangan hama merupakan kondisi krisis yang dihadapi oleh
rumahtangga petani di Desa Sukabakti. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti:
1. Sejauhmana pemanfaatan livelihood assets oleh rumahtangga petani di dua
komunitas?
2. Bagaimana bentuk struktur nafkah rumahtangga petani di dua komunitas?
3. Bagaimana resiliensi rumahtangga petani dalam kondisi krisis di dua
komunitas?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis pemanfaatan livelihood assets rumahtangga petani di dua
komunitas
2. Menganalisis bentuk struktur nafkah rumahtangga petani di dua komunitas
3. Menganalisis resiliensi rumahtangga petani dalam kondisi krisis di dua
komunitas
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam
memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai livelihood assets dan
pemanfaatannya oleh rumahtangga petani dalam bertahan hidup, sehingga
menjadi referensi bagi rumahtangga lainnya untuk mengetahui seberapa besar
kontribusi masing-masing modal nafkah.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait
dengan
pertanian,
pencemaran
sungai,
dan
bencana
alam.

PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan
definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar
untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran
logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian dan definisi
operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari masing-masing
bagian tersebut.
Tinjauan Pustaka
Bencana Alam dan Pengaruhnya Bagi Sektor Pertanian
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan definisi bencana adalah sebagai berikut:
“Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis”
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non
alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Menurut BPPN (2006), faktor-faktor penyebab terjadinya bencana antara lain:
1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena manusia (man-made hazars)
yang menurut United Nations International Strategy For Disaster Reduction
(UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards),
bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi
(biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards), dan penurunan
kualitas lingkungan (environmental degradation).
2. Kerentanan (vurnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kawasan beresiko bencana
3. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Penelitian Suryawati (2012) menunjukkan adanya ketergantungan masyarakat
yang tinggi terhadap alam baik dari segi ekonomi maupun sosial. Hasil penelitian

6

Hastuti (2006) di lereng Gunung Merapi memaparkan bahwa adanya peristiwa
letusan Gunung Merapi di Tahun 2006 menciptakan keterpurukan ekonomi
rumahtangga karena kesulitan memperoleh pendapatan. Penelitian Rochana (2011) di
Pesisir Bandar Lampung juga menyebutkan bahwa gelombang pasang telah menjadi
bencana yang memporak-porandakan kehidupan pesisir. Seluruh aktivitas ekonomi
produktif penangkapan ikan di laut beserta ikutannya terhenti oleh gelombang
pasang. Sebagian bangunan fisik rumah masyarakat pesisir hancur luluh lantak.
Rusaknya infrastruktur rumah sebagai sarana dasar untuk berteduh dan lumpuhnya
perekonomian bagi masyarakat pesisir yang sebagian besar miskin yang berujung
pada peningkatan kesulitan hidupnya.
Pengertian Nafkah
Dharmawan dan Manig (2000) memberikan penjelasan bahwa livelihood
memiliki pengertian yang lebih luas daripada sekedar means of living yang bermakna
secara sempit sebagai mata pencaharian saja. Strategi nafkah adalah berbagai
kombinasi dari aktivitas-aktivitas dan pilihan-pilihan kegiatan nafkah yang dilakukan
orang untuk mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya (Aristiyani 2001 dalam
Tulak 2009). Strategi nafkah adalah proses-proses dimana rumahtangga membangun
suatu kegiatan dan kapabilitas dukungan sosial yang beragam untuk bertahan hidup
atau meningkatkan taraf hidupnya (Tulak 2009). Menurut Crow seperti dikutip
Dharmawan (2001), terdapat aspek-aspek penting dalam strategi nafkah, yaitu:
1. Harus terdapat pilihan yang dapat dipilih oleh seseorang sebagai tindakan
alternatif
2. Kemampuan melatih kekuatan
3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakapastian yang dihadapi
seseorang dapat diminimalisir
4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa
seseorang
5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan
mengikuti berbagai strategi yang berbeda
Menurut Ellis dan Freeman (2005), nafkah rumahtangga memasuki
pengembangan wacana lebih sedikit dari satu dekade lalu dan sekarang merupakan
istilah yang disukai dalam literatur pengembangan. Menurut Ellis (2000), nafkah
adalah mata pencaharian terdiri dari aset (alam, manusia, finansaial, dan modal
sosial), kegiatan, dan akses masuk (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial)
yang bersama-sama menentukan hidup yang diperoleh oleh individu atau
rumahtangga, sedangkan diversifikasi mata pencaharian pedesaan didefinisikan
sebagai proses dimana rumah tangga pedesaan membangun sebuah portofolio yang
semakin beragam dengan kegiatan dan aset dalam rangka untuk bertahan hidup dan
untuk meningkatkan standar hidup mereka.

