Jumlah EFEKTIVITAS PROBIOTIK Lactobacillus plantarum 2C12

127 Tabel 6.1 Komposisi campuran ransum basal Bahan-bahan campuran Standar AOAC 2005 Jumlah dalam ransum Kasein Minyak jagung Campuran mineral Campuran vitamin CMC Air Maizena pati jagung X = 1.60 x 100 N sampel [8 – X x ekstrak eter] 100 [5 – X x kadar abu] 100 1 [1 – X x kadar serat kasar] 100 [5 – X x kadar air] 100 Untuk membuat 100 11.53 7.90 4.88 1 1 4.88

68.81 Jumlah

100 Sebelumnya, dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama lima hari dengan pemberian makan ransum basal terhadap semua tikus. Selain itu juga terdapat empat ekor tikus yang dipelihara selama lima hari masa adaptasi dan setelah itu dibedah untuk dilakukan analisis populasi BAL dan E.coli, serta jumlah sel limfosit sebelum perlakuan data baseline. Perlakuan anti-EPEC secara in vivo Pengujian ini dilakukan sesuai metode Oyetayo 2004 dan Fitrial 2009 yang dimodifikasi. Dua jenis kultur BAL probiotik indigenus L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 berumur 24 jam diencerkan pada media NaCl fisiologis 0.85 dengan populasi 10 8 cfuml. Selanjutnya probiotik diberikan sesuai dengan perlakuan Tabel 6.2 kepada tikus percobaan sebanyak 1 ml per ekor tikus per hari secara oral menggunakan sonde dicekok selama 21 hari hari ke-0 sampai ke-20 pada grup tikus yang diberikan probiotik. Populasi EPEC penyebab diare yang diberikan adalah 10 6 cfuml sebanyak 1 ml per ekor tikus percobaan per hari, selama tujuh hari hari ke-7 sampai ke-13 pada grup tikus yang diberikan EPEC. Penentuan pemberian dosis EPEC berdasarkan pada dosis infeksi EPEC yang dapat menyebabkan diare pada bayi yaitu minimal 10 5 cfuml Oyetayo 2004. Fitrial 2009 melaporkan bahwa infeksi EPEC sebanyak 10 6 cfuml dengan pemberian selama tujuh hari berturut-turut mampu menyebabkan tikus diare tanpa menyebabkan kematian. Pada tikus kontrol negatif dilakukan pemberian NaCl 128 fisiologis 0.85 dengan cara dicekok untuk menyamakan tingkat stres yang dialami oleh tikus percobaan. Tikus dibagi menjadi enam perlakuan seperti disajikan pada Tabel 6.2 dengan jumlah tikus setiap perlakuan sebanyak 16 ekor. Tabel 6.2 Perlakuan pemberian probiotik dan EPEC Grup tikus Perlakuan Kontrol negatif tanpa dicekok probiotik ataupun EPEC L. plantarum 2C12 dicekok L. plantarum 2C12 L. acidophilus 2B4 dicekok L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12 + EPEC dicekok L. plantarum 2C12, dan dicekok EPEC L. acidophilus 2B4 + EPEC dicekok L. acidophilus 2B4, dan dicekok EPEC Kontrol positif dicekok EPEC tanpa probiotik Pengukuran Performa Tikus Percobaan Performa tikus percobaan yang diamati meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan serta efisiensi ransum. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap tiga hari dan pengukuran konsumsi ransum dihitung setiap hari dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan setiap hari per tikus dengan jumlah ransum sisa tidak dimakan yang dikumpulkan setiap hari. Analisis kadar air feses dilakukan pada pemeliharaan hari ke-14 dan hari ke-21 untuk mengetahui kondisi diare yang terjadi pada tikus. Analisis kadar air dilakukan sesuai metode AOAC 2005. Kondisi kesehatan tikus diamati secara visual meliputi keaktifan tikus serta peradangan pada sekitar anus tikus. Pengukuran Total BAL dan E.coli Saluran Pencernaan Sebanyak empat ekor tikus pada setiap grup dibedah pada hari ke-7, 14 dan 21 dengan menggunakan metode cervicalis dislocalis Aattouri et al. 2002 lalu diambil bagian sekum serta isi sekum. Permukaan bagian dalam sekum dikerik mukosanya pada ukuran luasan 1 x 1 cm, dengan menggunakan spatula steril dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer Buffer Pepton Water BPW untuk selanjutnya dilakukan pengenceran yang sesuai dan pengujian total BAL dan total E. coli pada media yang sesuai. Isi sekum diambil sebanyak lima gram 129 secara aseptis untuk dilakukan pengenceran dan pengujian total BAL dan E. coli. Metode yang digunakan untuk menghitung populasi BAL dan E. coli, baik pada mukosa sekum maupun pada isi sekum, adalah metode BAM Bacteriological Analytical Methods 2002, dengan media pertumbuhan MRSA Oxoid untuk total BAL dan EMBA Merck untuk E. coli. Analisis kuantitatif BAL BAM 2002 Media untuk pertumbuhan BAL adalah de Mann Rogosa Sharp Agar MRSA yang ditambahkan CaCO 3 sebanyak 0.5. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptik dan diinokulasikan ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangkan medium MRSA lalu dihomogenkan dengan cara cawan diputar membentuk angka delapan. Bila agar telah beku, diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam dan dihitung populasinya. Analisis kuantitatif E. coli BAM 2002 Media untuk pertumbuhan E.coli adalah Eosyn Methylen Blue Agar EMBA. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptik lalu diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media EMBA. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37 °C, koloni E. coli yang tumbuh akan berwarna hijau metalik keunguan. Penghitungan Jumlah Sel Limfosit Jumlah sel limfosit tikus percobaan dihitung sebagai indikasi awal fungsi BAL sebagai imunomodulator. Sel limfosit yang dihitung adalah sel limfosit yang terdapat pada limpa tikus percobaan, merujuk pada penelitian Aattouri et al. 2002 dengan menggunakan teknik isolasi dan penghitungan populasi sel limfosit melalui pemisahan secara sentrifugasi. Tikus diterminasi dengan cara cervicalis dislocalis dan dibedah untuk diambil limpanya. Organ limpa secara steril dicuci dalam RPMI-1640 steril. Selanjutnya limpa dipindahkan ke dalam cawan petri lain yang berisi tiga ml RPMI-1640 steril dan digerus untuk mendapatkan limfosit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus steril 15 ml dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet sel diberi dua ml 130 NH 4 Cl 0.85 steril untuk melisis sel-sel darah merah selama dua menit dan