Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan SeaWiFS

(1)

NURCHOLIS

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

ANALISIS KECUKUPAN DATA UNTUK PEMETAAN SEBARAN KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DARI DATA INDERAAN SEAWiFS

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

NURCHOLIS C54070044


(3)

iii

NURCHOLIS. Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan SeaWiFS. Dibimbing oleh DJISMAN MANURUNG.

Data citra SeaWiFS level-3 dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran spasial suatu perairan khususnya wilayah oseanic. Namun pengaruh kondisi cuaca, tutupan awan atau electronical error pada saat perekaman menyebabkan banyaknya data yang tidak tersedia atau tidak akurat. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan kecukupan data secara spasial.

Dalam upaya menggambarkan pola sebaran klorofil-a diperairan Barat Sumatera, data yang digunakan berasal dari citra level-3 SeaWiFS composite 8-harian dari tahun 1997-2009. Perairan dibagi tiga lokasi: lokasi pertama (bagian utara), lokasi kedua (bagian tengah) dan lokasi ketiga (bagian selatan). Dalam setahun ada 46 data masing-masing lokasi. Pola sebaran 8-harian (selanjutnya disebut minggu) dianggap memadai apabila ada sedikitnya ada lima tahun yang memiliki 75% data yang akurat.

Berdasarkan hasil analisis pada lokasi pertama, terdapat empat minggu yang memenuhi kriteria, yaitu minggu ke-1, ke-5, ke-18 dan ke-25. Lokasi kedua terdapat lima minggu, yaitu pada minggu ke-13, ke-14, ke-17, ke-18 dan ke-19. Selanjutnya di lokasi ketiga hanya ada di minggu ke-21. Keseluruhan pola sebaran ini ditampilkan dalam bentuk peta kontur dan peta variabilitas antar tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan salah tafsir masih banyak ditemukan pada penggambaran pola sebaran konsentrasi klorofil yang tanpa pra-analisis ketersediaan data yang memadai.


(4)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(5)

NURCHOLIS

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu dan Teknologi Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

vi

Judul Skripsi : ANALISIS KECUKUPAN DATA UNTUK PEMETAAN SEBARAN KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DARI DATA INDERAAN SEAWIFS

Nama Mahasiswa : Nurcholis Nomor Pokok : C54070044

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc NIP. 19480630 197803 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Tanggal lulus: 5 Desember 2011

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003


(7)

vii

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia-Nya serta petunjuk yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data

Inderaan SeaWiFS”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu dan Teknologi Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Petanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang,

motivasi, dukungan moril dan materil, serta doa sampai detik ini.

2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

3. Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasi selama ini.

4. Hanum Khrisna Fauzia, S.Ik atas bantuan yang diberikan kepada penulis 5. Seluruh Warga ITK khususnya ITK 44 atas semangat, motivasi dan

dukunganannya.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2011


(8)

viii

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1Penginderaan Jauh Ocean color ... 3

2.2Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) ... 4

2.3Fitoplankton dan Klorofil-a ... 6

2.4Interpolasi Pada Citra ... 8

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2Alat dan Bahan ... 11

3.3Pengolahan Data ... 11

3.3.1 Pengumpulan Data ... 13

3.3.2 Penapisan (filter) Data ... 13

3.3.3 Estimasi Jumlah Data ... 14

3.3.4 Persentase Data Spasial ≥75% ... 14

3.3.5 Data Temporal ≥5 Tahun Terwakili ... 15

3.4Fluktuasi Nilai Rataan Klorofil-a ... 16

3.5Pola Kontur Sebaran Klorofil-a Mingguan ... 16

3.6Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS ... 16

3.7Analisis Data ... 17

3.7.1 Analisis spasial dan temporal ... 17

3.7.2 Ragam (variance) ... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS ... 18

4.2 Fluktuasi Nilai Rataan Tahunan di Ketiga Lokasi ... 19

4.3 Jumlah Data Spasial Terisi ≥ 75% Kurang Lebih 11 Tahun .... 24

4.4 Kisaran Nilai Klorofil-a dari ≥5 Tahun Data Terwakili ... 27

4.5 Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Pertama ... 29

4.6 Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Kedua ... 32

4.7 Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Ketiga ... 35


(9)

ix

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1Kesimpulan ... 45

5.2Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(10)

x

Halaman

1. Panjang Gelombang serta kanal SeaWiFS ... 4

2. Karakteristik SeaWiFS ... 5

3. Jumlah Data Selama 46 Minggu ... 18

4. Total Nilai Data Berbeda ... 18

5. Data Terisi ≥ 75% Pada Lokasi Pertama ... 25

6. Data Terisi ≥ 75% Pada Lokasi Kedua ... 25

7. Data Terisi ≥ 75% Pada Lokasi Ketiga ... 26

8. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Pertama ... 27

9. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Kedua ... 28


(11)

xi

Halaman

1. Sensor Sea viewing Wide Field of view Sensor (SeaWiFS) ... 6

2. Peta Lokasi Penelitian di Perairan Barat Sumatera ... 10

3. Flowchart Proses Pengolahan Data ... 12

4. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Pertama ... 20

5. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Pertama ... 20

6. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Kedua ... 21

7. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Kedua ... 22

8. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Ketiga ... 22

9. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Ketiga ... 23

10.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-1 . 30 11.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-5 . 30 12.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-18 31 13.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-25 31 14.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-13 32 15.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-14 33 16.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-17 33 17.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-18 34 18.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-19 34 19.Pola Sebaran Klorofil-a dan Rataan Sebaran Ragam Minggu Ke-21 35 20.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-1 ... 37

21.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-5 ... 37

22.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-18 ... 38

23.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-25 ... 39

24.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-13 ... 40

25.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-14 ... 40

26.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-17 ... 41

27.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-18 ... 42

28.Scatter Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Minggu Ke-19 ... 42


(12)

xii

Halaman

1. Persentase Data Pada Lokasi 1 ... 49

2. Persentase Data Pada Lokasi 2 ... 50

3. Persentase Data Pada Lokasi 3 ... 51

4. Total Data Per Tahun Pada Tiga Lokasi Berbeda ... 52

5. Nilai Klorofil-a Pada Lokasi 1 ... 53

6. Nilai Klorofil-a Pada Lokasi 2 ... 54

7. Nilai Klorofil-a Pada Lokasi 3 ... 55


(13)

1 1.1.Latar Belakang

Berkembangnya ilmu penginderaan jauh kelautan ocean color memudahkan untuk mendapatkan dan mengolah data karena adanya citra satelit. Salah satu citra satelit tersebut adalah Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS).

SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). SeaWiFS diluncurkan pada 1 Agustus 1997 dibawa dengan menggunakan satelit SeaStar. Data citra SeaWiFS level-3 dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran spasial suatu perairan khususnya wilayah oseanic.

Penggunaan data satelit untuk klorofil-a dapat mencakup area yang luas baik pada kondisi waktu yang sama ataupun berbeda. Penggunaan data citra untuk menentukan sebaran klorofil-a di suatu perairan masih dibutuhkan tingkat validitas yang tinggi. Tingkat akurasi data digunakan untuk pendugaan

konsentrasi di area pengamatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perata-rataan data untuk menentukan nilai konsentrasi klorofil-a di perairan tersebut. Dalam proses perekaman, beberapa kendala tersebut berkaitan dengan tutupan awan. Pengaruh awan menjadi salah satu kendala dalam menampilkan hasil sebaran di perairan tersebut. Masalah tutupan awan ini berkaitan dengan penyebaran awan yang tidak merata, awan tipis yang tidak kasat mata serta electronicerror.

Tingginya tutpan awan akan berdampak pada keefektifan dalam melakukan analisis klorofil-a di perairan secara global menjadi tidak maksimal. Hal ini dikarenakan data yang tidak lengkap karena adanya piksel yang kosong pada data SeaWiFS level-3. Data SeaWiFS level-3 merupakan akumulasi dari data level-2,


(14)

setiap sel/piksel pada data tersebut berukuran 81 km2. Selain itu data tersebut dimungkinkan terjadinya missing data yang menyebabkan kekosongan data akibat nilai data yang tidak relevan.

Elemen yang patut diperhatikan dalam pemanfaatan data citra level 3 sebagai sumber data untuk menggambar pola sebaran klorofil-a adalah kecukupan data baik secara spasial dan temporal. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan interpretasi parameter yang diperiksa, dan selanjutnya dalam menganalisis adanya anomali tahunan. Ketersediaan data Inderaja atau citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif (Atmawidjaya, 1995).

1.2.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Memeriksa kecukupan data spasial dan temporal

2. Menyusun pola sebaran klorofil-a yang memadai untuk menggambarkan pola sebaran rata-rata mingguan


(15)

3 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sedangkan penginderaan jauh cahaya tampak (ocean color) menggunakan sensor pada panjang gelombang cahaya tampak (400-700nm) (Gaol, 2003).

Lillsand and Kiefer (1990) menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan akan berbeda untuk objek yang berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

memungkinkan kita dalam membedakan objek pada suatu citra satelit. Istilah

ocean color atau inderaja warna air laut diartikan sebagai inderaja yang

memanfaatkan radiasi gelombang elektomagnetik yang dipantulkan dari bawah permukaan laut (Hovis et al. dalam Susilo, 2008). Gelombang elektromagnetik yang digunakan berada dalam spekturm sinar tampak (400-700 nm), secara almiah sinar tampak inilah yang mampu menembus permukaan air (Susilo dan Gaol, 2008).

Komponen utama yang mempengaruhi ocean color adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khususnya klorofil-a). Pigmen-pigmen klorofil mempunyai karakteristik spektral yang spesifik dan distingtif karena mereka mengabsorpsi sinar biru (dan merah) dan secara kuat merefleksikan sinar hijau, dengan demikian mempengaruhi warna laut (Widodo, 1999).


(16)

2.2. Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS)

SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). Selain berperan sebagai percobaan warna laut , SeaWiFS berfungsi sebagai satelit pengadaan percobaan untuk NASA. SeaWiFS adalah satu-satunya penelitian instrumen yang dilakukan oleh seastar. SeaWiFS

dikembangkan oleh Orbital Science Corporation (OSC) dibuat oleh Hudges/Santa Barbara Research Center (SBRC) dibawah National Aeronautics and Space Administration (NASA) (Barnes et al., 1994). Panjang gelombang dan kanal SeaWiFS ditampikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang Gelombang Serta Kanal SeaWiFS (NASA,2011) Kanal (band) Panjang gelombang (nm)

1 402-422 nm

2 433-453 nm

3 480-500 nm

4 500-520 nm

5 545-565 nm

6 660-680 nm

7 745-785 nm

8 845-885 nm

Sensor SeaWiFS memiliki 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal pada panjang gelombang sinar tampak dan 2 kanal pada panjang gelombang inframerah. Kanal 1 sampai dengan kanal 6 memiliki lebar kanal 20 nm sedangkan kanal 7 dan kanal 8 memiliki lebar kanal 40 nm. Karakteristik SeaWiFS ditampilkan pada Tabel 2.


