Analisis Usaha Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis)Dalam Ransum Terhadap Itik Porsea Umur 0-12 Minggu

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN TEPUNG IKAN

PORA-PORA (Mystacoleucus padangensis)DALAM RANSUM

TERHADAP ITIK PORSEA UMUR 0-12 MINGGU

SKRIPSI

OLEH

JULIO M C PURBA 100306064

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN TEPUNG IKAN

PORA-PORA (Mystacoleucus padangensis) DALAM RANSUM

TERHADAP ITIK PORSEA UMUR 0-12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

JULIO M C PURBA 100306064

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN TEPUNG IKAN

PORA-PORA (Mystacoleucus padangensis) DALAM RANSUM

TERHADAP ITIK PORSEA UMUR 0-12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

JULIO M C PURBA 100306064/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul : Analisis Usaha Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis)Dalam Ransum Terhadap Itik Porsea Umur 0-12 Minggu

Nama : Julio M C Purba NIM : 100306064 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(5)

ABSTRAK

JULIO M C PURBA, 2015: Analisis Usaha Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-pora

(Mystacoleucus padangensis)Dalam Ransum Terhadap Itik Porsea Umur 0-12

Minggu. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan TRI HESTI WAHYUNI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2014- Februari 2015.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis usaha penggunaan tepung ikan pora-pora sebagai pakan terhadap ternak itik porsea.Penelitian ini menggunakan metode survey untuk menentukan harga yang digunakan dalam penelitian. Perlakuan tepung ikan pora-pora terdiri dari level 0% (P0), 25% (P1), 50% (P2), 75% (P3), 100% (P4). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, B/C ratio dan IOFC untuk periode 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) :244,203.09, 245,263.48, 244,970.82, 242,939.73 dan 241,700.19.Rataan total hasil produksi (Rp) :275,766.75, 284,701.81, 287,250.25, 277,349.19dan257,630.19. Rataan laba/rugi (Rp) :31,563.66, 39,438.33, 42,279.43, 34,409.46 dan 15,930.00. Rataan B/C Ratio :1.13, 1.16, 1.17, 1.14 dan 1.07. Rataan IOFC :128,769.16, 136,643.83, 139,484.93, 131,614.96 dan 113,135.50. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora sebagai campuran bahan pakan dalam ransum itik porsea dapat memberikan keuntungan.


(6)

ABSTRACT

JULIOMCPURBA, 2015:Busines AnalysisUtilization ofFish MealPora-pora(Mystacoleucuspadangensis)

InrationsAgainstDucksPorseaAge0-12Weeks.Under supervised by

NURZAINAHGINTINGandTRIHESTIWAHYUNI. This research wasconductedat the Laboratory ofAnimalBiologyof the Facultyof Agriculture, Universityof Sumatra Utarain December2014-February2015.This study aimsto determine theuse ofbusiness analysispora-porafishmealasfeedforduckPorsea. This studyuseda survey methodto determine the priceused in the study. Treatmentfishmealpora-poraconsistsoflevel 0% (P0), 25%(P1), 50% (P2), 75% (P3), 100% (P4). Parameters observedthatthe totalcost ofproduction, totalproduction, analysis ofprofit / loss,B/CratioandIOFCfora periodof 3 months.

The results showedthatineach treatmentP0, P1, P2, P3

andP4givesdifferent resultsagainstthe averagetotalproduction cost(Rp): 244,203.09, 245,263.48, 244,970.82, 242,939.73 and 241,700.19 respectively.The averagetotal yield(Rp): 275,766.75, 284,701.81, 287,250.25, 277,349.19 and244,505.19 respectively. The averageprofit / loss(Rp): 31,563.66, 39,438.33, 42,279.43, 34,409.46 and 15,930.00 respectively. The averageB/Cratio:1.13, 1.16, 1.17, 1.14 and 1.07 respectively. The averageIOFC: 128,769.16, 136,643.83, 139,484.93, 131,614.96 and 113,135.50 respectively. The conclusionofthis study indicatethat theuse offishmealpora-poraas a mixture offeed ingredientsin the rationducksPorseacanprovide benefits.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pancur Batu 26 Juli 1992 dariayah Ramli Purba dan ibu Rintan K Br. Ginting Munthe, penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2010 tamat dari SMA Negeri 1 Pancur Batu dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN),penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).

Penulis juga telah melakukan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013 sampai Agustus 2013 di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Kerbau Murrah di Desa Silangit kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esayang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis)Dalam Ransum Terhadap Itik Porsea Umur 0-12 Minggu’’.

Padakesempataninipenulismengucapkanterimakasihkepadakeduaorangtuapenulis yaituBapakRamli PurbadanIbuRintan K Br.Ginting Munthe yang telahmendidiksertamemberikan

motivasikepadapenulisselamaini.PenulismengucapkanterimakasihkepadaIbuDr. Ir. NurzainahGintingselakuketuakomisipembimbingdanIbuIr. Tri HestiWahyuni,

M.Scselakuanggotakomisipembimbing yang telah membimbingdanmemberikanberbagaimasukankepadapenulisdalammenyelesaikanskripsii

ni.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan itik porsea.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

PENDAHULUAN LatarBelakang ... 1

TujuanPenelitian ... 3

HipotesisPenelitian ... 4

KegunaanPenelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Analisisusahaternakitik ... 5

Total BiayaProduksi ... 6

Biayabibit ... 7

Biayapakan ... 7

Biayaobat-obatan ... 7

Biayasewakandangdanperalatankandang ... 8

Biayatenagakerja ... 8

Total hasilproduksi ... 9

Analisislabadanrugi ... 9

B/C Rasio(Benefit Cost Ratio) ... 11

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 12

KarakteristikItik ... 12

RansumItik ... 14

TepungIkan ... 16

PotensiIkanPora-pora ... 17

TepungJagung ... 19

BungkilKedelai ... 20

Dedak ... 21

BungkilKelapa... 21

PembuatanTepungIkan ... 23

Pengukusan ... 23

Pengepresan ... 23

Pengeringan ... 23


(10)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TempatdanWaktuPenelitian ... 25

BahandanAlatPenelitian ... 25

Bahan ... 25

Alat ... 25

MetodePenelitian... 26

Parameter Penelitian... 26

Total Biaya Produksi ... 27

Total Hasil Produksi... 27

AnalisisLabaRugi ... 27

Benefit Cost Ratio ... 28

Income Over Feed Cost... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi ... 28

Biaya pembelian bibit ... 28

Biaya Ransum ... 28

Biaya obat-obatan ... 29

Biaya sewa kandang ... 30

Biaya tenaga kerja ... 30

Biaya peralatan ... 30

Total Hasil Produksi ... 32

Hasil penjualan itik porsea ... 33

Analisis laba/rugi ... 35

B/C Ratio ... 39

Income Over Feed Cost (iofc) ... 39

Rekapitulasi hasil penelitian ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(11)

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan gizi itik ... 14

2. Kebutuhan pakan itik ... 15

3. Kandungan nutrisi tepung ikan ... 16

4. Kandungan nutrisi Ikan Pora-pora ... 18

5. Produksi Ikan Pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo ... 18

6. Data Produksi Ikan Pora-pora Kabupaten Samosir ... 18

7. Kandungan nutrisi tepung jagung ... 19

8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai ... 20

9. Kandungan Nutrisi Dedak ... 20

10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa ... 21

11. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg) ... 29

12. Biaya ransum itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 29

13. Total seluruh biaya produksi selama penelitian ... 31

14. Hasil penjualan itik porseaitik porsea tiap perlakuan (Rp/plot) ... 33

15. Total hasil Produksi ... 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengolahan tepung ikan pora-pora ... 49

2. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 Untuk umur 0-2 Minggu ... 50

3. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 Untuk umur Minggu 2-12 minggu ... 51

4. Harga ransum tiap perlakuan fase starter umur 0-2 minggu ... 52

5. Harga ransum tiap perlakuan fase finisher umur 3-12 minggu ... 53

6. Biaya pembelian bibit itik porsea (Rp/plot) ... 54

7. Biaya obat-obatan itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 55

8. Biaya obat-obatan itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 55

9. Biaya peralatan kandang itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 55

10. Biaya tenaga kerja itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 56

11. Bobot badan akhir itik porsea selama penelitian (Rp/plot) ... 56

12. Total hasil produksi selama penelitian (Rp/plot) ... 56

13. Analisis laba/rugi selama penelitian (Rp/plot) ... 57

14. B/C Ratio ... 57


(13)

ABSTRAK

JULIO M C PURBA, 2015: Analisis Usaha Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-pora

(Mystacoleucus padangensis)Dalam Ransum Terhadap Itik Porsea Umur 0-12

Minggu. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan TRI HESTI WAHYUNI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2014- Februari 2015.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis usaha penggunaan tepung ikan pora-pora sebagai pakan terhadap ternak itik porsea.Penelitian ini menggunakan metode survey untuk menentukan harga yang digunakan dalam penelitian. Perlakuan tepung ikan pora-pora terdiri dari level 0% (P0), 25% (P1), 50% (P2), 75% (P3), 100% (P4). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, B/C ratio dan IOFC untuk periode 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) :244,203.09, 245,263.48, 244,970.82, 242,939.73 dan 241,700.19.Rataan total hasil produksi (Rp) :275,766.75, 284,701.81, 287,250.25, 277,349.19dan257,630.19. Rataan laba/rugi (Rp) :31,563.66, 39,438.33, 42,279.43, 34,409.46 dan 15,930.00. Rataan B/C Ratio :1.13, 1.16, 1.17, 1.14 dan 1.07. Rataan IOFC :128,769.16, 136,643.83, 139,484.93, 131,614.96 dan 113,135.50. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora sebagai campuran bahan pakan dalam ransum itik porsea dapat memberikan keuntungan.


(14)

ABSTRACT

JULIOMCPURBA, 2015:Busines AnalysisUtilization ofFish MealPora-pora(Mystacoleucuspadangensis)

InrationsAgainstDucksPorseaAge0-12Weeks.Under supervised by

NURZAINAHGINTINGandTRIHESTIWAHYUNI. This research wasconductedat the Laboratory ofAnimalBiologyof the Facultyof Agriculture, Universityof Sumatra Utarain December2014-February2015.This study aimsto determine theuse ofbusiness analysispora-porafishmealasfeedforduckPorsea. This studyuseda survey methodto determine the priceused in the study. Treatmentfishmealpora-poraconsistsoflevel 0% (P0), 25%(P1), 50% (P2), 75% (P3), 100% (P4). Parameters observedthatthe totalcost ofproduction, totalproduction, analysis ofprofit / loss,B/CratioandIOFCfora periodof 3 months.

The results showedthatineach treatmentP0, P1, P2, P3

andP4givesdifferent resultsagainstthe averagetotalproduction cost(Rp): 244,203.09, 245,263.48, 244,970.82, 242,939.73 and 241,700.19 respectively.The averagetotal yield(Rp): 275,766.75, 284,701.81, 287,250.25, 277,349.19 and244,505.19 respectively. The averageprofit / loss(Rp): 31,563.66, 39,438.33, 42,279.43, 34,409.46 and 15,930.00 respectively. The averageB/Cratio:1.13, 1.16, 1.17, 1.14 and 1.07 respectively. The averageIOFC: 128,769.16, 136,643.83, 139,484.93, 131,614.96 and 113,135.50 respectively. The conclusionofthis study indicatethat theuse offishmealpora-poraas a mixture offeed ingredientsin the rationducksPorseacanprovide benefits.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan protein hewani bagi masyarakat sangat berperan penting dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, dapat diperoleh antara lain dari ternak ruminansia baik ternak ruminansia besar maupun ternak ruminansia kecil, serta dari berbagai jenis unggas dan salah satu yang sangat berpotensi adalah itik.

Akhir-akhir ini itik pedaging sudah dikenal oleh sebagian masyarakat sebagai sumber protein hewani.Bahkan rumah makan yang khusus menyediakan itik sebagai makanan sudah terlihat di mana-mana.Itik pedaging merupakan sember protein hewani nomor dua setelah ayam, baik ayam kampung maupun ayam ras (broiler) (Wasito dan Eni, 1994).

Tuntutan masyarakat cenderung semakin berkembang untuk mendapatkan bahan pangan yang berkualitas asal unggas, berupa daging dan telur dengan harga terjangkau.Akan tetapi pengembangan usaha peternakan itik pedaging di Indonesia saat ini masih mengalami berbagai hambatan.Hal ini disebabkan sebagian besar bahan penyusun ransum masih didapatkan dengan mengimpor dari luar negeri seperti tepung ikan.Sehingga biaya pakan dan biaya produksi melambung tinggi. Untuk menekan biaya tersebut perlu dilakukan usaha untuk mencari sumber bahan baku yang lebih murah, mudah didapat, bergizi baik tetapi tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.


(16)

Tepung ikan adalah sumber bahan makanan yang berprotein tinggi dan sangat baik bagi ternak itik.Secara keseluruhan tepung ikan mengandung protein tinggi antara 50-70%. Selain protein, tepung ikan juga memiliki kandungan gizi yang lain seperti kalsium dan fosfor. Semuanya ini sangat baik untuk menunjang daya pertumbuhan dari ternak itik.

Tepung ikan merupakan salah satu produk perikanan yang diperlukan dalam jumlah yang tinggi di Indonesia, terutama dalam memasok kebutuhan industri pakan ternak, ikan dan udang.Tepung ikan mengandung senyawa-senyawa esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan oleh ternak. Senyawa-senyawa tersebut antara lain: protein, asam lemak omega 3, vitamin dan mineral. Senyawa-senyawa tersebut juga sangat berperan penting dalam masa pertumbuhan itik.Salah satu jenis ikan yang layak dipertimbangkan untuk dimanfaatkan menjadi tepung ikan adalah Ikan Pora-pora.

Ikan Pora-pora adalah salah satu jenis ikan yang terdapat di perairan Danau Toba dan dijual oleh para pedagang di pasar tradisional khususnya di sekitar perairan Danau Toba.Pada musim tertentu hasil tangkapan menjadi surplus karena Ikan Pora-pora memiliki sifat musiman. Meskipun telah disarankan bahwa hasil tangkapan langsung dikonsumsi oleh manusia, akan tetapi surplus menyebabkan harga ikan sangat murah bahkan sampai terbuang.Dengan berlimpahnya hasil tangkapan Ikan Pora-pora dan kurangnya pengolahan ikan hasil tangkapan mengakibatkan terbuangnya Ikan Pora-pora tersebut secara percuma dan bahkan ada indikasi bahwa pembuangannya langsung di Danau Toba itu sendiri.Hal ini dapat menimbulkan tercemarnya lingkungan sekita Danau Toba


(17)

yang berefek terhadap kesehatan manusia dan juga kualitas air Danau Toba yang menurun.

Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk meneliti analisis usaha pemberian Ikan Pora-pora dalam ransum sebagai pakan Itik Porsea umur 0-12 minggu.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui analisis usaha penggunaan tepung Ikan Pora-pora sebagai pakan terhadap ternak Itik Porsea.

