Akumulasi Metabolit dan Aktivitas Enzim sebagai Respons terhadap Cekaman Air pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

AKUMULASI METABOLIT DAN AKTIVITAS ENZIM
SEBAGAI RESPONS TERHADAP CEKAMAN AIR
PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

ENDRI PURWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Akumulasi
Metabolit dan Aktivitas Enzim sebagai Respons terhadap Cekaman Air pada
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah karya saya sendiri dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Endri Purwanti
NIM G851110061

iii

RINGKASAN
ENDRI PURWANTI. 2014. Akumulasi Metabolit dan Aktivitas Enzim sebagai
Respons terhadap Cekaman Air pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Di
bawah bimbingan MARIA BINTANG dan NURITA TORUAN-MATHIUS.
Cekaman air (kekeringan) dapat menghambat pertumbuhan dan
menurunkan produktivitas kelapa sawit. Toleransi kelapa sawit terhadap cekaman
air dapat diamati berdasarkan respons morfologi, fisiologi, dan biokimia. Respons
biokimia kelapa sawit terhadap cekaman air diantaranya adalah terjadinya
akumulasi metabolit dan aktivitas enzim. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis respons tiga progeni kelapa sawit (fase bibit) yang diberi perlakuan
cekaman air berdasarkan akumulasi metabolit dan aktivitas enzim.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) faktorial yang terdiri atas tiga faktor, yaitu jenis

perlakuan (disiram dan tidak disiram), jenis progeni (P1, P2, dan P3), dan lama
perlakuan (0, 9, 18, dan 27 hari). Sampel diambil dari bagian daun dan akar.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2014 di rumah plastik PT
SMART Tbk, Sentul, Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi metabolit dan aktivitas
enzim lebih tinggi di bagian daun dibandingkan dengan di akar baik pada
perlakuan disiram maupun tidak disiram. Tanaman yang mengalami cekaman air
memiliki kadar asam absisat (ABA), prolin, dan aktivitas enzim pirolin-5karboksilat sintetase (P5CS) lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol,
sebaliknya aktivitas enzim prolin dehidrogenase (PDH) lebih rendah. Akumulasi
metabolit dan aktivitas enzim P5CS cenderung meningkat seiring dengan lamanya
waktu cekaman, sedangkan aktivitas enzim PDH adalah sebaliknya (cenderung
menurun). P5CS adalah enzim yang terlibat dalam proses biosintesis prolin,
sedangkan PDH adalah enzim yang berperan dalam proses katabolisme prolin.
Peningkatan akumulasi ABA ketika tanaman mengalami cekaman diduga dapat
memicu aktivitas enzim P5CS untuk mensintesis prolin sehingga kadar prolin
semakin meningkat. Pada saat yang bersamaan, proses katabolisme prolin juga
terhambat karena aktivitas enzim PDH menurun. Pada kondisi normal (tidak
mengalami cekaman) kadar prolin di setiap organ tanaman diatur oleh aktivitas
enzim P5CS dan PDH sehingga kadar prolin relatif konstan. Akumulasi metabolit
dan aktivitas enzim pada ketiga progeni yang mengalami cekaman air relatif lebih

tinggi pada P3 dibandingkan dengan P1 dan P2, namun tidak signifikan.
Kata kunci: asam absisat (ABA), cekaman air, prolin, pirolin-5-karboksilat sintetase
(P5CS), prolin dehidrogenase (PDH).

iv

SUMMARY
ENDRI PURWANTI. The Accumulation of Metabolites and Enzymes Activity as
a Response to Water Stress on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by
MARIA BINTANG and NURITA TORUAN-MATHIUS.
Water deficit stress could inhibit growth and decrease the productivity of
oil palm. Oil palm tolerance to water stress could be observed from the response
of the morphology, physiology, and biochemistry. One of biochemical response of
oil palm to water stress is the accumulation of metabolites and enzymes activity.
The objectives of this research were to analyse response of three progenies to
water stress treatment based on accumulation of metabolites and enzymes activity.
The research was arranged in factorial randomized complete block design
(RCBD) which consist of three factors, namely : water treatment (watering and no
watering), progenies (P1, P2, and P3), and duration of treatment (0, 9, 18, and 27
days). The samples were taken from the leaves and roots. The research was

undertaken at green house PT SMART Tbk, Sentul, West Java from January to
February 2014.
The result showed that the accumulation of metabolites and activity of
enzymes was higher at the leaves than roots either on water deficit stress
treatment and normal condition. The plants with water deficit stress have higher
content of abscisic acid (ABA), proline, and activity of pyrroline-5-carboxylate
synthetase (P5CS) enzyme than normal condition. On the other hand, the activity
of proline dehydrogenase (PDH) enzyme was lower. The accumulation of proline,
ABA, and enzyme activity of P5CS had been increased along with the length of
time stress, while PDH enzyme activity had been decerased. P5CS is an enzyme
involved in the process of biosynthesis proline, while PDH is an enzyme that play
a role in the process of proline catabolism. The accumulation of ABA could
trigger activity of P5CS enzyme to synthesize prolin. At the same time, the
process of proline catabolism was inhibited because the activity of enzyme PDH
was decline. Under normal condition, levels of proline in any organ plants is
regulated by activity of enzymes P5CS and PDH so the level of proline relatively
constant. The accumulation of metabolites and enzymes activity was relatively
higher on P3 than P1 and P2 but statistically not significant.
Key words: abscisisc acid (ABA), proline, proline dehydrogenase (PDH), pyrroline5-carboxylate synthetase (P5CS), water deficit stress.


v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

AKUMULASI METABOLIT DAN AKTIVITAS ENZIM
SEBAGAI RESPONS TERHADAP CEKAMAN AIR
PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

ENDRI PURWANTI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Made Artika, M App Sc

viii

Judul Tesis

Nama

NRP

: Akumulasi Metabolit dan Aktivitas Enzim sebagai Respons
terhadap Cekaman Air pada Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.)
: Endri Purwanti
: G851110061

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Ketua Komisi Pembimbing

Dr Nurita Toruan-Mathius, MS
Anggota Komisi Pembimbing

Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biokimia


Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 24 Oktober 2014

Tanggal Lulus:

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
merupakan lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya dari tahun 2009 yang
terkait dengan cekaman kekeringan pada tanaman kelapa sawit. Rangkaian
kegiatan penelitian ini dilakukan secara bersama (working group) antara bidang
fisiologi, biokimia, molekuler, dan bioinformatik. Namun demikian, yang

dilaporkan di dalam tesis ini lebih di fokuskan pada bidang fisiologi dan biokimia.
Sumber dana penelitian ini berasal dari PT SMART Tbk, Divisi Plant Production
and Biotechnology. Sebagian hasil penelitian ini sedang dalam proses publikasi di
Jurnal Agronomi Indonesia (JAI).
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada Ibu Prof Dr drh Maria Bintang, MS dan Ibu Dr Nurita ToruanMathius, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan,
motivasi, dan masukan mulai dari awal sampai akhir.
Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Jo Daud Dharsono selaku Head of Upstream PT SMART Tbk yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2.
2. Bapak Tony Liwang selaku Division Head PT SMART Tbk yang telah
memberikan dukungan selama studi.
3. Dr Ir I Made Artika, M App Sc selaku penguji luar komisi dan Dr Laksmi
Ambarsari, MS selaku penguji wakil mayor yang telah memberikan saran dan
masukan dalam perbaikan tesis.
4. Bapak Yong Yit Yuan selaku Plant Breeder SMARTRI beserta timnya yang
telah membantu melakukan persilangan tetua-tetua bahan tanam.
5. Bapak Hairinsyah, Ibu Janita Tumanggor (PT Damimas Sejahtera) beserta
timnya yang telah membantu mempersiapkan bahan tanam.
6. Randi, Yossi, Widyartini, Wulan, dan Zulfikar yang telah bekerja sama
dengan baik dalam penelitian working group ini.

7. Seluruh staf dan karyawan Plant Production and Biotechnology Division
PT SMART Tbk yang telah membantu dalam proses penelitian.
8. Ibunda Maryati, ayahanda Hadi Suwito (Alm), adik, beserta kakak-kakak,
yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan.
9. Godot Sesarian sebagai teman yang selalu memberikan motivasi.
10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak memerlukan
perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, Oktober 2014

Endri Purwanti

x

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

1
1
2
2
3
3
3
4
5
6
8
9
11
11
12
12
12
12
12
13

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman
Cekaman Kekeringan
Respons Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Hubungan ABA dengan Cekaman Kekeringan
Peranan Prolin, Enzim P5CS, dan PDH dalam Regulasi Osmotik
Cekaman Kekeringan pada Tanaman Kelapa Sawit
3 METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu Penelitian
Tahapan Penelitian
Percobaan I. Penetapan kapasitas lapang (KL) media tanah
Percobaan II. Penetapan titik layu/stres tanaman
Percobaan III. Analisis respons tanaman terhadap cekaman
air
Analisis laboratorium
Analisis kadar ABA
Analisis kadar prolin
Analisis aktivitas enzim P5CS
Analisis aktivitas enzim PDH
Analisis KA media tanah
Analisis KA relatif daun
Analisis KA akar
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapasitas lapang (KL) media tanah
Titik layu/stres tanaman
Respons fisiologi dan biokimia tanaman
KA tanah, KA akar, dan KA relatif daun
Akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada daun dan akar
Nilai koefisien variasi (CV%) hasil analisis akar dan daun
Akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada selang waktu
pengamatan yang berbeda
Perbedaan akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada
progeni uji

xi

13
13
14
15
15
16
16
17
17
17
17
18
20
20
22
23
24
26

5 SIMPULAN

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR GAMBAR

1 Jalur biosintesis prolin pada tanaman monokotil
2 Mekanisme respons tanaman kelapa sawit terhadap cekaman
kekeringan
3 Nilai rata-rata KA media tanah dari kondisi jenuh air sampai
dengan kapasitas lapang (KL)
4 Pengaruh proses evapo-transpirasi tanaman terhadap penurunan
KA media tanah hingga mencapai titik konstan (a) dan pengaruh
penurunan KA media tanah terhadap proses perubahan morfologi
daun tanaman (a)
5 Nilai rata-rata KA tanah (a), KA akar (b), dan KA relatif daun (c)
dari 3 progeni uji pada pengamatan 0 hingga 27 hari
6 Nilai rata-rata kadar ABA (a), prolin (bI), aktivitas enzim P5CS
(c) dan PDH (d) pada akar dan daun dari 3 progeni uji pada
pengamatan hari ke-27
7 Nilai rata-rata perubahan kadar ABA (a), prolin (b), aktivitas
enzim P5CS (c) dan PDH (d) dari 3 progeni uji (sampel daun)
pada pengamatan 0 hingga 27 hari perlakuan
8 Nilai rata-rata kadar ABA (a), prolin (b), aktivitas enzim (c) dan
PDH (d) dari 3 progeni uji selama mengalami cekaman 27 hari

9
11
18
19

21
23

25

27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Pengaturan posisi tanaman di dalam rumah plastik dengan
rancangan kelompok faktorial teracak (RKLT) faktorial
3 Komposisi pereaksi untuk analisis biokimia
4 Nilai rata-rata data suhu (oC) dan kelembaban di dalam rumah
plastik pada percobaan II (a) dan percobaan III (b)
5 Kadar prolin, aktivitas P5CS, aktivitas PDH, dan kadar ABA pada
daun dan akar yang dipengaruhi oleh perlakuan, lama perlakuan,
progeni, dan interaksinya
6 Penampilan fenotipik progeni 3

xii

33
34
35
38
39

40

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan
penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi di dunia, dan ditanam
secara luas di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand (Wilcove
dan Koh 2010). Di Indonesia, sebagian besar perkebunan kelapa sawit terdapat di
Sumatra, Kalimantan, dan Papua dengan total area mencapai 7.7 juta ha pada
Tahun 2010 (Gunarso et al. 2013). Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada iklim
tropis, dengan temperatur optimal berkisar antara 24-28 oC dan curah hujan
tahunan 1500-4000 mm (Kiswanto et al. 2008). Oleh sebab itu, suplai air yang
cukup dan temperatur yang tepat adalah faktor yang sangat penting yang
menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit.
Pemanasan global merupakan masalah yang serius di seluruh dunia yang
mengakibatkan kondisi lingkungan ekstrim, seperti kekurangan air (cekaman
kekeringan). Suhu di Indonesia diprediksikan naik sebanyak 0.2-0.3 oC setiap
sepuluh tahun. Selain itu juga terjadi penurunan curah hujan sampai dengan 75%
pada musim kemarau (Juli-September) (Naylor et al. 2007). Terjadinya “El Nino”
yang semakin kuat dan sering, diduga akan memperparah kondisi kekeringan di
Indonesia. Cekaman kekeringan akibat perubahan iklim global tersebut dapat
memberikan potensi kerugian yang besar pada perusahaan kelapa sawit karena
produktivitasnya menurun. Oleh karena itu, salah satu strategi perusahaan kelapa
sawit adalah mempersiapkan tanaman yang dapat bertahan dalam kondisi tersebut.
Mekanisme adaptasi tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan
di antaranya adalah dengan pengaturan potensial osmotik sel (Cha-um et al. 2010).
Prolin merupakan asam amino yang digunakan sebagai senyawa osmotik yang
diakumulasi oleh banyak spesies tanaman dalam kondisi cekaman kekeringan
(Sharma dan Verslues 2010). Pada keadaan tercekam, prolin menstabilkan protein,
membran, dan struktur subseluler serta melindungi fungsi-fungsi seluler (Djilianov
et al. 2005). Level prolin intraseluler ditentukan oleh biosintesis, katabolisme dan
transport antar sel dan kompartemen seluler yang berbeda. Prolin dibiosintesis di
sitosol melalui jalur glutamat oleh enzim pirolin-5-karboksilat sintetase (P5CS).
Katabolisme prolin terjadi di dalam mitokondria melalui aksi prolin dehidrogenase
(PDH) atau prolin oksidase (POX).
Akumulasi prolin dipengaruhi oleh akumulasi asam absisat (ABA) yang
berperan dalam transduksi sinyal. Penurunan level ABA dapat menyebabkan
katabolisme prolin sehingga kadar prolin turun (Trotel-Aziz et al. 2003). ABA
merupakan salah satu hormon tumbuh yang banyak kaitannya dengan kondisi
cekaman lingkungan termasuk cekaman kekeringan. ABA meningkat dengan
segera ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan (Ye et al. 2012).
Peningkatan level ABA di daun menginduksi dan mengatur penutupan stomata,
sedangkan peningkatan level ABA di akar meningkatkan konduktivitas hidrolik
yang meningkatkan pengambilan dan transportasi air (Parent et al. 2009).
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Diawali dengan penapisan beberapa progeni kelapa sawit di perkebunan yang
sering mengalami cekaman kekeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa progeni diduga toleran terhadap cekaman kekeringan berdasarkan