(17)

Tabel 2. Karakteristik SeaWiFS (NASA, 2011)

Spesifikasi Keterangan

Tipe Orbit Sun Synchronous Ketinggian Orbit 705 km

Periode Orbit 99 menit

Lebar Sapuan 2801 km LAC/HRPT dan 1502 km GAC Sudut sapuan ±58,3oLAC dan ±45oGAC

Resolusi Spasial 1,1 km LAC dan 4,5 km GAC Data Real-Time 665 kbps

Revisit Time 1 hari Digitasi 10 bits

Menurut Campbell et al., 1995 SeaWiFS local area coverage (LAC) memiliki resolusi spasial 1.1 km, sedangkan global area coverage (GAC)

memiliki resolusi resolusi spasial 4.4 km. SeaWiFS terdiri atas beberapa tipe data antara lain :

1. Data level 0 merupakan data yang direkam dari satelit kemudian dikirim ke statiun penerima. data yang disiarkan langsung (tanpa perekaman) juga termasuk data tingkat 0.

2. Data level 1 merupakan data mentah yang bentuk nilai digitalnya telah diatur dalam bentuk tabel, merupakan hasil olahan dari data level 0. Data level 1 mengandung seluruh data level 0, data kalibrasi, dan instrumen telemetri yang mengalami format ulang.

3. Data level 2 merupakan hasil proses masukan data level 1 dan mengandung nilai geofisika pada setiap pixel. Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan kalibrasi sensor, koreksi atmosferik, dan penerapan logaritma bio-optikal. 4. Data level 3 merupakan data statistika yang diolah dari data level 2. Setiap set

data memiliki area bin 9 x 9 km2. Gambar 1 dibawah ini merupakan sensor SeaWiFS.


(18)

5. Data Level 4 merupakan hasil masukan variabel data dari level-3. Hal ini untuk mengantisipasi data level-3 yang menggunakan masukan data

biogeokimia. Sensor SeaWiFS ditampilkan pada Gambar 1 (NASA, 2011).

Gambar 1. Sensor Sea viewing Wide Field of view Sensor (SeaWiFS)

2.3. Fitoplankton dan Klorofil-a

Fitoplankton adalah tumbuhan-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil yang terdiri dari sejumlah besar kelas yang berbeda. Mereka mempunyai peranan penting baik di sistem pelagik maupun seperti yang di perankan juga oleh

tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan, mereka adalah produsen utama zat-zat organik (Hutabarat dan Evans, 1986). Lo (1995) menyatakan bahwa fitoplankton mengandung klorofil-a , pigmen

fotosintesis dominan yang mengabsorpsi kuat energi pada wilayah biru dan merah spektrum tampak. Klorofil-a meningkat konsentrasinya di dalam air laut, maka warna air berubah dari biru sampai hijau pada kondisi yang kaya akan klorofil-a.

Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Pada kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan


(19)

tersebut (Nontji, 2007). Menurut Rasyid (2009) selain konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada daerah pantai, maka diperairan lepas pantai juga ditemukan daerah yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, walaupun pada umumnya di daerah tersebut memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah akibat tidak adanya suplai nutrient yang berasal dari daratan. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada perairan lepas pantai akibat tingginya konsentrasi nutrient yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam terangkat bersama-sama dengan nutrient ke lapisan permukaan dan hal ini disebut dengan proses up-welling.

Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marine demikian penting, yakni sebagai penyedia energi (Wibisono, 2005). Kandungan klorofil-a digunakan sebagai ukuran jumlah fitoplankton pada suatu perairan dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Melimpahnya nutrien dari runoff dan pendaur ulangan di daerah pantai menyebabkan produktivitasnya tinggi.

Tingginya produktivitas (100-160 gO/m-2 thn-1) merupakan penyangga populasi zooplankton dan organisme bentos (Nybakken, 1988). Selain itu, menurut Simbolon et al., 2009 menyatakan bahwa kandungan klorofil-a yang dihasilkan oleh fitoplankton merupakan indikasi kesuburan perairan, dan fitoplankton sangat penting sebagai produser primer dalam proses rantai makanan. Menurut Steeman-Nielsen in Nontji (2006) kurang lebih 95% produktivitas primer di laut

disumbangkan oleh fitoplankton.

Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer (Nybaken, 1988) antara lain:


(20)

1. Cahaya

Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa fitoplankton yang produktif hanyalah terdapat di lapisan-lapisan air teratas dimana intensitas cahaya dapat berlangsung.

2. Zat Hara

Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen (sebagai nitrat, NO3-) dan Fosfor (sebagai

Fosfat, PO42-). Zat hara lain yang digunakan mungkin kecil pengaruhnya.

3. Turbulensi dan Kedalaman Kritis

Pencampuran vertikal bukan saja menaikkan zat hara mendekati permukaan air, tetapi juga mengangkut sel-sel fitoplankton ke lapisan yang lebih dalam. Kedalaman kritis ialah kedalaman dimana fotosintesis total dalam kolom air sama dengan respirasi total.

Konsentrasi dari pigmen-pigmen klorofil (pigmen fotosintetik dari

fitoplankton) sering ditetapkan sebagai suatu indeks dari produktivitas biologi dan di dalam lingkungan oseanik dapat dikaitkan dengan produksi ikan (Widodo, 1999).

2.4. Interpolasi Pada Citra

Kehadiran awan atau asap mengkontaminasi sebagian data tetapi pengetahuan tentang variasi dari hari ke hari atau adanya berbagai kecenderungan

memungkinkan untuk membuat koreksi dengan interpolasi (Widodo, 1999). Interpolasi pada citra dapat menggunakan Metode resampling yaitu melalui tiga pendekatan (Purwadhi, 2001):


(21)

1. Metode tetangga terdekat (Nearest neigborh) merupakan interpolasi orde nol. Metode tetangga terdekat merupakan algoritma paling sederhana, dimana harga interpolasi yang diberikan pada suatu titik adalah sama dengan titik sample

masukan terdekat dengan titik yang diinterpolasi. Keunggulan metode ini adalah perhitungan sederhana dan menghindari pengubahan nilai pixel. 2. Metode interpolasi bilinier (Bilinear interpolation) merupakan interpolasi orde

pertama. Metode interpolasi bilinier pada proses registrasi citra ,menggunakan dua persamaan linier, dimana proses interpolasi dilakukan dengan

memperhitungkan pengaruh distribusi tingkat keabuan pixel tetangga atau perkiraan hitung dari empat pixel dalam proses interpolasi. Teknik ini menghasilkan suatu citra hasil resample dengan ujud halus, namun akan

menimbulkan masalah pada pemakaian analisis pola spektral pada citra. Hal ini dikarenakan akan mengubah nilai digital.

3. Metode kubik konvolusi (Cubic convolution) merupakan interpolasi orde kedua. Metode bilinear mempunyai kecenderungan untuk melakukan proses penghalusan, agar proses penghalusan lebih optimal dapat diatasi dengan menggunakan polinomial dengan derajat yang lebih tinggi , yaitu polinomial kubik. Metode ini lebih baik karena dapat menghindarkan ujud yang tidak bersambungan seperti yang terjadi pada metode tetangga terdekat, dan hasilnya lebih tajam dari interpolasi bilinear.


(22)

10 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah perairan barat Sumatera yang secara geografis terletak pada 8o LU-10 o LS dan 90o BT-108o BT. Namun pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a serta kelengkapan data citra secara spasial dibagi kedalam tiga lokasi pengamatan, yaitu lokasi pertama pada koordinat 2o-4o LU dan 92o - 98o BT, lokasi kedua pada koordinat 0o -2o LS dan 94o -101o BT dan lokasi ketiga pada kordinat 4o-6o LS dan 97o-105o BT.


(23)

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi seperangkat komputer/laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak seperti:  Surfer digunakan untuk menampilkan pola kontur sebaran klorofil-a

mingguan

Microsoft word 2007  Microsoft Excel 2007  Matlab

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

 Citra SeaWiFS level 3, 8-harian dari 29 Agustus 1997 sampai dengan 9 Februari 2009.

 Peta Rupa Bumi (Sumber: BAKOSURTANAL)

3.3. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah penanganan data yang direkam oleh sensor

penginderaan jauh hingga menjadi bentuk data yang dapat diinterpretasi, dan atau bentuk informasi yang dapat dipergunakan oleh pengguna (Purwadhi, 2001). Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu input data, cropping, penapisan data, persentase data, visualisasi. Data klorofil-a diperoleh dari situs

http://reason.gsfc.nasa.gov/giovanni, data yang digunakan berupa data rataan 8 harian, sehingga perekaman data berjumlah 46 minggu. Pemotongan data citra klorofil-a dilakukan langsung pada saat mengakses data pada situs

http://reason.gsfc.nasa. gov/giovanni.Output yang didapat berupa data ASCII (*asc) dengan variabel data format tersebut terdiri dari variabel lintang, bujur dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a. Hasil dari data ASCII dilanjutkan dengan


(24)

mengestimasi jumlah data tersebut. Setelah itu, dilakukan proses persentase ≥75% data spasial mingguan dan pemilihan ≥ 5 tahun data temporal dari 11 tahun yang terwakili. Sebelum melakukan visualisasi pada surfer, data yang telah di pilih kemudian di rata-ratakan, untuk menentukan kisaran data, nilai maksimum, dan nilai minimum. Selanjutnya melakukan analisis ragam (variance) dan pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan pada tiap lokasi berbeda. Proses berikutnya adalah penentuat plot data klorofil citra SeaWiFS tanpa persentase data. Skema proses pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Flowchart Proses Pengolahan Data Mulai

Download data klorofil-a (Sensor SeaWiFS) di http://reason.gsfc.nasa.gov/

dalam bentuk ASCII file

Versi data : Reprocessing 5.2

Penutupan spasial: Global 90oS-90oN Resolusi spasial : 0.083o x 0.083o (9km x 9km di ekuator)

Resolusi temporal : 8-harian

Microsoft Excel 2007 1. Filter data

2. Perata-rataan konsentrasi klorofil-a 3. Estimasi jumlah data (lokasi 1,2,3) 4. Persentase ≥ 75% data spasial 5. Pemilihan Pemilihan ≥ 5 tahun data

temporal

Surfer 1. Pola sebaran klorofil-a mingguan 2. Ragam (variance)

Matlab 1. Fluktuasi nilai rataan klorofil-a 2. Plot data klorofil citra SeaWiFS


(25)

3.3.1. Pengumpulan Data

Data kloorofil-a diperoleh dengan mengakses data dari situs

http://reason.gsfc.nasa.gov/geovani. Data American Standard Code for Information Interchange (ASCII ) yang berformat *.txt.Variabel data format tersebut terdiri dari variabel lintang, bujur dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a. Proses selanjutnya dilakukan pengolahan data di MicrosoftExcel 2007.

