Model Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan Pada Ekosistem Mangrove Di Wonorejo, Kota Surabaya
MODEL MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT
BERKELANJUTAN PADA KAWASAN MANGROVE DI KOTA
SURABAYA
LUTHFIA ZAHRA ZEN
PROGRAM STUDI ILMU PENGELOLAAN HUTAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan tesis berjudul Model Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Luthfia Zahra Zen E151130041
(3)
RINGKASAN
LUTHFIA ZAHRA ZEN. Model Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN dan NYOTO SANTOSO.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat, merupakan salah satu hal yang penting dalam upaya penyelamatan ekosistem mangrove. Tujuan mendasar didalam pengelolaan hutan adalah memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat. Masyarakat merupakan bagian dari ekosistem yang tidak dapat terpisahkan. Pada hakekatnya sumber daya alam akan lestari, apabila dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, terlebih apabila sumber daya tersebut dapat menjadi sumber mata pencaharian utama yang berkelanjutan. Sehingga, SDA akan lestari bergantung pada masyarakat itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model mata pencaharian masyarakat secara berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo. Ekosistem mangrove Wonorejo memiliki permasalahan tersendiri, karenai terletak di pesisir kota metropolitan Surabaya, dimana pembangunan dan pemanfaatan lahan secara besar-besaran dilakukan di wilayah Wonorejo tanpa memperhatikan masyarakat setempat. Penelitian ini ditujukan untuk melihat potensi keberlanjutan mata pencaharian masyarakat sebagai dasar untuk pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat. Mata pencaharian berkelanjutan yang dimaksud adalah jenis mata pencaharian massyarakat yang ada di Wonorejo diantaranya petani tambak, petani mangrove, dan nelayan harian, yang mana mata pencaharian ini dapat dikembangkan sebagai mata pencaharian yang dapat memberikan nilai manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Sasaran responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bermatapencaharian pada ekosistem mangrove di Wonorejo dan stakeholder yang terkait dengan total 30 responden terdiri dari: petani tambak (15 responden); nelayan harian (2 responden); petani mangrove (2 responden); LSM (1 responden) Dinas dan lembaga yang tergabung dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah (10 responden).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi mata pencaharian berkelanjutan adalah petani mangrove, petani tambak dan nelayan harian dengan status cukup berkelanjutan. Mata pencaharian ini dapat dikatakan cukup berkelanjutan berdasarkan hasil analisis RAP-Livelihood pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi sarana dan prasarana serta kelembagaan. Pada masing-masing mata pencaharian, masyarakat memiliki kelompok masyarakat yang terbentuk berdasarkan profesi yang ditekuni. Kelompok masyarakat ini memiliki peran yang aktif dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Kegiatan kelompok masyarakat di Wonorejo memanfaatkan keterampilan yang dimilikinya diantaranya: pelatihan pembibitan, penanaman yang bekerjasam dengan mitra, fasilitator pendidikan lingkungan, pelatihan pengolahan makanan dari buah mangrove, dan lainnya. Kegiatan-kegiatan seperti ini tidak hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, akan tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat lainnya dan perekonomian masyarakat.
(4)
Keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pada ekosistem mangrove di Wonorejo bergantung pada peran pemangku kepentingan. Berdasarkan hasil analisis pemangku kepentingan pemeran kunci dari keberlanjutan mata pencaharian di Wonorejo adalah BKSDA Provinsi Jawa Timurr, Dinas Pertanian Kota Surabaya, dan investor. BKSDA Jawa Timur diberikan mandat untuk dapat melakukan pengelolaan secara esensial di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, kawasan ekosistem esensial, memiliki fungsi sebagai konservasi, pendidikan, penunjang ekonomi bagi masyarakat, dan ekowisata. Untuk Dinas Pertanian Kota Surabaya, instansi ini memiliki wewenang dalam pengelolaan lahan yang berada di ekosistem mangrove Wonorejo. Sehingga pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan bisa berjalan dengan baik apabila Dinas Pertanian Kota Surabaya memiliki kebijaksaan yang tepat dalam mengelola dan memberikan izin terhadap pengelolaan lahannya. Sesuai mandat Peraturan daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 mengenai tata ruang wilayah. Selain dari kalangan pemerintahan, investor (swasta) juga memiliki pengaruh dan kepentingan yang kuat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove di Wonorejo yang berhubungan dengan pembangunan dan infrastruktur.
Para pemangku kepentingan yang memilki peran yang strategis dalam melakukan pengelolaan ekosistem mangrove Wonorejo dapat melakukan kerjasama untuk mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan. Pengelolaan secara berkelajutan ini sesuai dengan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2012, yang mana pengelolaan wilayah pesisir yang mencakup ekosistem mangrove dikelola secara terpadu dan berkelanjutan untuk mensejahterakan masyarakat. Untuk mewujudkan terlaksananya peraturan tersebut dapat dilakukan dengan mensinergikan kepentingan antar golongan. Salah satunya dengan menerapkan konsep ekowisata berbasis mata pencaharian masyarakat.
Strategi pengembangan ekowisata mangrove berbasis mata pencaharian masyarakat dilakukan dengan analisis SWOT. Hasil analisis SWOT menunjukkan alternatif strategi yang dirumuskan yaitu dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Startegi ini adalah dengan menghentikan alih fungsi lahan yang bersifat komersil (pembangunan perumahan dan bangunan), serta pemanfaatan sumber daya alam dengan memanfaatkan keterampilan yang dimliki oleh masing-masing kelompok masyarakat. Hasil pemilihan strategi tersebut dapat dijadikan pedoman dalam memodelkan mata pencaharian masyarakat berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo.
Berdasarkan potensi yang ada model mata pencaharian masyarakat di Wonorejo akan semakin berkelanjutan apabila memadukan konsep wisata penelitian yang memanfaatkan keterampilan yang dimiliki oleh kelommpok masyarakat petani mangrove serta petani tambak dan wisata alam yang memanfaatkan keindahan alam yang ada. Model pengelolaan ini juga dapat mendukung terlaksanaya Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007. Sehingga, model mata pencaharian ini diharapkan dapat memfasilitasi seluruh kepentingan stakeholder.
(5)
SUMMARY
LUTHFIA ZAHRA ZEN. The Sustainable People Livelihood Models in Mangrove Ecosystem at Wonorejo, City of Surabaya. Supervised by DUDUNG DARUSMAN and NYOTO SANTOSO.
The sustainability of natural resource utilization for community welfare is an important things for mangrove ecosystem's protection. The fundamental objective in forest management is to obtain maximum benefit for the community. Society is part of an ecosystem that can not be separated. In fact, the natural resources will be sustainable, if it can provide benefits to the community, especially if the resource can be a major source of sustainable livelihood . Thus, the natural resources will depend on the sustainable society itself.
This study aims to formulate a model of sustainable community livelihoods in the mangrove ecosystem in Wonorejo. Wonorejo mangrove ecosystem has its own problems, because it located in the coastal metropolis of Surabaya, where development and land use on a large scale in the region Wonorejo done without regard to the local community. This study aimed to assess the potential sustainability of the livelihoods of the people as the basis for community-based management of mangrove ecosystems. Sustainable livelihoods in question is the type of livelihood in Wonorejo including fishpond farmers, mangrove farmers and daily fisherman, which livelihoods can be developed as a livelihood that can provide value ecological, economic, and social aspect. Target respondents in this study is that people who live in the mangrove ecosystem in Wonorejo and stakeholders associated with a total of 30 respondents composed of: fishpond farmers (15 respondents); daily fisherman (2 respondents); mangrove farmers (2 respondents); Non Governmental Organization (1 respondent), Department and agencies that are members of the Working Group on Regional Mangrove (10 respondents).
