Sejarah Indonesia 199
3. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno Demokrasi Terpimpin
Pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, politik luar negeri Indonesia bersifat
high proile, lamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti- imperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif. Politik luar negeri
Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada saat itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan
pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan
pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner. Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan
Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom nasionalis, agama dan komunis dimana elemen-elemen ini
diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim Neo Kolonialisme dan Imperialisme. Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik
luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara
Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia PKI di Indonesia. Alasan
Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai
kelompok luar .
Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer
diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno
muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow. Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat.
Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia. Hingga
akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari
PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional.
200 Kelas XII SMAMA
Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin
itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” Old Established Forces dan “Nefos” New Emerging Forces. Soekarno
menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama Oldefos dan
kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif Nefos. Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme merupakan paham-paham
yang dibawa dan dijalankan oleh negara-negara kapitalis Barat. Dalam upayanya mengembangkan Nefos, Presiden Soekarno melaksanakan Politk
Mercusuar bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang mampu menerangi jalan bagi Nefos di seluruh dunia. Salah satu tindakan usaha penguatan
eksistensi Indonesia dan Nefos juga dapat dilihat dari pembentukan poros Jakarta – Peking yang membuat Indonesia semakin dekat dengan negara-
negara sosialis dan komunis seperti China.
Faktor dibentuknya poros ini antara lain, pertama, karena konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik,
mengingat Malaysia mendapat dukungan penuh dari Inggris, Indonesia pun harus mencari kawan negara besar yang mau mendukungnya dan bukan sekutu
Inggris, salah satunya adalah China. Kedua, Indonesia perlu untuk mencari negara yang mau membantunya dalam masalah dana dengan persyaratan yang
mudah, yakni negara China dan Uni Soviet.
Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia
internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari
dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi
faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini
adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi. Soekarno beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi pada fase awal berdirinya
suatu negara adalah hal yang tidak terlalu penting. Beliau beranggapan bahwa pemusnahan pengaruh-pengaruh asing baik itu dalam segi politik, ekonomi
maupun budaya adalah hal-hal yang harus diutamakan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Soekarno dengan gencar melancarkan
politik luar negeri aktif namun tidak diimbangi dengan kondisi perekonomian
dalam negeri yang pada kenyatannya morat- marit akibat inlasi yang terjadi