3.3.2. Penapisan (filter) Data

Data 8 harian hasil perekaman citra SeaWIFS terdapat nilai estimasi

konsentrasi klorofil 6.5535 mg/m3. Nilai tersebut merupakan undefined/missing

value perekaman disetiap minggunya. Nilai tersebut kemudian dihilangkan atau di

filter pada Microsoft Excel dengan menggunakan persamaan rumus berdasarkan Madiun (2010) yaitu:

Filter: =IF(Logical_test;[value_if_true];[value_if_false])...(1) Keterangan :

 Logica, diisi nilai yang dapat diuji untuk menghasilkan nilai true atau false. Dalam pengisian logika ini antara kondisi dan syarat harus menggunakan pembanding.

 Value_if_true, diisi dengan nilai yang dihasilkan apabila logika bernilai benar.

 Value_if_false, diisi dengan nilai yang dihasilkan apabila logika bernilai salah. Setelah itu dilakukan perata-rataan nilai klorofil pada setiap pixelnya selama kurang lebih sebelas tahun. Kemudian dilakukan penghapusan data yang memiliki frekuensi kemunculan kurang dari 1/2n+1 (n=11, yang merupakan banyaknya tahun).


(26)

3.3.3. Estimasi Jumlah Data

Penentuan jumlah data dilakukan pada ketiga lokasi. Hal ini bertujuan untuk melihat total keseluruhan jumlah data di lokasi pertama, kedua, dan ketiga. Selain itu untuk melihat data yang berbeda di tiap lokasi dan melihat area pengamatan. Metode ini dilakukan dengan menghitung jumlah data hasil perekaman citra SeaWiFS yang telah diformat ASCII pada Microsoft Excel. Sedangkan penentuan area dilakukan dengan membandingkan data yang berbeda di tiap minggu tertentu yaitu mencari selisih jumlah data. Hal ini bertujuan sebgai penentuan spacing griiding pada Surfer.

3.3.4. Persentase Data Spasial ≥75%

Persentase data dilakukan untuk melihat bahwa nilai yang digunakan pada saat melakukan perata-rataan memenuhi persyaratan untuk digunakan. Persentase tersebut dilakukan ≥ 75% data terisi dari masing-masing total data di tiap

minggunya (8 harian) selama lebih kurang (±) 11 tahun di lokasi pertama , lokasi kedua dan lokasi ketiga. Proses persentase data diawali dengan menjumlah data terisi, kemudian dilakukan persentase pada Microsoft Excel dengan persamaan rumus yaitu:

(%) Data = A / B x 100...(2)

Dimana:

(%) = Persentase Data

A = Jumlah data per tahun pada tiap minggu (8 harian) B = Total data pada tiap lokasi

Setelah itu dilakukan pembulatan nilai pada Microsoft Excel. Pembulatan data tersebut sebesar 2 point dengan menggunakan rumus yaitu :


(27)

Pembulatan nilai = CEILING (number;significant)...(3) Keterangan :

Number = Banyaknya data yang disortir

Significant = Pembulatan nilai, misalnya dua angka dibelakang koma

Selanjutnya adalah tahap persentase data spasial ≥ 75% menggunakan rumus yang dilakukan di Microsoft Excel dari hasil data terisi yaitu;

Data Spasial ≥ 75% = COUNTIF (range;criteria)...(4) Keterangan :

Range = Kisaran data

Criteria = “≥ 75”

Fungsi IF merupakan rumus fungsi yang digunakan untuk menguji suatu syarat tertentu apakah syarat tersebut terpenuhi atau tidak terpenuhi sedangkan count number berfungsi untuk menghitung jumlah sel dalam range sel yang berisi data (Madiun, 2010)

3.3.5. Data Temporal ≥ 5 Tahun Terwakili

Penghitungan hasil persentase ≥ 75% selama ± 11 tahun kemudian dipilih ≥ 5 tahun yang digunakan untuk menentukan minggu-minggu yang memiliki kecukupan data. Data yang terpilih kemudian dilakukan tahapan gridding data, setelah itu dilakukan perata-rataan nilai klorofil. Selain menentukan nilai klorofil-a, perata-rataan dilakukan untuk mengetahui range nilai klorofil-a tersebut.

Gridding data menggunakan metode Nearest Neigborh pada surfer lalu data disimpan dalam format DAT (*.dat) untuk mendapatkan interpolasi data terisi.


(28)

3.4. Fluktuasi Nilai Rataan Klorofil-a

Fluktuasi nilai klorofil-a dihasilkan dari data yang telah di filter dan data yang termasuk kedalam count > 6. Data hasil rata-rata klorofil-a tersebut dimulai dari minggu pertama hingga minggu ke-46. Masing-masing data mingguan dilakukan proses penentuan nilai minimum dan maksimum. Proses selanjutnya dilakukan pada Matlab untuk menggambarkan hasil fluktuasi dari data klorofil-a.

3.5. Pola Kontur Sebaran Klorofil-a Mingguan

Pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan merupakan tahapan akhir pada penelitian ini. Pola sebaran klorofil-a ini dihasilkan dari ≥ 5 tahun data temporal yang terwakili di tiap minggunya. Data-data yang terwakili tersebut diakumulasi dan dirata-ratakan untuk selanjutnya dilakukan gridding data. Gridding data menggunakan metode interpolasi Nearest Neigborh. Metode Nearest Neigborh

merupakan salah satu fasilitas interpolasi pada Surfer untuk mengisi kekosongan data. Pola hasil sebaran dilakukan dengan melakukan inputbase map dan contour layer. Contour layer di input dari format data GRD (*.grd) average data. Hasil pola sebaran klorofil-a rata-rata mingguan selanjutnya di export dalam file data TIFF (*.tif).

3.6. Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS

Plot data klorofil-a dari hasil rekaman citra SeaWiFS dilakukan untuk melihat gambaran data tanpa dilakukan proses persentase ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal. Plot data ini menunjukkan pola data selama 11 tahun dan sesuai dengan minggu yang tercukupi. Proses pengolahan datanya dilakukan


(29)

menggunakan Matlab. Hasil plot data klorofil-a di export dalam file data TIFF (*.tif).

3.7. Analisis Data

3.7.1. Analisis spasial dan temporal

Analisis data secara spasial menggambarkan pola kontur sebaran dari data 8-harian klorofil-a (29 Agustus 1997 sampai 9 Februari 2009). Pola kontur sebaran klorofil-a dihasilkan dari data yang memenuhi ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal yang terwakili di tiap minggunya. Analisis secara visual ini dilakukan untuk melihat kecukupan data hasil rekaman citra SeaWiFS.

3.7.2. Ragam (variance)

Ragam (variance) dilakukan untuk mengetahui keragaman nilai konsentrasi klorofil-a di tiap minggu yang terwakili (yang memenuhi ≥75% data spasial dan ≥ 5 tahun data temporal). Ragam dilakukan dengan menggunakan rumus pada

Microsoft Excel 2007 sebagai berikut :

Ragam = VAR(number1;[number2];...)...(5) Keterangan:


(30)

18 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS

Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Data Selama 46 Minggu

Jumlah Data Selama 46 Minggu (Area)

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

1.302 1.512 1.722

Total data 8- harian di lokasi pertama, lokasi kedua, dan lokasi ketiga memiliki nilai jumlah yang berbeda. Pada lokasi pertama selama 46 minggu jumlah datanya sebesar 1.302, jumlah data pada lokasi kedua selama 46 minggu sebesar 1.517, sedangkan jumlah data pada lokasi ketiga selama 46 minggu sebesar 1.722. Selain itu, terdapat jumlah data yang berbeda selama 46 minggu tersebut. Total nilai data berbeda selama 46 minggu ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4.Total Nilai Data Berbeda

Minggu Ke-

Lokasi 1 s.d 8 20 21 46

1 - 1.281 1.281 -

2 - 1.491 1.491 -

3 1.701 1.701 1.701 1.265

Pada lokasi pertama terjadi perbedaan jumlah data yaitu sebesar 1.281. Perbedaan jumlah data terjadi pada minggu ke-20 dan 21 di tahun 1998-2008.


(31)

Pada lokasi kedua perbedaan jumlah data terdapat di minggu ke-20 dan 21 sebesar 1.491 dan terjadi di tahun yang sama seperti lokasi pertama yaitu tahun 1998-2008. Sedangkan pada lokasi ketiga perbedaan jumlah data sebesar 1.701 yang terjadi di minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 ditahun 1998-2009 dan di minggu ke-20 dan 21 di tahun 1998-2008. Selain itu, juga terjadi di minggu ke-46 sebesar 1.265 di tahun 1997-2008. Hal ini dikarenakan pada lokasi pertama, tidak terjadi pengulangan data di koordinat 96o BT. Pada lokasi kedua tidak terjadi pengulangan data di koordinat 98o BT, sedangkan pada lokasi ketiga tidak terjadi pengulangan data di koordinat 101o BT. Pada minggu ke-46 di lokasi ketiga ini berkurangnya jumlah nilai yang signifikan disebabkan variabel bujur dan lintang yang berbeda dengan minggu ke-1 sampai ke-45 diduga dikarenakan pengaruh proses cropping data yang berbeda di nilai bujur pada koordinat tersebut.

Area pengamatan pada lokasi pertama berada pada luasan 21 x 61 m2.

Sedangkan pada lokasi kedua luasan area pengamatan berada pada 21 x 71 m2 dan luasan area ketiga berada pada 21 x 81 m2. Pada citra SeaWiFS Setiap set data memiliki area bin 9 x 9 km2. Luasan tersebut dihasilkan dari variabel bujur dan variabel lintang di lokasi pengamatan.