The results showed that the mangrove farmers, fishpond farmers and daily fishermen can be developed into sustainable livelihoods with sufficient status. Those livelihood can be quite sustainable based on the results of the analysis of RAP-Livelihood on the dimensions of the ecological, economic, social, technological and institutional infrastructure. In each of livelihood, people have formed community groups based on professions occupied. These communities have an active role in the management of mangrove ecosystems. Activities of community groups in Wonorejo utilize its skills include: training nursery, planting cooperated with partners, facilitators of environmental education, training of food processing mangrove from fruit, and more. Such activities not only benefit the environment, but also provide other benefits to society and the economy aspect.
The sustainability of people's livelihood in the mangrove ecosystem in Wonorejo depend on the role of stakeholders. Based on the results of the stakeholder analysis of the key actors in sustainable livelihood Wonorejo is BKSDA Jawa Timur, Surabaya City Agriculture Office, and investors. BKSDA Jawa Timur given a mandate to be able to do essentially the management of mangrove ecosystems in the region Wonorejo. Based on Government Regulation No. 28 of 2011, essential ecosystem areas has a function as conservation, education, economic support for the community, and ecotourism. Agriculture
(6)
Department of Surabaya, has the authority in the management of land located in the mangrove ecosystem Wonorejo. So, the management of mangrove ecosystems in a sustainable manner can work well if the Agriculture Department has the right policy to manage and giving the permission to land management. Local regulations as mandated by the city of Surabaya No. 3 of 2007 about spatial territory. Apart from the government circle, investors (private) also had a strong influence and interests of the management of mangrove ecosystems in Wonorejo related to construction and infrastructure.
Stakeholders who have a strategic role in managing the mangrove ecosystem in Wonorejo may cooperate to achieve sustainable management . This management accordance with the mandate of this Government Regulation No. 73 of 2012, which includes coastal management of mangrove ecosystems are managed in an integrated and sustainable for the public welfare. To realize the implementation of the legislation, can be done with the synergy of interests among groups. One of them is to apply the concept of ecotourism-based livelihoods.
Mangrove ecotourism development strategy based on the people's livelihood is done with SWOT analysis. SWOT analysis shows that an alternative strategy formulated by utilizing the strength to overcome the threat. This strategy is to stop land conversion of a commercial character (construction of housing and buildings), as well as the use of natural resources by utilizing the skills possessed by each community. The election results of these strategies can be used as guidelines to modeling sustainable community livelihoods in the mangrove ecosystem in Wonorejo.
Based on the existing potential, models of people's livelihood in Wonorejo will be more sustainable if combining edutourism concept that utilizing the skills possessed by mangrove farmers community, fishpond farmers and also ecotourism that utilizes existing natural beauty. This management model can also support the implementation of Surabaya City Regional Regulation No. 3 of 2007. Thus, the model of livelihoods are expected to facilitate all stakeholders' interests. Key words : mangrove, livelihood, sustainable management, RAPFISH.
(7)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(8)
MODEL MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT
BERKELANJUTAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI
WONOREJO, KOTA SURABAYA
LUTHFIA ZAHRA ZEN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
PROGRAM STUDI ILMU PENGELOLAAN HUTAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
(9)
Judul : Model Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan Pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya
Nama : Luthfia Zahra Zen
NIM : E 151 130 041
Program Studi : Ilmu Pengelolaan Hutan (IPH)
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA Dr Ir Nyoto Santoso, MS Ketua Anggota
Diketahui oleh:
Tanggal Ujian: 22 Januari 2016 Tanggal Lulus:
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Ketua Program Studi Ilmu
Pengelolaan Hutan
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allahsubhanahu wa ta’ ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Model Mata Pencaharian masyarakat berkelanjutan pada ekosistem mangrove Sebagai Strategi Pengelolaan Berbasis Masyarakat di Kota Surabaya.
Tesis ini disusun dan dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan (IPH), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu dengan setulus hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang besar kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Nyoto Santoso, MSi atas arahan dan bimbingannya selama penulisan dan penyelesaian tesis ini. 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc. selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Ahmad
Budiaman, MSc. selaku pimpinan sidang.
3. Pimpinan, staf pengajar, dan staf administrasi Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan.
4. Kelompok Masyarakat Mina Tani Mangrove Bapak Soni Munchson dan Mas Dadang; Kelompok Masyarakat Trunojoyo Cak Ratno dan Cak Malik; serta Anggota Kelompok Kerja Mangrove Daerah Jawa Timur yang telah memberikan bantuan informasi dan data terkait penelitian.
5. Suami tercinta Imam Fauzi Syamsu, anak tercinta ananda Almamaira Zahreen Fauzi dan Fares Muhammad Fauzi, Ibu dan Bapak tercinta, serta seluruh keluarga atas segala bantuan, dukungan, doa dan kasih sayangnya. 6. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan atas
segala kerjasama dan persahabatannya.
7. Kepada seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
(11)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
METODE PENELITIAN 5
Kerangka Pikir Penelitian 5
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Alat dan Bahan Penelitian 8
Jenis Data 8
Metode Pengumpulan Data 8
Metode Analisis Data 10
KONDISI UMUM PENELITIAN 18
Kependudukan 18
Pemanfaatan Lahan di Ekosistem Mangrove 19
Ancaman 25
HASIL DAN PEMBAHASAN 26
Profil Responden 26
Mata Pencaharian Masyarakat pada Ekosistem Mangrove 27 Analisis Keberlanjutan Mata Pencaharian Mayarakat di
Ekosistem Manngrove 32
Faktor Pengungkit (Leverage) Keberlanjutan Mata Pencaharian
Masyarakat pada Ekosistem Mangrove 37
Faktor Kunci Mata pencaharian Berkelanjutan 43
Strategi Kebijakan Mata Pencaharian Berkelanjutan pada Ekosistem
Mangrove 45
Model Kebijakan Pengelolaan Mata Pencaharian Berkelanjutan di
Wonorejo 57
KESIMPULAN DAN SARAN 60
Kesimpulan 60
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 63
(12)
DAFTAR TABEL
1 KUomponen yang diidentifikasi dan metode pengumpulan dan
analisisnya 9
2 Kepentingan dan pengaruh stakeholder pada setiap kuadran 11 3 Komponen atribut dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi
sarana dan prasarana, serta kelembagaan 13
4 Matriks FSI dan FS 15
5 Matriks SWOT 17
6 Jenis pekerjaan penduduk Wonorejo tahun 2014 19
7 Jenis tanaman mangrove di Wonorejo 20
8 Karakteristik responden masyarakat 26
9 Indeks keberlanjutan mata pencaharian pada ekosistem
mangrove 33
10 Nilai stress dan R2 pada setiap dimensi keberlanjutan mata
Pencaharian 33
11 Faktor kunci keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pada
ekosistem mangrove di Wonorejo 43
12 Kepentingan pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove Wonorejo 50
13 Tingkat kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan dalam keberlanjutan matapencaharian masyarakat pada ekosistem
mangrove Wonorejo 53
14 Alternatif Strategi SWOT 55
DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan mata pencaharian dan keputusan pengelolaan sumber
daya hutan berkelanjutan 5
2 Kerangka pikir penelitian 7
3 Kondisi landscape lokasi penelitian di Wonorejo, Kota Surabaya 8
4 Matriks hasil analisis stakeholder 11
5 Diagram SWOT (Posisi Kuadran) 16
6 Vegetasi mangrove 20
7 Ekowisata Wonorejo 22
8 Perumahan yang dikembangkan di wilayah ekosistem mangrove
Wonorejo 23
9 (a) Wisata pemancingan; (b) rumah makan yang dikembangkan
disekitar wilayah ekosistem mangrove Wonorejo 23
10 Tambak di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo 24
11 Sarana dan prasarana 24
12 Pencemaran air berupa busa putih yang menutupi Sungai Avoor 29 13 Kondisi vegetasi tanaman mangrove pada lahan pertambakan 27 14 Diagram layang dimensi keberlanjutan mata pencaharian
