Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru
202 Kelas XII SMAMA
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap
soal regionalisme. Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional akan dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia.
Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan
pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut,
seperti halnya pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri
konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalui
investasi dan bantuan dari pihak asing. Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia meninggalkan kebijakan luar
negerinya yang agresif. Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani Perjanjian
Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui Malaysia sebagai suatu negara.
Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar
negeri Indonesia. Kerja sama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional
antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota
ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting. ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri
Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi dan dicarikan solusinya dalam forum regional ini. Pemerintahan Soeharto coba
membangun Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan, Taiwan,
dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik luar negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra positif
Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat layak bagi investasi industri.
Sejarah Indonesia 203
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasiik APEC untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia
tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Kekhawatiran lainnya adalah
kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama antara negara-negara ASEAN. Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia mengubah pandangannya
terhadap APEC. Faktor pendorongnya antara lain adalah karena Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya. Keberhasilan Indonesia menjadi
ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia
adalah salah satu pemimpin internasional.
Selain ASEAN, keterlibatan Indonesia dalam membentuk kondisi perekonomian global yang stabil dan kondusif, serta memaksimalkan kepentingan nasional,
Indonesia juga masuk sebagai anggota negara-negara produsen atau penghasil minyak dalam OPEC. OPEC menjadi barometer pelaksanaan kebijakan luar
negeri Indonesia dalam hal stabilitas perekonomian dunia.
Kepemimpinan Soeharto secara umum mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pendahulunya. Diparuh pertama kepemimpinannya, dia cenderung
adaptif dan low proile. Dan pada paruh terakhir kepemimpinannya, sejak
1983, Soeharto mengubah gaya kepemimpinannya menjadi high proile.
Gayanya tersebut mempengaruhi pilihan-pilihan politik luar negerinya, yang pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi politik-ekonomi
dan keamanan dalam negeri Indonesia, dengan nilai ingin menyejahterakan bangsa, Soeharto mengambil gaya represif di dalam negeri dan akomodatif
di luar negeri.