4.2. Fluktuasi Nilai Rataan Tahunan di Ketiga Lokasi

Pada lokasi pertama nilai klorofil-a tertinggi berada pada minggu ke- 5 yaitu 2,667 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a di minggu tersebut berada pada 0,097 mg/m3 sampai 2,667 mg/m3. Minggu ke-5 berkisar antara tanggal 2 Februari sampai tanggal 9 Februari yang merupakan musim barat. Fluktuasi nilai klorofil-a tertinggi ditampilkan pada Gambar 4.


(32)

Gambar 4. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Pertama

Nilai konsentrasi terendah pada lokasi pertama berada di minggu ke- 20 yaitu 0,072 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a di minggu ke-20 antara 0,072 mg/m3 sampai 0,718 mg/m3. Minggu ke-20 berkisar antara tanggal 2 Juni sampai 9 Juni dan merupakan musim timur. Fluktuasi nilai terendah ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Pertama

Nilai klorofil-a pada lokasi pertama terdapat data kosong di minggu ke-34 pada grafik nilai maximum dan minimum. Nilai yang kosong karena nilai hasil


(33)

penapisan (filter) data di minggu ke-34 tersebut tidak ada yang memenuhi count

data sebesar ≥ 6. Fluktuasi klorofil-a pada lokasi kedua ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Kedua

Nilai klorofil-a tertinggi di perairan Barat Sumatera pada lokasi kedua berada di minggu ke-21 sebesar 1,914 mg/m3. Kisaran klorofil-a di minggu tersebut berkisar antara 0,094 mg/m3 sampai 1,914 mg/m3. Minggu ke-21 berada pada kisaran tanggal 10 Juni sampai 17 juni. Pada bulan tersebut termasuk kedalam musim timur. Fluktuasi nilai klorofil-a terendah pada lokasi kedua ditunjukkan pada Gambar 7.


(34)

Gambar 7. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Kedua

Nilai konsentrasi terendah di lokasi kedua berada pada minggu ke-24 yaitu 0,068 mg/m3. Kisaran klorofil-a di minggu ke-24 antara 0,068 mg/m3 sampai 1,017 mg/m3. Minggu ke-24 berada pada kisaran tanggal 4 Juli sampai 11 Juli, sehingga minggu ke-24 pada lokasi kedua masuk kedalam musim timur. Berbeda dengan nilai klorofil-a di lokasi pertama, untuk data di lokasi kedua tidak ada data kosong. Selama 46 minggu perekaman, data di lokasi ini memenuhi count data yaitu ≥ 6. Fluktuasi nilai klorofil-a pada lokasi ketiga ditunjukkan pada Gambar 8.


(35)

Pada lokasi ketiga, nilai klorofil-a yang tertinggi berada pada minggu ke-42 yaitu 2,083 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a pada minggu tersebut antara 0,073 mg/m3 sampai 2,083 mg/m3. Minggu ke-42 berkisar antara tanggal 25 November sampai 2 Desember, minggu ke-42 masuk kedalam musim Peralihan II atau akhir tahun. Fluktuasi nilai klorofil-a terendah pada lokasi ketiga ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Ketiga

Nilai konsentrasi klorofil-a terkecil berada di minggu ke-2 yaitu 0,062 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a pada minggu tersebut antara 0,062 mg/m3 sampai 0,978 mg/m3. Minggu ke-2 berkisar pada tanggal 9 Januari sampai 16 Januari yang termasuk kedalam musim barat. Data nilai klorofil-a di lokasi ketiga sama dengan lokasi pertama karena terdapat data yang kosong. Namun pada lokasi ketiga data yang kosong terdapat di minggu ke-36, ke-37 dan ke-41. Pada minggu tersebut tidak masuk ke dalam count≥ 6. Nilai enam digunakan karena pada perekaman data dengan citra SeaWiFS terdapat nilai konsentrasi sebesar 6.5535 yang merupakan undefined/ missing value sebesar 6.5535.


(36)

Perairan Indonesia secara umum dipengaruhi oleh angin musim (monsoon) yang terdiri dari musim barat, musim timur dan musim peralihan. Musim barat terjadi pada bulan Desember – Februari, disusul musim peralihan 1 (Maret – Mei), musim Timur (Juni-Agustus) dan Musim Peralihan II (September – November) (Nontji, 2006).

Terkadang tinggi rendahnya nilai klorofil-a di perairan juga dipengaruhi oleh angin musim. Hal ini berdampak pada fenomena upwelling dimana proses

tersebut menghasilkan zat hara yang tinggi kepermukaan laut. Upwelling inilah merupakan respon dari siklus angin muson yang terjadi di wilayah Barat Sumatera. Menurut Tubalawony et al. (2007) di perairan Barat Sumatera

upwelling terlihat pada musim barat (Desember - Februari) namun secara umum kekuatannya lebih lemah.

4.3. Jumlah Data Spasial Terisi ≥ 75% Kurang Lebih 11 Tahun

Pengamatan data dari sensor SeaWiFS selama kurang lebih (±)11 tahun bertujuan untuk melihat data yang digunakan dalam perata-rataan estimasi nilai klorofil-a. Hal ini berkaitan dengan kelengkapan data pada proses perata-rataan tersebut. Data spasial ≥ 75% meliputi kecukupan data terisi selama sebelas tahun, pemilihan data temporal ½ dari n (n merupakan jumlah tahun). Pemilihan ½ dari

rangedata temporal yaitu ≥ 5 tahun dipilih sebagai syarat data yang terwakili. Data terisi spasial ≥ 75% di lokasi pertama ditampilkan pada Tabel 5.


(37)

Tabel 5. Data Terisi ≥ 75% Pada Lokasi Pertama Minggu

ke-

Data 75%

Tahun Perekaman Data SeaWiFS

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 5

5 5

18 5

25 8

Keterangan: Data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili

Pada Tabel 5, jumlah data spasial ≥ 75% yang terisi selama 46 minggu dan data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili di lokasi pertama hanya terdapat pada minggu ke-1, 5, 18, dan 25. Pada minggu ke-1 meliputi tahun 1998, 2001, 2002, 2003, dan 2004, untuk minggu ke-5 meliputi tahun 2003, 2004, 2005, 2006, 2007. Sedangkan pada minggu ke-18 meliputi tahun 1998, 2001, 2002, 2003, 2004, dan untuk minggu ke-25 meliputi tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005. Data temporal terbanyak terdapat pada minggu ke-25 yaitu delapan tahun, namun data tahun yang konstan terisi ≥ 75% berada di tahun 2003 dan 2004. Data terisi spasial ≥ 75% di lokasi kedua ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Terisi ≥ 75% Pada Lokasi Kedua Minggu

ke-

Data 75%

Tahun Perekaman Data SeaWiFS

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

13 5

14 5

17 5

18 6

19 7

Keterangan: Data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili

Pada Tabel 6, bahwa jumlah data spasial ≥ 75% yang terisi selama 46 minggu dan data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili di lokasi kedua hanya terdapat di minggu ke-13,14,17,18,dan 19. Minggu ke-13 meliputi tahun 2002, 2003, 2004,


(38)

2005, 2008, untuk minggu ke-14 meliputi tahun 1998, 1999, 2002, 2006, 2007. Sedangkan minggu ke-17 meliputi tahun 2000, 2002, 2003, 2004, 2006, dan minggu ke-18 meliputi tahun 1998, 2000, 2001, 2003, 2004, 2005. Minggu ke-19 meliputi tahun 19998, 1999, 2000, 2002, 2005, 2006, dan 2007. Pada lokasi kedua, variasi tahun yang tersedia secara spasial ≥ 75% lebih beragam. Hal ini dikarenakan tidak ada tahun yang konstan terekam pada total lima minggu data tersebut. Lokasi kedua berada mulai dari tahun 1998 sampai tahun 20008. Minggu ke-19 memiliki jumlah data terbesar yaitu tujuh tahun dibandingkan minggu lainnya di lokasi kedua yaitu lima tahun pada minggu ke-13,14, dan 17 serta enam tahun pada minggu ke-18. Data terisi spasial ≥ 75% di lokasi kedua ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Terisi ≥75% Pada Lokasi Ketiga Minggu

ke-

Data 75%

Tahun Perekaman Data SeaWiFS

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

21 5

Keterangan: Data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili.

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah data spasial yang mencakup ≥ 75% data terisi hanya ada di minggu ke-21 dengan total data lima tahun. Tahun-tahun tersebut antara lain pada tahun 1999, 2000, 2001, 2003 dan 2004. Berdasarkan data terisi di tiap lokasi pengamatan, terdapat variasi jumlah data terisi ≥ 75% di tiap minggunya. Secara umumdata tersebut di dominasi oleh keterwakilan data lima tahun.Data-data tesebut nantinya akan digunakan untuk penentuan pola kontur sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera.


(39)

4.4. Kisaran Nilai Klorofil-a dari ≥ 5 Tahun Data Terwakili

Kisaran nilai klorofil-a dengan jumlah data dihasilkan dari perata-rataan data yang telah dipilih dari 5 tahun terwakili hasil ≥75% data spasial. Kisaran tersebut berupa nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsentrasi klorofil-a. Kiasaran nilai klorofil-a tersebut akan dijadikan sebagai acuan penentuan skala pada pola sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera. Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama hanya ada di minggu 1, 5, 18 dan ke-25. Masing-masing minggu tersebut memiliki jumlah kisaran tahun yang berbeda. Tabel 8 menunjukkan nilai terkecil, terbesar serta nilai rata-rata klorofil-a.