masyarakat di Wonorejo 34
15 Nilai indeks keberlanjutan mata pencaharian masyarakat Wonorejo 35 16 Nilai indeks keberlanjutan mata pencaharian masyarakat Wonorejo
(13)
17 Tingkat sensitivitas pada dimensi Ekologi 37
18 Nilai sensitivitas pada dimensi Ekonomi 38
19 Pendapatan masyarakat pada ekosistem mangrove di Wonorejo 38
20 Nilai sensitivitas pada dimensi sosial 40
21 Nilai sensitivitas pada dimensi teknologi dan sarana prasarana 41
22 Nilai sensitivitas pada dimensi kelembagaan 42
23 (a) pengenalan mangrove dan produk olahannya; (b) pengenalan
mangrove kepada pelajar di surabaya 46
24 (a) penyadaran masyarakat pesisir romokalisari; (b) pengenalan
mangrove untuk ibu PKK 47
25 (a) pelatihan rehabilitasi ekosistem pulau pulau kecil; (b)
penanaman mangrove di Teluk Lamong kerjasama dengan NGO 47 26 Matrik analisis pemangku kepentingan berdasarkan Reed et al
(2009) 53
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner identifikasi mata pencaharian masyarakat di wilayah
ekosistem mangrove 64
2 Kuisioner identifikasi kepentingan dan pengaruh stakeholder 69 3 Penilaian atribut dimensi ekologi model mata pencaharian
berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo 71 4 Penilaian atribut dimensi ekonomi model mata pencaharian
berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo 73 5 Penilaian atribut dimensi sosial model mata pencaharian
berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo 74 6 Penilaian atribut dimensi teknologi, sarana, prasarana model mata
pencaharian berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo 75 7 Penilaian atribut dimensi kelembagaan model mata pencaharian
berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo 76 8 Matriks penilaian faktor internal pada Analisis SWOT 77 9 Matriks penilaian faktor eksternal pada Analisis SWOT 78 10 Peta lokasi penelitian di Kelurahan Wonorejo Kota Surabaya 79
(14)
1. PENDAHULUAN Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan habitat yang sangat penting bagi sistem penyangga kehidupan, karena kosistem mangrove memiliki potensi yang tinggi sebagai penyedia jasa lingkungan dan sumber ekonomi bagi peningkatan pendapatan di suatu wilayah (Duangjai 2013). Untuk dapat memberikan manfaat yang optimal dalam menyangga kehidupan, ekosistem mangorve perlu dikelola dengan baik. Hal ini dikarenakan, ekosistem mangrove yang memiliki karakteristik sebagai sumber daya milik bersama (Coomon Pool Resources/CPRs). Karakteristik ini cenderung mengalami kerusakan dari waktu ke waktu ( McKean 2000). Berdasarkan alasan tersebut, pengelolaan ekosistem mangrove dapat dilakukan dengan kegiatan perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai unsur-unsur penting dalam melakukan kegiatan konservasi di suatu ekosistem.
Unsur penting yang sering diabaikan dalam kegiatan konservasi adalah pemanfaatan. Kegiatan pemanfaatan sering kali dikaitkan dengan kegiatan yang berakibat pada kerusakan ekosistem yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri. Kerusakan lingkungan banyak terjadi akibat ulah manusia yang serakah dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Berdasarkan Suryono (2006) kerusakan ekosistem magrove banyak diakibatkan oleh pemanfaatan sumber daya alam yang pengelolaannya tidak dilakukan secara bijaksana oleh masyarakat. Pemanfaatan ini sebagian besar ditujukan untuk pembuatan tambak. Akan tetapi, masyarakat merupakan bagian dari ekosistem yang tidak dapat terpisahkan. Suatu ekosistem dapat terjaga apabila masyarakatnya sendiri yang menjaganya. Pada hakekatnya suatu lingkungan akan dapat lestari apabila terdapat peran masyarakat yang mempertahankannya (Durand SS et al. 2014). Untuk itu dalam melakukan pengelolaan ekosistem perlu adanya wadah untuk menampung kegiatan masyarakat dalam melakukan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan.
Kepentingan masyarakat dalam suatu ekosistem adalah memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat membutuhkan mata pencaharian. Masyarakat akan mencari mata pencaharian yang sesuai dengan sumber daya alam di sekitar tempat tinggalnya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan unuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan sumberdaya alam dilakukan
oleh pemerintah, sehingga pemerintah wajib dan harus mengelola kekayaan alam Indonesia yang tujuan utamanya adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Selain itu, secara detil dijelaskan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 mengenai strategi nasional pengelolaan ekosisem mangrove, bahwa ekosisem mangrove merupakan sumberdaya hutan basah wilayah pesisir dan sistem penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang
(15)
nilainya sangat tinggi, oleh karena itu perlu upaya perlindungan, pelesatarian dan pemanfaatan (unsur konservasi) secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat.
Pelestarian dan pemanfaatan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat, merupakan hal yang sangat penting didalam upaya penyelamatan ekosistem mangrove. Tujuan yang mendasar didalam pengelolaan hutan adalah memperoleh manfaat dari sumber daya alam tersebut sebesar-besarnya untuk masyarakat. Upaya pemerintah dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam yang ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat sudah dilakukan dalam berbagai bentuk bantuan dan kerjasama. Bantuan-bantuan tersebut dapat berupa langsung maupun tak langsung. Contoh bantuan langsung pemerintah kepada masyarakat sekitar hutan adalah dengan memberikan uang tunai, sedangkan untuk bantuan tidak langsung dapat berupa kerjasama. Kerjasama-kerjasama inilah yang dapat mendorong masyarakat untuk lebih peduli dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Sehingga masyarakat dapat mendapatkan pendapatan dari mata pencaharian mereka yang berasal dari sumber daya alam yang ada tanpa harus merusak hutan atau lingkungan sekitar.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 juga memiliki misi untuk meningkatkan dan melestarikan nilai penting ekologis, ekonomi dan sosial budaya, yang semata-mata diperuntukkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan kesejaheraan masyarakat dapat ditunjang melalui peningkatan nilai manfaat mangrove dan pemanfaatan ekosisem mangrove secara bijaksana. Oleh karena itu, untuk melaksanakan misi tersebut perlu dilakukan pembuatan model pengelolaan ekosistem mangrove secara konservasi dan dapat memberikan peran kepada masyarakat untuk mengelolanya. Dalam hal ini mata pencaharian masyarakat berkelanjutan berbasis ekowisata meruakan salah satu alternatif yang digunakan untuk melakukan konservasi dengan bijaksana, karena dapat melindungi lingkungan dari kerusakan dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Perumusan Masalah
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan generasi yang mendatang (WCED 1987). Pembangunan yang tidak menganut azaz keberlanjutan di wilayah ekosistem mangrove menyebabkan kerusakan pada lingkungan ekologi dan hilangnya mata pencaharian masyarkat yang berasal dari wilayah tersebut. Kerusakan ekosistem ini perlu dilakukan pengelolaan secara bijaksana sesuai konsep konservasi. Pada dasarnya konsep konservasi ini tidak hanya melakukan kegiatan perlindungan terhadap tanaman atau satwanya saja, akan tetapi masyarakat juga merupakan faktor penting sebagai penjaga lingkungan yang perlu dilibatkan dalam pengelolaan ekosistem. Kepentingan masyarakat di dalam suatu ekosistem mangrove adalah memanfaatkan lahan dan sumber daya alam yang berada di ekosistem mangrove sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, model pengelolaan yang dibutuhkan adalah dengan melakukan pengelolaan yang berkelanjutan
(16)
Pengelolaan berkelanjutan di indikasikan dengan pembangunan dengan menyeimbangkan antara kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial, teknologi, serta kelembagaan (Suyitman 2010). Pemerintah kota Surabaya telah mengintruksikan melalui Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2007 bahwa ekosistem mangrove diperuntukkan untuk ekowisata dan pendidikan. Konsep ekowisata yang dikelola melalui kerjasama pemerintah daerah dan swasta tersebut banyak dikeluhkan oleh pemerhati lingkungan karena tidak sesuai dengan konsep keberlanjutan. Lingkungan menjadi tercemar, salah satunya adanya kapal-kapal yang dioperasikan diwilayah muara sungai, dan pihak pengelola yang tidak memahami konsep ekowisata sehingga hanya berbasis mencari keuntungan dalam segi ekonomi saja. Untuk itu pemerintah perlu melakukan pengelolaan secara bijaksana dengan memperhatikan segala kepentingan dalam suatu ekosistem, termasuk kepentingan masyarakat dalam hal ini adalah mata pencaharian.