Rumusan Masalah

Pemilaharaan Itik Porsea terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain pemilihan pakan yang sesuai, tidak bersaing dengan manusia, pakan mudah didapatkan dan berkualitas baik. Apabila hal-hal tersebut sudah optimal diperhatikan makan ternak dapat tumbuh dengan baik dan didapatkan produksi ternak yang maksimal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menekan biaya pakan dengan memanfaatkan hasil olahan ikan lokal yang harga relatif murah sehingga bisa didapatkan keuntungan yang maksimal.

Dengan melimpahnya ikan pora-pora yang harganya tergolong murah serta terkadang terjadinya over supply yang bisa menjadi masalah bagi masyarakat maka perlu dilakukan penanganan yang baik dengan memanfaatkannya melalui suatu teknologi. Teknologi pengolahan dengan cara penepungan dan diolah menjadi ransum sangat berpontensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak itik. Selain itu, tepung ikan pora-pora memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yang sangat baik untuk pertumbuhan itik.


(18)

Dari uraian diatas maka diharapkan pemanfaatan tepung ikan pora-pora dalam ransum dapat menekan biaya pakan ternak Itik Porsea sehingga dapat menaikkan pendapatan peternak Itik Porsea.

Pemberian tepung Ikan Pora-pora akan meningkatkan keuntungan ekonomi terhadap produksi ternak Itik Porsea.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti kalangan akademik dan masyarakat peternak Itik Porsea pada khususnya mengenai pemanfaatan Ikan Pora-pora menjadi tepung ikan di dalam ransum terhadap produksi ternak Itik Porsea.Kegunaan dari penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha Ternak Itik

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan usaha penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang ril untuk periode selanjutnya. Melalui analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi.Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentangmodal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang yang diperoleh (Suharno, 1995).

Dalam membangun suatu perusahaan, perlu beberapa pertimbangan ekonomi dasar seperti: apa yang dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, seberapa banyak harus dihasilkan, dan bagaimana harus memasarkannya. Untuk itu perlu pencatatan semua kegiatan keluar/masuknya selama periode penggemukkan. Hal ini disebabkan karena tanpa ada data yang lengkap meliputi catatan aliran cash flowsepanjang waktu pemeliharaan maka informasi apakah suatu usaha tersebut rugi atau laba menjadi tidak jelas. Dalam penerapannya perlu dicatat biaya tetap dan biaya variabel dan sekaligus penerimaannya. Analisis ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Rasyaf, 1988).


(20)

Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Sudarmono, 2003).

Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran (Siregar, 1994).


(21)

Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit.Harga biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bibit Itik Porsea Rp. 5000/ekor untuk DOD Itik Porsea betina dan Rp. 6000/ekor DOD Itik Porsea jantan

(Porsea dalam angka, 2014).

Pemilihan bibit didasarkan pada jenis ternak, keturunan dan postur tubuh.Bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki catatan tetuanya dengan kriteria-kriteria dari bibit tersebut dan sesuai dengan harapan konsumen. Bibit tidak memiliki penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembang biak (Raharjo,1994).

Biaya Pakan

Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan per kilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan peternak (Raharjo,1994). Dari survei peternak Itik Porsea Mei 2014, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan Itik Porsea sebesar Rp 450.000,00/50 kg = Rp 9.000,00/kg.

Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan pada ternak yang terserang penyakit.Pengobatan pada ternak yang terserang penyakit diharapkan dapat mengurangi resiko kematian, menghambat


(22)

penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya (Aziz, 2009).Dari hasil survei peternak Itik Porsea 2014 biaya yang dikeluarkan untuk membeli vitamin dan obat-obatan untuk ternak Itik sebesar Rp. 50.000/bulan dalam bentuk vaksin minum.

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan dan mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak (Santoso, 2009). Dari hasil survei terhadap peternak Itik Porsea 2014 biaya peralatan dan pembuatan kandang dengan ukuran 1m x 1m dengan daya tampung 100 ekor DOD Itik Porsea sebesar Rp 500.000.

Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT (Upah Minimum Regional Provinsi Sumatera Utara) 2013 saat ini sebesar Rp 1.851.000,00/bulan. Menurut Antono (2006), menyatakan bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara minimal 586 ekor ternak itik. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor itik/bulan adalah sebesar Rp 1.851.000,00/586 ekor itik = Rp.3158,70/ekor/bulan. Jumlah tenaga kerja yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu


(23)

sehingga jumlahnya optimal.Jumlah tenaga kerja yang diperlukan memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja (Rasyaf, 2009).

Total Hasil Produksi

Didalam pelaksanaan operasi perusahaan, kadang-kadang terdapat adanya penerimaan diluar operasi perusahaan, seperti penerimaan bunga bank karena perusahaan mempunyai rekening giro, penerimaan dari penjualan mesin dan peralatan yang tidak dipergunakan lagi. Namun demikian penerimaan tersebut tidak diperhitungkan, karena kegiatan tersebut tidak berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Besarnya penerimaan total dari perusahaan akan tergantung kepada banyaknya penjualan produk atau jasa. Dengan demikian maka besarnya penerimaan pendapatan akan tergantung kepada dua variabel, yaitu variabel harga dan variabel jumlah yang dijual (Gunawan, 1993).

Analisis Laba- Rugi

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan


(24)

dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).

Analisis pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total., atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = TR-TC Dimana:

π : Keuntungan (Benefit)

TR : Peneriaan Total (Total Revenue) TC : Biaya Total (Total Cost)

Pendapatan berasal dari penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan. Sedangkan biaya produksi dibagi dua, yaitu biaya tetap (sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan) dan biaya varabel (biaya bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga bank) (Soekartawi, 1994).

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

Memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos-pos pendapatan.Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat. Usaha penggemukan itik pencatatan mutlak


(25)

harus dilakukan. Tujuannya adalah agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usahanya, sehingga kerugian besar bisa dihindarkan sejak dini. Selain itu analisis ekonomi bisa terus dilakukan, sehingga usaha bisa berjalan lebih efisien dari waktu ke waktu secara keseluruhan akan semakin meningkatkan jumlah keuntungan(Sodiq dan Abidin, 2002).

B/C Ratio (benefit cost ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost

ratio (BCR) yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya

(out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan.Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Kadariah, 1987).

Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana

B/C Ratio >1 : Efisien B/C Ratio = 1 : Impas B/C Ratio <1 : Tidak efisien

B/CRatio = Total Hasil Produksi

Total Biaya Produksi

Benefit/Cost ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan

dengan total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efiisien (Soekartawi,2003).


(26)

Income Over Feed Cost(IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan

dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income

Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya

ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan.Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual.

IOFC = (Bobot badan akhir itik–bobot badan awal x harga jual itik/kg) – (Total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)(Prawirokusumo, 1990).

Beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (Income Over Cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan paerkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual.Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot hidup ternak (Hermanto, 1996).

Karakteristik Itik Porsea

Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas :Aves, ordo:Anseriformes, famili : Anatidae, sub famili : Anatinae, tribus : Anatini, genus : Anasdan spesies: Anas platyrhynchos. Atas dasarumur dan jenis kelaminnya itik dibedakan satu sama lain dengan nama yang berbeda-beda.

Duckadalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat umur maupun jenis


(27)

jantan dewasa, sedangkan drakel ataudrakeling berarti itik jantan muda.Duckling adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang barumenetas (Day Old Duck = DOD). Itik jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternakpotong pada umur 7 sampai 10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997).