Tabel 8. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Pertama Nilai Klorofil-a (mg/m3) Lokasi Pertama

1 5 18 25

Terbesar 4,29 4,08 2,39 1,85

Terkecil 0,11 0,09 0,11 0,10

Rata-Rata 0,40 0,28 0,29 0,21

Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama berdasarkan data tersebut, nilai akumulasi pada minggu ke-1 memiliki kisaran 0,11 mg/m3 sampai 4,29 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,40 mg/m3. Sedangkan pada minggu ke-5 memiliki nilai klorofil-a akumulasi kisarannya 0,09 mg/m3 sampai 4,08 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,28 mg/m3. Minggu ke- 18 kisaran nilai klorofil-a yaitu 0,11 mg/m3 sampai 2,39 mg/m3 dengan rata-rata sebesar 0,29 mg/m3. Sedangkan di minggu ke-25 memiliki kisaran antara 0,10 mg/m3 sampai 1,8 mg/m3 dengan rata-rata 0,21 mg/m3. Berdasarkan tabel tersebut pada minggu ke-1 dan ke-5


(40)

memiliki nalai maksimum tertinggi yaitu mencapai 4 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a data temporal 5 tahun yang terwakili di lokasi kedua disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Kedua Nilai Klorofil-a (mg/m3) Lokasi Kedua

13 14 17 18 19

Terbesar 0,88 2,33 2,21 2,06 1,02

Terkecil 0,08 0,07 0,07 0,07 0,09

Rata-Rata 0,16 0,25 0,26 0,22 0,21

Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama berada pada minggu ke-13, 14, 17, 18 dan 19. Kisaran nilai setiap minggunya berbeda, hal ini dapat dilihat pada minggu ke-13 memiliki nilai klorofil-a terbesar 0,88 mg/m3. Sedangkan nilai terkecilnya yaitu 0,08 mg/m3 dan rata-rata nilai klorofil-a di minggu tersebut adalah 0,16 mg/m3. Minggu ke-14, 17, dan 18 memiliki nilai klorofil-a terbesar diatas 2 mg/m3. Pada minggu ke-14 nilai terbesar mencapai 2,33 mg/m3, nilai terkecilnya yaitu 0,07 mg/m3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya adalah 0,25 mg/m3. Pada minggu ke-17 nilai klorofil-a terbesar hasil akumulasi data mencapai 2,21 mg/m3 sedangkan nilai terkecilnya 0,07 mg/m3 dan rata-rata nilainya 0,26 mg/m3. Minggu ke-18 nilai klorofil-a terbesarnya mencapai 2,06 mg/m3, nilai terkecil yaitu 0,07 mg/m3 dan rata-rata nilainya adalah 0,22 mg/m3. Pada minggu ke-19 nilai klorofil-a terbesar mencapai 1,02 mg/m3. Sedangkan untuk nilai terkecil di minggu ini yaitu 0,09 mg/m3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya sebesar 0,21 mg/m3. Secara umum nilai terkecil akumulasi klorofil-a memiliki jumlah yang cenderung seragam yaitu 0,07 mg/m3. Hanya pada minggu ke-19


(41)

yang nilai terkecilnya mencapai 0,1 mg/m3. Kisaran nilai klorofil-a data terwakili di lokasi ketiga disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Ketiga Nilai Klorofil-a (mg/m3) Lokasi Ketiga

21

Terbesar 1,23

Terkecil 0,07

Rata-Rata 0,21

Kisaran akumulasi nilai klorofil-a di lokasi ketiga hanya memiliki satu minggu data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili. Nilai klorofil-a terkecil pada minggu ke-21 yaitu 0,07 mg/m3, sedangkan nilai terbesar mencapai 1,23 mg/m3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya adalah 0,21 mg/m3. Kisaran nilai tersebut digunakan sebagai batasan penentuan skala yang akan digunakan pada pola sebaran klorofil-a di tiap lokasi pengamatan, dimana nilai skala yang digunakan yaitu 0-0,8 mg/m3. Perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil antara 0,3-0,5 mg/m3 antara lain berada di pesisir Barat Sumatera, Laut Flores, Laut Jawa di utara Jawa Timur, sebagian Selat Makassar, Laut Sulawesi dan Laut Banda (Arsjad et al., 2004).

4.5. Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Pertama Klorofil-a dipandang sebagai parameter lingkungan penting yang

menunjukkan kualitas air, kandungan nutrien dan polusi yang mempengaruhi mintakat pantai, tidak hanya sebagai indikator produktivitas air (Lo, 1995). Sebaran nilai klorofil-a dihasilkan dari pemilihan data temporal ≥ 5 tahun. Pola


(42)

sebaran klorofil-a ini, skala yang digunakan dihasilkan dari hasil akumulasi range

nilai klorofil-a data temporal yang digunakan berkisar antara 0-0,8 mg/m3. Lokasi pertama berbatasan dengan Pulau Simeuleu. Pola Sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera lokasi pertama dapat dilihat pada kontur klorofil-a pada Gambar 10.

Gambar 10. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-1

Pola sebaran klorofil-a di lokasi pertama minggu ke-1 menunjukkan nilai klorofil-a yang didominasi 0,2 mg/m3. Wilayah yang mendominasi merupakan wilayah yang membatasi Pulau Sumatera dan Pulau Simeuleu. Perairan disekitar pesisir Pulau Sumatera di lokasi pertama ini, memiliki nilai klorofil-a yang cukup tinggi yaitu 0,6 mg/m3. Sedangkan untuk kontur ragam terlihat variasi yang hanya terdapat di pesisir bagian selatan daerah pengamatan. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-5 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-5

Pola kontur di minggu ke-5 menunjukkan bahwa nilai klorofil-a pada minggu ke-5 berkisar antara 0,4 mg/m3 sampai 0,8 mg/m3. Lokasi tersebut berada di sekitar daratan Pulau Sumatera dan nilai klorofil-a 0,2 mg/m3 terdapat di sekitar


(43)

Pulau Simeuleu. Variasi nilai klorofil-a di sekitaran perairan yang membatasi Pulau Sumatera Barat dan Pulau Simeuleu bernilai 0-0,2 mg/m3. Namun jika diperhatikan nilai klorofil-a sebesar 0,8 mg/m3 mendominasi di sekitar perairan pesisir Sumatera Barat, sedangkan nilai klorofil-a 0,2 mg/m3 juga terdapat di wilayah Pulau Simeuleu. Pada pola kontur rataan ragam, wilayah yang bervariasi tinggi terlihat di sekitar bagian yang membatasi Sumatera Barat. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-18 dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-18

Pola kontur di minggu ke-18 menunjukkan nilai sebaran klorofil-a dekat pesisir Pulau Sumatera Utara antara 0,4-0,8 mg/m3. Sedangkan di sebagian Pulau Simeuleu nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m3. Perairan yang membelah wilayah Pulau Sumatera dan Pulau Simeuleu nilai klorofil-a nya sebesar 0-0,2 mg/m3. Variasi nilai klorofil-a terjadi di sekitar pesisir pulau Sumatera Utara. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-25 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-25

Berdasarkan pola tersebut, menunjukkan nilai sebaran klorofil-a di sekitar Pulau Sumatera antara 0,2-0,8 mg/m3. Sedangkan untuk di perairan Pulau


(44)

Simeuleu bernilai 0,2 mg/m3. Wilayah dengan klorofil-a cukup tinggi berada pada pesisir pulau yang mengarah ke Sumatera Barat. Hal ini juga berkaitan dengan pola sebaran ragam yang menunjukkan nilai bervariasi tertinggi berada di wilayah tersebut.

Pada lokasi pertama, minggu ke-1 dan minggu ke-5 termasuk kedalam musim barat, untuk minggu ke-18 termasuk kedalam musim peralihan sedangkan minggu ke-25 termasuk kedalam musim timur.

4.6. Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Kedua Lokasi kedua masuk ke wilayah perairan Sumatera Barat yang berbatasan dengan Pulau Siberut. Berdasarkan jumlah dari 5 tahun terwakili hasil ≥ 75% data spasial, hanya terdapat pada minggu ke-13, ke-14, ke-17, ke-18 dan ke-19. Keseluruhan minggu di lokasi kedua tersebut merupakan musim peralihan. Pola kontur sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera pada lokasi kedua

ditampilkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-13

Pola kontur di minggu ke- 13 menunjukkan konsentrasi klorofil-a dominan sebesar 0-0,2 mg/m3. Nilai klorofil-a tersebut tersebar di sebagian Pulau Siberut dan pesisir Pulau Sumatera Barat. Variasi konsentrasi pada minggu ke-13 cenderung lebih kecil. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-14 dapat dilihat pada Gambar 15.


(45)

Gambar 15. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-14

Pola kontur di minggu ke-14 menunjukkan nilai dominan yaitu 0,2 mg/m3 yang berada di sepanjang kawasan Indian ocean hingga keluar batas Pulau

Siberut. Wilayah yang memiliki nilai klorofil-a tertinggi berada pada pesisir Pulau Sumatera. Sedangkan untuk sebaran ragam, variasi sebaran klorofil-a terlihat di sekitar Pulau Sumatera yang memiliki nilai klorofil-a sebesar 0,4-0,8 mg/m3. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-17 dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-17

Pola kontur di minggu ke-17 menunjukkan wilayah Indian ocean yang membatasi perairan Pulau Siberut dan Pulau Sumatera bagian barat didominasi nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m3. Sedangkan untuk nilai klorofil-a yang tertinggi berada di pesisir bagian Pulau Sumatera. Rataan sebaran ragam menunjukkan nilai yang cenderung meningkat di sekitar utara wilayah Sumatera Barat. Unsur hara berperan penting dalam meningkatkan nilai klorofil-a disekitar Pulau Sumatera Barat yang masuk dari wilayah darat pulau tersebut. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-18 dapat dilihat pada Gambar 17.


(46)

Gambar 17. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-18

Berdasarkan pola sebaran klorofil-a secara, nilai klorofil-a pada minggu ke-18 dominan berkisar pada 0,2 mg/m3. Pada wilayah sekitar pesisir Sumatera, nilai klorofil-a cenderung bervariasi, sedangkan dominasi nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m3 berada di Pulau Siberut dan sekitar wilayah yang membatasi Pulau Sumatera dan Pulau Siberut. Sebaran ragam pada minggu ini, cenderung lebih sedikit dan hanya terdapat disekitar wilayah Pulau Sumatera. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-19 dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-19

Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-19 menunjukkan nilai klorofil-a yang mengelilingi wilayah Pulau Siberut hanya 0,2 mg/m3, namun di bagian selatan pulau tersebut nilai klorofil-a cenderung tinggi hingga 0,4 mg/m3. Pada sebaran ragam nilai klorofil-a cenderung kecil untuk minggu ke-19.

Pada lokasi kedua, perbandingan antara minggu ke-13 dan minggu ke-14 cukup signifikan berdasarkan pola kontur sebarannya. Pada dasarnya kedua minggu tersebut sama-sama berasal dari 5 tahun data terwakili, hanya saja tahun perekaman kedua minggu tersebut berbeda. Hal tersebut juga dapat


(47)

mengindikasikan bahwa pada minggu ke-14 yang pola konturnya dominan menunjukkan perairan yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi.