Pengaturan peran masyarakat terhadap pengelolaan di kawasan pesisir perlu dilakukan pengintegrasian kepentingan antar multipihak, untuk mewujudkan pengelolaan secara berkelanjutan. Pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan dapat diwujudkan dengan mengetahui peran dan kegiatan yang sesuai untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Faktor terpenting untuk menunjang kesejahteraan masyarakat adalah mata pencaharian masyarakat. Surabaya terutama di Desa Wonorejo merupakan daerah pesisir kota yang lahannya dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan. Masyarakat masih banyak yang bergantung pada ekosistem mangrove untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Berbagai mata pencaharian inilah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat, sehingga mata pencaharian masyarakat perlu diarahkan pada mata pencaharian yang berkelanjutan.
1. Apa saja jenis usaha masyarakat atau mata pencaharian yang terdapat pada ekosistem mangrove di Wonorejo?
2. Bagaimana sistem mata pencaharian yang sesuai bagi masyarakat pada kawasan mangrove di Wonorejo yang berazaskan pembangunan berkelanjutan, yaitu pada dimensi ekologi, ekonomi dan sosial, teknologi, sarana, dan prasarana, dan kelembagaan?
3. Apa saja faktor kunci yang menentukan keberlanjutan pengembangan model mata pencaharian masyarakat pada kawasan mangrove di Wonorejo?
4. Bagaimana rumusan arah kebijakan dan skenario strategi pengembangan model mata pencaharian masyarakat berkelanjutan di Wonorejo?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan perumusan permasalahan yang telah diuraikan untuk mendapatkan model mata pencaharian masyarakat berkelanjutan perlu diketahui pula hal-hal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi jenis usaha atau mata pencaharian masyarakat pada ekosistem mangrove di Wonorejo
2. Menilai sistem mata pencaharian masyarakat berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo berdasarkan dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu: dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan.
3. Mengidentifikasi faktor kunci yang berpengaruh dalam menentukan keberlanjutan pengembangan sistem mata pencaharian masyarakat.
(17)
4. Merumuskan arah kebijakan dan skenario strategi pengembangan model mata pencaharian masyarakat di Wonorejo.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat untuk:
1. Pemerintah, sebagai referensi atau acuan dalam menyusun kebijakan perencanaan pembangunan berkelanjutan dengan konsep model mata pencaharian masyarakat berkelanjutan.
2. Masyarakat, memberikan kontribusi dan ruang untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan mengembangkan mata pencaharian berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Mata pencaharian berkelanjutan merupakan konsep pengembangan yang melibatkan masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam pengelolaannya. Peran masyarakat ini dalam hal mata pencaharian yang dapat dikembangkan dalam konsep yang berkelanjutan.
2. Mata pencaharian masyarakat adalah mata pencaharian yang berada pada ekosistem mangrove di Wonorejo
(18)
2. METODE PENELITIAN Kerangka Pikiran
Mata pencaharian masyarakat merupakan faktor terpenting dalam pengelolaan sumber daya hutan pada ekosistem mangrove. Sehingga perlu diketahui mata pencaharian seperti apakah yang dapat menunjang pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan, yang dapat bersinergi dengan kepentingan pihak lainnya. Seperti halnya yang diungkapkan Kusumastanto et al. (1998) bahwa peran masyarakat sangat penting didalam pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Untuk itu, mata pencaharian berkelanjutan merupakan salah satu strategi untuk memberikan peran kepada masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
Penerapan konsep mata pencaharian berkelanjutan memerlukan implementasi kriteria-kriteria dari pembangunan berkelanjutan. Suyitman (2010) menyatakan bahwa kriteria keberlanjutan peambangunan dapat mencakup lima dimensi, antara lain: (a) ekologi, (b) ekonomi, (c) sosial-budaya, (d) hukum-kelembagaan, dan (e) teknologi-infrastruktur. Berikut merupakan hubungan antara mata pencaharian dan keputusan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan
Peran serta masyarakat
Dimensi yang mempengaruhi
Gambar 1 Hubungan Mata pencaharian dan keputusan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan
Mata pencaharian masyarakat yang berada di wilayah pesisir kota Surabaya tepatnya di Desa Wonorejo terdapat perbedaan dalam hal kepemilikan lahan. Wilayah ekosistem mangrove merupakan lahan milik negara dan ada pula yang sudah menjadi hak milik swasta. Mata pencaharian yang berada pada tanah negara meliputi nelayan tangkap dan petani mangrove serta terdapat kawasan yang dimanfaatkan untuk sarana ekowisata, bentuk kerjasama antara pemerintah daerah Keputusan
Pengelolaan
Mata pencaharian Berkelanjutan
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat
Ekologi
Keberadaan vegetasi, dan kelestariannya
Ekonomi
Pendapatan masyarakat
Sosial
Kemitraan, dan kondisi sosial
Kelemba-gaan
Kepentingan danPengaru h pemangku kepentingan
Teknologi, Sarana, Prasarana
Pengaruh terhadap lingkungan
(19)
(Dinas Pertanian Kota Surabaya) dan swasta. pada lahan milik yang sudah banyak dikuasai oleh swasta, pemanfaatan lahannya difungsikan sebagai tambak yang dikelola oleh masyarakat (masyarakat menyewa lahan untuk usaha tambak). Lahan milik swasta ini bisa saja sewaktu-waktu diambil oleh pemiliknya dan dikembangkan sebagai perumahan atau pemanfaatan lainnya yang merugikan bagi lingkungan dan masyarakat.
Pada penelitian ini, konsep keberlanjutan dalam menentukan model mata pencaharian dipengaruhi oleh dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Untuk dimensi ekologi dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi mangrove pada lokasi mata pencaharian masyarakat. Untuk dimensi ekonomi dan sosial didasarkan pada kelayakan usaha dari mata pencaharian masyarakat yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang berasal dari ekosistem mangrove, dimensi teknologi berdasarkan tehnik dan alat yang digunakan dalam melakukan usaha di wilayah ekosistem mangrove, dan untuk dimensi kelembagaan dilihat seberapa besar peran dan kepentingan masing-masing pemangku kepentingan pada ekosistem mangrove dan mata pencaharian masyarakat di wilayah ekosistem mangrove. Peran dan kepentingan pemangku kepentingan perlu diketahui agar mempermudah izin masyarakat dan dukungan yang bersifat memajukan usaha masyarakat.
Tujuan pertama adalah mengidentifikasi jenis usaha atau mata pencaharian masyarakat yang berada pada ekosistem mangrove di Desa Wonorejo, Kota Surabaya. Untuk mengetahui hal ini, dilakukan wawancara dan identifikasi langsung di lokasi penelitian. Selain itu, pada masing-masing mata pencaharian perlu dilakukan identifikasi kepemilikan lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk melkaukan kegiatannya.