Menurut Tarigan (2007) bahwa Itik Porsea memiliki warna bulu penciled dan memiliki tubuh yang ramping serta berdiri dengan tegak melebihi dari entok. Itik Porsea memiliki panjang tibia berkisar antara 8,766-11,266 cm dengan koefisien keragaman 6,240%.Selain itu, panjang dari tarsometatarsus berkisar antara 5,598-7,518 cm dengan koefisien keragaman 7,285%.Panjang jari berkisar 5,054-5,982 cm dengan koefisien keragaman 4,204%. Panjang sayap berkisar 18,28-20,72 cm dengan koefisien keragaman 3,218%. Sedangkan panjang maxilla berkisar 3,584-5,452 cm dengan koefisien keragaman 10,336%.Itik Porsea ini banyak terdapat di Desa Narumonda VIII Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

Itik merupakan unggas yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsiransum yang cukup tinggi dibanding ayam.Konsumsi ransum yang tinggi dapatmempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan. Pemberianransum memegang porsi sebesar 60 sampai 70 persen dari total biaya produksi(Ichwan, 2003).

Itik merupakan salah satu unggas air. Sebagai unggasair, ternak ini memiliki kulit yang tebal yang disebabkanoleh adanya lapisan lemak tebal yang terdapatdi lapisan bawah kulit. Daging itik dibanding spesiesunggas lainnya (itik, ayam, kalkun), mengandung lemakyang lebih tinggi.Lemak unggas, pada umumnyasebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh(Pisulewski, 2005).


(28)

Menurut Srigandono (1998), menyatakan bahwa itik pedaging adalah itik yang mampu tumbuh cepat dan dapat mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi. Di samping itu, itik pedaging harus memiliki konformasi dan struktur perdagingan yang baik.Selain itu, tujuan pokok pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging bagi konsumsi manusia.

Ransum Itik

Bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik sebaiknya murah, tidak beracun, tidak asin, kering, tidak berjamur, tidak busuk/bau/apek, tidakmenggumpal, mudah diperoleh dan palatable(Ketaren,2001).

Wahju (2004) menyatakan bahwa bahan-bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ayam. Bahan-bahan makanan untuk itik biasanya terdiri dari jagung kuning, dedak halus, bungkil kacang kedele, bungkil kelapa, tepung ikan dan bahan-bahan makanan lain yang menjadi sumber protein dan energi. Untuk sumber mineral dapat digunakan grit, kapur dan sebagainya.Sedangkan hijauan dan macam-macam rumput dapat menjadi sumber vitamin.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan maksimum, kepada itik perlu diberikan ransum yang mengandung protein kasar sebesar 24% dan Energi Metabolis 12,97 Mj/kg(3100 kkal/kg)

(Oluyemi dan Fetuga, 1978).

Berdasarkan kegunaannya bahan baku pakan ternak unggas terbagi menjadi 5 golongan yaitu bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber vitamin, bahan baku sumber mineral serta feed suplementyang


(29)

berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh, aktivitas tubuh dan pertumbuhan tubuh (Murtidjo, 1994).

Tangendjaja et al(1986), menyatakan bahwakemampuan itik mencerna pakan lebih baik dari ayam.Dedak padi dapat diberikan kepada itik sampai 75%tanpa mempengaruhi bobot badan, konsumsi pakan dankonversi pakan (FCR). Tetapi dedak padi hanya dapatdipakai kurang dari 60% dalam pakan ayam karenapemberian dedak padi lebih dari 60% akan menurunkanpertumbuhan ayam. Hal ini disebabkan olehpeningkatan kandungan serat kasar didalam pakan yangmengandung dedak padi tinggi.Begitu pula diduga itiklebih mampu mencerna serat kasar dibanding ayam.Kebutuhan gizi itik pedaging dapat dilihat pada Tabel1 berikut.

Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging

Fase/umur Protein (%) EM (kk/kg)

0-2 Minggu 2-7 Minggu Breeding

22 16 15

2900 3000 2900 Sumber: NRC(1994)

Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta faktor-faktor lainnya seperti umur, palatabilitas, aktivitas ternak, tingkat produksi dan pengelolaannya.Konsumsi ternak itik pedaging dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini.


(30)

Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging Umur

(Mg)

Berat badan (kg) Konsumsi seminggu (kg) Konsumsi Kumulatif (kg)

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0,06 0,27 0,78 1,38 1,96 2,49 2,96 3,34 3,61 0,06 0,27 0,74 1,28 1.82 2,30 2,73 3,06 3,29 0,22 0,77 1,12 1,28 1,48 1,63 1,68 1,68 0,22 0,73 1,11 1.28 1,43 1,59 1,63 1,63 0,22 0,99 2,11 3,40 4,87 6,50 8,18 9,86 0,22 0,95 2,05 3,33 4,76 6,35 7,89 9,61 Sumber: NRC (1994)

Tepung Ikan

Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999).

Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama lisin dan metionin sehingga dapat digunakan sebagai penutup kekurangan yang terdapat pada bii-bijian. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan juga vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A dan D (Sarwono, 1996).

Adapun penggunaan tepung ikan ini terdiri dari berbagai jenis yang beredar di pasaran yang disebut sebagai tepung ikan pabrik (komersil) yang telah mengalami pengolahan dan pencampuran dengan bahan lain. Namun ternyata


(31)

tepung ikan tidak hanya bisa didapat dari pabrik, tepung ikan juga dapat diproduksi sendiri yang murni berasal dari limbah-limbah ikan yang tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1996).Kandungan nutirisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

52,6a 2,2a 4,8b 6,6b 3,6b 2810b Sumber : a. Hartadi et al (1997)

b. NRC (1994)

Potensi Ikan Pora-pora

Klasifikasi Ikan Pora-pora secara zoologis adalah: Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species : Mystacoleucus padangensis. Ikan pora-pora atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensisBleeker adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat dikenal dengan nama Ikan Bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemik di wilayah pesisir Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik

Indonesia Megawati Soekarno Putri pada 6 Juni 2004 di Parapat yang berasal dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan


(32)

sebagai danau paling luas di Indonesia menghasilkan 20-40 ton Ikan Pora-pora per hari.

Menurut Kartamihardja (2009), ada beberapa alasan mengapa Ikan Pora-pora hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:1. Di Danau Toba tersedia makanan Ikan Pora-pora yang berupa plankton, detritusdan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukupmelimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, 2. Ikan Pora-pora termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapatmemanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic)maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagic), 3. Ikan Pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain didanau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya, 4. Tempat hidup Ikan Pora-pora di Danau Toba 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak, 5.Tempat pemijahan Ikan Pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke DanauToba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke DanauSingkarak (6 sungai).

Menurut Purnomo dan Kartamihardja (2009), Ikan Pora-pora pada umumnya ditangkap didaerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso (Tongging),sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai Simangira dansungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai di daerahSilalahi II.Kandungan nutrisi Ikan Pora-pora dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.