Menurut Gower 1972 in Widodo 1999 menyatakan bahwa konsentrasi klorofil diatas 0,2 mg/m3 menunjukkan kehadiran dari kehidupan plankton yang memadai untuk menopang atau mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan komersial. Kandungan klorofil-a yang tinggi di suatu perairan akan meningkatkan produktivitas zooplankton sehingga secara langsung tercipta rantai makanan yang menunjang produktivitas ikan di perairan (Masrikat et al., 2009).

4.7. Pola Sebaran Klorofil-a ≥ 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Ketiga Lokasi ketiga merupakan lokasi pengamatan terakhir dan lokasi ini berada di wilayah Sumatera Selatan. Berbeda dengan lokasi pertama dan kedua, pada lokasi ketiga data temporal ≥ 5 tahun yang terwakili hanya terdapat pada minggu ke-21. Lokasi ketiga berbatasan dengan Pulau Enggano yang berhubungan langsung dengan wilayah Samudra Hindia. Pola Sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera lokasi ketiga dapat dilihat pada kontur klorofil-a pada Gambar 19.

Gambar 19. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-21

Berdasarkan hasil kontur sebaran klorofil-a, nilai nya didominasi oleh wilayah disekitar pesisir pulau. Nilai klorofil-a tersebut cukup bervariasi dan berkisar antara 0,2-0,8 mg/m3, sedangkan untuk wilayah perairan laut lepas cenderung bernilai rendah. Kandungan klorofil tinggi terdapat didekat pantai, dan


(48)

semakin jauh ke luar semakin rendah kandungan klorofilnya. Hal ini sebagai dampak pengayaan hara (nutrient enrichment) yang berasal dari daratan (Nontji, 2006). Minggu ke-21 pada lokasi ketiga termasuk kedalam musim timur.

Perairan lepas pantai Barat Sumatera konsentrasi klorofil-a sepanjang tahun cenderung rendah (Tubalawony et al., 2007). Berdasarkan hasil sebaran klorofil-a di Perairan Barat Sumatera, nilai klorofil-a kearah pantai nilai konsentrasinya jauh lebih tinggi dibandingkan ke lepas pantai. Hal ini umumnya dikarenakan suplai nutrien yang berasal dari daratan lebih besar dan sedikitnya nutrien diwilayah lepas pantai. Samudra merupakan wilayah yang miskin unsur hara. Zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen dan fosfor. Unsur hara lain diperlukan namun pengaruh terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1988).

Data temporal ≥5 tahun yang terwakili dari ≥ 75% data spasial akan menghasilkan pola sebaran klorofil-a yang berbeda di tiap minggunya. Hal ini akan berkaitan dengan pola kontur klorofil-a dari data yang lengkap. Kelengkapan data tersebut dilihat dari ketersediaan data yang diperiksa berdasarkan kecukupan data spasial dan temporal. Sehingga data tersebut akan menghasilkan pola sebaran yang berbeda di tiap minggunya.

4.8. Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Pertama

Plot data klorofil-a citra SeaWiFS dilokasi pertama menunjukkan tampilan keseluruhan data selama 11 tahun dari hasil perekaman data. data ini

menunjukkan sebaran data-data yang belum mengalami proses presentase data spasial dan pemilihan data temporal. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-1 disajikan pada Gambar 20.


(49)

Gambar 20. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-1

Berdasarkan gambar diatas, scatter data menunjukkan kerapatan yang berada disekitar koordinat 92o-95o BT. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki

kekosongan data terdapat disekitar koordinat 96o-98o BT. Nilai klorofil-a yang mendominasi berada antara 0-0,5mg/m3. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-5 disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-5

Berdasarkan gambar diatas, scatter kerapatan data terisi terdapat diwilayah dengan koordinat 92o-95o BT. Sedangkan kekosongan data terdapat diwilayah


(50)

dengan koordinat 96o-98o BT. Kekosongan data terlihat juga terlihat pada koordinat 2o-5o LU. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-18 disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-18

Scatter data klorofil-a pada minggu ke-18 menunjukkan plot yang cenderung sama dengan minggu sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang memiliki kecukupan/kerapatan data berada di sekitar wilayah koordinat 92o-95o BT. Pada koordinat 3.5o-4.0o LU dan 96o BT, terlihat mengalami dominasi kekosongan data. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-25 disajikan pada Gambar 23.


(51)

Gambar 23. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-25

Scatter data klorofil-a pada minggu ke-25 menunjukkan plot sebaran kecukupan /kerapatan data yang cenderung sama di wilayah koordinat 92o-95o BT. Kekosongan data yang dominan terdapat pada koordinat 96o-98o BT. namun variasi kekosongan data di setiap minggunya berbeda.

4.9. Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Kedua

Kekosongan data pada citra satelit dapat disebabkan karena pengaruh awan yang menutupi objek saat terjadinya pemancaran gelombang elektromagnetik. awan adalah suatu kumpulan partikel yang tampak di atmosfer, partikel tersebut dapat berupa tetes air atau kristal es (Prawirowardoyo, 1996). Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-13 pada lokasi kedua disajikan pada Gambar 24.


(52)

Gambar 24. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-13

Kerapatan data terjadi pada wilayah dengan koordinat 94o-97o BT, sedangkan kekosongan data didominasi diwilayah dengan koordinat 98o-101o BT. Pada minggu ke-13 cenderung memiliki nilai klorofil-a yang lebih rapat. Hal ini terlihat dari data yang cukup terisi merata di beberapa bagian. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-14 disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-14

Berdasarkan scatter data klorofil-a di minggu ke-14 menunjukkan cakupan kerapatan yang sama dengan minggu ke-13. Hal ini dikarenakan wilayah yang


(53)

memiliki kerapatan data berada di koordinat 94o-97o BT. Sedangkan data yang mengalami kekosongan berada di koordinat 98o-101o BT. Hanya saja pada minggu ini kekosongan data cenderung lebih dominan jika dibandingkan dengan gambar 24 (minggu 13). Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-17 disajikan pada Gambar 26.

Gambar 26. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-17

Scatter data klorofil-a pada minggu ke-17 menunjukkan kokosongan data yang tinggi di wilayah dengan koordinat 100o-101o BT dan 0o-0.5o LS. Selain itu juga terdapat beberapa area yang mengalami kekosongan data. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-18 disajikan pada Gambar 27.


(54)

Gambar 27. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-18

Scatter data klorofil-a minggu ke-18 menunjukkan plot yang hampir sama dengan gambar 26 (minggu ke-17). Kekosongan data terdapat pada koordinat 100o-101o BT. Kekosongan data juga terdapat di koordinat 1.5o-2.0o LS. Namun perbedaannya terjadi pada nilai klorofil-a tertinggi yaitu antara 2,5-3 mg/m3. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-19 disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-19

Plot scatter data klorofil-a pada minggu ke-19 menunjukkan kekosongan data di wilayah 98o-99o BT dan 0o-0.5o LS. Serta kekosongan tertinggi terjadi di


(55)

wilayah dengan kordinat 100o-101o BT dan 0o-0.5o LS. Selain itu juga terjadi kekosongan di koordinat 99o BT. sedangkan untuk kerapatan data berada pada koordinat 94o-98o BT dan 0o-2o LS.

5.0. Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Ketiga

Pancaran gelombang sinar tampak yang mengenai awan mampu di hamburkan kesegala arah. Namun hal ini berkaitan dengan ukuran diameter partikel dan panjang gelombang yang dihasilkan. Selain awan, hal yang

mempengaruhi kekosongan data juga dapat berasal dari wahana itu sendiri. Salah satunya kesalahan posisis wahana dan electronical error. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-21 pada lokasi kedua disajikan pada Gambar 29.

Gambar 29. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-21

Berdasarkan scatter data klorofil-a pada minggu ke-21 menunjukkan kekosongan data yang cukup signifikan pada koordinat 102o-105o BT dan 4o-5o LS. Sedangkan dominasi kerapatan data berada pada koordinat 97o-101o BT dan 4o-6o LS. Pada minggu ke-21 plot nilai klorofil-a cenderung rendah 0-0,5 mg/m3,


(56)

sangat berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya yang variasi nilainya diatas 0,5 mg/m3 walaupun tidak dominan. Kekosongan data akan berdampak pada hasil perata-rataan data dalam menganalisa suatu fenomena.


(57)

45 5.1. Kesimpulan

Secara keseluruhan kecukupan data klorofil-a pada lokasi pertama, kedua dan ketiga masing-masing memiliki jumlah data yang berbeda. Secara spasial jumlah data yang memenuhi ≥ 75% dan ≥ 5 tahun data temporal selama 46 minggu di lokasi pertama hanya terdapat di minggu ke-1,5,18,dan 25. Pada lokasi kedua hanya terdapat di minggu ke-13,14,17,18,19 dan lokasi ketiga hanya ada di minggu ke-21. Hal ini berkaitan dengan pola kontur sebaran klorofil-a yang dihasilkan, sehingga menyebabkan pola sebaran klorofil-a lebih bervariasi. Namun di wilayah pesisir nilai klorofil-a cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai klorofil-a di lepas pantai.

Berdasarkan hasil plot data citra SeaWiFS diketahui bahwa nilai yang memiliki kekosongan data dari hasil perekaman 46 minggu di lokasi pertama berada di koordinat 96o-98o BT. Pada lokasi kedua terdapat di 98o-101o BT dan lokasi ketiga berada di koordinat 102o-105o BT. Kekosongan data ini diduga dipengaruhi oleh tutupan awan serta kesalahan pada satelit. Maka dari itu dibutuhkan pemeriksaan kecukupan data untuk melihat kerapatan atau kelengkapan data dari hasil perekaman citra satelit.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk menindaklanjuti penelitian ini yaitu penggunaan data inderaan selain citra SeaWiFS, serta perekaman data secara harian. Selain itu dapat dilakukan perbandingan penentuan data selain ≥ 75% data spasial.


(58)

46

Arsjad, M., Y. Siawantoro., dan R.S. Dewi. 2004. Inventarisasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Sebaran Chlorophyll-a di Perairan Indonesia. Pusat Sumberdaya Alam Laut. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Cibinong. Bogor.

Atmawidjaja., R. 1995. Land Resource Balance. Conference Proceeding on Remote Sensing and GIS for Environmental Resources Management, BPPT New Building, Jakarta, June 6-8, 1995 : page 7-1 to 7-14. Agency for The Assessment and Application of Technology (BPPTeknologi), Jakarta, Indonesia.

Barnes, R A., A. W. Holmes, W. L. Barnes, C. R. McClain, and T. Svitek. 1994.