7

Asset
Modal alam, Modal fisik, Modal
manusia, Modal sosial, Modal
finansial
Kegiatan
(yang ditunjukkan)

Institusi
Tanah tenurial, Properti bersama,
Pasar nyata, dll
Hubungan sosial
Desa, Etnis, Gender, dll
Organisasi
Agen pemerintah, Kelompok
komunitas, LSM, dll

Akses
dimediasi oleh

Gambar 1 Diversifikasi mata pencaharian pedesaan (Sumber: Ellis 2000)
Terdapat lima modal yang dijelaskan Ellis sebagai livelihood asset yaitu modal
alam, modal fisik, modal manusia, modal finansial, dan modal sosial. Modal alam
merujuk pada sumber daya alam dasar (tanah, air, pohon) yang menghasilkan produk
yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Modal
fisik merujuk pada aset-aset yang dibawa ke dalam eksistensi proses produksi
ekonomi, sebagai contoh, alat-alat, mesin, dan perbaikan tanah seperti teras atau
saluran irigasi. Modal manusia merujuk pada tingkat pendidikan dan status kesehatan
individu dan populasi. Modal finansial merujuk pada persediaan uang tunai yang
dapat diakses untuk membeli barang-barang konsumsi atau produksi, dan akses pada
kredit dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. Modal sosial merujuk pada jaringan
sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan dari mana mereka dapat
memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi terhadap penghidupan mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forster et al. (2014) mengenai resiliensi
nafkah nelayan di Aungilla, terdapat kohesi sosial yang kuat dalam beberapa nelayan
menjadikan keluarga dan masyarakat juga sebagai penyangga individu terhadap
ketidakpastian atau fluktuasi sumberdaya.
Berdasarkan hasil pustaka yang diringkas, yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Widianto et al. (2007) mengenai strategi nafkah petani tembakau di Lereng Gunung
Sumbing, petani menggunakan kelima modal tersebut dalam menghadapi krisis yang
terjadi dengan dengan melakukan beragam strategi nafkah agar tetap survival dalam
kehidupannya. Livelihood asset tersebut sangat mempengaruhi terhadap kapabilitas
petani dalam melakukan strategi nafkah. Penelitian yang dilakukan oleh Widianto et
al. (2007), modal tersebut adalah modal finansial yang diperoleh petani dengan cara
berhutang, modal alam diperoleh dengan strategi patronase dengan petani berlahan
luas. Kapabilitas menyangkut kemampuan beradaptasi dan ketahanan akan gangguan
atau guncangan sehingga mampu menemukan atau membuat strategi-strategi nafkah.
Selain itu, modal sosial berperan penting dalam memfasilitasi rumahtangga petani
untuk dapat mengakses sumber daya lainnya.
Menurut Dharmawan (2007), pada mahzab Bogor, strategi penghidupan dan
nafkah pedesaan dibangun selalu menunjuk ke sektor pertanian (dalam arti luas).

8

Pada posisi sistem nafkah yang demikian, basis nafkah rumahtangga petani adalah
segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non-pertanian. Karakteristik sistem
penghidupan dan nafkah yang dicirikan oleh bekerjanya dua sektor ekonomi, juga
sangat ditentukan oleh sistem sosial-budaya setempat. Terdapat tiga elemen sistem
sosial terpenting yang sangat menentukan bentuk strategi nafkah yang dibangun oleh
petani kecil dan rumahtangganya. Ketiga elemen tersebut tersebut adalah: (1)
infrastruktur sosial (setting kelembagaan dan tatanan norma sosial yang berlaku), (2)
struktur sosial (setting lapisan, struktur agrarian, struktur demografi, pola hubungan
pemanfaatan ekosistem lokal, pengetahuan lokal), (3) supra-struktur sosial (setting
ideologi, etika-moral ekonomi, dan sistem nilai yang berlaku).