2

akumulasi prolin, glisin-betain dan produktivitas kelapa sawit (Purwanti et al.
2009). Progeni-progeni tersebut kemudian diuji lebih lanjut dengan analisis
microarray untuk mendapatkan informasi gen-gen yang terlibat pada saat terjadi
cekaman kekeringan di lapangan. Hasil analisis microarray menunjukkan bahwa
gen P5CS1 berhasil diidentifikasi pada progeni kelapa sawit yang diduga toleran.
Gen tersebut terekspresi sebanyak 15.57 kali pada progeni kelapa sawit yang
diduga toleran terhadap cekaman kekeringan (Budinarta et al. 2012).
P5CS1 merupakan gen penyandi enzim P5CS yang bertanggung jawab
dalam biosintesis prolin. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan
analisis aktivitas enzim P5CS, analisis kadar prolin, analisis aktivitas enzim PDH
yang berperan dalam katabolisme prolin, dan analisis kadar ABA yang berperan
dalam transduksi sinyal. Intensitas pengaruh cekaman kekeringan terhadap
tanaman ditentukan oleh tingkat cekaman di antaranya jumlah air yang hilang,
tingkat kerusakan, dan lama cekaman, jenis spesies dan genotipe, umur dan fase
pertumbuhan/perkembangan tanaman saat mengalami cekaman. Dalam penelitian
ini akan dilakukan perlakuan cekaman air pada fase bibit yang berumur 10-11
bulan dengan tujuan bisa mengetahui lebih dini karakter toleransinya terhadap
cekaman kekeringan.

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1). menganalisis respons biokimia tiga
progeni kelapa sawit pada fase bibit terhadap cekaman air berdasarkan aktivitas
enzim P5CS dan PDH, akumulasi prolin dan ABA, 2). menganalisis tingkat
akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada bagian daun dan akar, 3) menguji
karakter toleransi tiga progeni terhadap cekaman air berdasarkan aktivitas enzim
dan akumulasi metabolit.

Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah :
Seleksi tanaman kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman kekeringan
dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada fase bibit di main nursery. Hal ini akan
mempercepat waktu untuk mendapatkan genotipe tanaman kelapa sawit yang
toleran cekaman kekeringan.
Tanaman kandidat toleran cekaman kekeringan tersebut selanjutnya diuji
pada tahap lapang. Bahan tanam yang toleran cekaman kekeringan tersebut
selanjutnya akan diperbanyak dengan teknologi kultur jaringan, sehingga diperoleh
ramet-ramet toleran cekaman kekeringan untuk bahan tanam di daerah marginal
dengan agroklimat kering.
Penggunaan bahan tanam yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan
meningkatkan produksi kebun yang memiliki masalah cekaman air khususnya
pada musim kering dan agroiklimat kering.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit termasuk kelas Monokotil, keluarga Palmae, genus
Elaeis dan spesies E. guineensis. Tanaman ini berasal dari Afrika dan Amerika. E.
guineensis dikenal sebagai kelapa sawit komersial yang memiliki keunggulan
utama pada kandungan minyak mentah (Crude Palm Oil, CPO) yang tinggi.
Kelapa sawit komersial dikenal dalam tiga kelompok, yaitu Dura, Pisifera, dan
Tenera. Tenera merupakan hasil persilangan Dura x Pisifera.
Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer,
sekunder, tersier dan kuartener. Sebagian besar akarnya berada dekat permukaan
tanah yaitu pada kedalaman 15-30 cm. Batangnya tegak tidak bercabang,
berdiameter 40-75 cm, tinggi batang dalam pembudidayaan tidak lebih dari
15-18 m. Berdaun majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang
berbentuk spiral. Panjang pelepah daun mencapai 9 m dengan panjang helai daun
mencapai 1.2 m berjumlah 100-160 pasang. Jumlah pelepah yang dipertahankan
dalam perkebunan kelapa sawit sekitar 30-50 pelepah (Hartley 1988).
Kelapa sawit tumbuh baik pada iklim tropis, lama penyinaran matahari
yang baik untuk kelapa sawit yaitu antara 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan
curah hujan tahunan 1500-4000 mm, temperatur optimal 24-28 oC. Ketinggian
tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut).
Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90%. Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5.0-5.5. Kelapa sawit
membutuhkan tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan
memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm). Kemiringan lahan pertanaman
kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o (Kiswanto et al. 2008).

Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman
Air merupakan komponen utama tanaman, yang membentuk 80-90% bobot
segar jaringan yang sedang aktif. Air sebagai komponen esensial tanaman
memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, didalamnya terdapat gas, garam,
dan zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai pereaksi
dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolis, dan (c) air esensial untuk
menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata (Griffin
et al. 2004).
Pada keadaan normal tanaman membutuhkan keseimbangan potensial air
antara tanah-akar-daun-atmosfer. Keseimbangan ini berarti gradien potensial air
antara bagian-bagian tersebut yang memungkinkan tanaman untuk melakukan
transpor air dan hara dari akar ke daun. Air akan mengalir dari potensial air tinggi
ke potensial air rendah yang dipengaruhi oleh proses transpirasi (Taiz dan Zeiger
2006).
Proses transpirasi di daun terutama terjadi pada siang hari dan dipengaruhi
oleh cahaya matahari. Ketika terjadi proses transpirasi pada tanaman, maka
tekanan turgor akan mengalami penurunan. Penurunan ini menyebabkan potensial
air di daun lebih rendah dari pada di akar, sehingga akan mempermudah aliran air

4

di xilem dari akar sampai ke daun. Peningkatan aliran air ini dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel tanaman. Aliran air ke sel akan mengakibatkan perbesaran dan
pemanjangan sel, sehingga sel dapat tumbuh (Kramer dan Boyer 1995).
Pada kondisi lingkungan tertentu tanaman dapat mengalami defisit air.
Defisit air berarti terjadi penurunan gradien potensial air antara tanah-akar-daunatmosfer, sehingga laju transpor air dan hara menurun (Taiz dan Zeiger 2006).
Penurunan ini akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman,
terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer dan Boyer 1995). Hal ini
biasanya terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air di
tanah dan akar menurun.
Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman
mengalami kekurangan air akibat 1) keterbatasan air dari lingkungannya, yaitu
media tanam, 2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju
evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia
cukup, dan 3) kadar garam yang tinggi pada media tanam sehingga akar
mengalami kesulitan dalam mengabsorbsi air (Borges 2003).
Air merupakan komponen penting dalam metabolisme, yaitu sebagai
komponen protoplasma, bahan fotosintesis, pelarut sebagian besar senyawa, media
transportasi, pengatur suhu dan faktor yang memungkinkan terjadinya reaksi
kimia. Kehilangan air pada tingkat seluler dapat menyebabkan perubahan
konsentrasi senyawa osmotik terlarut, perubahan volume sel dan bentuk membran,
perubahan konsentrasi gradien potensial air, kehilangan turgor, kerusakan atau
kehancuran integritas membran, dan denaturasi protein. Oleh karena itu pengaruh
kekurangan air pada tanaman bersifat sangat kompleks (Mundree et al. 2002).
Tanaman yang mengalami kekurangan air akan mengalami penurunan
kadar air relatif daun (relative water content, RWC). Hal tersebut menyebabkan
nilai potensial air juga akan turun. RWC merupakan gambaran kandungan air
relatif daun tanaman dan merupakan parameter ketahanan bagi tanaman dalam
menghadapi kondisi cekaman kekeringan. Proses fotosintesis pada sebagian besar
tanaman akan mulai tertekan bila nilai RWC-nya lebih rendah dari 70%, sehingga
tanaman memerlukan suatu mekanisme pengaturan dalam tubuhnya di antaranya
dengan melakukan penutupan stomata untuk mengurangi laju transpirasi
(Quilambo 2004).
Intensitas pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman ditentukan oleh
tingkat cekaman di antaranya jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan,
dan
lama
cekaman,
jenis
spesies
dan
genotipe,
umur
dan
fase
pertumbuhan/perkembangan tanaman saat mengalami cekaman. Cekaman
kekeringan dapat mempengaruhi berbagai mekanisme seluler, biokimia dan
fisiologi (Mullet dan Whitshit 1996).
Caliman dan Soutworth (1998) menyatakan bahwa, selain faktor iklim,
suplai air merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi produktivitas
tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit yang mengalami cekaman
kekeringan, secara visual tampak adanya hambatan pembukaan pelepah daun
muda, kerusakan pada hijau daun atau klorosis sehingga daun tampak menguning

5

dan mengering, pelepah daun tua patah atau terkulai (sengkleh), bahkan dapat
mengakibatkan seluruh kanopi mengalami kerusakan.
Dampak negatif cekaman kekeringan terjadi pula pada fase reproduktif
terutama terjadinya perubahan perkembangan pembungaan (seks rasio), bunga dan
buah muda mengalami keguguran. Tandan buah gagal menjadi masak yang
berakibat pada gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar (TBS)
dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO). Produksi TBS dapat menurun
10-40%, sementara CPO diperkirakan dapat menurun hingga 21-65%.
Respons Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Respons yang pertama kali dapat diamati pada tanaman yang kekurangan
air adalah penurunan conductance yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan
turgor. Hal ini mengakibatkan laju transpirasi berkurang, dehidrasi jaringan dan
pertumbuhan organ menjadi lambat, sehingga luas daun yang terbentuk saat
kekeringan lebih kecil. Kekeringan pada tanaman dapat menyebabkan menutupnya
stomata, sehingga mengurangi pengambilan CO2 dan menurunkan berat kering
(Ai et al. 2010).
Mekanisme respons tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu mekanisme escape (luput dari), avoidance (terhindar
dari) dan tolerance (toleransi). Luput dari cekaman kekeringan artinya tanaman
mampu menyelesaikan siklus hidupnya sebelum terjadi cekaman kekeringan
sehingga tidak mengalami cekaman. Terhindar dari cekaman kekeringan adalah
kemampuan tanaman untuk mempertahankan potensial air jaringan yang relatif
tinggi pada saat mengalami kekeringan, sedangkan toleransi adalah kemampuan
tanaman untuk bertahan hidup dengan potensial air jaringan yang rendah.
Pada umumnya tanaman melakukan lebih dari satu mekanisme respons
dalam waktu yang sama. Mekanisme terhindar dari cekaman kekeringan pada
berbagai tanaman merupakan faktor penting dalam menghadapi cekaman
kekeringan. Produksi yang tinggi dalam kondisi cekaman kekeringan pada
beberapa tanaman tertentu lebih disebabkan oleh mekanisme terhindar
dibandingkan dengan mekanisme toleransi cekaman kekeringan (Ndunguru et al.
1995). Terhindar dari cekaman kekeringan dilakukan dengan cara mengurangi
kehilangan air lewat daun dan meningkatkan kemampuan akar dalam menyerap air
tanah. Faktor yang memiliki kontribusi pada terhindar dari cekaman kekeringan
adalah 1) pertumbuhan akar yang ekstensif dan dalam (umumnya menjadi faktor
paling penting), 2) penutupan stomata untuk mengurangi kehilangan air,
3) penggulungan daun untuk mengurangi luas daun yang terpapar lingkungan, dan
4) deposit lilin pada epikutikular untuk menghambat kehilangan air (Sullivan
1983).
Mekanisme respons tanaman terhadap cekaman kekeringan terjadi melalui
proses transduksi sinyal. Proses tersebut melibatkan reseptor sebagai penerima
sinyal, phosphoprotein cascade sebagai penghantar sinyal, dan trans-acting factor
sebagai pengaktif gen yang mengendalikan respons. Pada tanaman tertentu, ABA
berperan sebagai reseptor sekunder yang menghubungkan reseptor utama di
membran dengan phosphoprotein cascade (Mundree et al. 2002).
Protein cekaman yang dibentuk dalam menghadapi cekaman kekeringan
dapat dibedakan menjadi (a) protein fungsional, antara lain berupa enzim kunci