SeaWiFS Prelaunch Radiometric Calibration adn Spectral

Characterization. NASA Technical Memorandum 104566. Vol.23, S.B. Hooker, E.R. Firestone, J.D. Acker Eds., NASA Goddard Space Flight Center. Maryland.

Campbell, J. W., J. M. Balaisdell, and M. Darzi. 1995. Level-3 SeaWiFS Data Product: Spatial and Temporal Binning Algoritm. NASA Technical

Memorandum 104566. Vol.32, S. B. Hooker, E. R. Firestone, and J. G. Acker Eds., NASA Goddard Space Flight Center. Maryland.

Gaol, J.L. 2003. Kajian Karakteristik Oseanografi Samudra Hindia Bagian Timur dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gregg,W.W. 1992. Analysis of Orbit Selection For SeaWiFS: Ascending vs. Descending Node. NASA Technical Memorandum 104566. Vol.2, S.B. Hooker, and E.R. Firestone Eds., NASA Goddard Space Flight Center. Maryland.

Hutabarat, S. dan S.M Evan. 1986. Pengantar Oseanografi. UI-Press. Jakarta. Lillesand, T. M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Terjemahan, Sutanto Eds. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan, Bambang Purbowaseso.

Universitas Indonesia. Jakarta.

Madiun, M. 2010. Microsoft Excell 2010 untuk Pemula. Andi OFFSET. Yogyakarta.


(59)

Masrikat, J.A.N., I. Jaya., B.H. Iskandar., dan D. Soedarma. 2009. Estimasi Standing Stock Sumber Daya Ikan Berdasarkan Kandungan Klorofil-a. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.15 (3):185-266.

NASA. 2011. An Overviev of SeaWiFS and the SeaStarSeaWiFS Project.. Tersedia pada:http//oceancolor.gsfc.nasa.gov/SeaWiFS/ SEASTAR/ SPACECRAFT.html. [diunduh 20 September 2011]

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta.

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.

Purwadhi, S. H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Gramedia Widiasarana. Jakarta. Indonesia.

Rasyid, A. 2009. Distribusi Klorofil-a Pada Musim Peralihan Barat-Timur di Perairan Spermonde Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi. 9 (2): 125-132.

Simbolon, D., dan H.S. Girsang. 2009. Hubungan Antara Kandungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Tongkol di Daerah Penagkapan Ikan Perairan Pelabuhanratu. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.15 (4):267-330. Susilo, B.S., dan J.L. Gaol. 2008. Dasar-dasar Penginderaan Jauh Kelautan.

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tubalawony, S., R.F. Kaswadji., M.Purba., S. Wouthuyzen., D. Soedarma. 2007. Dampak Proses Fisik Terhadap Sebaran Klorofil Secara Spasial dan Temporal di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa. Jurnal Ichthyos. 6(2): 97-104.

Wibisono, M.S., 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta.

Widodo, J. 1999. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Untuk Perikanan di Indonesia. h. II-14. Prosiding Seminar Validasi Data Inderaja untuk Bidang Perikanan. Direktorat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam. Jakarta.


(60)

48


(61)

Lampiran 1. Persentase Data Pada Lokasi 1 Lokasi 1

Minggu ke- 50-74% ≥75% Tahun

1 4 5

1998-2009

2 6 2

3 2 4

4 4 3

5 2 5

6 7 1

7 3 4

1998-2008

8 5 4

9 6 0

10 5 0

11 2 1

12 3 0

13 4 0

14 6 1

15 5 0

16 5 1

17 5 3

18 4 5

19 3 4

20 4 1

21 5 3

22 2 0

23 5 0

24 5 0

25 1 8

26 7 2

27 5 1

28 3 3

29 5 1

30 4 1

31 2 1

1997-2008

32 2 0

33 4 0

34 2 0

35 0 1

36 2 2

37 2 1

38 2 0

39 5 0

40 4 0

41 2 1

42 3 2

43 3 2

44 3 2

45 4 4


(62)

Lampiran 2. Persentase Data Pada Lokasi 2 Lokasi 2

Minggu ke- 50-74% ≥ 75% Tahun

1 2 4

1998-2009

2 3 4

3 2 3

4 2 3

5 5 3

6 8 1

7 3 3

1998-2008

8 5 0

9 3 0

10 2 1

11 1 2

12 4 0

13 4 5

14 4 5

15 6 1

16 4 3

17 6 5

18 4 6

19 2 7

20 4 4

21 5 4

22 4 4

23 5 4

24 5 3

25 5 1

26 4 4

27 5 2

28 5 2

29 4 0

30 3 0

31 2 1

1997-2008

32 3 0

33 2 0

34 2 0

35 1 0

36 3 0

37 1 0

38 1 0

39 2 0

40 3 0

41 4 0

42 8 1

43 5 0

44 5 1

45 4 3


(63)

Lampiran 3. Persentase Data Pada Lokasi 3 Lokasi 3

Minggu ke- 50-74% ≥ 75% Tahun

1 4 1

1998-2009

2 4 2

3 4 1

4 2 0

5 2 3

6 7 2

7 4 0

1998-2008

8 3 0

9 4 1

10 2 0

11 5 0

12 5 1

13 5 4

14 7 2

15 9 0

16 7 0

17 3 4

18 4 4

19 6 3

20 8 1

21 6 5

22 5 2

23 3 5

24 6 0

25 6 1

26 4 2

27 5 1

28 6 2

29 4 0

30 4 0

31 1 1

1997-2008

32 6 0

33 3 0

34 0 0

35 0 0

36 1 0

37 0 0

38 0 0

39 2 0

40 1 0

41 1 0

42 4 0

43 4 1

44 4 0

45 4 0


(64)

Lampiran 4.Total Data Per Tahun Pada Tiga Lokasi Berbeda Jumlah Data Per Tahun

Minggu ke- Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Tahun

1 1302 1512 1701

1998-2009

2 1302 1512 1701

3 1302 1512 1701

4 1302 1512 1701

5 1302 1512 1701

6 1302 1512 1701

7 1302 1512 1701

1998-2008

8 1302 1512 1701

9 1302 1512 1722

10 1302 1512 1722

11 1302 1512 1722

12 1302 1512 1722

13 1302 1512 1722

14 1302 1512 1722

15 1302 1512 1722

16 1302 1512 1722

17 1302 1512 1722

18 1302 1512 1722

19 1302 1512 1722

20 1281 1491 1701

21 1281 1491 1701

22 1302 1512 1722

23 1302 1512 1722

24 1302 1512 1722

25 1302 1512 1722

26 1302 1512 1722

27 1302 1512 1722

28 1302 1512 1722

29 1302 1512 1722

30 1302 1512 1722

31 1302 1512 1722

1997-2008

32 1302 1512 1722

33 1302 1512 1722

34 1302 1512 1722

35 1302 1512 1722

36 1302 1512 1722

37 1302 1512 1722


(65)

39 1302 1512 1722

40 1302 1512 1722

41 1302 1512 1722

42 1302 1512 1722

43 1302 1512 1722

44 1302 1512 1722

45 1302 1512 1722

46 1302 1512 1265

Lampiran 5. Nilai Klorofil-a Lokasi 1

Nilai Sebaran Klorofil Lokasi 1

minggu ke- maximum minimum

1 2.0792 0.1066

2 1.7239 0.0903

3 1.6537 0.1008

4 1.5082 0.0979

5 2.6672 0.0965

6 1.5191 0.0969

7 1.6507 0.1108

8 2.4441 0.0993

9 2.0442 0.1062

10 1.1885 0.0947

11 1.7969 0.1048

12 1.0964 0.0902

13 1.943 0.0865

14 1.6146 0.0929

15 2.3035 0.0836

16 0.8156 0.0762

17 2.5664 0.087

18 2.2902 0.1072

19 1.63 0.0747

20 0.7184 0.0716

21 1.3432 0.0862

22 1.9976 0.0863

23 1.0779 0.1013

24 1.8227 0.0959

25 1.7922 0.0919

26 1.4204 0.097

27 1.3914 0.0981

28 1.9569 0.0969


(66)

30 1.8029 0.1009

31 0.1478 0.1323

32 0.9227 0.1103

33 1.482 0.1086

34

35 1.1802 0.1275

36 2.0222 0.1239

37 0.7171 0.1226

38 1.1651 0.1246

39 2.5626 0.1059

40 2.5924 0.1039

41 1.9668 0.1179

42 2.2243 0.089

43 2.4899 0.0944

44 1.659 0.0924

45 2.4119 0.1151

46 2.5057 0.0953

Lampiran 6. Nilai Klorofil-a Lokasi 2

Nilai Sebaran Klorofil Lokasi 2

minggu ke- maximum minimum

1 1.5257 0.08573143

2 1.359762 0.0882

3 1.3043 0.1035

4 0.8162 0.0826

5 1.4798 0.0715

6 0.9254 0.0889

7 1.0252 0.0834

8 0.9945 0.0921

9 1.4041 0.0842

10 0.6583 0.0923

11 0.849 0.1128

12 1.138 0.0934

13 1.0392 0.0717

14 1.4948 0.0742

15 1.2801 0.0693

16 1.1752 0.0691

17 1.4186 0.0798

18 1.3939 0.0686

19 0.9964 0.0888


(67)

21 1.9142 0.094

22 1.2525 0.0797

23 1.2906 0.0874

24 1.0174 0.0683

25 1.2118 0.0816

26 1.3619 0.077

27 1.1768 0.0831

28 1.3549 0.0931

29 0.9578 0.1021

30 1.529 0.1112

31 1.2245 0.1223

32 1.0615 0.1662

33 0.4012 0.1159

34 0.2966 0.1284

35 0.2731 0.2731

36 1.5656 0.1085

37 0.6875 0.127

38 1.6385287 0.0966

39 1.1555 0.1093

40 1.1662 0.1132

41 1.325 0.1149

42 1.3548 0.1057

43 1.9103 0.1289

44 1.8959 0.0998

45 1.7517 0.1188

46 1.1401 0.1216

Lampiran 7. Nilai Klorofil-a Lokasi 3

Nilai Sebaran Klorofil Lokasi 3

minggu ke- maximum minimum

1 1.531 0.0775

2 0.9782 0.0622

3 1.1239 0.0796

4 0.6577 0.1203

5 0.9368 0.0907

6 0.8201 0.0751

7 0.9585 0.0774

8 0.4861 0.0967

9 0.9091 0.0801

10 0.4064 0.0938

11 1.5423 0.0959

12 0.8611 0.0853

13 0.9915 0.0747

14 1.0753 0.0736

15 1.2526 0.0738


(68)

