Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial Dalam Ransum terhadap Performans Itik Porsea Umur 0-12 Minggu
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Itik Porsea
Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas :
Aves , ordo: Anseriformes, famili : Anatidae, sub famili : Anatinae, tribus : Anatini,
genus : Anas dan spesies: Anas platyrhynchos. Atas dasar umur dan jenis kelaminnya itik dibedakan satu sama lain dengan nama yang berbeda-beda. Duck adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat umur maupun jenis kelaminnya. Duck juga mempunyai arti itik dewasa betina. Drake adalah itik jantan dewasa, sedangkan drakel atau drakeling berarti itik jantan muda. Duckling adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang baru menetas (Day Old Duck = DOD). Itik jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada umur 7 sampai 10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997).
Menurut Tarigan (2007) bahwa Itik Porsea memiliki warna bulu penciled dan memiliki tubuh yang ramping serta berdiri dengan tegak melebihi dari entok.
Itik Porsea memiliki panjang tibia berkisar antara 8,766-11,266 cm dengan koefisien keragaman 6,240%. Selain itu, panjang dari tarsometatarsus berkisar antara 5,598-7,518 cm dengan koefisien keragaman 7,285%. Panjang jari berkisar 5,054-5,982 cm dengan koefisien keragaman 4,204%. Panjang sayap berkisar 18,28-20,72 cm dengan koefisien keragaman 3,218%. Sedangkan panjang maxilla berkisar 3,584-5,452 cm dengan koefisien keragaman 10,336%. Itik Porsea ini banyak terdapat di Desa Narumonda VIII Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
Itik merupakan unggas yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsi ransum yang cukup tinggi dibanding ayam. Konsumsi ransum yang tinggi dapat mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan. Pemberian ransum memegang porsi sebesar 60 sampai 70 persen dari total biaya produksi (Ichwan, 2003).
Itik merupakan salah satu unggas air. Sebagai unggas air, ternak ini memiliki kulit yang tebal yang disebabkan oleh adanya lapisan lemak tebal yang terdapat di lapisan bawah kulit. Daging itik dibanding spesies unggas lainnya (itik, ayam, kalkun), mengandung lemak yang lebih tinggi. Lemak unggas, pada umumnya sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005).
Menurut Srigandono (1998), menyatakan bahwa itik pedaging adalah itik yang mampu tumbuh cepat dan dapat mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi. Di samping itu, itik pedaging harus memiliki konformasi dan struktur perdagingan yang baik. Selain itu, tujuan pokok pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging bagi konsumsi manusia.
Sistem Pencernaan Itik
Sistem digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan (Nesheim et al., 1979).
Sistem pencernaan itik antara lain: Paruh untuk mematuk dan memasukkan makanan kedalam mulut, pharynx merupakan lanjutan dari ruang mulut, oesophagus memounyai kemampuan untuk berkembang besar agar makanan dengan mudah melalui saluran tersebut, tembolok merupakan terminal sementara makanan untuk dilunakkan agar mudah diteruskan ke dalam lambung, sebab dalam tembolok terdapat ludah, lambung kelenjar merupakan lambung yang mengeluarkan getah-getah pencernaan pepsin dan asam khlor yang melumasi makanan untuk dicerna di dalam lambung otot, lambung otot atau ampela merupakan lambung berdinding jaringan otot yang kuat dan tebal berwarna kemerahan. Di sinilah ampela berfungsi sebagai penggiling makanan terutama biji-bijian yang sudah dilumuri enzim pepsin dan asal khlor, sehingga menjadi lumat, usus halus merupakan saluran panjang yang berawal dari lubang keluar lambung otot, usus besar merupakan penampung zat-zat makanan yang sudah dicerna dan diserap oleh usus halus. Sebelum masuk ke usus besar, harus melewati simpang tiga sampai kloaka, kloaka merupakan muara dari beberapa saluran, seperti saluran usus besar, saluran telur dan saluran kencing (Wasito dan Eni, 1994). Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Secara garis besar fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan (Kamal, 1994).
Ransum Itik
Bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik sebaiknya murah, tidak beracun, tidak asin, kering, tidak berjamur, tidak busuk/bau/apek, tidak menggumpal, mudah diperoleh dan palatable (Ketaren,2001).
Menurut Wahju (2004), mengatakan bahwa bahan-bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ayam. Bahan-bahan makanan untuk itik biasanya terdiri dari jagung kuning, dedak halus, bungkil kacang kedele, bungkil kelapa, tepung ikan dan bahan-bahan makanan lain yang menjadi sumber protein dan energi. Untuk sumber mineral dapat digunakan grit, kapur dan sebagainya. Sedangkan hijauan dan macam-macam rumput dapat menjadi sumber vitamin.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan maksimum, kepada itik perlu diberikan ransum yang mengandung protein kasar sebesar 24% dan Energi Metabolis 12,97 Mj/kg (3100 kkal/kg) (Oluyemi dan Fetuga, 1978).