6

biosintesis osmolit, enzim antioksidan, protein proteksi, dan (b) protein regulator,
antara lain berupa trans acting factor. Osmolit selain berperan dalam detoksifikasi,
juga berperan dalam keseimbangan osmotik, yaitu mempertahankan tekanan turgor
sel (Serraj dan Sinclair 2002).
Hubungan ABA dengan Cekaman Kekeringan
ABA merupakan salah satu hormon tumbuh yang banyak kaitannya dengan
kondisi cekaman lingkungan pada tanaman termasuk cekaman kekeringan.
Peningkatan konsentrasi ABA pada akar tanaman merupakan sinyal kimia yang
akan ditranspor ke daun pada saat tanaman mengalami kekurangan air dari tanah.
Ketika cekaman kekeringan terjadi peningkatan sintesis ABA pada akar tanaman
sebagai respons terhadap keadaan defisit air tanah. Peningkatan ABA ini terkait
dengan status air di akar tanaman. Proses selanjutnya ABA akan ditranspor dari
akar menuju daun melalui xilem. Selain di akar, tanaman juga mensintesis ABA di
daun, sehingga terjadi peningkatan ABA (Srivastava 2002).
Peningkatan ABA di daun menyebabkan protein channel Kout di sel penjaga
daun akan diaktifkan oleh keberadaan ABA dan protein Kin akan dihambat oleh
ABA, sehingga banyak ion K+ yang keluar dari sel penjaga. Kondisi ini akan
menurunkan potensial osmotik sel penjaga sehingga stomata menutup (Roberts
dan Snowman 2000). Proses isyarat oleh ABA dari akar ke daun ini dikenal
dengan istilah long-distance chemical signaling (Comstock 2002).
Kehilangan ion K+ pada sel penjaga dapat disebabkan oleh penurunan
kandungan air daun, dan ABA memegang peranan penting dalam proses ini. ABA
disintesis secara lambat terus menerus di sel mesofil dan terakumulasi di kloroplas.
Ketika mesofil terhidrasi maka ada dua hal yang akan terjadi yaitu :
1. Sebagian ABA yang disimpan di kloroplas akan dilepas ke apoplas sel mesofil.
Redistribusi ABA ini bergantung kepada gradien pH daun, keasaman bahan
molekul ABA dan permeabilitas membran sel. Redistribusi ABA
memungkinkan aliran transpirasi untuk membawa sebagian ABA ke sel penjaga
(Trejo et al. 1995).
2. ABA disintesis dengan kecepatan tinggi di akar sehingga mengakibatkan lebih
banyak ABA yang diakumulasi pada apoplas daun (Taiz dan Zeiger 2006).
ABA meningkat dengan segera ketika tanaman mengalami cekaman
kekeringan, sebagai respon terhadap kondisi cekaman kekeringan. Terdapat
perbedaan tingkat kadar ABA yang terbentuk antara tanaman yang toleran
terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang peka. Kadar
ABA pada tanaman yang toleran lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang
peka (Toruan-Mathius et al. 2001).
Konsentrasi ABA pada jaringan tertentu ditentukan oleh proses biosintesis,
katabolisme, kompartemen dan transportasi. Beberapa tanaman menunjukkan
adanya akumulasi ABA secara signifikan ketika tanaman mengalami cekaman air.
Konsentrasi ABA endogenus meningkat lebih dari 10 kali lipat dalam waktu
beberapa jam ketika mengalami cekaman kekeringan dan menurun kembali secara
drastis hingga ke level normal ketika tanaman mengalami rehidrasi (pengairan
kembali) (Ye et al. 2012).
Di samping proses biosintesis, proses katabolisme ABA juga memainkan
peranan penting dalam regulasi akumulasi ABA dan intensitas sinyal ABA. Pada

7

tanaman jagung, laju katabolisme ABA terjadi 11 kali lebih tinggi pada tanaman
yang diberi cekaman air dibandingkan dengan kondisi normal. Percobaan yang
dilakukan oleh Ye et al. (2012) membuktikan bahwa biosintesis ABA pada akar
memerlukan prekursor xantofil yang ditransfer dari daun, hal ini mengindikasikan
bahwa percepatan laju katabolik ABA penting untuk menyediakan bahan mentah
yang diperlukan akar dalam sintesis de novo ABA ketika akar memerlukan ABA
dalam kondisi cekaman. Gen OsABA yang bertanggung jawab dalam katabolisme
ABA juga diinduksi oleh cekaman air pada tanaman padi.
Dalam kondisi normal (tidak tercekam), kandungan ABA pada sel tanaman
berada dalam level rendah. Kandungan ABA yang rendah diduga diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman secara normal. Level ABA dapat meningkat secara
signifikan selama pemasakan biji dan pada kondisi yang kurang baik, seperti
musim kering. ABA dapat menghambat pertumbuhan tanaman (inhibitor) dengan
jalan mengurangi atau menghambat kecepatan pembelahan dan pembesaran sel.
Pada saat tanaman mengalami kondisi yang kurang baik, misalnya ketika
kekurangan air di musim kering, maka tanaman tersebut mengalami dormansi
yaitu daun-daunnya akan digugurkan dan yang tertinggal adalah tunas-tunasnya.
Dalam keadaan demikian ABA terkumpul/terakumulasi pada tunas yang terletak
pada sel penutup stomata, hal ini menyebabkan stomata menutup, sehingga
penguapan air berkurang dan keseimbangan air di dalam tubuh tanaman
terpelihara. ABA dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan dan pemanjangan sel
pada daerah titik tumbuh, pengguguran daun dan mendorong dormansi biji agar
tidak berkecambah (Parent et al. 2009).
Akumulasi ABA terjadi pada tanaman kelapa sawit yang mengalami
cekaman kekeringan. Biosintesis ABA sebelumnya telah diduga hanya terjadi pada
akar, tetapi hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa ABA juga disintesis
di daun khususnya di dalam sel mesofil, jaringan vaskuler dan stomata.
Peningkatan level ABA di daun menginduksi dan mengatur penutupan stomata,
sedangkan peningkatan level ABA di akar meningkatkan konduktivitas hidrolik
yang meningkatkan pengambilan dan transportasi air (Parent et al. 2009).
Konsentrasi ABA di dalam jaringan diregulasi oleh beberapa tahap metabolik, baik
tahap biosintesis dan inaktivasi.
Pada tanaman tinggi, ABA disintesis secara tidak langsung, yaitu melalui
pemotongan oksidatif prekursor carotenoid C40, diikuti oleh dua tahap konversi
xanthoxin menjadi ABA melalui produk antara ABA aldehid. Langkah pertama
dalam biosintesis ABA adalah epoksidasi zeaxanthin dan antheraxanthin menjadi
violaxanthin oleh zeaxanthin epoxidase (ZEP) di dalam plastid. Setelah melalui
serangkaian modifikasi struktural, violaxanthin dikonversi menjadi 9-cisepoxycarotenoid (NCED). Pemotongan oksidatif epoxycarotenoid 9-cisneoxanthin oleh NCED menghasilkan xanthoxin (C15). Tahap ini diduga sebagai
tahap pertama yang bertanggung jawab dalam jalur biosintesis ABA. Produk
xanthoxin kemudian ditranslokasikan ke sitosol yang kemudian dikonversi
menjadi ABA melalui dua tahap reaksi dengan produk antara yaitu ABA aldehid.
Sort–chain alcohol dehydrogenase/reductase (SDR) mengkatalisis tahap pertama
reaksi tersebut dan menghasilkan ABA aldehid. ABA aldehyde oxidase (AAO)
kemudian mengkatalisis tahap akhir dalam jalur biosintesis ABA. MoCo sulfurase
(MCSU) mengkatalisis sulfurilasi MoCo dari bentuk dioxo menjadi bentuk mono-

