Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton

1 H-NMR Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti NMR adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masing-masing hidrogen. Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta ppm dari frekuensi dasar spektroskopi δ= pergeseran dalam z frekuensi spektrometer dalam M z Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton biasanya CCl 4 dan dalam jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal. Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut Pavia, 1979. Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Spektrofotometer UV-Vis 2. Spektrofotometer 1 H-NMR JeolDelta2NMR 500MHz 3. Spektrofotometer FT-IR 2Shimadzu 4. Rotarievaporator Bűchi -114 5. Labu rotarievaporator 1000 mL Schoot Duran 6. Ekstraktor 5000 mL Schoot Duran 7. Kolom kromatografi Pyrex 8. Alat destilasi 9. Lampu UV 254 nm356 nm UVGL 58 10. Neraca analitis Mettler AE 200 11. Corong Kaca 12. Corong Pisah 500 ml Pyrex 13. Gelas ukur Pyrex 14. Labu takar 250 mL Pyrex 15. Tabung reaksi Pyrex 16. Botol vial 15 mL 17. Gelas Erlenmeyer Pyrex 18. Beaker Glass Pyrex 19. Statif dan klem 20. Penangas air 21. Batang pengaduk 22. Chamber 23. Pipa Kapiler 24. Spatula 25. Pipet Tetes Universitas Sumatera Utara

3.2 Bahan-bahan

1. Daun Kesumba keling 2. Metanol Destilasi 3. Etil asetat Teknis 4. Aquadest 5. N-heksana Teknis 6. Silika gel 40 70-230 mesh ASTM E.Merck. KgA 7. FeCl 3 5 8. NaOH 10 9. Serbuk Mg 10. HCl p 11. H 2 SO 4p 12. Pereaksi Benedict 13. HCl 6 14. Kapas 15. Kloroform Teknis 16. Plat KLT silika gel 60 F 254 E.Merck.Art 554 17. Plat KLT Preparatif 60 F 254 18. Benzena p.a. E. Merck 19. Aseton p.a. E. Merck 20. Kertas saring 21. Aluminium foil

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan Sampel