2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi klorofil-a 2.3.1 Cahaya matahari
Total energi cahaya matahari yang diperlukan untuk fotosintesis disebut dengan Photosynthetically Available Radiation PAR. Panjang gelombang
cahayanya berkisar antara 400 – 700 nm. Energi inilah yang dapat diserap klorofil untuk reaksi fotosintesis Parson et al., 1984. Menurut Nybakken 1992
fotosintesis fitoplankton sangat bergantung pada ketersediaan cahaya. Pada perairan tropis fotosintesis maksimum umumnya terjadi tidak di permukaan, tetapi
terjadi di kedalaman yang berkisar antara 5 - 30 m Tomascik et al., 1997. Distribusi vertikal konsentrasi maksimum fitoplankton berada di sekitar
puluhan meter sampai ratusan meter di bawah permukaan air Gambar 1. Hal ini terjadi karena, adaptasi fitoplankton terhadap intensitas cahaya matahari yang
rendah, stabilitas air, laju penenggelaman fitoplankton, konsentrasi zat hara dan pemangsaan oleh ikan Barnes dan Hughes, 1988.
Gambar 1. Distribusi vertikal fotosintesis fitoplankton di kolom perairan laut Barnes dan Hughes 1988.
2.3.2. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia
enzimatik dalam proses fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat menaikkan laju Kedalaman m
Produksi Fotosintesis P Pmaks
maksimum fotosintesis sedangkan secara tidak langsung suhu merubah struktur hidrologi kolom perairan dalam hal kerapatan air water density yang
mempengaruhi distribusi fitoplankton Tomascik et al., 1997. Fitoplankton dapat berkembang secara optimal pada kisaran suhu 20 °C
sampai dengan 30 °C, atau secara rata-rata pada suhu 25 °C Nontji, 2002. Perairan Indonesia memiliki suhu permukaan laut berkisar 28 °C sampai dengan
31 °C, sedangkan di tempat yang terjadinya upwelling bisa turun hingga 25 °C Nontji, 2002. Di perairan Indonesia faktor suhu tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a. Secara umum, laju fotosintesis fitoplankton akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Pada perairan Pantai Utara Sumbawa, diasumsikan bahwa kondisi suhu
serupa dengan Laut Flores, karena perairan pantai tersebut masih berada dalam wilayah Laut Flores. Suhu permukaan laut rerata bulanan dari perairan pesisir
Sumbawa diperkirakan berkisar antara 28 ºC hingga 29,3 ºC seperti yang ditemui di Perairan Pulau Lombok. Temperatur tertinggi terjadi pada bulan Juli dan
terendah pada bulan Oktober Pemerintah Kabupaten Sumbawa, 2003. 2.3.3. Arus
Fitoplankton tidak memiliki kemampuan gerak melawan arus, sehingga fitoplankton selalu terbawa oleh arus. Arus merupakan pergerakan secara vertikal
atau horizontal massa air karena adanya tiupan angin, perbedaan densitas air dan pasang surut Nontji, 2002. Pengaruh dari arus terlihat dari penyebaran
organisme laut Nybakken, 1992. Arus di Indonesia dipengaruhi oleh Angin Muson yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara Daratan Asia
dan Daratan Australia, pada bulan Desember – Februari di belahan bumi utara terjadi penurunan suhu, sedangkan di belahan bumi selatan terjadi peningkatan
suhu sehingga angin bergerak dari pusat tekanan tinggi di Daratan Asia ke pusat tekanan rendah di Daratan Australia. Begitupun sebaliknya pada bulan Juli –
Agustus Daratan Asia menerima lebih banyak penyinaran matahari daripada Daratan Australia, sehingga tekanan udara di Asia lebih rendah daripada di
Australia maka angin berhembus dari Australia ke Asia. Pada bulan Desember – Februari di kawasan utara khatulistiwa bertiup Angin
Muson Barat Laut Northwest Monsoon. Sebaliknya pada bulan Juni - Agustus di kawasan selatan khatulistiwa bertiup Angin Muson Tenggara Southeast
Monsoon. Antara Musim Timur Juni – Agustus dan Musim Barat Desember - Februari terdapat suatu masa transisi atau dikenal sebagai Musim Peralihan, yaitu
antara bulan Maret sampai bulan Mei disebut Musim Peralihan I dan antara September sampai November disebut Musim Peralihan II. Musim Peralihan I
merupakan masa transisi antara Musim Barat yang akan berubah ke Musim Timur, masa Peralihan dari Angin Muson Barat laut menjadi Angin Muson
Tenggara. Begitupun sebaliknya Musim Peralihan II merupakan masa transisi dari Musim Timur berubah ke Musim Barat, perubahan dari Angin Muson Tenggara
menjadi Angin Muson Barat Laut Wyrtki, 1961. Menurut Hastenrath 1985 pada Musim Barat umumnya angin bertiup sangat kencang dan curah hujan tinggi,
sedangkan pada Musim Timur Juni – Agustus kondisi angin umumnya relatif tenang dan curah hujan rendah.