Tujuan kedua dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui status keberlanjutan dari masing-masing mata pencaharian berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi dan sosial, teknologi, sarana dan prasarana, serta kelembagaan. Untuk dimensi ekologi dinilai melalui keberadaan vegetasi yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif yang ditunjang berdasarkan literatur Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya 2012. Hasil analisis ini kemudian dijadikan panduan untuk mengukur tingkat kelestarian vegetasi pada masing-masing wilayah usaha masyarakat. Tingkat kelestarian ini merupakan salah satu atribut yang nantinya akan digunakan didalam menentukan indeks keberlanjutan dari dimensi ekologi. Untuk dimensi ekonomi dilinai melalui nilai penggunaan langsung yang bersal dari komoditi mata pencaharian masyarakat. Hasil dari masing-masing nilai ekonomi langsung berdasarkan hasil komoditi ini kemudian akan dijadikan salah satu atribut untuk mengukur pendapatan masyarakat dari hasil mata pencaharian yang berasal dari ekosistem mangrove dan berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat (dimensi sosial). Untuk dimensi teknologi, sarana, dan prasarana dipengaruhi oleh tehnik dan alat yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan kegiatannya. Untuk dimensi kelembagaan menggunakan analisis pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan ini diantaranya adalah: Masyarakat; pemerintah daerah; pemerintah pusat; LSM atau organisasi masyarakat; perguruan tinggi; serta swasta. Untuk mengetahui tingkat kepentingan pada masing-masing pemangku kepentingan digunakan analisis narasi. Analisis narasi bertujuan untuk mengetaui peran dan kepentingan pada masing-masing pemangku kepentingan terhadap pengembangan mata pencaharian
(20)
masyarakat yang berkelanjutan di wilayah ekosistem mangrove. Berdasarkan hasil analisis masing-masing dimensi yang digabungkan dengan hasil pengamatan dan wawancara dengan pemangku kepentingan akan digunakan untuk menganalisis indeks keberlanjutan dengan analisis RAP-Liivelihood yang diadaptasi dari analisis RAPFISH (Rapid Appraisal Fisheries).
Tujuan ketiga dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor kunci yang berpengaruh dalam menentukan keberlanjutan pengembangan sistem mata pencaharian masyarakat. Dalam mengambil suatu keputusan (tujuan keempat) membutuhkan faktor kunci untuk menyusun suatu strategi (Saaty 1993). Tujuan keempat dalam penelitian ini adalah merumuskan arah kebijakan dan skenario pengembangan sistem mata pencaharian masyarakat. Untuk menjawab bertanyaan ini menggunakan analisi SWOT (strength, weakness, opportunity dan threath). SWOT merupakan Analisis yang didasarkan pada pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti 1997). SWOT memiliki fungsi untuk perencanaan jangka panjang dalam menetukan suatu strategi untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan misi. Dalam hal ini misi dalam penelitian ini adalah untuk menentukan model mata pencaharian masyarakat di wilayah ekosistem mangrove. berikut merupakan kerangka alur pikir penelitian:
Analisis RAP-LIVELIHOOD
Analisis SWOT
Ekologi dan Ekonomi Ekonomi dan sosial
Sumber Mata pencaharian Ekowisata
Konsep berkelanjutan
Sosial Ekonomi Ekologi Teknologi Kelembagaann
SR Ekosistem mangrove
Potensi
Model mata pencaharian berkelanjutan
Faktor kunci
(21)
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan pemanfaatan peruntukan lahan dan mata pencaharian masyarakat yang ada pada ekosistem mangrove. Lokasi penelitian ini adalah ekosistem mangrove yang terletak di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya (Gambar 3). Pesisir Wonorejo termasuk kedalam Pantai Timur Surabaya (Purabaya: 7o 15’19,60” LS - 7o
17’13,25” LS 112o 48’35,69” BT
- 112o 48’40,72” BT) yang merupakan pusat industri dan pengembangan perumahan. Sehingga pada saat ini wilayah ekosistem mangrove terancam dengan adanya pembanguna-pembangunan yang ditujukan untuk perumahan. Penelitian ini dikasanakan pada bulan Mei 2015 hingga Juli 2015.
Gambar 3 Kondisi landscape lokasi penelitian di Desa Wonorejo, Kota Surabaya Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner, kamera digital, tape recorder, program excell dan software Rapfish.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan yaitu pada data ekologi, ekonomi dan sosial dengan rincian: (1) Data Primer meliputi semua informasi kharakteristik masyarakat, mata pencaharian masyarakat pada ekosistem mangrove, sosial ekonomi masyarakat, status lahan pada ekosistem mangrove baik pada lokasi mata pencaharian maupun daerah sekitarnya (status lahan), kondisi mangrove pada setiap daerah mata pencaharian masyarakat (keadaan biofisik), dan peran serta kepentingan pemangku kepentingan pada ekosistem mangrove (2) Data Sekunder meliputi data kependudukan, serta data lain yang menunjang bagi kepentingan penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif karena mengutamakan penemuan fakta dilapangan berdasarkan potensi dan keadaan faktual yang ada di lokasi penelitian (Saaty 1993). Komponen yang ingin diketahui di lokasi penelitian adalah komponen ekologi, ekonomi, sosial,
(22)
serta pemangku kepentingan. Metode pengambilan contoh pada data biofisik atau komponen ekologi dengan cara purposive sampling pada lokasi ekosistem mangrove yang dijadikan lahan mata pencaharian masyarakat. Penentuan banyaknya plot berdasarkan luas pemanfaatan lahan pada masing masing mata pencaharian, sehingga dalam penentuan banyaknya jumlah plot dapat dilakukan setelah adanya identifikasi luas pemanfaatan lahan dengan ketentuan intesnsitas sampling 10%. Pengambilan contoh untuk data ekonomi dan sosial menggunakan purposive sampling pada masing-masing mata pencaharian. Pengambilan contoh untuk data pemangku kepentingan menggunakan purposive sampling dengan menentukan informasi kunci pada masing-masing pemangku kepentingan.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara: (1) observasi atau pengamatan langsung dilapangan, (2) Wawancara; melakukan komunikasi langsung kepada responden dan informan kunci dengan menggunakan tehnik kuisioner, (3) Pencatatan; mencatat semua data sekunder dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian, (4) Studi literatur, yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber, diantaranya: jurnal, buku, hasil penelitian, prosiding, atau tulisan ilmiah lainnya.