17 1.2979 0.0741

18 1.383 0.0656

19 1.1069 0.069

20 0.8304 0.082

21 1.2309 0.082

22 1.088 0.0768

23 1.3588 0.0811

24 1.2134 0.081

25 1.4975 0.112

26 1.713 0.0946

27 1.6064 0.091

28 2.0376 0.0985

29 1.6086 0.0867

30 1.3328 0.1149

31 1.6826 0.0971

32 1.9934 0.1075

33 1.3335 0.1642

34 1.1761 0.2577

35 1.4816 0.2786

36 37

38 0.3548 0.1591

39 0.9982 0.1703

40 1.1524 0.0992

41

42 2.0826 0.0725

43 1.5193 0.0721

44 1.2574 0.0737

45 0.6845 0.0668

46 0.3119 0.1207

Lampiran 8. Syntak plot data citra pada Matlab

num=xlsread('lokasi1.xls'); %load file lokasi1 dari Excel rum=xlsread('lokasi2.xls'); %load file lokasi2 dari Excel tum=xlsread('lokasi3.xls'); %load file lokasi3 dari Excel %Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi1.xls

Bujur1=num(:,2); Lintang1=num(:,1); klorofil1=num(:,3); klorofil5=num(:,4); klorofil18i=num(:,5); klorofil25=num(:,6);

%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi2.xls Bujur2=rum(:,2); Lintang2=rum(:,1); klorofil13=rum(:,3); klorofil14=rum(:,4); klorofil17=rum(:,5); klorofil18ii=rum(:,6); klorofil19=rum(:,7);

%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi3.xls Bujur3=tum(:,2);


(69)

klorofil21=tum(:,3); %scattering data


(70)

58

Penulis dilahirkan di Jakarta, 13 Februari 1989 dari bapak H. Arifan bin Ma’ruf dan ibu Hj. Nani. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 2004-2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Angkasa 1, Halim Perdana Kusuma Jakarta. Tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2009-2010 dan 2010-2011, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB peiode 2010-2011 dan Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan skripsi yang berjudul Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan SeaWiFS.


(71)

1 1.1.Latar Belakang

Berkembangnya ilmu penginderaan jauh kelautan ocean color memudahkan untuk mendapatkan dan mengolah data karena adanya citra satelit. Salah satu citra satelit tersebut adalah Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS).

SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). SeaWiFS diluncurkan pada 1 Agustus 1997 dibawa dengan menggunakan satelit SeaStar. Data citra SeaWiFS level-3 dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran spasial suatu perairan khususnya wilayah oseanic.

Penggunaan data satelit untuk klorofil-a dapat mencakup area yang luas baik pada kondisi waktu yang sama ataupun berbeda. Penggunaan data citra untuk menentukan sebaran klorofil-a di suatu perairan masih dibutuhkan tingkat validitas yang tinggi. Tingkat akurasi data digunakan untuk pendugaan

konsentrasi di area pengamatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perata-rataan data untuk menentukan nilai konsentrasi klorofil-a di perairan tersebut. Dalam proses perekaman, beberapa kendala tersebut berkaitan dengan tutupan awan. Pengaruh awan menjadi salah satu kendala dalam menampilkan hasil sebaran di perairan tersebut. Masalah tutupan awan ini berkaitan dengan penyebaran awan yang tidak merata, awan tipis yang tidak kasat mata serta electronicerror.

Tingginya tutpan awan akan berdampak pada keefektifan dalam melakukan analisis klorofil-a di perairan secara global menjadi tidak maksimal. Hal ini dikarenakan data yang tidak lengkap karena adanya piksel yang kosong pada data SeaWiFS level-3. Data SeaWiFS level-3 merupakan akumulasi dari data level-2,


(1)

30 1.8029 0.1009

31 0.1478 0.1323

32 0.9227 0.1103

33 1.482 0.1086

34

35 1.1802 0.1275

36 2.0222 0.1239

37 0.7171 0.1226

38 1.1651 0.1246

39 2.5626 0.1059

40 2.5924 0.1039

41 1.9668 0.1179

42 2.2243 0.089

43 2.4899 0.0944

44 1.659 0.0924

45 2.4119 0.1151

46 2.5057 0.0953

Lampiran 6. Nilai Klorofil-a Lokasi 2

Nilai Sebaran Klorofil Lokasi 2

minggu ke- maximum minimum

1 1.5257 0.08573143

2 1.359762 0.0882

3 1.3043 0.1035

4 0.8162 0.0826

5 1.4798 0.0715

6 0.9254 0.0889

7 1.0252 0.0834

8 0.9945 0.0921

9 1.4041 0.0842

10 0.6583 0.0923

11 0.849 0.1128

12 1.138 0.0934

13 1.0392 0.0717

14 1.4948 0.0742

15 1.2801 0.0693

16 1.1752 0.0691

17 1.4186 0.0798

18 1.3939 0.0686

19 0.9964 0.0888


(2)

55

21 1.9142 0.094

22 1.2525 0.0797

23 1.2906 0.0874

24 1.0174 0.0683

25 1.2118 0.0816

26 1.3619 0.077

27 1.1768 0.0831

28 1.3549 0.0931

29 0.9578 0.1021

30 1.529 0.1112

31 1.2245 0.1223

32 1.0615 0.1662

33 0.4012 0.1159

34 0.2966 0.1284

35 0.2731 0.2731

36 1.5656 0.1085

37 0.6875 0.127

38 1.6385287 0.0966

39 1.1555 0.1093

40 1.1662 0.1132

41 1.325 0.1149

42 1.3548 0.1057

43 1.9103 0.1289

44 1.8959 0.0998

45 1.7517 0.1188

46 1.1401 0.1216

Lampiran 7. Nilai Klorofil-a Lokasi 3

Nilai Sebaran Klorofil Lokasi 3

minggu ke- maximum minimum

1 1.531 0.0775

2 0.9782 0.0622

3 1.1239 0.0796

4 0.6577 0.1203

5 0.9368 0.0907

6 0.8201 0.0751

7 0.9585 0.0774

8 0.4861 0.0967

9 0.9091 0.0801

10 0.4064 0.0938

11 1.5423 0.0959

12 0.8611 0.0853

13 0.9915 0.0747

14 1.0753 0.0736

15 1.2526 0.0738


(3)

17 1.2979 0.0741

18 1.383 0.0656

19 1.1069 0.069

20 0.8304 0.082

21 1.2309 0.082

22 1.088 0.0768

23 1.3588 0.0811

24 1.2134 0.081

25 1.4975 0.112

26 1.713 0.0946

27 1.6064 0.091

28 2.0376 0.0985

29 1.6086 0.0867

30 1.3328 0.1149

31 1.6826 0.0971

32 1.9934 0.1075

33 1.3335 0.1642

34 1.1761 0.2577

35 1.4816 0.2786

36 37

38 0.3548 0.1591

39 0.9982 0.1703

40 1.1524 0.0992

41

42 2.0826 0.0725

43 1.5193 0.0721

44 1.2574 0.0737

45 0.6845 0.0668

46 0.3119 0.1207

Lampiran 8.

Syntak

plot data citra pada

Matlab

num=xlsread('lokasi1.xls'); %load file lokasi1 dari Excel rum=xlsread('lokasi2.xls'); %load file lokasi2 dari Excel tum=xlsread('lokasi3.xls'); %load file lokasi3 dari Excel %Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi1.xls

Bujur1=num(:,2); Lintang1=num(:,1); klorofil1=num(:,3); klorofil5=num(:,4); klorofil18i=num(:,5); klorofil25=num(:,6);

%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi2.xls Bujur2=rum(:,2); Lintang2=rum(:,1); klorofil13=rum(:,3); klorofil14=rum(:,4); klorofil17=rum(:,5); klorofil18ii=rum(:,6); klorofil19=rum(:,7);

%Identifikasi tiap kolom untuk file lokasi3.xls Bujur3=tum(:,2);


(4)

57

klorofil21=tum(:,3); %scattering data


(5)

58

Penulis dilahirkan di Jakarta, 13 Februari 1989 dari bapak

H. Arifan

bin Ma’ruf

dan ibu Hj. Nani. Penulis merupakan

anak keempat dari empat bersaudara. Pada tahun

2004-2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas (SMA) Angkasa 1, Halim Perdana

Kusuma Jakarta. Tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Ilmu dan

Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis

aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu

dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2009-2010 dan 2010-2011, Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB peiode

2010-2011 dan Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

dengan skripsi yang berjudul

Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan

Sebaran Klorofil-a di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan

SeaWiFS.


(6)

iii

RINGKASAN

NURCHOLIS. Analisis Kecukupan Data untuk Pemetaan Sebaran Klorofil-a

di Perairan Barat Sumatera dari Data Inderaan SeaWiFS. Dibimbing oleh

DJISMAN MANURUNG.

Data citra SeaWiFS level-3 dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran

spasial suatu perairan khususnya wilayah

oseanic

. Namun pengaruh kondisi

cuaca, tutupan awan atau

electronical error

pada saat perekaman menyebabkan

banyaknya data yang tidak tersedia atau tidak akurat. Oleh karena itu dibutuhkan

pemeriksaan kecukupan data secara spasial.

Dalam upaya menggambarkan pola sebaran klorofil-a diperairan Barat

Sumatera, data yang digunakan berasal dari citra level-3 SeaWiFS

composite

8-harian dari tahun 1997-2009. Perairan dibagi tiga lokasi: lokasi pertama (bagian

utara), lokasi kedua (bagian tengah) dan lokasi ketiga (bagian selatan). Dalam

setahun ada 46 data masing-masing lokasi. Pola sebaran 8-harian (selanjutnya

disebut minggu) dianggap memadai apabila ada sedikitnya ada lima tahun yang

memiliki 75% data yang akurat.

Berdasarkan hasil analisis pada lokasi pertama, terdapat empat minggu yang

memenuhi kriteria, yaitu minggu ke-1, ke-5, ke-18 dan ke-25. Lokasi kedua

terdapat lima minggu, yaitu pada minggu ke-13, ke-14, ke-17, ke-18 dan ke-19.

Selanjutnya di lokasi ketiga hanya ada di minggu ke-21. Keseluruhan pola sebaran

ini ditampilkan dalam bentuk peta kontur dan peta variabilitas antar tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan salah tafsir masih

banyak ditemukan pada penggambaran pola sebaran konsentrasi klorofil yang

tanpa pra-analisis ketersediaan data yang memadai.