(33)

Tabel 4. Kandungan nutrisi Ikan Pora-pora

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Gross Energi (kcal/gr)

50,94 0,37 29,59 4,59 11,29 2,959 0,4 5.268 Sumber :Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)

Ikan Pora-pora telah menjadi ikan dalam populasi yang banyak sekitar danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala tebar.Produksi Ikan Pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Produksi Ikan Pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo Jenis Alat

Penangkapan

Produksi Ikan Pora-pora (ton)

Triwulan I Triwulan II Triwulan III

Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88

Jaring angkat 28,80 25,20 19,20

Jala tebar 0,45 0,50 0,43

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013

Pembibitan Ikan Pora-pora terdapat di daerah Kabupaten Samosir dengan program sesuai dengan pembenihan ikan telah menghasilkan produksi Ikan Pora-pora yang telah didistribusikan ke luar wilayah dan mengalami proses sortiran untuk pengepakan dan seleksi ikan pora-pora. Produksi Ikan Pora-pora Kabupaten Samosir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir

No Tahun Produksi Jumlah Produksi (ton)

1 2008 6.914,8

2 2009 10.478,5

3 2010 13.510,8

4 2011 11.816,7

5 2012 9.350


(34)

Tepung Jagung

Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi yang utama dalam penyusunan ransum itik.Ada tiga jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih dan jagung merah.Di Indonesia tepung jagung yang populer untuk ransum itik adalah jagung kuning.Gunakan konsentrasi 50 sampai dengan 55 persen.Jagung merupakan sumber energi utama bagi ternak bebek.Mudah dicerna dan pengaruhnya besar terhadap warna kuning telur (http://bebekudotme.wordpress.com, 2014).

Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

8,3a 2,2b 3,9a 0,03a 0,28a 3420a Sumber : a. NRC (1994)

b. Hartadi et al (1997)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya.Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi.Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera pada Tabel 8.


(35)

Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) 43,8a 4,4b 1,5a 0,32a 0,65a Sumber : a. NRC (1994)

b. Hartadi et al (1997)

Dedak Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari.Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

13,3a 13,5b 7,2c 0,07a 1,61a 2850a Sumber : a. NRC (1994)

b. Hartadi et al (1997)

c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000)

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah bahan pakan tenak yang berasal dari sisapembuatan minyak kelapa.Bahan pakan ini mengandung protein nabati dansangat potensial untuk pertumbuhan ternak meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1990).Kandungan nilai gizi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.


(36)

Tabel 10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa

Kandungan Zat Kadar Zat

Bahan kering (%) 84.40a

Protein kasar (%) 21.00a

TDN (%) 81.30b

Serat kasar (%) 15.00a

Lemak kasar (%) 1.80 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1994)

Pembuatan Tepung Ikan

Menurut Rasidi (1997) tepung ikan dibuat dengan proses langkah sederhana. Pertama, ikan dipilih yang mengandung sedikit lemak atau yang tidak berlemak.Ikan dapat juga diperoleh dari sisa hasil olahan, selanjutnya dibersihkan dari kotoran yang masih ikut tercampur, dicuci kemudian direbus kurang lebih 30 menit.Kedua, dipres ikan yang telah masak pada saat masih panas untuk mengeluarkan lemak dan air.Lemak dan air ditampung kemudian diendapkan.Hasil endapan berupa daging yang hancur dicampurkan kembali dengan ampas daging yang telah dipres.Lemak yang masih tercampur dengan air dapat diolah menjadi minyak ikan. Ketiga, dicincang bahan baku yang berukuran besar sehingga mempercepat proses pengeringan. Giling cincangan ikan yang telah kering kemudian diayak agar diperoleh hasil tepung ikan yang halus.

Tepung ikan di pasaran berasal dari hasil olahan industri pabrik tepung ikan dan industri kecil yang keduanya berbeda baik secara pengolahan, peralatan maupun mutu produk. Pada industri kecil/rumah tepung ikan diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana (Sunarya, 1996).

Adapun prinsip dasar pengolahan tepung ikan adalah pengukusan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan.


(37)

Pengukusan

Bahan baku dikukus terlebih dahulu agar protein terkoagulasi sehingga air dan minyak dikeluarkan. Pengukusan merupakan tahap menetukan dalam pengolahan tepung ikan. Tingkat pengukusan harus tepat, sehingga seluruh bahan mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar. Tujuan pengukusan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).

Pengepresan

Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau akan cepat berubah sehinggamutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990).

Pengeringan

Pengeringan bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada industri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu


(38)

pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan dengan carapreess cake kedalam ruangan yang dialiri udara panas 5000C. Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6-9%. sedangkan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari (Sunarya, 1996).

Penggilingan

Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya

ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


(39)

Penelitiandilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Desember 2014 sampai bulan Februari 2015.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 100 ekor day old duck (DOD) Itik Porsea sebagai objek penelitian, ransum komersil, ransum yang disusun terdiri dari tepung jagung, dedak sebagai sumber energi, tepung ikan komersil, tepung Ikan Pora-pora yang diolah dari sortiran produksi, bungkil kelapa dan bungkil kedelai sebagai sumber protein dan kalsium, topmix sebagai sumber vitamin, obat-obatan, rodalon sebagai desinfektan dan air minum diberikan secara ad libitum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang sebanyak 20 unit beserta perlengkapannya, timbangan untuk menimbang bobot badan hidup dan menimbang pakan berkapasitas 5 kg dengan kepekaan 2 g, alat pembuatan tepung ikan (kompor, panci presto dan sendok), alat kebersihan (ember, sapu lidi, kereta sorong dan sekop), termometer untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang, terpal untuk menutup dinding kandang, alat tulis dan kalkulator untuk pengambilan data.


(40)

Metode yang digunakan adalah metode survey harga karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan dan laporan.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan dianalsis dengan pembandingan linier ortogonal kontras dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu:

P0 : ransum dengan 100% tepung ikan komersil

P1 : ransum dengan 75% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 25% P2 : ransum dengan 50% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 50% P3 : ransum dengan 25% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 75% P4 : ransum dengan tepung ikan pora-pora 100%

Parameter Penelitian Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan caa menghitung : biaya pakan, biaya pembelian bibit, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan peralatan serta biaya tenaga kerja.


(41)

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual Itik Porsea dan penjualan kotoran Itik Porsea.

AnalisisLaba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara : π = TR – TC

Dimana :

π = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C adalah nilai atau manfaat yang diproleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

B/C Ratio =

Total biaya produksi

Total hasil produksi (Pendapatan)

B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio = 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih

pendapatan usaha ternak dikurangi dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat


(42)

perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan ternak.

IOFC = (Bobot badan akhir itik x harga jual itik/kg) – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg).

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal itik.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu dipasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut harga pakan yang digunakan.

3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal itik dan bobot akhir itik, rata-rata konsumsi pakan itik dan rata-rata konversi pakan itik pada setiap level perlakuan pakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


(43)

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian bibit itik porsea, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang, biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Pembelian Bibit

Biaya pembelian bibit itik porsea yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit itik porsea sebanyak 100 ekor dengan harga sebesar Rp. 5000,-/ekor. Sehingga didapat harga beli itik porsea sebesar Rp. 500.000,-. Biaya pembelian bibit itik porsea dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Biaya Ransum

Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama penelitian dikali dengan harga per kilo gram ransum setiap perlakuan sehingga didapat biaya ransum. Daftar harga pakan yang digunakan untuk pembuatan pakan dapat dilihat pada Tabel 11. Harga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan didapat dari hasil survey yang telah dilakukan di poultry/pasar/pabrik yang menjual bahan pakan yang diperlukan dalam pembuatan ransum.