Berdasarkan kegunaannya bahan baku pakan ternak unggas terbagi menjadi 5 golongan yaitu bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber vitamin, bahan baku sumber mineral serta feed suplement yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh, aktivitas tubuh dan pertumbuhan tubuh (Murtidjo, 1994).
Tangendjaja et al., (1986), melaporkan bahwa kemampuan itik mencerna pakan lebih baik dari ayam. Dedak padi dapat diberikan kepada itik sampai 75% tanpa mempengaruhi bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan (FCR). Tetapi dedak padi hanya dapat dipakai kurang dari 60% dalam pakan ayam karena pemberian dedak padi lebih dari 60% akan menurunkan pertumbuhan ayam. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kandungan serat kasar didalam pakan yang mengandung dedak padi tinggi. Begitu pula diduga itik lebih mampu mencerna serat kasar dibanding ayam. Kebutuhan gizi itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging Fase/umur Protein (%) EM (kk/kg) 0-2 Minggu 22 2900 2-7 Minggu 16 3000 Breeding 15 2900
Sumber: NRC (1994)
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta faktor-faktor lainnya seperti umur, palatabilitas, aktivitas ternak, tingkat produksi dan pengelolaannya. Konsumsi ternak itik pedaging dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging Berat badan (kg) Konsumsi seminggu (kg) Konsumsi Kumulatif (kg)
Umur Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
(Mg) 0,06 0,06 1 0,27 0,27 0,22 0,22 0,22 0,22
2 0,78 0,74 0,77 0,73 0,99 0,95 3 1,38 1,28 1,12 1,11 2,11 2,05 4 1,96 1.82 1,28 1.28 3,40 3,33 5 2,49 2,30 1,48 1,43 4,87 4,76 6 2,96 2,73 1,63 1,59 6,50 6,35 7 3,34 3,06 1,68 1,63 8,18 7,89 8 3,61 3,29 1,68 1,63 9,86 9,61
Sumber: NRC (1994) Tepung ikan
Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999).
Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama lisin dan metionin sehingga dapat digunakan sebagai penutup kekurangan yang terdapat pada bii-bijian. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan juga vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A dan D (Sarwono, 1996).
Adapun penggunaan tepung ikan ini terdiri dari berbagai jenis yang beredar di pasaran yang disebut sebagai tepung ikan pabrik (komersil) yang telah mengalami pengolahan dan pencampuran dengan bahan lain. Namun ternyata tepung ikan tidak hanya bisa didapat dari pabrik, tepung ikan juga dapat diproduksi sendiri yang murni berasal dari limbah-limbah ikan (sempengan) yang tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1998). Kandungan nutirisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan Uraian
Kandungan Nutrisi
a
Protein Kasar (%) 52,60
a
Serat Kasar (%) 2,20
b
Lemak Kasar (%) 4,80
b
Kalsium (%) 6,65
b
Posfor (%) 3,59
b
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2.810
Sumber : a. Hartadi et al., (1997)
b. NRC (1994)
Potensi Ikan Pora-pora
Klasifikasi ikan pora-pora secara zoologis adalah: Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species : Mystacoleucus padangensis. Ikan pora-pora atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat dikenal dengan nama ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemik di wilayah pesisir Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri pada 6 Juni 2004 di Parapat yang berasal dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan
2
3
lebih kurang 1.100 Km , dengan total volume air sekitar 1.258 Km sekaligus sebagai danau paling luas di Indonesia menghasilkan 20-40 ton ikan pora-pora per hari.
Menurut Kartamihardja (2009), ada beberapa alasan mengapa ikan pora- pora hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:1. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa plankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, 2. Ikan pora-pora termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagic), 3. Ikan pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain didanau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya, 4. Tempat hidup ikan pora-pora di Danau Toba 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak,
5. Tempat pemijahan ikan pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke DanauToba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau Singkarak (6 sungai).
Menurut Purnomo dan Kartamihardja (2009), ikan bilih pada umumnya ditangkap di daerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso (Tongging), sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai Simangira dan sungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai di daerah Silalahi II. Kandungan nutrisi ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Kandungan nutrisi ikan pora-pora Uraian
Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%)
50,94 Serat Kasar (%)
0,37 Lemak Kasar (%)
29,59 Kadar Air (%)
4,59 Kadar Abu (%)
11,29 Kalsium (%)
2,96 Posfor (%)
0,40 Gross Energi (kcal/gr)
5.268
Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)
Ikan pora-pora telah menjadi ikan dalam populasi yang banyak sekitar danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala tebar. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo Jenis Alat Penangkapan Produksi Ikan Pora-pora (ton)
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88 Jaring angkat 28,80 25,20 19,20 Jala tebar 0,45 0,50 0,43
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013
Pembibitan ikan pora-pora terdapat di daerah Kabupaten Samosir dengan program sesuai dengan pembenihan ikan telah menghasilkan produksi ikan pora - pora yang telah didistribusikan ke luar wilayah dan mengalami proses sortiran untuk pengepakan dan seleksi ikan pora-pora. Produksi ikan Pora-pora Kabupaten Samosir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir
No Tahun Produksi Jumlah Produksi (ton) 1 2008 6.914,8 2 2009
10.478,5 3 2010 13.510,8 4 2011 11.816,7 5 2012
9.350 Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Samosir, 2013.