8

oxo tersulfurilasi yang diperlukan oleh aldehyde oxidase dan xanthine
dehydrogenase dalam melakukan aktivitasnya (Xiong dan Zhu 2003).
Peranan Prolin, Enzim P5CS, dan PDH dalam Regulasi Osmotik
Beberapa tanaman dapat mempertahankan tekanan turgor yang tinggi juga
pada potensial air yang rendah dengan cara meningkatkan potensial osmotik
melalui akumulasi zat terlarut yang meningkat di dalam sel. Proses ini disebut
penyesuaian osmotik (osmotic adjustment) atau regulasi osmotik. Adanya
penyesuaian osmotik, berarti menjaga turgor sel sehingga berarti pula menjaga
integritas dan proses fisiologi sitoplasma. Penyesuaian osmotik pada toleransi
tanaman terhadap cekaman kekeringan berperan dalam memelihara pemanjangan
sel atau perluasan sel melalui pemeliharaan turgor, memelihara pembukaan
stomata, memelihara fotosintesis, sehingga menjadikan tanaman tetap dapat
bertahan hidup pada kondisi cekaman kekeringan (Naiola 1996).
Prolin merupakan asam amino yang digunakan sebagai senyawa osmotik
yang diakumulasi oleh banyak spesies tanaman dalam kondisi cekaman kekeringan
(Sharma dan Verslues 2010). Prolin dibiosintesis dan diakumulasi pada berbagai
jaringan tanaman yang dicekam kekeringan, terutama pada bagian daun.
Peningkatan konsentrasi ABA bertanggung jawab dalam akumulasi prolin,
sementara penurunan level ABA dapat menyebabkan degradasi prolin sehingga
konsentrasi prolin turun (Trotel-Aziz et al. 2003).
Prolin merupakan osmoprotektan yang disintesis pada saat terjadinya
cekaman yang menyebabkan perubahan pada komponen-komponen seluler
(Mathur-Bhatnagar et al. 2008). Pada keadaan tercekam, prolin menstabilkan
protein, membran, dan struktur subseluler serta melindungi fungsi-fungsi seluler
(Djilianov et al. 2005). Menurut Delauney dan Verma (1993) senyawa
osmoprotektan prolin dapat digunakan sebagai pembeda tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan. Tanaman yang mempunyai level peningkatan
osmotikum yang lebih tinggi diduga lebih toleran dibandingkan dengan tanaman
yang level peningkatan osmotikumnya lebih rendah. Jika terjadi penurunan, maka
penurunan yang lebih sedikit dianggap yang lebih toleran.
Prolin dibiosintesis melalui jalur glutamat dan jalur ornitin (Gambar 1).
Biosintesis prolin melalui jalur glutamat melibatkan enzim P5CS. Enzim P5CS
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai glutamil kinase (GK) dan glutamat semialdehid
(GSA) dehidrogenase. Sementara itu, biosintesis prolin melalui jalur ornitin
melibatkan enzim ornitin-δ-aminotransferase (δ-OAT). Enzim δ-OAT mentransfer
gugus δ-amino dari ornitin ke α-ketoglutarat, kemudian membentuk GSA dan
glutamat. Reduksi glutamat menjadi GSA dilakukan oleh enzim P5CS yang terdiri
atas GK dan GSA dehidrogenase. GK mengkatalisis fosforilasi glutamat dengan
bantuan ATP. Reduksi glutamil fosfat menjadi GSA dilakukan oleh glutamil fosfat
reduktase/GSA dehidrogenase dengan bantuan NADPH. P5C direduksi oleh P5C
reduktase menjadi prolin (Szabados dan Savoure 2009). .
Katabolisme prolin terjadi di dalam mitokondria melalui aksi PDH atau
POX menghasilkan P5C, dan P5C dehidrogenase (P5CDH) yang mengkonversi
P5C menjadi glutamat. Level prolin intraseluler ditentukan oleh biosintesis,
katabolisme dan transport antar sel dan kompartemen seluler yang berbeda.
Enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis banyak terdapat di dalam sitosol,

9

sedangkan mitokondria merupakan tempat untuk enzim-enzim yang terlibat dalam
katabolisme prolin, seperti PDH, P5CDH dan δ-OAT (Szabados dan Savoure
2009).

Gambar 1 Jalur biosintesis prolin pada tanaman monokotil
(Sumber : Lyon 2012)
Enzim P5CS merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam biosintesis
prolin, sedangkan enzim PDH berperan dalam katabolisme prolin. Potongan daun
Canola (Brassica napus L.) yang diberi perlakuan hiper- dan hipo- osmotik
menunjukkan bahwa, aktivitas enzim P5CS relatif rendah pada potongan daun
yang masih segar. Namun kemudian, aktivitasnya meningkat dengan cepat (hingga
dua kali lipat dari sebelumnya) ketika potongan daun tersebut diberi kondisi shock
osmotik (tekanan osmotik lebih tinggi, cekaman air), dan aktivitasnya menurun
kembali ketika dipindahkan ke medium yang memiliki tekanan osmotik lebih
rendah (Trotel-Aziz et al. 2003).
Aktvitas PDH menunjukkan kebalikan dari aktivitas P5CS. Artinya ketika
aktivitas P5CS tinggi, maka aktivitas PDH rendah dan sebaliknya. Aktivitas PDH
relatif tinggi pada potongan daun Canola yang masih segar, dan kemudian
menurun ketika dalam kondisi stres. Aktivitas PDH meningkat kembali setelah
daun mengalami rehidrasi (dipindahkan ke medium yang memiliki tekanan
osmotik lebih rendah) (Trotel-Aziz et al. 2003).
Prolin dehidrogenase disebut juga sebagai prolin oksidase, merupakan
enzim pertama yang berperan dalam jalur katabolisme prolin (Gambar 1),
mengkatalisis oksidasi prolin menjadi P5C di dalam mitokondria. Ekspresi gen
ProDH diturunkan regulasinya oleh kondisi potensial air yang rendah, dehidrasi
dan salinitas (Sharma dan Verslues 2010).
Cekaman Kekeringan pada Tanaman Kelapa Sawit
Cekaman kekeringan mempengaruhi berbagai proses fisiologi dan biokimia
tanaman kelapa sawit. Pengamatan terhadap karakter fisiologi dan biokimia
tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman yang toleran terhadap
cekaman kekeringan. Toruan-Mathius et al. (2001) melakukan penelitian dengan
menggunakan dua genotipe yang diduga toleran dan moderat terhadap cekaman