Kondisi arus laut di Selat Saleh dan Selat Batahai didominasi oleh arus pasang-surut diurnal dengan komponen arus utama dalam arah barat-timur, sesuai
dengan posisi geografi kedua selat tersebut. Pada waktu pasang, arus laut mengalir ke dalamTeluk Saleh melalui kedua selat tersebut. Pada waktu surut terjadi aliran
sebaliknya yang mengalir dari Teluk Saleh ke luar. Besarnya kecepatan arus mencapai hingga 1 mdt. Di lepas pantai teluk Sumbawa, data arus permukaan
rerata hanya tercatat untuk bulan Januari, Maret dan Mei. Pada bulan Januari arus permukaan di perairan ini mengalir ke arah Timur Tenggara dengan kecepatan
17 cmdt, pada bulan Maret arus mengalir ke arah Timur Laut dengan kecepatan 4 cmdt, sedangkan pada bulan Mei arus mengalir menuju Timur dengan
kecepatan 4 cmdt Pemerintah Kabupaten Sumbawa, 2003. 2.3.4.
Nutrien
Konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir relatif tinggi dibandingkan daerah laut lepas, karena adanya pasokan suplai nutrien melalui run-off sungai
dari daratan Nybakken, 1992. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi.
Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses pengangkatan massa air laut dalam ke permukaan upwelling
yang memiliki kandungan nutrien dan salinitas yang lebih tinggi serta suhu lebih rendah Nontji, 2002.
2.4. Teknologi penginderaan jauh untuk estimasi konsentrasi klorofil-a Sensor Ocean color termasuk penginderaan jauh sistem pasif yang
memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan penginderaan terhadap objek di permukaan bumi. Cahaya matahari merupakan
sumber energi dalam sistem penginderaan jarak jauh. Kedalaman penetrasi cahaya
di dalam laut tergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh
permukaan laut, lintang geografik dan musim Nybakken, 1992. Dalam prosesnya pada sistem penginderaan jauh cahaya tampak telah terjadi
transfer radiasi Gambar 2. Perjalanan radiasi sinar matahari pada saat menuju perairan dipengaruhi oleh atmosfer, dimana sebelum sinar matahari mencapai
perairan akan diserap atau dihamburkan oleh awan, molekul udara dan aerosol. Sinar matahari yang masuk ke dalam kolom perairan akan diserap atau
dipantulkan oleh partikel-partikel yang ada pada perairan seperti fitoplankton, sedimen tersuspensi suspended sediment dan substansi kuning yellow
substances. Di kedalaman perairan yang relatif dangkal, pantulan dari dasar perairan juga berpengaruh terhadap pantulan pada permukaan perairan. Pada saat
mengirimkan informasi kembali ke satelit juga akan dipengaruhi oleh atmosfer. Total radiasi yang diterima oleh sensor secara matematis Jerlov dan Nielsen,
1974 in Hendriati, 2003 adalah sebagai berikut: L
t
= T
a
L
w
+ L
r
+ L
a
+ L
m
dimana: L
t
= radiasi yang diterima oleh sensor satelit T
a
= transmisivitas atmosfer L
r
= radiasi dari permukaan laut L
w
= radiasi dari kolom perairan L
a
= radiasi dari aerosol L
m
= radiasi dari molekul udara
Gambar 2. Sistem penginderaan jauh cahaya tampak Siegel Low, 1974 in Hendiarti, 2003.