Responden terdiri dari masyarakat yang bermata pencaharian di wilayah ekosistem mangrove dilakukan dengan sensus untuk petani mangrove (2 orang) dan petani mangrove dengan cara purposive sampling (15 orang), pemerintahan dan perguruan tinggi yang tergabung dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Jawa Timur (10 orang), serta LSM Nol Sampah (1 orang). Responden kunci merupakan pemangku kepentingan yang dipilih secara hati-hati dengan persyaratan tertentu yakni status sosial atau pekerjaan terkait dengan pengelolaan di ekosistem mangrove, sehingga responden yang dipilih benar-benar merupakan responden kunci. Responden kunci penelitian ini adalah ketua dari masing-masing kelompok masyarakat, kalangan pemerintahan, perguruan tinggi dan LSM Nol Sampah dengan total delapan pakar. Berikut merupakan tabel komponen data yang akan diidentifikasi beserta cara pengumpulan dan analisisnya:
Tabel 1 Komponen yang diidentifikasi dan metode pengumpulan dan analisisnya No. Komponen Dimensi Jenis
Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
1 Mata pencaharian
Jenis usaha dan status lahan
Data primer
Observasi dan wawancara
Analisis deskriptif
2 Ekologi Kondisi vegetasi di lokasi mata pencaharian serta sempadan sungai dan laut
Data primer
Observasi, literatur dan wawancara
Analisis deskriptif
3 Ekonomi dan sosial
Kelayakan usaha (mata pencaharian), pendapatan masyarakat Data primer dan sekunder
Observasi dan wawancara
Nilai ekonomi penggunaan langsung dan Analisis deskriptif
4 Teknologi Tehnik, alat dan sarana Data primer dan sekunder
Observasi dan wawancara
Analisis deskriptif
5 Pemangku kepentingan
Pengaruh dan Kepentingan
Data primer
Observasi dan wawancara
Analisis pemangku kepentingan
(23)
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk melengkapi pengetahuan kondisi terkini terkait ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan dilokasi penelitian. Untuk Dimensi ekologi analisis ini diperuntukkan untuk mengetahui kondisi vegetasi dan kualitas air yang ditunjang oleh data literatur berdasarkan Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2012. Hal ini dikarenakan tidak adanya perubahan kerapatan tanaman mangrove secara signifikan di Wonorejo. Untuk Dimensi Ekonomi, analisis ini diperuntukkan untuk menjelaskan nilai ekonomi penggunaan langsung komoditi yang dihasilkan dari mata pencaharian masyarakat. Untuk Dimensi teknologi, analisis ini diperuntukkan untuk menjelaskan kondisi teknologi yang digunakan masyrakat dalam melakukan mata pencaharian di ekosistem mangrove, serta untuk dimensi kelembagaan,analisis ini diperuntukkan untuk menjelaskan kondisi pemangku kepentingan yang ditunjukkan berdasarkan hasil analisis pemangku kepentingan (stakeholder).
Analisis Ekonomi
Penilaian nilai ekonomi pada sumber daya alam bersumber pada nilai langsung (direct use) dan nilai tidak langsung (indirect use). Analisis ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan nilai penggunaan langsung. Nilai guna langsung adalah nilai kegunaan dari suatu barang dan jasa yang langsung dapat memberikan manfaat, dimanfaatkan atau dikonsumsi (Turner et al. 1994). Nilai guna langsung dihitung berdasarkan nilai jual terhadap komiditi yang berhubungan langsung dengan ekosistem mangrove (berdasarkan mata pencaharian masyarakat). Komoditi yang dihasilkan dari ekosistem mangrove diantaranya: komoditi dari pertambakan (udang windu dan udang vaname, ikan bandeng, serta udang liar); komoditi dari pengolahan buah mangrove; komoditi dari hasil nelayan harian (kepiting).
Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Analisis pemangku kepentingan (stakeholder) dilakukan dengan mengidentifikasi kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan kunci terhadap mata pencaharian masyarakat berkelanjutan di kawasan mangrove sebagai upaya dari pengelolaan mangrove berbasis masyarakat.Untuk melakukan identifikasi kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan terhadap suatu objek dilakukan metode yang yang telah dikembangkan oleh Reed et al. (2013). Menurut Reed et al.(2009) untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi konflik kepentingan serta pengaruh pemangku kepentingan terhadap objek penelitian perlu dibuat sebuah matriks yang nantinya akan menggambarkan hasil analisis pemangku kepentingan (Gambar 3) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya; (2) Membuat kelompok dan kategori para pemangku kepentingan; (3) Menyelidiki hubungan antar pemangku kepentingan.
(24)
Berdasarkan hasil terhadap tahapan analisis pemangku kepentingan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dikelompokkan menurut jenis indikatornya yang kemudian diidentifikasi sehingga membentuk sebuah koordinat (Gambar 3). Selanjutnya diterjemahkan kedalam matrik resultante (Gambar 3) yang mengidentifikasikan pemangku kepentingan kedalam empat kuadran. Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi mengenai posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing pemangku kepentingan dalam perencanaan yaitu: 1) Subject (kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah); 2) Key Players (kepentingan dan pengaruh tinggi); 3) Crowd (kepentingan dan pengaruh rendah); 4) Context setter (kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi).
Tabel 2 Kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan pada setiap kuadran
Pengaruh Rendah Pengaruh Tinggi
Kepentingan Tinggi
Pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruhnya rendah dan walaupun mendukung kegiatan tetapi kapasitas terhadap dampak mungkin tidak ada. Pemangku kepentingan ini dapat menjadi berpengaruh jika membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan lainnya.(Kuadran I)
Pemangku kepentingan yang aktif karena mempunyai
kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap
pengembangan suatu proyek. (Kuadran II)
Kepentingan Rendah
Pemangku kepentingan yang memiliki sedikit kepentingan dan berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan menjadi
pertimbangan untuk
mengikutsertakan dalam
pengambilan keputusan. (Kuadran III)
Memiliki pengaruh yang tinggi tetapi
sedikit yang
kepentingan sehingga dapat menjadi resiko yang signifikan untuk dipantau.
(Kuadran IV) Gambar 4 Matriks hasil analisis pemangku kepentingan
Key players (Kuadran II) KEPENT IN GA N TINGGI PENGARUH RENDAH TINGGI Subject (Kuadran I) Crowd (Kuadran IV) Context setter (Kuadran III)
(25)
Penilaian Komponen Berkelanjutan
Penelitian untuk merencanakan model matapencaharian berkelanjutan pada ekosistem mangrove adalah RAP-Livelihood dan SWOT. RAP-Livelihood diadaptasi dari analisis RAP-FISH yang dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada untuk menentukan indeks berkelanjutan pada suatu sistem. Indeks berkelanjutan dinilai berdasarkan masing-masing dimensi yaitu: Ekologi; ekonomi; sosial; teknologi sarana dan prasarana; serta kelembagaan. Hasil indeks keberlanjutan berdasarkan analisis RAP-Livelihood kemudian akan dilakukan penentuan alternatif strategi kebijakan dengan analisis SWOT.
Analisis Rapfish
Penelitian ini menggunakan analisis RAP-Livelihood yang diadaptasi dari analisis RAPFISH (Rapid Apraisal Fisheries) menggunakan teknik ordinasi melalui pendekatan Multi Dimensional Scalling (MDS) untuk menilai indeks dan status keberlanjutan keberadaan mata pencaharian pada ekosistem mangrove. Tahapan pada analisis RAP-Livelihood sebagai berikut: (1) Review atribut (meliputi berbagai kategori dan skoring); (2) Identifikasi dan pendifinisian atribut; (3) Skoring (mengkontruksi reference point untuk good dan bad; (4) Multidemensional Scaling Ordination (untuk setiap atribut); (5) simulasi monte carlo; (6) analisis leverage; (7) analisis keberlanjutan (Fauzi 2013).
Pemakaian pendekatan MDS dalam analisis RAPFISH memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan metode analisis peubah ganda lainnya. Pendekatan MDS pada hakekatnya merupakan teknik statistik untuk pemetaan persepsi yang melakukan transformasi multidimensi menjadi dimensi yang lebih sederhana (Fauzi dan Anna 2005). Pendekatan MDS pada RAPFISH juga dapat memberikan hasil yang stabil (Pitcher dan Preikshot 2001). Data atribut dari berbagai dimensi yang sudah dipertimbangkan melalui tahapan pertama sampai ketiga yang kemudian dianalisis secara multidimensional akan memberikan gambaran yang lebih jelas untuk pemetaan persepsi keberlanjutan sistem mata pencaharian. Dalam MDS, atribut dari masing masing dimensi dapat dipetakan dalam jarak euclidian dimana atribut yang dipersepsikan memiliki karakteristik yang sama dianggap memiliki jarak Euclidian terdekat. Sebaliknya, obyek atau titik yang tidak sama digambaran dengan titik-titik yang berjauhan. Tititk ini juga akan sangat berguna didalam analisis regresi untuk menentukan nilai stress. Model yang baik ditujukan dengan nilai stress dibawah 0,25. Untuk Teknik penentuan jarak didasarkan pada Euclidian Distance yang kemudian di dalam MDS diproyeksikan ke dalam jarak Euclidian dua dimensi (Fauzi 2002) dan nilai strees dengan formula sebagai berikut:
d1.2 =
Dimana: d1.2 = jarak Euclidian; X, Y, Z = Atribut; 1,2 = pengamatan d1.2 = a + b D1.2 +e
dimana: a = intercept; b= slope; e= error
(26)
Penilaian atribut dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala 1 sampai 3. Nilai ini diberikan untuk menilai atribut pada masing-masing dimensi sesuai dengan ketentuan penilaian. Penilaian ini dilakukan oleh responden ahli yang terpilih. responden ahli terdiri dari ketua kelompok masyarakat, pemerintahan, LSM, dan perguruan tinggi di Kota Surabaya.