Basis Nafkah
di Sektor Pertanian

Modal & SDM

Basis Nafkah
Sektor NonPertanian

Modal SDM

Strateginafkah
ekstensifikasi,intensifikas,buru
h-tani, shortcropping, pekerja
anak dan wanita di Pertanian

Strategi nafkah
ganda dan
migrasi

Strategi nafkah sektor informal,
perdagangan kecil-menengah,
industry pedesaan, industry hasil
pertanian, kerajinan, buruh

Gambar 2 Mobilisasi modal dan sumberdaya manusia (SDM) pedesaan di
dua basis nafkah pada mahzab Bogor (Sumber: Dharmawan
2007)
Basis nafkah rumahtangga petani dari sisi ekonomi pertanian maupun
ekonomi non-pertanian dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diniz
et al. (2013) mengenai strategi nafkah dalam program pengentasan kemiskinan di
Amazon, Brazil. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua strategi
nafkah yang dilakukan oleh masyarakat di Amazon berupa strategi on-farm yaitu
budidaya dan berternak, maupun strategi off-farm yaitu usaha kecil, perdagangan
pedesaan, dan pasar tenaga kerja. Pada penerapan strategi nafkah tersebut
diidentifikasi bahwa masyarakat di wilayah Amazon tersebut menggunakan modal
manusia (asal dan latar belakang), modal finansial (produksi susu dan kawanan
ukuran), dan proses antara (akses pasar susu). Analisis secara kualitatif menunjukkan
bahwa kombinasi faktor-faktor lain seperti modal alam (luas peternakan), modal fisik
(jarak ke pasar susu), dan beberapa proses Mediasi (akses tanah, skema kredit,
bantuan teknologi dan kapasitas organisasi) juga penting.

9

Konsep Resiliensi
Konsep resiliensi berkebalikan dengan kerentanan. Kerentanan yaitu
kecenderungan sistem kompleks adaptif mengalami pengaruh buruk dari
keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan kejutan (Kasperson 1998 dalam
Suryawati 2012). Konsep resiliensi sosial diperkenalkan oleh Jansen (2007) dalam
Cote dan Nightingale (2012) sebagai kemampuan kelompok atau masyarakat untuk
mengatasi tekanan eksternal dan gangguan sebagai akibat dari perubahan sosial,
politik, dan lingkungan. Menurut Cote dan Nightingale (2012), permasalahan dalam
mendefinisikan konsep resiliensi dalam sistem sosial-lingkungan adalah keterbatasan
menganalisis trade-off dan keputusan manajemen aspek tata kelola dalam bingkai
sempit model prioritas sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, untuk memahami
resiliensi, pendekatan yang digunakan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
normatif untuk menganalisis kapasitas adaptif sistem ekologi sosial yang melibatkan
stakeholder pada berbagai skala, dengan beberapa pendekatan untuk penilaian sumber
daya dan kepemimpinan yang berbeda, dan hubungan jaringan sosial heterogen yang
mendasari dan membentuk praktek manajemen yang membentuk resiliensi tersebut.
Menurut Holling seperti dikutip Cote (2012) ketahanan ekologi selain
dipahami sebagai jumlah waktu yang diperlukan untuk kembali ke sistem awal yang
stabil, tetapi juga kapasitas sistem untuk menyerap gangguan sementara tetap
mempertahankan populasi dan variabel yang sama. Oudenhoven et al. (2011)
memberikan gambaran mengenai praktik-praktik hubungan manusia dengan alam,
karakteristik ekologi (keanekaragaman hayati, habitat, jasa ekosistem) dan aspekaspek sosial (lembaga, jaringan, pendidikan) merupakan indikator sosial-ekologi pada
resiliensi dalam suatu sistem konservasi.
Menurut Berkes et al. (2003) dalam Hanazaki et al. (2012) resiliensi
menawarkan lensa yang digunakan untuk memahami tekanan dan guncangan dalam
sistem ekologi sosial, dan secara khusus dinamika mata pencaharian masyarakat
pedesaan yang bergantung pada sumberdaya. Selain itu, menurut Walker et al.
Seperti dikutip Hanazaki et al. (2012), resiliensi didefinisikan sebagai kapasitas
sistem untuk menyerap gangguan dan reorganisasi sementara ketika mengalami
perubahan sehingga masih mempertahankan fungsi, struktur, identitas, dan umpan
balik, yang pada dasarnya sama. Ketahanan adalah kapasitas sistem ekologi sosial
untuk terus berubah dan beradaptasi, namun tetap dalam ambang batas kritis
(Gunderson dan Holling 2002) dalam (Hanazaki et al. 2012).
Di dalam sistem timbal balik antara manusia dan alam, keadaan yang tidak
terduga adalah aturan, bukan harapan. Keadaan ekologi yang tidak terduga
didefinisikan sebagai sebuah ketidaksetujuan kualitatif antara ekosistem, kepribadian,
dan harapan – sebuah ketidaksesuaian kognitif lingkungan (Berkes et al. 2003). Oleh
karena itu, resiliensi menjadi ciri kemampuan sistem untuk menghadapi perubahan.
Adaptasi, sebagai bagian dari ketahanan, adalah kemampuan untuk menyesuaikan
tanggapan terhadap perubahan eksternal (misalnya, globalisasi, kebijakan
pemerintah) dan proses internal (misalnya, peningkatan populasi, migrasi keluar), dan
dengan demikian memungkinkan untuk pengembangan sepanjang lintasan saat ini