segera ditambahkan tiga ml RPMI-1640. Suspensi sel kembali disentrifus 1500 rpm selama 10 menit. Endapan mengandung sel limfosit, sedangkan supernatan yang berisi sel darah merah yang lisis dibuang. Endapan sel limfosit dicuci kembali dengan RPMI-1640, kemudian diencerkan dengan dua ml media RPMI-1640 dan jumlah sel yang hidup dihitung menggunakan hemasitometer dengan pewarna biru triphan. Suspensi sel limfosit dalam media standar dihitung dengan bantuan hemasitometer. Suspensi sel dicampur dengan biru triphan dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 50 μl campuran ditempatkan dalam hemasitometer. Penghitungan dilakukan pada mikroskop pembesaran 45 kali. Sel limfosit yang hidup tidak berwarna sedangkan sel yang mati terlihat biru seluruhnya. Jumlah sel yang hidup dihitung pada area dua kotak besar 16 kotak kecil lalu dihitung per ml suspensi dengan rumus: Jumlah sel = jumlah sel x fp x 10 4 , dimana fp = 2 2 Rancangan Percobaan Data konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi ransum dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap RAL dengan perlakuan pemberian probiotik. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Tukey Steel Torrie 1995. Data populasi bakteri yang diperoleh ditransformasi dalam bentuk logaritma untuk selanjutnya dianalisis statistik. Data populasi bakteri dan sel limfosit dianalisis statistik dengan menggunakan RAL untuk setiap periode pembedahan hari ke-7, 14 dan 21 kecuali baseline hari ke-0, dengan metode ANOVA. Jika terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji beda nyata Tukey Steel Torrie 1995. Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 14. 131 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Tikus Percobaan Berdasarkan pengamatan visual, gejala infeksi EPEC dimulai pada hari ke- 4 setelah pencekokan EPEC hari pemeliharaan ke-11 yang dilihat dengan terjadinya iritasi dan peradangan pada anus pada grup tikus kontrol positif, namun tidak ditemukan gejala tersebut pada grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC dan grup tikus L.acidophilus 2B4 + EPEC Gambar 6.1. Pengamatan secara visual, memperlihatkan secara umum feses pada grup tikus kontrol positif lembek dan berlendir sebagai tanda telah terjadi infeksi pada saluran pencernaan tikus, sedangkan feses pada grup tikus yang lain tidak berlendir. Selain itu, grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC dan grup L. acidophilus + EPEC juga masih bergerak cukup aktif walaupun tidak seaktif grup tikus yang sehat yaitu grup kontrol negatif, grup L. plantarum 2C12 dan grup L. acidophilus 2B4. a b Gambar 6.1 Kondisi fisik tikus a tikus tidak diare, bagian anus tidak radang, b tikus diare, anus mengalami iritasi, radang dan merah Kejadian diare yang ditandai dengan meningkatnya kadar air feses diamati pada hari pemeliharaan ke-14 dan ke-21 Tabel 6.3. Spehlman et al. 2009 melaporkan bahwa diare pada tikus ditandai dengan kadar air feses di atas 60 dan feses lembek, dan pada kadar air feses di atas 80, diare yang terjadi sangat parah dengan kondisi feses sangat cair. 132 Tabel 6.3 Kadar air feses tikus percobaan Perlakuan Grup Hari ke -14 bb Hari ke-21 bb Kontrol negatif 51.84±0.43 a 53.22±0.87 bc L. plantarum 2C12 48.93±1.31 a 46.02±1.63 a L. acidophilus 2B4 48.66±1.41 a 48.30±1.13 ab L. plantarum 2C12 + EPEC 48.21±1.29 a 55.25±1.98 c L. acidophilus 2B4 + EPEC 46.93±2.69 a 53.82±1.77 c Kontrol positif 64.49±2.70 b 68.92±2.40 d Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 . Diare yang terjadi pada tikus percobaan ditandai dengan adanya peningkatan kadar air feses. Pada grup tikus kontrol positif, nilai kadar air feses pada hari ke-14 pemeliharaan adalah 64.49, lebih tinggi daripada grup tikus lainnya yaitu berkisar pada 46.93 – 51.84 Tabel 6.3. Hasil ini sesuai dengan Spehlmann et al. 2009 yang menyatakan bahwa kadar air feses tikus diatas 60 termasuk dalam golongan tikus diare. Diare masih berlanjut sampai hari ke-21 yang ditandai dengan kadar air feses pada grup tikus kontrol positif sebesar 68.92. Pada grup tikus yang dipapar EPEC dan diberikan probiotik, terjadi peningkatan kadar air feses pada hari ke-21 namun masih nyata lebih rendah daripada grup kontrol positif, dan sama dibandingkan dengan grup tikus kontrol negatif. Secara visual, feses pada grup tikus dipapar EPEC dan diberikan probiotik tidak berlendir dan agak lembek, sedangkan feses grup tikus kontrol positif lembek dan berlendir. Performa tikus percobaan ditunjukkan dengan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan per ekor per hari, serta efisiensi ransum Tabel 6.4. Konsumsi ransum menunjukkan seberapa banyak ransum yang dikonsumsi. Perbandingan antara pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum menunjukkan efisiensi ransum yang dikonsumsi. Konsumsi ransum merupakan rata-rata ransum yang dikonsumsi per ekor per hari. Pertambahan bobot badan merupakan bobot badan akhir yang dibagi dengan lama hari pemeliharaan. 133 Tabel 6.4 Pengaruh pemberian probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi ransum tikus percobaan Perlakuan Grup Konsumsi ransum gekorhari Pertambahan bobot badan gekorhari Efisiensi ransum kontrol negatif 17.32±1.82 a 5.20 ±0.59 A 30.02 ±0.32 a L. plantarum 2C12 18.27±1.31 a 5.20±0.59 A 29.06±0.41 a L. acidophilus 2B4 17.06±1.98 a 4.76 ±0.42 A 27.90±0.21 a L. plantarum 2C12 + EPEC 15.43±2.47 b 2.48 ±0.35 B 16.07±0.14 b L. acidophilus 2B4 + EPEC 15.60±2.32 b 2.04 ±0.31 B 13.08±0.13 c kontrol positif 13.88±3.34 c 1.72 ±0.24 C 12.39±0.07 d superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05, superskrip huruf kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan sangat beda nyata p0.01 Grup tikus sehat kontrol negatif, grup L.plantarum 2C12, dan grup L. acidophilus 2B4 mampu mengonsumsi ransum lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan grup tikus sakit grup L. plantarum 2C12 + EPEC, grup L. acidophilus 2B4 + EPEC, grup kontrol positif. Konsumsi ransum pada grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC atau L. acidophilus 2B4 + EPEC nyata lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan tikus kontrol positif Tabel 6.4. Grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC dan grup L. acidophilus 2B4 + EPEC mempunyai tingkat konsumsi ransum yang lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan grup kontrol positif. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik mampu memperbaiki konsumsi ransum pada tikus yang sakit diare dipapar oleh EPEC. Demikian juga halnya dengan pertambahan bobot badan tikus, pada tikus sehat sangat nyata lebih tinggi p0.01 dibandingkan dengan tikus sakit Tabel 6.4. Akan tetapi, pertambahan bobot badan pada grup tikus yang yang dipapar EPEC dan diberikan probiotik yaitu L. plantarum 2C12 + EPEC maupun L. acidophilus 2B4 + EPEC sangat nyata lebih tinggi p0.01 dibandingkan dengan grup tikus sakit diare dipapar EPEC tanpa pemberian probiotik kontrol positif. Hal ini didukung oleh nilai konsumsi ransum pada grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC dan grup L. acidophilus 2B4 + EPEC yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup kontrol positif. 134 Nilai efisiensi ransum menunjukkan bahwa grup tikus sehat mempunyai nilai yang lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan tikus sakit diare Tabel 6.4. Hal ini disebabkan oleh rendahnya konsumsi ransum dan juga pertambahan bobot badan yang menurun pada kelompok tikus sakit diare. Pemberian probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 pada grup tikus dipapar EPEC mampu memperbaiki nilai efisiensi ransum. Hal ini ditunjukkan oleh nilai efisiensi ransum pada grup tikus L. plantarum 2C12 + EPEC dan grup L. acidophilus 2B4 + EPEC yang lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan grup kontrol positif. L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu memperbaiki konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum tikus percobaan yang dipapar EPEC. Menurut Parvez et al. 2006, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya probiotik mampu meningkatkan penyerapan zat gizi dengan memproduksi beberapa enzim pencernaan, misalnya enzim proteolitik. Selain itu, probiotik juga mampu melepaskan sejumlah asam amino bebas dan mensintesis vitamin yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan inangnya. Hasil ini serupa dengan penelitian Oyetayo 2004, yang melaporkan bahwa probiotik L. acidophilus mampu meningkatkan bobot badan dan konsumsi ransum pada tikus yang dipapar oleh E. coli enterotoksigenik ETEC. Gross et al. 2008 juga melaporkan bahwa pemberian probiotik L. plantarum 299v mampu meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan tikus percobaan pada tikus yang terkena diare. Pengaruh Pemberian Probiotik L.plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap Total BAL Mukosa dan Isi Sekum Total BAL Mukosa Sekum Total BAL mukosa sekum menggambarkan jumlah BAL yang menempel pada mukosa sekum Tabel 6.5 dan 6.6. Kemampuan menempel BAL pada usus merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh probiotik FAOWHO 2002. 135 Tabel 6.5 Pengaruh pemberian probiotik L.plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 terhadap total BAL mukosa sekum tikus pada tikus sehat log cfucm 2 Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol negatif 5.15±0.36 b 5.56±0.30 b 6.06±0.18 b L. plantarum 2C12 6.64±0.37 a 6.08±0.52 a 6.66±0.40 a L. acidophilus 2B4 6.34±0.33 a 6.00±0.21 a 6.69±0.35 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 Pada tikus yang sehat, pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mempengaruhi total BAL mukosa sekum Tabel 6.5. Pada hari ke-7, 14 dan 21, total BAL isi sekum pada tikus kontrol negatif lebih rendah daripada tikus yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4. Kedua probiotik tersebut mampu meningkatkan total BAL mukosa sekum sebanyak 1 log cfucm 2 pada hari ke-7. Tabel 6.6 Pengaruh pemberian probiotik L.plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 terhadap total BAL mukosa sekum tikus pada tikus sakit log cfucm 2 Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol positif 5.64±0.29 b 5.23±0.21 b 6.10±0.18 b L. plantarum 2C12 + EPEC 6.60±0.19 a 5.98±0.55 a 6.90±0.36 a L. acidophilus 2B4 + EPEC 6.69±0.20 a 5.88±0.22 a 6.98±0.44 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 Total BAL mukosa sekum tikus percobaan sebelum diberikan perlakuan baseline adalah sebesar 5.59 log cfucm 2 . Berdasarkan Tabel 6.6, total BAL yang menempel pada mukosa sekum pada grup tikus sakit yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 lebih tinggi daripada kontrol positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 mampu melewati berbagai hambatan di saluran pencernaan di antaranya pH rendah di lambung dan adanya garam empedu di usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. Hal ini sesuai dengan data pengujian ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu yang 136 menunjukkan bahwa kedua probiotik tersebut mempunyai ketahanan hidup yang baik, serta mampu menempel pada permukaan usus, seperti telah dijelaskan pada Bab 4. Gross et al 2008 melaporkan bahwa populasi Lactobacillus spp. di usus halus tikus percobaan dengan pemberian probiotik L. plantarum 299v lebih tinggi 10 6 cfug daripada kontrol 10 5 cfug. Hal ini membuktikan bahwa L. plantarum mampu beradaptasi dan hidup di saluran pencernaan. Adlerberth et al. 2000 menyatakan bahwa Lactobacillus spp. menghasilkan senyawa adhesin sehingga mampu menempel pada mukosa usus. Galur Lactobacillus sebagai probiotik mampu mencegah diare yang disebabkan oleh EPEC melalui sejumlah mekanisme yang diawali dengan pencegahan translokasi EPEC ke sel epitel usus. Probiotik mampu berkompetisi dengan EPEC dalam memanfaatkan zat nutrisi penting dalam usus lalu mampu