Tahapan selanjutnya adalah Analisis Leverage (analisis sensitivitas). Analisisn leverage diperuntukkan untuk mengetahui efek stabilitas atribut pada suatu dimensi atau untuk mengetahui faktor pengungkit dari atribut suatu dimensi. Atribut yang memilki persentase tertinggi merupakan atribut paling sensitif terhadap keberlanjutan. Selanjutnya adalah Analisis Monte carlo, merupakan metode simulasi statistik untuk mngevaluasi efek dari random error yang disebabkan oleh: dampak kesalahan skoring, dampak keragaman skoring, stabilitas dari MDS dalam running, kesalahan entry data, dan tingginya nilai S-stress dari algoritma ALSCAL. Sistem yang dikaji sesuai dengan kondisi nyata apabila nilai analisis Monte Carlo dan perhitungan nilai indeks keberlanjutan dari MDS tidak lebih dari 1.
Output dari analisis RAP-Livelihood adalah untuk mendapatkan indeks berkelanjutan. Nilai indeks berkelanjutan berkisar antara 0 – 100 yang didapat berdasarkan hasil ordinasi MDS dan laveraging. Dalam penelitian ini ada empat kategori status keberlanjutan yaitu: 0 – 25 (buruk atau tidak berkelanjutan); 25.01 – 50 (kurang berkelanjutan); 50.01 – 75 (cukup berkelanjutan); 75.01 – 100 (baik atau sangat berkelanjutan).
Untuk melakukan penilaian mata pencaharian berkelanjutan dilakukan terlebih dahulu penetapan atribut. Atribut yang digunakan berdasarkan penelitian pendahuluan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi dalam setiap dimensi keberlanjutan mata pencaharian masyarkat pada ekosistem mangrove di Wonorejo. Berikut merupakan atribut serta kriteria dari masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi sarana dan prasarana, serta kelembagaan) berdasarkan penilaiannya:
Tabel 3 Komponen atribut dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi sarana dan prasarana, serta kelembagaan
No Atribut Keterangan/ sumber penilaian
Dimensi Ekologi
1 Alih Fungsi lahan Permen No 1 Tahun 2011 (Kesesuaian alih fungsi lahan dan observasi lapangan)
2 Kesesuaian pemanfaatan lahan
Permen No 1 Tahun 2011 (Kesesuain alih fungsi lahan dan observasi lapangan)
3 Status kepemilikan lahan Diskusi pakar
4 kualitas air Permenkes No. 416 Tahun 1990 (Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air), Observasi lapangan, literatur BLH 2012
5 keberadaan sumber air bagi rumah tangga
Permenkes No. 416 Tahun 1990 (Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air), Observasi lapangan, literatur BLH 2012
6 tingkat keramahan pada lingkungan
Profil Kelompok Tani, Observasi lapangan
7 Kondisi vegetasi/
Persentase luas lahan
(27)
Tabel 3 Komponen atribut dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi sarana dan prasarana, serta kelembagaan
No Atribut Keterangan/ sumber penilaian
Dimensi Ekonomi
1 Jarak pasar Observasi lapangan
2 Pemasaran Observasi lapangan
3 Produktivitas Diskusi pakar
4 Harga Diskusi pakar
5 Kemandirian modal Diskusi pakar
6 Pendapatan Analisis pendapatan langsung
7 Biaya produksi Diskusi pakar
8 Kuantitas produk Diskusi pakar
9 Kualitas produk Observasi lapangan
10 Keuntungan Analisis pendapatan langsung, wawancara
Dimensi Sosial
1 Dukungan keluarga Diskusi pakar
2 Ketrampilan petani Observasi lapangan, Profil Kelompok Tani 3 Pola komunikasi antar
anggota
Observasi lapangan
4 Ketersediaan tenaga kerja Observasi lapangan dan diskusi pakar 5 Pemberdayaan petani Observasi lapangan dan diskusi pakar
6 Sistem sosial dalam
pengelolaan
Observasi lapangan 7 intensitas konflik yang
berkaitan dengan usaha
Observasi lapangan, diskusi pakar
Dimensi Teknologi, sarana, dan prasarana
1 Sarana transportasi Observasi lapangan
2 Sarana jalan Observasi lapangan
3 Kerumitan teknologi Observasi lapangan
4 Sarana pengairan Observasi lapangan
5 Ketersediaan pakan/pupuk Observasi lapangan, diskusi pakar
6 Mutu benih SNI 01-7252-2006 (benih udang vaname),SNI
6149-1999 (benih ikan bandeng), SNI 01-6143-1999(benih udang windu)
7 keramahan teknologi pada lingkungan
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014
Dimensi Kelembagaan
1 Kebijakan mengenai
kepemilikan lahan
Observasi lapangan, RTRW Kota Surabaya 2014
2 lokasi usaha sesuai dengan peraturan
RTRW Kota Surabaya 2014 3 Kebijakan mengenai alih
fungsi lahan
Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2011 dan observasi lapangan
4 Komitmen pemerintah Diskusi pakar
5 Peran perguruan tinggi Diskusi pakar, observasi lapangan, Profil Kelompok Tani
6 Peran LSM dan Pers Diskusi pakar
7 Peran investor Diskusi pakar
8 Ketersediaan organisasi kelompok masyarakat
Diskusi pakar, observasi lapangan 9 Koordinasi antar instansi
yang terkait
(28)
Analisis SWOT
Hasil dari keseluran analisis yang dilakukan untuk mendapatkan model mata pencaharian masyarakat berkelanjutan pada ekosistem mangrove diformulasikan kedalam analisis SWOT. Pemakaian analisis ini diperuntukkan untuk pengambilan keputusan yang terbaik dalam menentukan strategi dan pembuatan model ((Nurmianto et al. 2004) sebagai dasar pengembangan mata pencaharian masyarakat di ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
Analisis SWOT merupakan Analisis yang didasarkan pada pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti 1997). SWOT memiliki fungsi untuk perencanaan jangka panjang dalam menetukan suatu strategi untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan misi. Perumusan model dengan mempertimbangkan segala dimensi untuk menemukan model yang memiliki guna kemajuan bersama (win-win solution) dapat dikembangkan melalui analisis SWOT (Nurmianto et al. 2004). Dalam hal ini misi dalam penelitian ini untuk mewujudkan win-win solution adalah untuk menentukan model mata pencaharian masyarakat di wilayah ekosistem mangrove.
Model yang dikembangkan dengan menggunakan matriks faktor strategi internal (FSI) dan matriks faktor strategi eksternal (FSE) (Tabel 4). Masing– masing faktor diberi bobot tertinggi 1,00 untuk yang paling berpengaruh dan 0,00 untuk yang dianggap tidak penting. Rating peubah yang digunakan dimulai dari angka 1 (sangat buruk), 2 (buruk), 3 (baik) dan 4 (sangat baik). Peubah yang paling berpengaruh, adalah peubah yang memiliki nilai pengaruh paling besar dibandingkan dengan nilai pengaruh peubah-peubah lainnya.
