Profesionalisme Jurnalis Televisi Lokal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang kompensasi wartawan dan independensi dalam membuat pemberitaan terhadap wartawan anggota Aliansi Jurnalis Independen cabang Medan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Kompensasi yang diterima wartawan anggota AJI cabang Medan ternyata memprihatinkan. Padahal keempat orang responden tersebut bekerja di media dengan oplah yang cukup besar di Sumatera Utara maupun jaringan media nasional. Kompensasi yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Padahal jurnalis bukan pekerjaan biasa. Ia memiliki tugas berat dengan tanggung jawab besar dan resiko tinggi, membutuhkan waktu dan tenaga untuk melakukan riset, liputan dan verifikasi. Mereka bekerja secara intelektual, tak hanya teknis semata demi memburu target berita. b. Menerima pemberian narasumber dapat mengganggu independensi wartawan anggota AJI cabang Medan dalam mengkonstruksi pemberitaan. c. Kebijakan yang diterapkan AJI Indonesia ternyata tak mampu dijalankan hingga ke daerah, khususnya cabang Medan. Kondisi kesejahteraan yang rendah menjadi penyebab kampanye tolak amplop masih jadi perdebatan di lingkungan AJI Medan. d. Rendahnya kompensasi menyebabkan mereka harus melakukan berbagai cara untuk mencari pendapatan lain demi memenuhi kebutuhan hidup. Salah satunya dengan menjalani berbagai pekerjaan sampingan. Berbagai aktivitas lain tersebut ada yang rentan menimbulkan konflik kepentingan dan tentu mengganggu konsentrasi mereka sebagai seorang jurnalis. e. Profesi jurnalis tak lagi dijalankan secara profesional berdasarkan kode etik dan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi. Profesi wartawan hanya menjadi hobi, bersifat sementara. Seolah hanya menjadi rutinitas. Padahal ia merupakan pendidik informal, sang penyampai kebenaran dan pemantau kekuasaan. f. Jurnalis juga menjadi mudah menerima amplop dalam bentuk uang atau pun barang dan fasilitas. Mereka tidak menganggap pemberian narasumber atau subjek berita itu sebagai embrio penyuapan atau penyogokan untuk jangka panjang. Seolah-olah tidak ada kaitan antara kebiasaan menerima amplop dan kemungkinan kemandekkan dalam pengembangan standar jurnalistik profesional. g. AJI yang selama ini dikenal begitu ketat dan tegas menindak anggotanya yang melanggar kode etik ternyata tak bisa berbuat banyak menghadapi persoalan amplop bagi wartawan di Medan. Meski diancam dengan sanksi pemecatan, banyak anggota AJI yang nekat menerima amplop demi memenuhi kebutuhan hidupnya.