tumbuh dan mendapatkan sisi penempelan pada sel epitel usus. Setelah berhasil menempel dan berkolonisasi pada sel epitel usus, probiotik memproduksi dan mengeluarkan senyawa metabolit antimikroba asam organik dan kemungkinan bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan EPEC dan tidak mampu menempel ke sel epitel usus Lu Walker 2001. L. plantarum dilaporkan memproduksi bakteriosin yaitu plantarisin Hata et al. 2010, sedangkan L. acidophilus memproduksi bakteriosin di antaranya asidofilin Savadogo et al. 2006. Strain L. acidophilus NCFM memproduksi bakteriosin laktasin B Altermann et al. 2005. L. plantarum 2C12 memproduksi bakteriosin plantarisin yang dapat didegradasi oleh enzim protease pada media MRS broth ditambah 0.3 ekstrak khamir Arief et al. 2010. Selain itu, kemampuan koagregasi L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap EPEC seperti yang telah dilaporkan sebelumnya, membantu efektivitas penghambatan EPEC. Total BAL Isi Sekum Komposisi mikroflora isi sekum menggambarkan komposisi mikroorganisme yang terdapat pada isi makanan yang telah dicerna di usus halus yang akan menjadi feses. Sekum pada tikus merupakan tempat berlangsungnya fermentasi zat-zat makanan oleh mikroflora usus seperti halnya kolon pada usus 137 manusia Liong Shah 2006. Total BAL isi sekum menggambarkan total BAL yang ada di feses Tabel 6.7 dan 6.8. Tabel 6.7 Pengaruh pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total BAL pada isi sekum pada tikus sehat log cfug Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol negatif 8.23±0.21 b 8.53±0.40 a 8.49±0.09 b L. plantarum 2C12 8.97±0.16 a 8.92±0.33 a 8.67±0.11 a L. acidophilus 2B4 8.93±0.27 a 8.95±0.51 a 8.79±0.29 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama masing-masing pada tikus sehat atau sakit menunjukkan beda nyata p0.05 Pada tikus yang sehat, pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mempengaruhi total BAL isi sekum Tabel 6.7. Pada hari ke-7 dan 21, total BAL isi sekum pada tikus kontrol negatif lebih rendah daripada tikus yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4. Namun demikian, pada hari ke-14, total BAL isi sekum pada kontrol negatif tidak berbeda dengan tikus yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4. Tabel 6.8 Pengaruh pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total BAL pada isi sekum pada grup tikus sakit log cfug Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol positif 8.18±0.15 b 8.20±0.16 b 7.88±0.14 b L. plantarum 2C12 + EPEC 8.98±0.54 a 9.08±0.36 a 9.00±0.29 a L. acidophilus 2B4 + EPEC 8.64±0.23 a 8.67±0.38 a 8.79±0.37 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 Total BAL pada isi sekum tikus percobaan sebelum diberikan perlakuan adalah sebesar 8.18 log cfug. Total BAL isi sekum pada grup tikus sakit yang diberikan probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol positif pada hari ke-7, 14 dan 21 Tabel 6.8. Secara deskriptif, total BAL isi sekum pada tikus kontrol positif mengalami penurunan sebesar 1 log cfug pada hari ke-21 dibandingkan hari ke-7 dan hari ke- 138 14. Penurunan ini disebabkan adanya pemberian paparan EPEC mempengaruhi komposisi mikroflora dan kemungkinan menggeser populasi BAL. Total BAL isi sekum pada tikus sakit dipengaruhi oleh pemberian L. plantarum 2C12 ataupun L. acidophilus 2B4 tersebut sejak hari ke-7 setelah pemberian probiotik sampai hari ke-21. Hal ini kemungkinan disebabkan L. plantarum dan L. acidophilus mempunyai senyawa adhesin manosa pada dinding selnya yang dapat menempel pada mukosa usus Gross et al. 2008 ; Lőnenmark 2010. Kondisi ini ditunjang oleh data uji penempelan secara in vitro yang telah dilaporkan sebelumnya, yang menunjukkan L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 mampu melakukan penempelan pada permukaan usus tikus. Setelah menempel, L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu berkembang biak dengan baik di saluran pencernaan yang menyebabkan total BAL di usus termasuk di isi sekum meningkat. Pengaruh Pemberian Probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap Total E. coli Mukosa dan Isi Sekum Total E. coli Mukosa Sekum EPEC dapat menginfeksi usus halus dan menyebabkan terjadinya iritasi pada mukosa usus. Populasi E. coli pada mukosa sekum tikus percobaan ditunjukkan pada Tabel 6.8 dan 6.9. Tabel 6.8 Pengaruh pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total E. coli mukosa sekum tikus pada tikus sehat log cfucm 2 Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol negatif 5.12±0.51 b 4.80±0.89 b 5.07±0.38 b L. plantarum 2C12 4.66±0.33 a 3.11±0.85 a 4.70±0.62 a L. acidophilus 2B4 4.80 ±0.12 a 2.95±0.93 a 3.35±0.80 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 E.coli merupakan flora normal dalam saluran pencernaan Lee 2009. Gross et al. 2008 menyatakan bahwa populasi E. coli pada usus bagian ileum tikus sehat sebesar 4.6-5.8 log cfug, sedangkan pada feses adalah sebesar 7.2-8.7 139 log cfug. Pernyataan Gross et al. 2008 sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pada tikus kontrol negatif terdapat jumlah E.coli di antara 4.80 - 5.10 log cfucm 2 pada mukosa sekum. Pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 pada hari ke-7 memberikan pengaruh pada populasi E. coli mukosa sekum yang lebih rendah 1 log cfucm 2 dibandingkan kontrol negatif. Pada pemberian selama 14 dan 21 hari, L. plantarum 2C12 juga mampu menurunkan jumlah E. coli mukosa sekum sebesar 1 log cfucm 2 , sedangkan L. acidophilus 2B4 sebesar 2 log cfucm 2 dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa L. acidophilus 2B4 lebih efektif menghambat pertumbuhan E. coli di mukosa sekum daripada L. plantarum 2C12. Tabel 6.9 Pengaruh pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total E. coli mukosa sekum tikus pada tikus sakit log cfucm 2 Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol positif 5.42±0.25 b 5.32±0.80 b 6.23±0.20 