10

(stabilitas domain). Transformability, sebaliknya, adalah kemampuan untuk
menyeberangi batas ke lintasan baru (Gunderson dan Holling dalam Hanazaki et al.
2012). Menurut Sumarti (2007), strategi adaptasi petani beragam lapisan dalam
mengatasi kemiskinan merupakan tindakan yang tepat, sesuai dengan lingkungan
kultural, sosial, ekonomi, politik, dan ekologi dimana mereka hidup. Sistem sosial
dan ekologi menghubungkan diri mereka sendiri, oleh karena itu Norgaard seperti
dikutip Adger et al. (2001) telah menghubungkan untuk mensinergikan dan hubungan
ko-evolusioner. Dengan demikian, resiliensi dalam sistem sosial merupakan
hubungannya dengan beberapa cara, masih tidak terdifinisi, untuk resiliensi sistem
ekologi dalam ketergantungannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mavhura et al. (2012) di
Mubazarani, Zimbabwe, masyarakat di area yang intensitas banjir yang rendah
dengan kekuatan sosial-ekonomi berbasis sebagai pendidikan dan pendapatan lebih
baik untuk bertahan dengan dampak banjir dibandingkan masyarakat dengan
intensitas banjir yang tinggi dan terkadang banjir dengan basis sosial ekonomi yang
lemah. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, konsep resiliensi merupakan konsep
umum dalam menggambarkan kapasitas adaptasi masyarakat desa dalam menghadapi
setiap guncangan atau perubahan dalam lingkungan sosial, ekologi, maupun politik.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa resiliensi tidak hanya dipandang
sebagai aspek ekologi. Aspek-aspek sosial seperti pengetahuan lokal, nilai-nilai
budaya, dan kelembagaan adat juga berpengaruh besar terhadap bentuk resiliensi
yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan.
Palmer (1997) dalam Praptiwi (2009) mendeskrispsikan empat tipe resiliensi,
yaitu:
1. Anomic survival; orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan
2. Regenerative resilience; dapat melengkapi usaha untuk mengembangkan
kompetensi dari mekanisme coping
3. Adaptive resilience; periode yang relatif berlanjut dari pelaksanaan dan
strategi coping
4. Flourishing resilience; penerapan yang luas dari perilaku dan strategi coping
Michalski dan Watson seperti dikutip Praptiwi (2009) memaparkan berbagai
karakteristik rumahtangga yang memiliki resiliensi, yakni:
1. Kompeten dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan dalam mengambil
keputusan
2. Adanya pembagian tugas dalam rumahtangga
3. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi untuk mencapai tujuan
4. Kemampuan komunikasi yang baik
5. Mempunyai hubungan yang konsisten dengan sesama.
Kerangka Pemikiran
Pertanian merupakan salah satu sumber nafkah unggulan bagi masyarakat
pedesaan. Rumahtangga petani memiliki lima modal dalam memanfaatkan sumber
nafkahnya yaitu modal alam, modal fisik, modal manusia, modal sosial, dan mosal

11

finansial. Kelima modal tersebut akan mempengaruhi tingkat resiliensi rumahtangga
dalam menghadapi guncangan atau kondisi krisis. Resiliensi dapat dilihat dari waktu
yang dibutuhkan rumahtanga kembali ke keadaan awal ketika terjadi krisis dan
jumlah cara penyesuaian yang dilakukan rumahtangga ketika terjadi krisis. Masingmasing modal memiliki hubungan yang berbeda dengan tingkat resiliensi
rumahtangga petani.