Tabel 11. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)

Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan

(Rp/Kg) Poultry/Pasar/Pabrik


(44)

02-09-2014 02-09-2014

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan

TIP Bungkil kelapa Tepung Jagung Rp. 4.500,- Rp. 4.000,- Rp. 4.000,- 03-09-2014 04-09-2014

Raja Ternak Poultry Shop Psr 7. Tanjung Sari, Medan Kilang Padi MGS, Kec. Sunggal Bungkil kedelai Dedak Padi Halus Rp. 9.500,- Rp. 4.000,- 04-09-2014 Tani Ternak Jaya Poultry

Shop P.Bulan, Medan

Top mix Rp. 9.000,- 04-09-2014

04-09-2014

Tani Ternak Jaya Poultry Shop P. Bulan, Medan

Pasar tradisional P. Bulan, Medan Tepung ikan komersil Minyak nabati Rp. 7.000,- Rp. 12000,-

Keterangan : a. TIP : tepung ikan pora-pora

Harga ransum perlakuan P0 sebesar Rp. 4.895,-/kg, P1 sebesar Rp. 4.832,5/kg, P2 sebesar Rp. 4.370/kg, P3 sebesar Rp. 4.707,5 dan P4 sebesar Rp. 4.695/kg. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan itik porsea selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya ransum itik porsea selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 148.900,27 146.996,68 143.932,84 148.160,56 587.990,35 146.997,59

P1 150.754,67 149.370,40 146.084,55 146.022,31 592.231,94 148.057,98

P2 149.304,34 146.595,55 145.959,14 149.202,26 591.061,29 147.765,32

P3 146.716,06 144.941,88 147.314,39 143.964,58 582.936,91 145.734,23

P4 144.677,12 145.209,90 144.675,26 143.416,47 577.978,74 144.494,69

Total 740.352,46 733.114,41 727.966,18 730.766,17 2.932.199,23 146.609,96

c. Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Adapun obat-obatan yang diberikan adalah vithachik sebanyak 4 bungkus dengan harga sebungkus Rp. 5000,-, vaksin ND dengan harga Rp. 26.000,- dan vaksin Gumboro dengan harga Rp. 62.000,-. Biaya


(45)

obat-obatan ternak itik porsea peranakanuntuk tiap perlakuannya selama penelitian dapat di lihat pada Lampiran 7.

d. Biaya Sewa Kandang

Biaya sewa kandang yaitu biaya yang dikenakan dalam pemakaian kandang diperoleh dari total biaya sewa kandang selama penelitian dibagi 20 plot yaitu Rp. 250.000,- selama 12 minggu penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa kandang ternak itik porsea tertera pada Lampiran 8.

e. Biaya Peralatan Kandang

Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan sebanyak 20 buah dengan harga per buah Rp. 8.000,-, tempat minum sebanyak 20 buah dengan harga Rp. 4.500,-, bola lampu pijar sebanyak 20 buah dengan harga per buah Rp. 6.000,- timbangan elektrik 1 buah dengan harga Rp. 150.000,-, thermometer 1 buah dengan harga Rp. 18.000,-, sapu lidi 1 buah dengan harga Rp. 4.000,-. Biaya untuk seluruh perlengkapan kandang untuk tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9.

Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara itik porseaperakanselama penelitian. Biaya tenaga kerja diperoleh dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah Medan Sumatera Utara saat ini adalah sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Dengan asumsi dimana 1 tenaga kerja dapat memelihara 586 ekor itik porsea. Sehingga upah tenaga kerja selama 3 bulan


(46)

pemeliharaan adalah 100/586 x Rp. 1.851.000,- x 3 = Rp. 947.611,-. Rincian biaya tenaga kerja tiap perlakuan/3bulan dapat tertera pada Lampiran 10.

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi. Maka total seluruh biaya produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Total seluruh biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp)

Biaya pembelian bibit 500.000,-

Biaya pembelian pakan 2.932.199,23

Biaya obat-obatan 108.000,-

Upah tenaga kerja 510.386,-

Peralatan kandang 138.499,-

Sewa kandang 250.000,-

Total 4.439.084,23

Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total biaya produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp)

239000,00 240000,00 241000,00 242000,00 243000,00 244000,00 245000,00 246000,00

PO P1 P2 P3 P4

244.203,09

245.263,48

244.970,82

242.939,73

241.700,19 Total Biaya Produksi

R at aan t ot al bi aya p rod uks i


(47)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara perlakuan yang lainnya dimana rataan biaya produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian yang tertinggi terdapat pada P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 244.970,82 dan yang terendah terdapat pada P4 (ransum dengan 100% ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 241.700,19. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya ransum itik porsea.

Pada perlakuan P2 biaya ransum itik porsea yang dimasukkan terhadap biaya produksi memiliki harga ransum yang terbesar diantara kelima perlakuan yaitu dengan rataan sebesar Rp. 148.057,98 lebih besar dibanding dengan biaya ransum pada perlakuan P4 yaitu dengan rataan sebesar Rp. 144.494,69, sementara biaya produksi lainnya seperti biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan kandang dan tenaga kerja adalah sama. Hal ini seperti diungkapkan oleh Kadarsan (1995) bahwa biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran bagi perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.


(48)

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan itik porsea dengan cara menghitung harga jual itik porsea.

a. Hasil Penjualan Itik Porsea

Penjualan itik porsa yaitu perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga jual itik porsea Rp. 35.000,-/kg bobot hidup.

Total bobot badan akhir itik porsea P0 = 31.516,20 g, P1 = 32.537,35 g, P2 = 32.828,60 g, P3 = 31.698,05 g dan P4 = 29.443,45g. Maka harga jual seluruh

itik porsea adalah Rp. 5.530.792,75. Hasil produksi penjualan itik porsea dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil penjualan itik porseaitik porsea tiap perlakuan (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 273.966,00 277.590,25 280.929,25 270.581,50 1.103.067,00 275.766,75 P1 282.493,75 304.792,25 263.935,00 287.586,25 1.138.807,25 284.701,81 P2 300.720,00 254.304,75 268.885,75 325.090,50 1.149.001,00 287.250,25 P3 284.924,50 295.144,50 276.741,50 252.586,25 1.109.396,75 277.349,19 P4 271.960,50 255.893,75 249.051,25 253.615,25 1.030.520,75 257.630,19 Total 1.414.064,75 1.387.725,50 1.339.542,75 1.389.459,75 5.530.792,75 276.539,64

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil penjualan. Maka total seluruh hasil produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 berikut dan total hasil untuk tiap perlakuan tertera pada Lampiran 14. Tabel 15. Total hasil Produksi

Total hasil produksi Rupiah (Rp)

Hasil penjualan itik porsea 5.530.792,75


(49)

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi. Maka total hasil produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp)

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian menunjukkan perbedaan diantar tiap perlakuan, dimana total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 287.250,25 dan yang terendah pada P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 257.630,19. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan itik porsea sehingga nilai pendapatan dari penjualan itik porsea berbeda pada setiap perlakuan.

Berdasarkan hasil penjualan itik porsea, diperoleh pada perlakuan P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora)

memiliki hasil penjualan itik porsea tertinggi dengan rataan sebesar 240000,00 245000,00 250000,00 255000,00 260000,00 265000,00 270000,00 275000,00 280000,00 285000,00 290000,00

PO P1 P2 P3 P4

275.766,75

284.701,81287.250,25

277.349,19

257.630,19 Total Hasil Produksi

R at aan tot al has il pr od uks i


(50)

Rp. 287.250,25 dan yang terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) sebesar Rp. 257.630,19. Tata cara penentuan pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Budiono (1990) yang menyatakan bahwa pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urin dan produk lainnya yang dihasilkan merupakan komponen pendapatan.

Analisis Laba Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi.

Keuntungan = Total Hasil Produksi – Total biaya Produksi = Rp. 5.530.792,75–Rp. 4.876.309,23

= Rp. 654.483,52

Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha ternak itik porsea selama penelitian yaitu 8 minggu menguntungkan. Keuntungan untuk tiap perlakuan selama penelitian secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 15. Berikut dapat dilihat rataan kentungan (laba-rugi) pada Gambar 3.