b L. plantarum 2C12 + EPEC 4.25±0.41 a 4.80±0.39 a 5.62±0.35 a L. acidophilus 2B4 + EPEC 4.22±0.30 a 3.02±0.85 a 5.09±0.42 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama masing-masing pada tikus sehat atau sakit menunjukkan beda nyata p0.05 Total E. coli mukosa sekum pada tikus percobaan sebelum perlakuan baseline adalah sebesar 5.02 log cfucm 2 . Berdasarkan Tabel 6.9 dapat dilihat bahwa pada hari ke-7, populasi E. coli isi sekum pada tikus sakit yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif. Pada pemeliharaan hari ke-14, pemberian L. acidophilus 2B4 atau L. plantarum 2C12 mempengaruhi populasi E. coli yang lebih rendah sebesar 1 log cfucm 2 untuk L. plantarum 2C12 dan 2 log cfucm 2 untuk L. acidophilus 2B4 dibandingkan dengan tikus kontrol positif. Secara keseluruhan, selama 21 hari, populasi E. coli pada mukosa sekum pada tikus dipapar EPEC dan diberikan probiotik lebih rendah daripada tikus kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu menurunkan populasi E. coli pada mukosa sekum. Kedua probiotik tersebut mampu menempel pada mukosa sekum sehingga 140 menurunkan populasi E.coli. Medellin-Pena dan Griffiths 2009 melaporkan bahwa probiotik mampu menghambat kolonisasi E. coli enterohemorrhagic EHEC pada usus tikus percobaan. Kemampuan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 dalam melakukan pemblokan terhadap penempelan E. coli ke mukosa usus sangat penting untuk mencegah diare yang disebabkan EPEC. Hal ini karena EPEC mampu melakukan penempelan yang sangat kuat ke sel epitel usus melalui mekanisme pembentukan pedestal Lu Walker 2001. L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 diperkirakan mampu bersaing dengan EPEC dalam memanfatkan nutrisi dan melakukan penempelan di sel epitel usus, serta mengeluarkan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC. L. plantarum dan L. acidophilus menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli. L. acidophilus menghasilkan senyawa asam organik terutama asam laktat sebagai hasil metabolismenya yang bersifat antimikroba terhadap E. coli Reque et al. 2000. Hal ini sesuai dengan hasil uji aktivitas penghambatan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 terhadap EPEC yang disebabkan oleh adanya asam laktat yang diproduksi oleh kedua Lactobacillus tersebut, yang telah dilaporkan sebelumnya. Secara umum, L. acidophilus 2B4 mampu menurunkan total E. coli mukosa sekum tikus percobaan lebih baik dibandingkan dengan L. plantarum 2C12. Hal ini kemungkinan terkait dengan kemampuan L. acidophilus 2B4 yang lebih mampu bertahan pada kondisi garam empedu dan koagregrasi terhadap EPEC yang lebih baik dibandingkan dengan L. plantarum 2C12. Ketahanan terhadap garam empedu yang tinggi 90.93 menyebabkan populasi L. acidophilus 2B4 mampu melewati doudenum dan sampai pada sekum, yang selanjutnya mampu tumbuh di sekum. Setelah itu, L. acidophilus 2B4 mampu berkoagregasi terhadap EPEC dan memproduksi senyawa antimikroba yang mampu menghambat EPEC. Selain itu, kemampuan penghambatan E. coli oleh L. acidophilus 2B4 juga disebabkan oleh pengaruh status imun tikus yang lebih baik dibandingkan dengan pengaruh pemberian L. plantarum 2C12. Data yang menggambarkan status imun dijelaskan lebih lanjut pada Tabel 6.12 dan 6.13. 141 Total E. coli Isi Sekum Kejadian diare dapat disebabkan oleh tingginya populasi E coli patogen pada isi sekum. Pada populasi E. coli patogen yang lebih tinggi daripada 8.5 log cfugram feses maka akan terjadi diare kronis Medellin-Pena Griffiths 2009. Pada grup tikus yang dipapar oleh EPEC tanpa pemberian probiotik kontrol positif, kejadian diare dengan feses lembek muncul pada hari ke-14 dan berlangsung sampai pada hari ke-21 dengan populasi E. coli mencapai di atas 8 log cfug, namun dengan adanya pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4, maka populasi E.coli isi sekum pada grup tikus sakit, dapat ditekan pada populasi 6 dan 7 log cfug, sehingga tidak terjadi diare parah walaupun dipapar oleh EPEC Tabel 6.10 dan 6.11. Tabel 6.10 Pengaruh pemberian probiotik L.plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total E. coli isi sekum tikus pada tikus sehat log cfug Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol negatif 8.34 ±0.65 8.28 ±0.08 a 8.89±0.35 a L. plantarum 2C12 8.07±0.12 7.01±0.77 b 7.99±0.03 b L. acidophilus 2B4 8.08±0.21 6.30±0.61 b 7.26±0.61 b Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 Pada tikus sehat, pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 selama 7 hari tidak berpengaruh terhadap jumlah E. coli isi sekum pada tikus percobaan, namun pemberian selama 14 hari dan 21 hari nyata berpengaruh yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya populasi E. coli isi sekum dibandingkan dengan tikus kontrol negatif. Pemberian L. plantarum 2C12 selama 14 dan 21 hari menurunkan jumlah E. coli isi sekum sebesar 1 log cfug, sedangkan L. acidophilus 2B4 mampu menurunkan E. coli sebesar 2 log cfu g pada hari ke-14 dan 1 log cfug pada hari ke 21 Tabel 6.10. 142 Tabel 6.11 Pengaruh pemberian probiotik L.plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 terhadap total E. coli isi sekum tikus pada tikus sakit log cfug Perlakuan Hari pemeliharaan ke- Grup 7 14 21 kontrol positif 8.35±0.47 b 8.60±0.13 c 8.96±0.51 b L. plantarum 2C12 + EPEC 7.72±0.41 a 7.86±0.20 b 7.90±0.57 a L. acidophilus 2B4 + EPEC 7.54±0.10 a 6.72±0.59 a 7.97±0.07 a Superskrip huruf yang berbeda kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05 Total populasi E. coli pada isi sekum tikus percobaan sebelum perlakuan baseline adalah sebesar 8.18 log cfug. Pada tikus sakit karena dipapar EPEC, pemberian probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu menurunkan total E.coli isi sekum secara nyata p0.05 pada hari 14 dan 21 Tabel 6.11. Pada hari ke-14, pemberian L. acidophilus 2B4 mampu mneurunkan E. coli sebesar 2 log cfug dibandingkan dengan kontrol positif, sedangkan L. plantarum 2C12 mampu menurunkan E. coli isi sekum sebesar 1 log cfug. Hal ini menunjukkan bahwa L. acidophilus 2B4 lebih efektif menghambat pertumbuhan E. coli daripada L. plantarum 2C12. Data ini sesuai dengan data populasi E. coli mukosa sekum pada tikus sakit Tabel 6.9. Pada grup kontrol positif, populasi E coli semakin meningkat sampai hari ke-21. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian paparan EPEC yang berkaitan dengan kondisi diare. Jumlah E. coli yang meningkat tersebut juga disebabkan oleh EPEC yang dipaparkan mampu hidup sampai mencapai sekum dan kemungkinan mampu menempel pada mukosa sekum yang akhirnya menyebabkan tikus mengalami diare dengan feses yang lembek Tabel 6.3. Sebaliknya, pada tikus dipapar EPEC dan diberikan probiotik, populasi E. coli lebih rendah daripada kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa probiotik L. plantarum 2C12 maupun L. acidophilus 2B4 mampu menurunkan populasi E. coli pada isi sekum dengan baik, juga ditandai dengan feses tidak lembek Tabel 6.3. Dengan demikian, pemberian probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 dapat dinyatakan efektif mencegah kejadian diare. Total E. coli yang dihitung pada penelitian ini merupakan total E. coli fekal, yang tidak secara khusus menghitung populasi EPEC. Walaupun pada grup kontrol negatif, total E. coli pada hari ke-21 tidak berbeda dengan grup kontrol 143 positif, namun grup kontrol negatif tidak mengalami diare sedangkan grup kontrol positif mengalami diare yang ditandai dengan feses yang lembek, berlendir dan kadar air yang tinggi 60. Hal ini disebabkan oleh galur E. coli yang berada di saluran pencernaan pada grup tikus kontrol negatif dan kontrol positif yang berbeda. E. coli merupakan bakteri yang sebagian galurnya bersifat patogen namun sebagian yang lain bersifat non patogen. E. coli non patogen merupakan mikroflora normal saluran pencernaan terutama di sekum dan kolon, dan tidak menyebabkan kejadian diare Lee 2009. Pada grup kontrol positif, kemungkinan besar total E.coli yang terhitung adalah gabungan antara E. coli non patogen dan EPEC yang sengaja dipaparkan pada penelitian ini, yang didominasi oleh EPEC, sedangkan total E. coli yang dihitung grup kontrol negatif sebagian besar merupakan E. coli non patogen yang merupakan flora normal di usus. Hal inilah yang menyebabkan total E. coli yang dihitung pada isi sekum grup kontrol negatif tidak berbeda dengan grup kontrol positif, namun dampak yang diakibatkannya sangat berbeda yaitu grup tikus kontrol negatif tidak mengalami diare namun grup kontrol positif mengalami diare. Hasil ini sesuai dengan studi Gross et al. 2008 yang melaporkan bahwa pada ileum tikus yang diare dan diberikan probiotik L. plantarum 299v ditemukan jumlah Lactobacillus sebanyak 6.7 log cfug, dan total Lactobacillus pada feses sebesar 10.6 log cfug, total E. coli sebesar 4.6 log cfug pada isi ileum dan 8.7 log cfug di feses. Pada tikus yang tidak diare dan tidak diberikan L. plantarum 299v, terdapat populasi E. coli sebesar 8.7 log cfug pada feses dan 4.9 log cfug pada isi usus bagian ileum. Hal ini membuktikan bahwa E. coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat dalam saluran pencernaan. Pengaruh Probiotik terhadap Jumlah Sel Limfosit Sel limfosit adalah sel darah putih atau leukosit yang berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µm. Sel limfosit selain terdapat di dalam darah perifer, juga terdapat pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe dan thimus. Limfosit berjumlah sekitar 30 dari persentase normal sel darah putih. Sel 144 limfosit memiliki fungsi yang kompleks dengan fungsi utama adalah memproduksi antibodi atau sebagai efektor khusus dalam menanggapi antigen yang terikat oleh makrofag. Sel limfosit T merupakan 65-85 dari semua limfosit dalam sirkulasi. Di bawah mikroskop, morfologi sel limfosit T tidak dapat dibedakan dengan sel limfosit B. Sel limfosit T mensekresikan berbagai limfokin yang berperan sebagai mediator dalam sistem imunitas, sedangkan sel limfosit B memproduksi antibodi Roitt 1994. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi sel limfosit selama pemeliharaan tikus percobaan, kemudian dihitung jumlahnya. Jumlah sel limfosit yang diisolasi dari limpa tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 6.12 dan 6.13. Tabel 6.12 Pengaruh pemberian probiotik terhadap jumlah sel limfosit tikus percobaan pada tikus sehat x 10 6 sel Perlakuan Hari pemeliharaan ke- grup 7 14 21 kontrol negatif 2.15 ± 1.01 b 47.96 ± 5.74 112.19 ±10.30 L. plantarum 2C12 13.20 ± 1.79 a 48.98 ± 21.58 148.62 ± 49.98 L. acidophilus 2B4 13.04 ± 1.88 a 50.25 ± 5.62 152.31 ± 23.83 Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05. Pada tikus sehat, pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu meningkatkan jumlah sel limfosit setelah pemberian selama 7 hari dibandingkan dengan kontrol negatif Tabel 6.12. Namun demikian, jika pemberian dilanjutkan sampai 14 dan 21 hari, L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tidak berpengaruh terhadap jumlah sel limfosit dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sistem imun alami pada tubuh tikus sehat. Roitt 1999 menyatakan bahwa seiring dengan peningkatan umur dan masa pertumbuhan maka sel-sel imun akan semakin meningkat, termasuk di antaranya sel limfosit baik limfosit T maupun B. 145 Tabel 6.13 Pengaruh pemberian probiotik terhadap jumlah sel limfosit tikus percobaan pada tikus sakit x 10 6 sel Perlakuan Hari pemeliharaan ke- grup 7 14 21 kontrol positif 4.22 ± 2.45 b 30.72 ±14.29 c 59.19 ± 24.81 b L. plantarum 2C12 + EPEC 13.80 ± 2.90 a 85.84 ± 17.84 b 92.85 ±8.97 a L. acidophilus 2B4 + EPEC 24.17 ± 9.09 a 102.51 ± 6.75 a 103.10 ± 29.59 a Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata p0.05. Jumlah sel limfosit sebelum dimulai perlakuan baseline adalah sebesar 2.01 x 10 6 sel. Pada