10

kekeringan di lapang. Kedua genotipe tanaman kelapa sawit yang telah berumur
14 bulan diberi perlakuan cekaman air di dalam kondisi rumah kaca. Hasil
penelitian menunjukkan terjadinya perubahan potensial air daun (PAD), kadar air
daun (KAD), kadar air relatif (KAR), luas daun spesifik (LDS), prolin, glisinbetain, ABA, gula silosa, serta protein dengan bobot molekul rendah yang
merupakan peubah fisiologis dan biokimia sebagai respon bibit tanaman kelapa
sawit terhadap cekaman air. Di antara beberapa peubah yang diamati menunjukkan
bahwa, perubahan kadar prolin, gula silosa, dan PAD merupakan karakter
pembeda tingkat toleransi tanaman kelapa sawit yang nyata terhadap cekaman
kekeringan. PAD pada klon moderat menurun lebih cepat dibandingkan dengan
genotipe toleran, demikian juga dengan KAD dan KAR. Kadar ABA baik genotipe
yang toleran maupun moderat meningkat sejalan dengan semakin lama tanaman
dicekam kekeringan, namun pada cekaman kekeringan 18 hari kadar ABA pada
genotipe yang moderat mengalami penurunan. Secara umum kadar ABA pada
genotipe toleran lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe moderat (ToruanMathius et al. 2001).
Peubah potensial yang telah digunakan untuk seleksi genotipe yang toleran
terhadap cekaman kekeringan kemudian digunakan untuk menguji hibrida kelapa
sawit (Toruan-Mathius et al. 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hibrida
berpotensi toleran memberikan respon terhadap cekaman kekeringan dengan
menginduksi protein baru berbobot molekul rendah, sedangkan pada hibrida yang
berpotensi peka protein tersebut tidak ditemukan. Aktivitas enzim δ-OAT pada
kelompok hibrida kelapa sawit berpotensi toleran lebih tinggi dibandingkan
dengan hibrida berpotensi peka terhadap cekaman kekeringan. Ringkasan hasil
penelitian tersebut disajikan dalam Gambar 2.
Percobaan di lapang dilakukan pada hibrida kelapa sawit berumur 10
tahun di dua lokasi perkebunan (Riau dan Kalimantan Selatan) yang memiliki
perbedaan tipe tanah dan curah hujan (Toruan-Mathius et al. 2004). Pengamatan
dilakukan pada empat waktu, pada bulan dengan curah hujan yang berbeda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan respon 11 progeni kelapa sawit
terhadap cekaman kekeringan pada lokasi dan waktu pengamatan yang berbeda.
Selanjutnya disimpulkan bahwa prolin, enzim δ-OAT, dan protein dapat
digunakan sebagai penciri biokimia terhadap cekaman kekeringan pada tanaman
kelapa sawit.
Palupi dan Dedywiryanto (2008) melakukan penelitian dengan
menggunakan 4 genotipe yang berumur 4 bulan diberi perlakuan cekaman air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman air secara signifikan dapat
menghambat pertumbuhan bibit yang diindikasikan oleh penurunan KAD, berat
kering batang dan akar, tinggi tanaman, serta panjang dan volume akar. Keempat
hibrida tersebut memberikan respon yang berbeda terhadap beberapa peubah yang
diukur.
Hasil penelitian Asemota dan Conaire (2010) menunjukkan bahwa bibit
kelapa sawit berumur 18 bulan yang diberi cekaman air mengalami penurunan
PAD hingga -2.4 MPa pada hari ke-9 dicekam kekeringan. Dalam kondisi tersebut
juga terjadi kebocoran elektrolit sebanyak 20% yang mengindikasikan bahwa telah
terjadi kerusakan pada membran seluler. KAR dan kadar protein pada tanaman
yang mengalami cekaman juga mengalami penurunan. Beberapa progeni yang
diteliti memberikan respon yang berbeda berdasarkan hasil analisis PAD,

11

kebocoran elektrolit, KAR dan kadar protein. Progeni yang memiliki nilai PAD
dan KA yang lebih tinggi dibandingkan dengan progeni lainnya mengindikasikan
bahwa progeni tersebut diduga lebih toleran terhadap cekaman air karena
kemampuan relatifnya dalam menjaga kelembaban.

Gambar 2 Mekanisme respons tanaman kelapa sawit terhadap cekaman
kekeringan. (+) konsentrasi meningkat; (-)konsentrasi menurun pada
cekaman berat; δ-OAT (ornithine-δ-aminotransferase); P5C (pyrolline5- carboxylate); ABA (abscisic acid) (Toruan-Mathius et al. 2001)

3 METODE
Bahan
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa bibit kelapa
sawit yang berumur 10-11 bulan. Bahan tanam terdiri dari tiga jenis progeni, yaitu
progeni 1 (P1), progeni 2 (P2), dan progeni 3 (P3) yang merupakan hasil
persilangan antara Dura (tetua jantan) x Pisifera (tetua betina).
Persiapan bahan tanam dimulai dengan melakukan persilangan antara
kedua tetua yang telah direkomendasikan dari penelitian sebelumnya (Purwanti
et al. 2009 dan Budinarta et al. 2012). Persilangan (polinasi) dilakukan pada bulan
April 2012. Proses persilangan hingga terbentuk kecambah siap tanam
membutuhkan waktu ± 9 bulan. Penanaman kecambah dilakukan pada bulan Maret
2013 hingga menjadi tanaman (bibit) berumur ± 4 bulan. Tahapan pekerjaan dalam
penanaman kecambah dilakukan menurut Standard Operational Procedure (SOP)
PT. SMART Tbk. Bibit kemudian dipindahkan ke rumah plastik, dan dilanjutkan
dengan proses aklimatisasi hingga bibit berumur 10-11 bulan. Bagan alir penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