(51)

Gambar 3. Diagram rataan laba/rugi tiap perlakuan (Rp)

Pada Gambar 3 dapat dilihat analisis laba-rugi dari tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan P0 (ransum dengan 100% tepung ikan komersil) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 31.563,66, perlakuan P1 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 39.438,33, perlakuan P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 42.279,43, perlakuan P3 (ransum dengan 25% tepung ikan komersil + 75%

tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 34.409,46, dan perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora)

memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 15.930,00.

Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan akhir itik porsea lebih tinggi dibandingkan perlakuan

0,00 5000,00 10000,00 15000,00 20000,00 25000,00 30000,00 35000,00 40000,00 45000,00

PO P1 P2 P3 P4

31563,66 39438,33 42279,43 34409,46 15930,00 Laba/Rugi R at aan L ab a/ R u gi


(52)

yang lain. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan itik memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit itik porsea, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmir dan Jakfar (2005) yaitu laporan laba-rugi adalah laporan yang menunjukkan jumlah keuntungan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari perbandingan tersebut.

Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan itik porsea yang rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya pertambahan bobot badan itik porsea menyebabkan total hasil produksi yang diterima lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.

Analisis B/C Ratio

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak. Perhitungan B/C ratio secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 16. Rataan B/C ratio untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.


(53)

Gambar 4. Diagram B/C ratio

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa B/C ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa P0 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora), P1 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora), P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora),P3 (ransum dengan 25% tepung ikan komersil + 75% tepung ikan pora-pora) dan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien untuk dilanjutkan karena total hasil produksi dibagi total biaya produksi lebih besar dari 1 (>1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila:

B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio = 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien

1,00 1,02 1,04 1,06 1,08 1,10 1,12 1,14 1,16 1,18

PO P1 P2 P3 P4

1,13 1,16 1,17 1,14 1,07 B/C Ratio R at aan B /C R at io


(54)

Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisiean usaha tersebut dan begitu sebaliknya semakin kecil nilai B/C ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan layak apabila total biaya pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total pemasukan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha

peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. Perhitungan IOFC secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 17 dan IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram IOFC

Pada Gambar 5 dapat dilihat hasil IOFC yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora memiliki pengaruh yang berbeda disetiap perlakuan. IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan

0,00 20000,00 40000,00 60000,00 80000,00 100000,00 120000,00 140000,00

PO P1 P2 P3 P4

128.769,16136.643,83 139.484,93131.614,96

113.135,50 IOFC

R

at

aan

I

O

F


(55)

50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 139.484,93. Hal ini disebabkan bobot badan itik porsea yang tinggi dikalikan harga jual per kilo gram itik porsea sehingga pendapatan dari penjualan itik porsea lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi itik porsea dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 113.135,50 hal ini dikarenakan bobot badan akhir itik porsea rendah dari perlakuan yang lainnya sehingga menyebabkan harga jual itik porsea lebih rendah dengan perlakuan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P4 (ransum dengan 100%

tepung ikan pora-pora) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang

dikeluarkan untuk penggemukan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.


(56)

Rekapitulasi Hasil Penelitian Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Parameter Penelitian

Total biaya Total hasil Laba/rugi B/C Ratio IOFC PO 244.203,09 275.766,75 31.563,66 1.13 128.769,16 P1 245.263,48 284.701,81 39.438,33 1.16 136.643,83 P2 244.970,82 287.250,25 42.279,43 1.17 139.484,93 P3 242.939,73 277.349,19 34.409,46 1.14 131.614,96 P4 241.700,19 257.630,19 15.930,00 1.07 113.135,50

Berdasarkan Tabel 16 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu P2(ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) dan hasil terendah yaitu P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora). Hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari biaya produksi, hasil produksi, laba/rugi, IOFC dan B/C Ratio. Dilihat dari biaya produksi perlakuan P0 total biaya produksinya Rp. 244.203,09, P1 sebesar Rp. 245.263,48, P2 sebesar Rp. 244.970,82, P3 sebesar Rp.242.939,73dan P4 sebesar 241.700,19. Pada perlakuan P1 total biaya produksinya memiliki rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena besarnya faktor biaya produksiyang terdapat pada perlakuan P1 yang termasuk didalamnya biaya ransum. Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan yang berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi.

Dilihat pada hasil produksi bahwa perlakuan P0 total hasil produksinya

yaitu Rp.275.766,75, P1 yaitu Rp. 284.701,81, P2 yaitu Rp. 287.250,81, P3 yaitu Rp. 277.349,19 dan P4 yaitu Rp. 257.630,19. Hasil produksi dalam

penelitian ini dapat diketahui yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu Rp. 287.250,81 dan yang terendah P4 yaitu Rp.275.630,19, hal ini dikarenakan


(57)

penerimaan pada P2 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena rataan bobot badan akhir pada perlakuan P4 sebesar 8,2 kg. Maka dapat dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar Rp. 31.563,66, P1 sebesar Rp. 39.438,33, P2 sebesar Rp. 42.279,34, P3 juga memberikan

keuntungan sebesar Rp. 34.409,46 dan P4 juga memberikan keuntungan sebesar Rp. 15.930,00.

Berdasarkan hasil rekapitulasi B/C Ratio pada penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan P0 yaitu 1,13, pada perlakuan P1 yaitu 1,16, pada perlakuan P2 yaitu 1,17, pada perlakuan P3 yaitu 1,14 dan pada perlakuan P4 yaitu 1,07. Berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian juga dapat dilihat IOFC pada perlakuan P0 yaitu Rp. 128.769,16, pada perlakuan P1 yaitu Rp. 136.643,83, pada perlakuan P2 yaitu Rp. 139.484,93, pada perlakuan P3 yaitu Rp. 131.614,96 dan pada perlakuan P4 yaitu Rp. 113.135,50.


(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunan tepung ikan pora-pora sebagai campuran bahan pakan dalam ransum itik porsea dapat memberikan keuntungan.

Saran

Disarankan kepada peternak itik porsea agar memanfaat tepung ikan pora-pora sebagai bahan pakan dalam ransum karena dapat memberikan keuntungan kepada peternak.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Penbudidayan.http://ditjennak.go.id/regulasi%5Cpermentan57_2006.pdf Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan

Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Budiono, 1990. Ekonomi Mikro. Seri sipnosis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1. Edisi kedua. Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak.

BPS Kabupaten Toba Samosir. 2013. Toba Samosir dalam Angka 2013.

http://issuu.com/bpstobasa/docs/121_1102001_2013_1206000-dda_toba_s.

Departemen Pertanian, 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.

Gunawan, 1993. Produktivitas dan Nilai Ekonomis. Kanisius, Yogyakarta.

Hartadi, H., S. Reksohardiprojo dan A, D Tillman. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Hermanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hutagalung, R. I. 1990. Defenisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Penebar Swadaya, Jakarta

Ichwan, W., 2003. Membuat Ransum Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT. Gramedia, Jakarta

Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A., 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.


(60)

Kartamihardja, E.S., 2009. Mengenal Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dan Siklus Hidupnya di Danau Toba. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ketaren, P.P. 2001. Pakan alternatif itik. Trobos no.20/Th. II/Mei 2001. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. 2000. FP USU. Medan. ____________________________________. 2008. FP USU. Medan. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2013. Sei Putih. Murtidjo, B. A., 1994. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.

NRC. 1994. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Tenth Revised edition. National Academy Press. Washington DC.