tikus sakit, pemberian probiotik selama tujuh hari memberikan pengaruh terhadap status imun. Total limfosit pada grup tikus yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 nyata lebih tinggi p0.05 dibandingkan dengan kontrol positif pada hari ke-7 Tabel 6.13. Pada hari ke-14, setelah dipapar EPEC selama tujuh hari, pemberian probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 memberikan pengaruh nyata yang mampu meningkatkan total limfosit dibandingkan dengan kontrol positif. L. acidophilus 2B4 terbukti lebih mampu meningkatkan sel limfosit dibandingkan dengan L. plantarum 2C12. Akibatnya, dengan status imun yang lebih baik pada grup tikus dipapar EPEC dan diberikan L. acidophilus 2B4 dibandingkan dengan L. plantarum 2C12, yang berdampak secara sistematis pada populasi E. coli mukosa dan isi sekum pada grup tikus dipapar EPEC dan diberikan L. acidophilus 2B4 yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan pemberian L. plantarum 2C12, pada hari ke-14 Tabel 6.9 dan 6.11. Pada hari ke-21, yaitu 7 hari setelah pemberian EPEC dihentikan, pemberian L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 masih berpengaruh terhadap status imun. Total sel limfosit pada tikus sakit yang diberikan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 lebih tinggi daripada kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik terbukti mampu meningkatkan status imun pada tikus yang dipapar EPEC, dari 10 6 sel menjadi 10 7 – 10 8 sel Status imun yang baik ini mampu berperanan sangat penting dan berkorelasi positif dengan penghambatan E. coli baik pada mukosa maupun isi sekum Tabel 6.9 dan 6.11. Probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 secara 146 signifikan mampu meningkatkan kondisi imun tubuh tikus untuk mencegah serangan infeksi EPEC, dengan demikian dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai sifat sebagai imunomodulator. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bujalance et al. 2007 yang melaporkan bahwa pemberian L.plantarum selama 25 hari mampu meningkatkan total sel limfosit sebesar 10 8 sel dari kondisi normal sebesar 10 6 sel pada tikus yang terkena defisiensi imun. Probiotik mampu memodulasi sistem imun sejak adanya interaksi antara probiotik dengan sel epitel usus. Sistem imun innate non humoral dan humoral dimulai dengan adanya toll-like receptors TLRs yang mengenali struktur lipopolisakarida dan asam lipoteikhoat dinding sel bakteri probiotik yang akhirnya memicu mekanisme pertahanan imunologikal, seperti memproduksi sitokin. TLRs juga diekspresikan melalui stimulasi makrofag, sel dendritik dan sel limfosit B Vasiljevic Shah 2008. Beberapa peneliti melaporkan bahwa konsumsi BAL genus Lactobacillus mampu meningkatkan sistem imun seluler dan humoral diantaranya peningkatkan populasi dan proliferasi sel limfosit, produksi sitokin interferon- γ IFN- γ, interleukin-10 IL-10, sel imun Th, serta imunoglobulin IgA, IgE, IgG serta IgM Aattouri et al 2008. Kimura et al. 2006 juga menemukan bahwa L. plantarum yang diisolasi dari susu fermentasi Mongolia mampu berperan sebagai imunomodulator, baik secara humoral maupun seluler, dengan meningkatkan aktivitas IL-12, INF- γ, IgM, IgG dan IgA. Selain itu L. plantarum juga mampu menempel di sel enterosit usus manusia Caco-2 secara in vitro, serta mampu bertahan hidup pada kondisi pH rendah dan garam empedu saluran pencernaan. Hal itu menunjukkan L. plantarum bersifat sebagai probiotik yang mempunyai keunggulan sifat fungsional imunomodulator Kimura et al 2006. L. acidophilus dan L. plantarum mampu meningkatkan sistem imun dengan jalan memproduksi IL-10 Vasiljevic Shah 2008. SIMPULAN Pemberian probiotik L .plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi ransum pada tikus yang dipapar EPEC dibandingkan dengan tikus tanpa pemberian 147 probiotik. Total BAL mukosa dan isi sekum pada kelompok tikus yang dipapar EPEC dan diberi probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus diare tanpa diberi probiotik sebesar 1 log cfu di mukosa dan isi sekum. Kedua galur probiotik tersebut juga terbukti efektif menurunkan populasi E.coli sebesar 1-2 log cfucm 2 pada mukosa sekum dan 1 log cfug pada isi sekum, sehingga diare dapat dicegah yang ditandai dengan kadar air feses yang rendah 60. L. acidophilus 2B4 lebih efektif menghambat E. coli daripada L. plantarum 2C12. Selain itu, pemberian L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 mampu meningkatkan status imun tikus yang dipapar EPEC yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel limfosit. L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tersebut berpotensi memiliki fungsi kesehatan dengan kemampuan menurunkan populasi E. coli pada saluran pencernaan dan bersifat imunomodulator pada tikus diare yang disebabkan oleh EPEC. DAFTAR PUSTAKA Aattouri N, Bouras M, Tome D, Marcos A, Lemonnier D. 2002. Oral ingestion of lactic acid bacteria by rats increases lymphocyte proliferation and interferon- γ production. Braz J Nutr 87: 367-373. Altermann E et al. 2005. Complete genome sequence of the probiotic lactic acid bacterium Lactobacillus acidophilus NCFM. PNAS published online doi : 10.1073pnas.0409188102. AOAC Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis. Washington, DC. Adlerberth I, Cerquetti M, Poilane I, Wold A, Collignon A. 2000. Mechanisms of colonization and colonization resistance of the digestive tract. Part 1: bacteriahost interactions. Microbial Ecol in Health and Disease. 