Menurut Robinson 1985 air laut dibagi menjadi dua kategori berdasarkan sifat optiknya yaitu air kasus 1 dan air kasus 2. Air kasus 1 adalah air laut yang
sifat optiknya didominasi oleh fitoplankton, biasanya ditemukan di perairan lepas pantai yang tidak dipengaruhi zona perairan dangkal dan sungai. Air kasus 2
adalah air laut yang sifat optiknya didominasi oleh bahan-bahan selain fitoplankton seperti padatan tersuspensi atau substansi kuning yellow substance
biasanya terdapat di daerah pesisir yang dipengaruhi oleh masukan material atau run off dari daratan. Klorofil-a mengabsorpsi cahaya maksimum pada panjang
gelombang 440 nm, yaitu warna biru dan panjang gelombang 675 nm, yaitu warna merah Gambar 3.
440 nm
Gambar 3. Koefisien absorpsi spektral klorofil-a Robinson, 1985. Dalam aplikasinya sensor SeaWiFS mampu memberikan informasi distribusi
warna permukaan laut yang berkaitan dengan distribusi klorofil-a. Sensor SeaWiFS juga menyediakan data kuantitatif tentang global ocean bio-optical
properties yang dapat memberikan data atau informasi tentang adanya variasi warna perairan ocean color sebagai implementasi dari adanya perbedaan
konsentrasi organisme mikroskopik fitoplankton dalam perairan Nasa,
2008. Sensor SeaWiFS mempunyai 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal pada panjang
gelombang sinar tampak dan 2 kanal pada panjang gelombang infra merah. Kanal 1 sampai 6 memiliki lebar kanal 20 nm sedangkan kanal 7 dan 8 memiliki lebar
kanal 40 nm Nasa,
2008. Tabel panjang gelombang dan fungsi utama kanal SeaWiFS disajikan pada Tabel 1. SeaWiFS merekam suatu objek setiap satu hari
dan diambil pada pukul 12.00 pm waktu setempat. Berikut karakteristik dan orbit dari sensor SeaWiFS disajikan pada Tabel 2.
Koefisien Absorpsi
440 nm
675 nm
Tabel 1. Panjang gelombang dan fungsi utama kanal SeaWiFS Nasa, 2008.
Kanal Panjang Gelombang
nm Lebar
Kanal nm
Spektrum Warna Kegunaan Utama
1 412
20 Violet
Dissolved organic matter violet
absorption 2
443 20
Biru Klorofil absorbsi biru
3 490
20 Biruhijau
Klorofil absorpsi biruhijau
4 510
20 Hijau
Klorofil absorpsi hijau 5
555 20
Hijaukuning Klorofil refleksi hijau
6 670
20 Merah
Atmospheric aerosol 7
765 40
Inframerah dekat Atmospheric aerosol
8 865
40 Inframerah dekat
Atmospheric aerosol Tabel 2. Karakteristik sensor SeaWiFS Hooker dan Firestone, 1992.
No Karekteristik Uraian
1 Resolusi spasial
1,1 km LAC dan 4,5 km GAC 2
Akurasi radiometric 5 absolute setiap kanal
3 Lebar sapuan
2800 km LAC dan 1502 km GAC 4 Sudut
sapuan + 58,3
LAC dan + 45 GAC
5 Orbit Sun-synchronous,
descending 6 Periode
orbit 99
menit 7 Ketinggian
orbit 705
km 8 Inklinasi
98,2 9 Kemiringan
- 20
, 0 , +20
Dalam hasil penelitian Susanto et al. 2006 yang dilakukan di perairan Indonesia dilaporkan bahwa nilai konsentrasi klorofil-a dari sensor SeaWiFS
dibandingkan dengan nilai in situ klorofil-a maka terdapat error sebesar 23,77 – 31,35 . Pada daerah lain pendugaan klorofil-a di daerah pantai yang memiliki
kandungan yellow substance tinggi dengan menggunakan algoritma OC4v4 bisa mencapai error kurang lebih 300 Nababan, 2005.
Penelitian mengenai estimasi konsentrasi klorofil-a dari citra satelit SeaWiFS juga pernah dilakukan Manoppo 2003, pada 13 Agustus 2002 di daerah pantai
Selat Makassar, nilai konsentrasi klorofil-a hasil estimasi citra satelit SeaWiFS berkisar antara 1,4 – 2,0 mgm
3
. Pada 14 Agustus 2002 disekitar Laut Flores nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 1,4 – 2,0 mgm
3
dan pada tanggal yang sama juga konsentrasi klorofil-a di daerah selatan Makassar berkisar antara 2,5 – 3,75
mgm
3
. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada daerah ini disebabkan oleh adanya upwelling yang terjadi selama Musim Timur.
3. BAHAN DAN METODE