Oluyemi, J.A. and B.L. Fetuga. 1978. The Protein and Energy requirements of ducklings in the tropic. Br. Poultry Science, 19:261-266.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

Pisulewski, P. M. 2005. Nutritional potential for improvingmeat quality in poultry. Anim.l Sci. Pap. Rep. 23:303-315.

Purnomo K. dan Kartamihardja. 2009. Keberhasilan Introduksi Ikan Blih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitat yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat riset Perikanan Tangkap.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komporatif. BPFE, Yogyakarta.

Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Pp. 163-168.

Rasidi. 1997. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 1988. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


(61)

Saleh, M. 1990. Pengaruh Pengepresan, Mutu Bahan Mentah dan Penyimpanan terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.

Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Sawadaya, Jakarta. Soekartawi, A. 1994. Analisis Cobb-Douglass. UI-Press, Jakarta.

Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Srigandono, B., 1998. Beternak Itik Pedaging. Tribus Agriwidya, Yogyakarta. Suharno dan Amri, 1995. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 003. Beternak Domba.penebar Swadaya, Jakarta.

Sunarya. 1996. Proses Kemunduran Mutu Hasil Perikanan dan Persyaratan Mutu Bahan Baku. Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia DEPERINDAG, Jakarta. Tangendjaja, B., R. Matondang, dan J. Diment. 1986. Perbandingan itik dan ayam

petelur pada penggunaan dedak dalam ransum selama phase pertumbuhan. Ilmu dan Peternakan 2(4):137-139.

Tarigan, M. 2007. Identifikasi dan Karakterisasi Morfometrik Ukuran Tubuh Itik (Anas Sp) di Porsea. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.


(1)

Rekapitulasi Hasil Penelitian Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Parameter Penelitian

Total biaya Total hasil Laba/rugi B/C Ratio IOFC PO 244.203,09 275.766,75 31.563,66 1.13 128.769,16 P1 245.263,48 284.701,81 39.438,33 1.16 136.643,83 P2 244.970,82 287.250,25 42.279,43 1.17 139.484,93 P3 242.939,73 277.349,19 34.409,46 1.14 131.614,96 P4 241.700,19 257.630,19 15.930,00 1.07 113.135,50

Berdasarkan Tabel 16 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu P2(ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) dan hasil terendah yaitu P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora). Hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari biaya produksi, hasil produksi, laba/rugi, IOFC dan B/C Ratio. Dilihat dari biaya produksi perlakuan P0 total biaya produksinya Rp. 244.203,09, P1 sebesar Rp. 245.263,48, P2 sebesar Rp. 244.970,82, P3 sebesar Rp.242.939,73dan P4 sebesar 241.700,19. Pada perlakuan P1 total biaya produksinya memiliki rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena besarnya faktor biaya produksiyang terdapat pada perlakuan P1 yang termasuk didalamnya biaya ransum. Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan yang berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi.

Dilihat pada hasil produksi bahwa perlakuan P0 total hasil produksinya

yaitu Rp.275.766,75, P1 yaitu Rp. 284.701,81, P2 yaitu Rp. 287.250,81, P3 yaitu Rp. 277.349,19 dan P4 yaitu Rp. 257.630,19. Hasil produksi dalam

penelitian ini dapat diketahui yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu Rp. 287.250,81 dan yang terendah P4 yaitu Rp.275.630,19, hal ini dikarenakan


(2)

penerimaan pada P2 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena rataan bobot badan akhir pada perlakuan P4 sebesar 8,2 kg. Maka dapat dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar Rp. 31.563,66, P1 sebesar Rp. 39.438,33, P2 sebesar Rp. 42.279,34, P3 juga memberikan

keuntungan sebesar Rp. 34.409,46 dan P4 juga memberikan keuntungan sebesar Rp. 15.930,00.

Berdasarkan hasil rekapitulasi B/C Ratio pada penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan P0 yaitu 1,13, pada perlakuan P1 yaitu 1,16, pada perlakuan P2 yaitu 1,17, pada perlakuan P3 yaitu 1,14 dan pada perlakuan P4 yaitu 1,07. Berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian juga dapat dilihat IOFC pada perlakuan P0 yaitu Rp. 128.769,16, pada perlakuan P1 yaitu Rp. 136.643,83, pada perlakuan P2 yaitu Rp. 139.484,93, pada perlakuan P3 yaitu Rp. 131.614,96 dan pada perlakuan P4 yaitu Rp. 113.135,50.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunan tepung ikan pora-pora sebagai campuran bahan pakan dalam ransum itik porsea dapat memberikan keuntungan.

Saran

Disarankan kepada peternak itik porsea agar memanfaat tepung ikan pora-pora sebagai bahan pakan dalam ransum karena dapat memberikan keuntungan kepada peternak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Penbudidayan.http://ditjennak.go.id/regulasi%5Cpermentan57_2006.pdf Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan

Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Budiono, 1990. Ekonomi Mikro. Seri sipnosis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1. Edisi kedua. Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak.

BPS Kabupaten Toba Samosir. 2013. Toba Samosir dalam Angka 2013.

http://issuu.com/bpstobasa/docs/121_1102001_2013_1206000-dda_toba_s.

Departemen Pertanian, 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.

Gunawan, 1993. Produktivitas dan Nilai Ekonomis. Kanisius, Yogyakarta.

Hartadi, H., S. Reksohardiprojo dan A, D Tillman. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Hermanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hutagalung, R. I. 1990. Defenisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Penebar Swadaya, Jakarta

Ichwan, W., 2003. Membuat Ransum Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT. Gramedia, Jakarta

Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A., 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.


(5)

Kartamihardja, E.S., 2009. Mengenal Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dan Siklus Hidupnya di Danau Toba. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ketaren, P.P. 2001. Pakan alternatif itik. Trobos no.20/Th. II/Mei 2001. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. 2000. FP USU. Medan. ____________________________________. 2008. FP USU. Medan. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2013. Sei Putih. Murtidjo, B. A., 1994. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.

NRC. 1994. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Tenth Revised edition. National Academy Press. Washington DC.

Oluyemi, J.A. and B.L. Fetuga. 1978. The Protein and Energy requirements of ducklings in the tropic. Br. Poultry Science, 19:261-266.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

Pisulewski, P. M. 2005. Nutritional potential for improvingmeat quality in poultry. Anim.l Sci. Pap. Rep. 23:303-315.

Purnomo K. dan Kartamihardja. 2009. Keberhasilan Introduksi Ikan Blih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitat yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat riset Perikanan Tangkap.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komporatif. BPFE, Yogyakarta.

Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Pp. 163-168.

Rasidi. 1997. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 1988. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


(6)

Saleh, M. 1990. Pengaruh Pengepresan, Mutu Bahan Mentah dan Penyimpanan terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.

Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Sawadaya, Jakarta. Soekartawi, A. 1994. Analisis Cobb-Douglass. UI-Press, Jakarta.

Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Srigandono, B., 1998. Beternak Itik Pedaging. Tribus Agriwidya, Yogyakarta. Suharno dan Amri, 1995. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 003. Beternak Domba.penebar Swadaya, Jakarta.

Sunarya. 1996. Proses Kemunduran Mutu Hasil Perikanan dan Persyaratan Mutu Bahan Baku. Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia DEPERINDAG, Jakarta. Tangendjaja, B., R. Matondang, dan J. Diment. 1986. Perbandingan itik dan ayam

petelur pada penggunaan dedak dalam ransum selama phase pertumbuhan. Ilmu dan Peternakan 2(4):137-139.

Tarigan, M. 2007. Identifikasi dan Karakterisasi Morfometrik Ukuran Tubuh Itik (Anas Sp) di Porsea. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.