2 : 223- 239. Agostoni C et al. 2004. Probiotic bacteria in dietetic products for infants : a commentary by the ESPHGHAN Committee on Nutrition. J.Pediatr Gastroenterol.Nutr. 28 : 365-374. Arief II, Jenie BSL, Jakaria, Fujiyama K. 2010. Isolation and characterization of Plantaricin 2C12 : bacteriocin produced by indigenous Lactobacillus plantarum 2C12. [abstract] International seminar PATPI “Emerging Issues 148 and Technology Development in Food and Ingredient”. Jakarta 29-30 September 2010. Arief II, Maheswari RRA, Suryati T, Komariah, Rahayu S. 2008. Kualitas mikrobiologi sosis fermentasi daging sapi dan domba yang menggunakan kultur kering Lactobacillus plantarum 1B1 dengan umur yang berbeda. Med Pet 31: 36-43. Asaduzzaman SM, Sonomoto K. 2009. Lantibiotics : Diverse activities and unique modes of action . J Biosci Bioeng 107 : 475-487. BAM Bacteriological Analytical Methods Online. 2002. http:www.cfsan.fda.gov~ebam.html . [7 Agustus 2009] Budiarti S. 1997. Pelekatan pada sel HEp-2 dan keragaman serotype Escherichia coli enteropatogen isolat Indonesia. BI Ked 29 : 105-109. Bujalance C, Moreno E, Jimenes-Valera M, Ruiz-Bravo A. 2007. A probiotic strain of Lactobacillus plantarum stimulates lymphocyte responses in immunologically intact and immunocomprimised mice. Int J Food Microbiol 113: 28-34. Departemen Kesehatan Depkes RI. 2002. Kepmenkes RI tentang Pedoman P2D. Dow MA et al. 2006. Phenotypic and genetic characterization of enteropathogenic Escherichia coli EPEC and enteroaggregrative E. coli EAEC from diarhhoeal and non-diarrhoeal children in Libya. Comp Immun Microbio Infect Dis 29: 100-113. Erkilla S, Petaja E. 2000. Screening of commercial meat starter cultures at low pH and in the presence of bile salts for potential probiotic use. Meat Sci 55 : 297-300. FAO WHO. 2002. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. Report of Joint FAOWHO Working Group on drafting Guidelines for the evaluation of probiotics in food. London Ontario, Canada. Fitrial Y. 2009. Analisis potensi biji dan umbi teratai Nymphaea pubescens wild untuk pangan fungsional prebiotik dan antibakteri Escherichia coli enteropatogenik K.1.1. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Gross G et al. 2008. Probiotic Lactobacillus plantarum 299v does not counteract unfavorable phytohematoglutinin-induced changes in the rat intestinal microbiota. Appl Environ Microbiol 74 : 5224-5249. Hartanti AW. 2010. Evaluasi aktivitas antidiare isolat Lactobacillus dari air susu ibu. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 149 Hata T, Tanaka R, Ohmomo S. 2010. Isolation and characterization of plantaricin ASM 1 : a new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. Int J Food Microbiol 137 :94-99. Lee YK. 2009. Probiotic Microorganisms. Di dalam : Handbook of Probiotic and Prebiotics. 2 nd edition. Yuan Kun Lee and Seppo Salminen editor. John Wiley Sons, Inc. Liong MT, Shah NP. 2006. Effects of a Lactobacillus casei synbiotic on serum lipoprotein, intestinal microflora and organic acids in rats. J Dairy Sci 89 :1390-1399. Ljubovic AD, Hukic M, Belic D, Zvizdic A. 2009. Frequency and distribution of diarhoegenic Escherichia coli strains isolated from pediatric patients with diarhoe in Bosnia and Herzegonivea. Braz J Basic Medical Sci 9 : 148- 155. Lőnenmark E. 2010. Lactobacilli in the normal microbiota and probiotic effects of Lactobacillus plantarum. [Dissertation]. Department of Infectious Medicine Sahlgrenska Academy University of Gothenburg. Sweden. Lu L, Walker WA. 2001. Pathologic and physiologic interactions of bacteria with the gastrointestinal epithelium. Am J Clin Nutr 73 suppl ; 1124S-1130S. Kelleher S, Casas I, Carbaja N, Lonnedal B. 2002. Supplementation of infant formula with the probiotic Lactobacillus reuteri and zinc : impact on enteric infection nutrition in infant rhesus monkeys. J Pediatr Gastroenterol Nutr 35 : 162-168. Kimura M, Danno K, Yasui H. 2006. Immunomodulatory function and probiotic properties of lactic acid bacteria isolated from Mongolian fermented milk. Biosci Microflora 25 : 147-155. Medellin-Pena MJ, Griffiths MW. 2009. Effects of molecules secreted by Lactobacillus acidophilus strain La-5 on Escherichia coli O157:H7 Colonization. Appl Environ Microbiol 75 : 1165-1172 Moulay M, Aggad H, Benmechernene Z, Guessas B, Kihal M. 2006. Cultivable lactic acid bacteria isolated from Algerian raw goat’s milk and their proteolytic activity. World J Dairy Food Sci. 1: 12-18 Nitisinprasert S, Pungsungworn N, Wanchaitanawong P, Loiseau G, Montet D. 2006. In vitro adhesion assay of lactic acid bacteria, Escherichia coli and Salmonella sp. by microbiological and PCR methods. Songklanakarin J Sci Technol 28 suppl.1 : 99-106. Oyetayo VO. 2004. Performance of rats orogastrically dosed with faecal strains of Lactobacillus acidophilus and challenged with Escherichia coli. Afr J Biotechnol 3 : 409-411. 150 Parvez S, Malik KA, Kong SA, Kim HY. 2006. Probiotics and their fermented food products are beneficial for health. Review article. J App Microbiol 100: 1171-1185. Reque EF, Pandey A, Franco SG, Soccol CR. 2000. Isolation, identification and physiological study of Lactobacillus acidophilus LPB for use as probiotic in chickens. Braz J Microbiol 31 : 303-307. Roitt I. 1994. Essential Immunology. 8 th Edition. Blackwell Science Limited, Oxford. Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria. Microbiology and Functional Aspects. 2 nd Edition, Revised and Expanded. New York : Marcell Dekker, Inc., Savadogo A, Outtara CAT, Bassole IHN, Traore AS. 2006. Bacteriocins and lactic acid bacteria – a minireview. Afr J Biotechnol. 5: 678-683. Spehlmann ME et al. 2009. CXCR2-dependent mucosal neutrophil influx protects against colitis-associated diarrhea caused by an attachingefficacing lesion-forming bacterial pathogen. J Immunology 183: 3333-3343. Steel RGD, Torrie JT. 1995. Principles and Procedur of Statistic. A Biometrical Approach. 2 nd Ed. Mc.Graw Hill International Book Co., London. Tamang B, Schilinger U, Franz CAMP, Gores M, Holzapfel WH. 2008. Phenotytpic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from ethnic bamboo tender shoots of North East India. Int J Food Microbiol 121 : 35-40. Vasiljevic T, Shah NP. 2008. Probiotic - from Metchnikoff to bioactives. Int Dairy J 18 : 714-728. 151

7. PEMBAHASAN UMUM