Tepung Jagung
Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi yang utama dalam penyusunan ransum itik. Ada tiga jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih dan jagung merah. Di Indonesia tepung jagung yang populer untuk ransum itik adalah jagung kuning. Gunakan konsentrasi 50 sampai dengan 55 persen.
Jagung merupakan sumber energi utama bagi ternak bebek. Mudah dicerna dan pengaruhnya besar terhadap warna kuning telur 2014). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung Uraian
Kandungan Nutrisi
a
Protein Kasar (%) 8,30
b
Serat Kasar (%) 2,20
a
Lemak Kasar (%) 3,90
a
Kalsium (%) 0,03
a
Posfor (%) 0,28
a
Energi Metabolisme (kkal/kg) 3.420
Sumber : a. NRC (1994)
b. Hartadi et al., (1997)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai Uraian
Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
a
c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000) Bungkil Kelapa
b. Hartadi et al., (1997)
a Sumber : a. NRC (1994)
2.850
a
1,61
a
0,07
c
7,20
b
13,50
13,30
43,80
Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg)
Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak Uraian
Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 9 berikut.
b. Hartadi et al., (1997) Dedak
a Sumber : a. NRC (1994)
0,65
a
0,32
a
1,50
b
4,40
a
Bungkil kelapa adalah bahan pakan tenak yang berasal dari sisa pembuatan minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk pertumbuhan ternak meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1990). Kandungan nilai gizi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa Kandungan Zat
Kadar Zat
a
Bahan kering (%) 84,40
a
Protein kasar (%) 21,00
b
TDN (%) 81,30
a
Serat kasar (%) 15,00
a
Lemak kasar (%) 1,80
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008)
b. NRC (1994)
Pembuatan Tepung Ikan
Menurut Rasidi (1997) tepung ikan dibuat dengan proses langkah sederhana. Pertama, ikan dipilih yang mengandung sedikit lemak atau yang tidak berlemak. Ikan dapat juga diperoleh dari sisa hasil olahan, selanjutnya dibersihkan dari kotoran yang masih ikut tercampur, dicuci kemudian direbus kurang lebih 30 menit. Kedua, dipres ikan yang telah masak pada saat masih panas untuk mengeluarkan lemak dan air. Lemak dan air ditampung kemudian diendapkan.
Hasil endapan berupa daging yang hancur dicampurkan kembali dengan ampas daging yang telah dipres. Lemak yang masih tercampur dengan air dapat diolah menjadi minyak ikan. Ketiga, dicincang bahan baku yang berukuran besar sehingga mempercepat proses pengeringan. Giling cincangan ikan yang telah kering kemudian diayak agar diperoleh hasil tepung ikan yang halus.
Tepung ikan di pasaran berasal dari hasil olahan industri pabrik tepung ikan dan industri kecil yang keduanya berbeda baik secara pengolahan, peralatan maupun mutu produk. Pada industri kecil/rumah tepung ikan diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana (Sunarya, 1998). Adapun prinsip dasar pengolahan tepung ikan adalah pengukusan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan.
Pengukusan
Bahan baku dikukus terlebih dahulu agar protein terkoagulasi sehingga air dan minyak dikeluarkan. Pengukusan merupakan tahap menetukan dalam pengolahan tepung ikan. Tingkat pengukusan harus tepat, sehingga seluruh bahan mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar. Tujuan pengukusan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).
Pengepresan
Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau akan cepat berubah sehinggamutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990).
Pengeringan
Pengeringan bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada industri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan dengan cara preess cake kedalam ruangan yang dialiri udara panas 500
C. Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6 - 9%. sedangkan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari (Sunarya, 1998).
Penggilingan
Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990).
Parameter Penelitian Konsumsi pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1990).
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1994).
Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum.Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993).
Pertambahan Bobot Badan
Menurut Tillman et al., (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan- lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.
Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat. Laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1988).
Konversi Ransum
Konversi pakan merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada suatu periode waktu tertentu. Bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan memuaskan peternak atau konsumsi unggas tidak banyak. Konversi inilah yang sebaiknya digunakan sebagai pegangan produksi karena sekaligus melibatkan bobot badan dan konsumsi pakan (Rasyaf, 1994).