12

Alat
Kadar prolin, aktivitas enzim P5CS dan PDH dianalisis dengan
spektrofotometer U-2900 merek Hitachi. Kadar ABA dianalisis dengan
kromatografi cair (Ultra High Performance Liquid Chromatography, UPLC)
merek Waters, detektor PDA dan kolom Acquity UPLC BEH C18 1.7 µm (2.1 x
50 mm).
Tempat dan Waktu Penelitian
Perlakuan cekaman air dilakukan di dalam rumah plastik di PT SMART
Tbk., Sentul, Jawa Barat pada bulan Januari - Februari 2014. Analisis fisiologi dan
biokimia dilakuan di Laboratorium Proteomic & Metabolomic, Plant
Biotechnology Department, Plant Production Division, PT. SMART Tbk., Sentul,
Jawa Barat.
Tahapan Penelitian
Percobaan I. Penetapan kapasitas lapang (KL) media tanah
Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang
menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya
tarik gravitasi. Kondisi tersebut selanjutnya disebut sebagai titik kapasitas lapang.
Cara penetapan kapasitas lapang adalah sebagai berikut : (i) disiapkan tiga pot
kosong yang diisi dengan media tanah dengan bobot yang sama, (ii) media tanah
di dalam pot disiram dengan air hingga merata dan jenuh, (iii) untuk memastikan
bahwa tanah sudah basah secara merata dan jenuh, pot disiram secara merata
hingga air menetes dari lubang di bagian dasar pot selama 5-10 menit, (iv)
permukaan atas pot ditutup dengan plastik untuk mencegah penguapan, (v) setiap
24 jam berikutnya pot ditimbang hingga tercapai bobot konstan. Kondisi kapasitas
lapang telah tercapai apabila bobot pot telah konstan. Setelah tercapai kondisi
kapasitas lapang dilakukan analisis kadar air (KA) media tanah. Nilai KA media
tanah pada saat kondisi kapasitas lapang digunakan sebagai dasar untuk
menentukan kapasitas lapang pada percobaan berikutnya.
Percobaan II. Penetapan titik layu/stres tanaman
Percobaan ini dilakukan untuk menguji laju penurunan KA media tanah
dan laju cekaman air pada tanaman. Disiapkan masing-masing empat tanaman
untuk ketiga progeni yang akan diuji. Seluruh tanaman disiram hingga jenuh,
kemudian dibiarkan hingga mencapai nilai KA media tanah tertentu (kondisi KL).
Seluruh tanaman dibiarkan, tanpa disiram lagi, hingga seluruh helaian daun
tanaman terlihat layu (berwarna kecoklatan), kecuali daun ke-0, 1, dan 2. Setiap
hari dianalisis nilai KA media tanah pada masing-masing tanaman.

13

Percobaan III. Analisis respons tanaman terhadap cekaman air
Percobaan dilakukan dengan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
faktorial (Lampiran 2) yang terdiri atas tiga faktor, yaitu : perlakuan (disiram dan
tidak disiram), progeni (P1, P2, dan P3), dan lama perlakuan (0, 9, 18, dan 27
hari). Percobaan diulang tiga kali dengan dua bibit untuk setiap satuan percobaan.
Jumlah air yang ditambahkan untuk perlakuan „disiram‟ dihitung dengan
rumus : JA = (BP1-BP2) ρ-1 air (Palupi dan Dedywiryanto 2008), dimana JA : air
yang ditambahkan (mL), BP1 : berat pot pada hari ke-0 (g), BP2 : berat pot pada
hari berikutnya (g) dan ρ air adalah massa jenis air 1 g mL-1.
Peubah yang diamati adalah : 1) kadar ABA, 2) kadar prolin, 3) aktivitas
enzim P5CS, 4) aktivitas enzim PDH, 5) KA media tanah, 7) KA relatif, dan 8)
KA akar.
Analisis laboratorium
Bagian tanaman yang digunakan untuk penetapan kadar ABA, prolin,
aktivitas enzim P5CS, dan PDH adalah daun ke-1 s.d. ke-3 dari ujung. Sampel
daun, akar, dan tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan
sementara di cool box. Sampel daun dan akar kelapa sawit dibersihkan dari
kotoran/debu yang menempel kemudian dipotong kecil-kecil. Potongan daun
dihaluskan dengan nitrogen cair. Sampel yang telah halus disimpan di dalam
freezer (-80 oC). Sampel digunakan untuk analisis metabolit dan aktivitas enzim.
Analisis kadar ABA
Kadar ABA dari daun/akar tanaman ditetapkan berdasarkan metode Kelen
et al. (2004) yang dimodifikasi. Sebanyak 5 gram serbuk daun/akar diekstraksi
menggunakan 30 mL metanol 80%. Sampel dimaserasi di dalam incubating shaker
(4 °C) dengan kecepatan 80 rpm selama 24 jam. Ekstrak disaring menggunakan
kertas saring Whatman 41. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dalam rotary
evaporator pada temperatur 50 °C. Ekstrak pekat dilarutkan dengan 30 mL bufer
fosfat 0.1M pH 8.5. Larutan tersebut dicuci dengan menggunakan etil asetat (3x20
mL). Fase etil asetat dibuang dan fase air diatur pada pH 2.5 menggunakan HCl
1N. Setelah pH 2.5 tercapai, larutan diekstrak dengan dietil eter (3x20 mL). Fase
air dibuang dan fase dietil eter ditambahkan CaCO3 untuk mengendapkan sisa air.
Fase dietil eter disaring dengan kertas saring Whatman 41 kemudian diuapkan
dengan rotary evaporator pada temperatur 50 oC. Ektrak pekat dilarutkan dalam 2
mL metanol liquid chromatography (LC) grade, kemudian disaring ke dalam vial
ultra high performance liquid chromatography (UPLC) dengan syringe filter 0.2
μm. Sampel diinjeksikan ke dalam kromatografi.
Analisis kromatografi cair menggunakan Waters Instrument, detektor PDA
dan kolom Acquity UPLC BEH C18 1.7 µm (2.1 x 50 mm). Elusi isokratik
menggunakan fase gerak asetonitril 26:74 akuades pH 4 (H3PO4) dengan
kecepatan alir 0.2 mL menit-1, wa

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Pasar dan Pupuk NPKMg (15:15:6:4) di Pre Nursery

6 79 69

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Konsentrasi dan Interval Pemberian Pupuk Daun Gandasil D Pada Tanah Salin Yang Diameliorasi Dengan Pupuk Kandang

1 28 184

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

Respons Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Limbah

3 33 65

Respons tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap cekaman kekeringan

0 0 17

Respons bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap pemberian fungi mikoriza arbuskular dan cekaman air

1 1 10