Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator Harborne, 1996.
Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana digunakan dalam tumbuhan dengan skala kecil. Cara maserasi dilakukan dengan merendam sampel
dengan pelarut dan dilakukan perendaman hingga satu malam. Sampel dengan skala besar bisa digunakan metode maserasi tetapi sebaiknyapenggunaan sampel
pada skala besar digunakan metode perkolasi.
Perkolasi
Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang paling efisien pada sampel skala besar. Pada perkolasi menggunakan alat perkolator. Sampel dimasukkan kedalam
tabung kontainer. Dan dilakukan pengaliran pelarut pada tabung dan tabung ditutup dengan rapat. Jika sampel tidak terisi padat, bisa mengakibatkan proses
perkolasinya tidak efisien. Perkolator akan mengekstrak sampel dan hasil ekstrak akan turun melalui keran sehingga pelarut dapat berganti-ganti setelah pelarut
yang lain habis.
Sokletasi
Sokletasi merupakan metode ekstraksi dengan skala kecil. Sokletasi merupakan sistem tertutup karena pada sistem ini pelarut dialirkan secara kontiniu.pada
proses ini membutuhkan pemanasan Sarker, et al, 2006.
2.6.2 Partisi
Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua
Universitas Sumatera Utara
pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak
bercampur yang kepolarannya meningkat.
Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:
1. Airpetroleum eter ringan heksana untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik 2.
Airdiklorometan atau airkloroform atau airetil asetat untuk membuat fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan
yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain Heinrich,et al, 2009.
2.6.3 Hidrolisis
Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6
sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 60
menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter,
setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan Mabry et al, 1970.
2.6.4 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman
dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat CaCO
3
. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase.
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan
Universitas Sumatera Utara
dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya.Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran.
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis disebut juga kromatografi planar,
kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel
dalam jumlah yang besar.
Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut Rf dapat dihitung dengan
menggunakan perbandingan dalam persamaan: f=
arak yang ditempuh solut arak yang ditempuh fase gerak
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi D dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut
bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan
fase diam.
Proses Sorpsi
Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu proses sebaliknya pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak
disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini sorpsi dan desorpsi terjadi secara
Universitas Sumatera Utara
terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis.
Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya D untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini. Ada 4
jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi,
pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.
Adsorben
Silika gel merupakan jenis adsorben fase diam yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol Si-OH. Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel.
Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105 C, meskipun
demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin
tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini. Berikut merupakan kepolaran dari beberapa adsorben menurut Gandjar dkk 2007 yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi No
Nama Adsorben Sifat Adsorben
1 Alumina
Paling polar 2
Karbon aktif Sangat polar
3 Silika gel
Polar 4
Selulosa Polar
5 Resin-resin polimerik stirendifenil benzen
Paling non polar
Universitas Sumatera Utara
2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis KLT
Dalam kromatografi lapis tipis, adsorben diletakkan tepat pada satu sisi plat atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling sering
digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal dengan
menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan meletakkannya didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah kecil pelarut.
Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan dari dasarnya pada saat
interaksi mereka dengan lapisan adsorben.
Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa
dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari
langkah preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang
dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan reagen yang sesuai Cseke et al, 2006.
2.6.4.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom sangat berguna dalam pemisahan senyawa bahan alam terutama untuk pemisahan flavonoida. Fase diam yang umum digunakan adalah
silika gel, sephadeks, dan dan selulosa Bhat, 2005 .
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi gravitasi atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang
Universitas Sumatera Utara
dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.
Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100
kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.
Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya
lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan
mudah didapat.
Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama diperiksa dengan KLT atau tampaknya berasal dari satu puncak memakai pendeteksian
sinambung digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni Gritter
dkk, 1991. 2.6.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif KLTP
Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah miligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, dijumpai
sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun
campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.
Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat
KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan
sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang.
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus
diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap. Harus diperhatikan bahwa semakin lama
senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian Hostettmann dkk, 1995.
2.7 Teknik Spektroskopi
Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas
dan tetap dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.
Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna
sebagai parameter analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom molekul khas dan tidak semuanya
sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya Satiadarma dkk, 1995.
2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet UV-Vis
Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak barangkali merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisa struktur flavonoida. Cara tersebut
membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksi fenol bebas pada inti flavonoid dapat
ditentukan dengan menambahkan pereaksi „pereaksi geser‟ kedalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol MeOH, AR atau yang setara atau etanol EtOH, meski perlu diingat
bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan sehingga pada umumnya pelarut metanol yang digunakan untuk menentukan serapan pita yang
dihasilkan.Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung
lebih jelas tercermin pada serapan pita I Markham, 1988.
Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai
macam golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing- masing, karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang
mengandung jumlah dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam.
Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat
mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR dan MS Andersen, 2006.
Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara disajikan pada tabel dibawah :
Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida Markham, 1998.
No Pita II nm
Pita I nm Jenis Flavonoida
1 250-280
310-350 Flavon
2 250-280
330-360 Flavonol 3-OH
tersubstitusi 3
250-280 350-385
Flavonol 3-OH bebas 4
245-274 310-330 bahu
Isoflavon 5
275-295 300-330 bahu
Flavanon dan dihidroflavonol
6 230-270
kekuatan rendah 340-390
Khalkon 7
230-270 kekuatan rendah
380-430 Auron
8 270-280
465-560 Antosianidin dan antosianin
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Spektrum UV-Vis pada golongan isoflavon berbeda pada cincin A pada pita II.
Nomor spektrum
Isoflavon Pola oksidasi
Pita II nm Cincin A
Cincin B 108
Daidzein 7
4‟ 249
113 Genistein
5, 7 4‟
261 129
6- Hidroksigenistein
5, 6, 7 4‟
270
Gambar 2.3 Spektroskopi UV-Vis pada spektrum isoflavon
Markham, 1970
2.7.2 Spektroskopi Inframerah FT-IR