Tingkat Pemanfaatan Livelihood Assets (Xn) (Ellis 2000)
Modal Alam (X1) :
 Tingkat akses SDA (X1.1)
 Tingkat kepentingan SDA (X1.2)
 Tingkat kualitas SDA (X1.3)
 Tingkat luas lahan (X1.4)

Modal Manusia (X3) :
 Tingkat alokasi tenaga kerja (X3.1)
 Tingkat pendidikan (X3.2)
 Tingkat penggunaan tenaga kerja (X3.3)
 Tingkat keterampilan (X3.4)

Modal Sosial (X2) :
 Tingkat kepatuhan terhadap
Norma (X2.1)
 Tingkat Kepercayaan (X2.2)
 Tingkat Jaringan (X2.3)





Tingkat Pendapatan
On Farm, Off Farm,
Non Farm
Tingkat Pengeluaran
Tingkat Saving

Modal Fisik (X4) :
Tingkat Kepemilikan Aset Rumahtangga

Modal Finansial (X5) :
 Tingkat Pendapatan (X5.1)
 Tingkat Tabungan (X5.2)

Tingkat Resiliensi (Yn) :
 Waktu recovery saat
krisis (Y1)
 Tingkat adaptasi saat
krisis (Y2)

Keterangan :
: mempengaruhi
: berkaitan dengan
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini yaitu:

12

Diduga terdapat hubungan antara tingkat pemanfaatan livelihood asset yang
terdiri dari modal manusia, alam, fisik, finansial dan sosial yang dilakukan
rumahtangga terhadap tingkat resiliensi rumahtangga petani Yn = f (Xn) dengan
rincian sebagai berikut:
1. Diduga tingkat pemanfaatan modal alam yang dimiliki rumahtangga petani
mempengaruhi terhadap tingkat resiliensi dalam kondisi krisis
Yn = f (X1.1, X1.2, X1.3, X1.4)
2. Diduga tingkat pemanfaatan modal sosial yang dimiliki rumahtangga petani
mempengaruhi tingkat resiliensi dalam kondisi krisis
Yn = f (X2.1, X2.2, X2.3)
3. Diduga tingkat pemanfaatan modal manusia yang dimiliki rumahtangga petani
mempengaruhi tingkat resiliensi dalam kondisi krisis
Yn = f (X3.1, X3.2, X3.3, X3.4)
4. Diduga tingkat pemanfaatan modal fisik yang dimiliki rumahtangga petani
mempengaruhi tingkat resiliensi dalam kondisi krisis
Yn = f (X4)
5. Diduga tingkat pemanfaatan modal finansial yang dimiliki rumahtangga
petani mempengaruhi tingkat resiliensi dalam kondisi krisis
Yn = f (X5.1, X5.2)
Definisi Operasional
1.

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
Livelihood Asset adalah lima modal sumberdaya yang dimanfaatkan dalam
melakukan aktifitas nafkah. Kelima modal tersebut antara lain:.
1) Tingkat modal alam (X1) dilihat dari jumlah SDA yang dapat diakses oleh
rumahtangga, kualitas SDA yang dapat diakses oleh rumahtangga, tingkat luas
lahan dan tingkat kepentingan SDA bagi pendapatan rumahtangga. Tingkat
modal alam termasuk dalam jenis data ordinal. Rincian dari ketiga aspek
tersebut adalah:
a. Jumlah SDA yang dapat diakses oleh rumahtangga (X1.1) adalah
derajat mudah sulitnya petani dalam mendapatkan peluang untuk
menguasai sumberdaya alam.
b. Kualitas SDA yang dapat diakses rumahtangga (X1.2) adalah derajat
bagus jeleknyanya kondisi sumberdaya alam yang diakses
rumahtangga petani
c. Kepentingan SDA bagi pendapatan rumahtangga (X1.3) adalah derajat
atau arti pentingnya SDA bagi kehidupan dan pendapatan
rumahtangga untuk bertahan hidup.
d. Ti