5. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu Cuma menerima upah sebagian kecil saja dari
pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pellindung dan lain-lain.
Dengan kata lain, ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.
f. Reaksi Sosial Terhadap Pekerja Seks Komersial PSK Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan pelacuran, maka
semakin luas menyebar prostitusi tersebut Kartono, 2010: 208. Sikap reaktif dari masyarakat luas atau reaksi sosialnya bergantung pada empat faktor;
1. Derajat penampakan atau fisibilitas tingkah laku; yaitu menyolok tidaknya perilaku immoril para pelacur atau dengan bahasa lain tingkah
laku amoral yang sangat mencolok. 2. Besarnya pengaruh yang mendemoralisir lingkungan sekitarnya.
3. Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor Syphilis dan Gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortur serta kematian
bayi-bayi. 4. Pola kultural: adat istiadat, norma-norma susila dan agama yang
menentang pelacuran yang sifat represif dan memaksakan. 5. Reaksi sosial itu bisa bersifat menolak sama sekali, dan mengutuk keras
dan memberikan hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bodoh dan acuh tak acuh serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa
bercampur rasa benci, ngeri, jijik, takut dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan merasa senang, memuji-muji,
mendorong dan simpati.
4. Kajian Pustaka
Berbagai hasil penelitian terdahulu yang mengkaji tentang pekerja seks komersial telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain oleh Sri
Handayani 2010 dan Penelitian yang dilakukan Nanang Setiawan 2013.
Penelitian-penelitian tersebut memberikan hasil dan teori yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kajian yang sejenis.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani 2010, yang mengkaji tentang Ektifitas Program Pembinaan Eks Wanita Tuna Susila
mengemukakan upaya yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta dalam pembinaan Eks Tuna Susila melalui
rehabilitasi sosial, dan hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa kegiatan yang dilaksanakan Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”
Surakarta adalah bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, dan bimbingan keterampilan, hasil kegiatan menjukan adalnya perubahan sikap
dan tingkah laku serta mempunyai kemampuan untuk memahami dan menguasai keterampilan yang diperoleh yang ditunjukan dengan hasil
maksimal; mempunyai kemampuan untuk tidak kembali lagi menjadi WTS; mempunyai kemampuan untuk hidup dengan pasangan yang sah dan
bertanggung jawab tetapi sayangnya kurang dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Berdasarkan data- data yang dikumpulkan di lapangan disimpulkan program pembinaan melalui rehabilitasi sosial sudah cukup efektif tetapi ada
perbaikan untuk program selanjutnya dan juga dalam melalukan bimbingan lanjut kepada eks WTS yang telah melakukan proses rehabilitasi.
Penelitian yang dilakukan Nanang Setiawan 2013, yang mengkaji tentang
Rehabilitasi Pekerja Seks Komersial melalui Pelatihan
Keterampilan di Lokalisasi Sunan Kuning Semarang. Dalam penelitian tersebut menjelaskan mengenai bahwa perlu diberi pelatihan keterampilan
yang berupaya merehabilitasi pekerja seks komersial dan dapat diterima kembali di masyarakat dan bisa menyiapkan masa depan dengan
keterampilan yang sudah diperoleh. Keterampilan diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap warga belajar dibidang yang sesuai
dengan kebutuhan, bakat dan minatnya sehingga memiliki bekal untuk bekerja secara mandiri untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah 1 bagaimana bentuk pelatihan keterampilan pekerja seks komersial di
lokalisasi Sunan Kuning Semarang; 2 apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam proses pelatihan keterampilan pekerja seks komersial di
lokalisasi Sunan Kuning Semarang. Tujuan utama penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bentuk pelatihan keterampilan pekerja seks komersial dan
faktor pendorong dan penghambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelatihan keterampilan
pekerja seks komersial dengan pelatihan keterampilan salon, kegiatan yang diajarkan meliputi, perawatan rambut dan perawatan wajah. Perawatan
rambut meliputi cara memotong rambut, pewarnaan rambut, creambath, hair mask, rebonding. Perawatan wajah meliputi facial dan rias wajah. Faktor
yang mendukung proses pelatihan keterampilan adalah mendapat dana dari pemerintah, adanya tutor dalam pelatihan keterampilan, dan dukungan dari
resos dan tutor dalam pelaksanaan tes. Faktor yang menghambat proses pelatihan keterampilan adalah tidak disetujuinya oleh bapak ibu asuh dari
pekerja seks komersial, pekerja seks komersial yang kurang serius mengikuti pelatihan keterampilan, dan kurang menguasai materi yang diberikan.
5. Kerangka Berpikir