Data kualitas sumber air budidaya

3.4 Metode penelitian 3.4.1 Data spasial Citra Landsat 7 ETM+ terkoreksi radiometrik dan geometrik, diklasifikasi, kemudian digunakan dalam survey lapangan. Penggabungan hasil analisis citra dengan survey lapangan digunakan untuk memperbaharui dan mengkoreksi seluruh peta kriteria penyusun kesesuaian lahan untuk tambak. Hasil survey lapangan berupa posisi geografis digunakan dalam proses registrasi data Google Earth guna pembuatan ulang layout tata letak tambak. 3.4.2. Data kualitas air pesisir Pengambilan data kualitas air dikawasan pesisir kecamatan Patrol, mencakup salinitas dan suhu. Data salinitas pesisir digunakan untuk memperoleh sebaran salinitas kecamatan Patrol, sebagai salah satu kriteria dalam penentuan kesesuaian lahan tambak. Sebaran stasiun pengambilan data kualitas air pesisir dilampirkan dalam Lampiran 1.

3.4.3 Data kualitas sumber air budidaya

Pengambilan data kualitas sumber air budidaya tambak PT. IYP dilakukan pada sumber air tawar pompa air tanah dan sumber air laut. Pengukuran terhadap nilai pH, suhu, salinitas, DO, amoniak, nitrit dan alkalinitas dilakukan secara in-situ, sedangkan pengukuran nilai organofosfat dan BOD 5 masing- masing dilakukan di Laboratorium Residu dan Bahan Kimia, Departemen Pertanian dan Laboratorium Proling IPB. Stasiun pengambilan data kualitas sumber air budidaya dicantumkan pada Lampiran 2, sedangkan gambar alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran nilai kualitas air pesisir dan sumber air budidaya dilampirkan dalam Lampiran 3. 3.4.4 Data budidaya tambak PT. IYP Catatan data budidaya tambak PT. IYP mencakup data kualitas air, data pakan, data plankton, data sampling dan data panen. Keseluruhan data budidaya dari laboratorium dan kantor PT. IYP, digunakan untuk membangun database Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP. 3.5 Metode pengolahan dan analisis data 3.5.1 Evaluasi kesesuaian lahan tambak PT. Indonusa Yudha Perwita Penentuan kesesuaian lahan untuk lokasi tambak PT. IYP menggunakan kriteria biofisik sebagai faktor pendukung kemudian dievaluasi dengan faktor pembatas yakni regulasi pemerintah mengenai kawasan sempadan pantai dan sungai. Kriteria kesesuaian lahan budidaya tambak mengacu pada matriks dalam Tabel 5, sedangkan kelas kesesuaian dibagi menjadi 4 FAO 1976, yakni: Kelas S1  Sangat Sesuai Kawasan ini didefinisikan sebagai kawasan tanpa faktor pembatas yang serius untuk suatu penggunaan lahan tambak secara lestari, atau hanya memiliki pembatas yang kurang berarti dan atau tidak berpengaruh nyata dalam keberlangsungan usaha tambak. Kelas S2  Cukup Sesuai Kawasan ini tergolong memiliki faktor pembatas yang agak serius sebagai lokasi usaha tambak yang lestari. Pembatas tersebut dapat mengurangi produktivitas lahan atau keuntungan yang diperoleh. Dibutuhkan suatu strategi masukan yang lebih untuk mengusahakan lahan kelas ini agar menjadi lebih produktif. Kelas S3  Sesuai Bersyarat Kawasan ini memiliki pembatas serius , namun masih mungkin untuk diatasi. Hal ini berarti kawasan ini dapat ditingkatkan menjadi sesuai untuk lahan tambak, apabila dilakukan dengan introduksi teknologi yang lebih modern dalam menjalankan usaha tambak. Kelas N  Tidak Sesuai Kawasan ini memiliki penghambat serius yang menjadikannya tidak mungkin untuk dijadikan kawasan usaha tambak. Penentuan nilai kesesuaian lahan tambak dilakukan dengan metode pembobotan dan pengharkatan skor. Pemberian bobot dilakukan terhadap setiap parameter atau kriteria penyusun kesesuaian lahan, sedangkan skor diberikan pada masing- masing variabel dari kriteria tersebut. Sistem pemberian skor mengacu pada Kapetsky dan Nath 1997 yakni pemberian skor 4 untuk kriteria yang sangat sesuai S1, skor 3 untuk kriteria cukup sesuai S2, skor 2 untuk kriteria sesuai marjinal atau sesuai bersyarat S3, dan skor 1 untuk kriteria yang tidak sesuai permanen N. Nilai kesesuaian lahan diperoleh melalui penjumlahan dari hasil perkalian bobot dan skor seluruh kriteria penyusun kesesuaian lahan. Secara matematis, nilai kesesuaian lahan dituliskan dalam rumus: N = Keterangan : N = Nilai total kesesuaian lahan Wi = Bobot weight Si = Nilai skor Klasifikasi nilai total kesesuaian lahan yang diperoleh menggunakan metode pengkelasan natural breaks atau jenks. Pengkelasan nilai ini dilakukan dalam pemrosesan dengan perangkat lunak ArcGIS. Teknik integrasi seluruh kriteria dan faktor pembatas dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak diilustrasikan dalam Gambar 11. Tabel 5. Matriks kesesuaian lahan budidaya tambak No Kriteria Bobot Kelas Kesesuaian Lahan Tambak S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Landuse 20 Sawah, tambak, tegalan, belukar, hutan pantai 4 Kebun, hutan rawa 3 Hutan lindung, area pertambangan 2 Pemukiman dan industri pabrik 1 2 Jenis Tanah 15 Aluvial pantai 4 Histosol, Andosol 3 Regosol gleihumus 2 Regosol 1 3 Jarak dari pantai m 15 200 – 300 4 300 - 4000 3 200 2 4000 1 4 Jarak dari sungai m 10 50 – 500 4 500 - 1000 3 50; 1000 - 3000 2 3000 1 5 Aksesibilitas m 10 1000 4 1000 - 2000 3 2000 – 3000 2 3000 1 6 Tekstur tanah 10 Clay 4 Sandy clay 3 Loam 2 Silty 1 7 Kelerengan lahan 10 – 3 4 3,0 - 6 3 6,0- 9 2 9,0 1 8 Curah hujan mmth 5 1000 – 2000 4 2000 - 36000 3 1000 2 3600 1 9 Salinitas 5 12,0 – 20 4 20,0 - 30 3 5,0 - 12; 30 - 45 2 5; 45 1 Sumber : Modifikasi Poernomo 1992 Gambar 11. Skema integrasi seluruh kriteria dan faktor pembatas dalam penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak 3.5.2 Pengembangan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP 3.5.2.1 Pembentukan database