Tabel 4 Matriks FSI dan FSE
Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan (Strengths)
1. ... 2. ... n. .... Total
Kelemahan (Weaknesses)
1. ... 2. ... n. .... Total
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (Opportunities)
1. ... 2. ... n. .... Total
Ancaman (Threats)
1. ... 2. ... n. ... Total
Sumber: Rangkuti (1997)
Matriks FSI dan FSE dapat diketahui posisi alternatif kebijakan mata pencaharian berkelanjutan dalam bentuk posisi kuadran (Gambar 4). Posisi ini
(29)
Peluang (O)
Kekuatan (S)
Ancaman (T) Kelemahan (W)
Kuadran I Kuadran III
Kuadran IV Kuadran II
yang nantinya akan menjadi alternatif strategi dalam menetukan arahan kebijakan matapencaharian berkelanjutan pada ekosistem mangrove Wonorejo. Posisi ini didapat berdasarkan perhitungan pengalian bobot dan rating. Untuk nilai x dipengaruhi oleh faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Untuk nilai y dipengaruhi oleh faktor ekternal (peluang dan ancaman). Penentuan penilaian ini tidak lepas dari peran para ahli dalam memutuskan suatu arahan kebijakan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove di Surabaya. Sehingga didapatakan rumusan arahan kebijakan yang strategis berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal yang ada.
Gambar 5 Diagram SWOT (Posisi Kuadran)
Setiap kuadran pada Gambar 4 memperlihatkan posisi usaha sesuai dengan kondisi terkini. Posisi kuadran I (support on agresive strategy) adalah situasi yang paling menguntungkan dikarenakankondisi usaha mempunyai peluang dan kekuatan, kuadran II (support diversivication strategy) menunjukkan bahwa kondisi usaha menghadapi ancaman akan tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal, kuadran III (supporta turnaround oriented stretegy) menunjukkan bahwa kondisi usahatersebut mempunyai peluang yang besar tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan, dan apabila berada pada kuadran IV (support a defensive strategy) berarti kondisi usahamenghadapi situasi yang paling tidak menguntungkan karena mempunyai ancaman dan kelemahan internal. Selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi yang ada dengan membuat matriks SWOT. Matriks SWOT dibangun berdasarkan hasil analisis faktor–faktor strategis eksternal maupun internal yang disusun empat strategi utama yaitu: SO, WO, ST dan WT (Tabel 5).
(30)
Tabel 5 Matriks SWOT FSI
FSE
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O)
Strategi SO
Menggunakan kekuatan dengan mamanfaatkan peluang
Strategi WO Meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Treaths (T)
Strategi ST
Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT Meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman Sumber: Rangkuti (1997)
(31)
3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Desa Wonorejo terletak di kelurahan Wonorejo dengan luas 731,86 ha (Profil Kecamatan Rungkut 2015) yang berada di Kecamatan Rungkut pada kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) (Lampiran 9). Kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) merupakan kawasan lindung. Pamurbaya dikenal sebagai kawasan ruang terbuka hijau di pesisir ibu kota Jawa Timur dan menjadi benteng untuk melindungi Surabaya dari ancaman bencana yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan pesisir, diantaranya: abrasi; intrusi air laut; dan penurunan muka tanah. Kawasan ini terletak pada koordinat 7o 15’19,60” LS - 7o 17’13,25” LS 112o48’35,69” BT - 112o48’40,72” BT dengan luas lahan ±2.503,9 Ha. Jenis tanah diwilayah ini adalah tanah alluvial hidromorf (Sumber: Laporan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kota Surabaya Tahun 2011). Berikut merupakan batasan wilayah kelurahan Wonorejo: Sebelah utara adalah SungaiWonokromo; sebelah timur adalah Selat Madura; sebelah selatan adalah Kelurahan Medokan Ayu; sebelah Barat: Kelurahan Penjaringan Sari (Profil Kecamatan Rungkut 2015).
Kawasan Pantai Timur Surabaya umumnya merupakan pantai berlumpur dan berhadapan langsung dengan Selat Madura, wilayah daratan sebagian besar didominasi oleh kegiatan wisata, pemukiman nelayan, perikanan dan ekosistem mangrove, sedangkan untuk wilayah perairannya terbatas untuk kegiatan perikanan tangkap dan alur wisata bahari. Pamurbaya merupakan muara dati tujuh sungai untuk wilayah Kelurahan Wonorejo dialiri 2 sungai besar yaitu Sungai Jagir dan Sungai Avoor. Banyaknya sungai yang mengaliri wilayah ini menyebabkan sedimentasi secara alami (BLH 2012).
Kawasan Pantai Timur Surabaya merupakan salah satu wilayah yang difungsikan untuk zona pelestarian mangrove di Kota Surabaya. Luas wilayah hutan mangrove di Pamurbaya berdasarkan Bappeda Kota Surabaya Tahun 2012 adalah 11,20% (493,106 ha) dari keseluruhan luas wilayah Pamurbaya (3 909 ha).
Kependudukan Wonorejo
Penduduk Wonorejo terdiri dari penduduk tetap dan penduduk musiman. Penduduk tetap merupakan penduduk yang sudah menetap dan tinggal di Wonorejo. Penduduk musiman merupakan penduduk yang datang dengan tujuan untuk bekerja. Wonorejo memiliki penduduk tetap sebesar 15.286 orang, yang terdiri dari laki-kaki 7.725 orang dan perempuan 7.561 orang. Untuk penduduk musiman berjumlah 168 orang yang terdiri dari laki-laki 79 orang dan perempuan 89 orang (Monografi Kelurahan Wonorejo 2014).
Penduduk Wonorejo memiliki latar belakang pendidikan mulai dari tamatan Sekolah Dasar sampai sarjana. Sebagian besar masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas sederajat dan sarjana bekerja di sektor swasta (perusahaan) dan pegawai negeri. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja di sektor swasta memiliki angka yang tertiggi (Tabel 6).
(32)
Tabel 6 Jenis pekerjaan penduduk Wonorejo tahun 2014
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
Orang Persentase (%)
1 Swasta 5064 33,016
2 Pelajar/ Mahasiswa 3342 21,789
3 Belum Bekerja 2985 19,461
4 Ibu Rumah Tangga 1921 12,524
5 Dagang 782 5,098
6 Wiraswasta 522 3,403
7 Pegawai Negeri Sipil 350 2,282
8 Pensiunan 267 1,741
9 TNI 33 0,215
10 Nelayan 22 0,143
11 Tani/ Tambak 20 0,130
12 Buruh tani 16 0,104
13 POLRI 14 0,091
Jumlah 15338 100
Sumber: Monografi Kelurahan Wonorejo tahun 2014
Penduduk Wonorejo banyak yang bekerja di sektor swasta karena di Wonorejo terletak di wilayah Kecamatan Rungkut. Kecamatan Rungkut merupakan daerah industri di Kota Surabaya. Sehingga penyerapan tenaga kerja di sektor swasta cukup tinggi yaitu sebesar 33,016% dari total penduduk Wonorejo.
Potensi penduduk produktif di Wonorejo cukup tinggi, tercatat pelajar atau mahasiswa berjumlah 21,789% dari total penduduk. Usia produktif ini merupakan generasi-generasi yang dimiliki Wonorejo untuk dapat berkreasi dan berinovasi dalam dunia pekerjaan. Salah satunya adalah dengan mengembangkan potensi yang dimilki oleh Wonorejo baik itu dalam segi lokasi yang strategis dalam bidang usaha dan mengembangkan lingkungan yang terpadu (dalam hal ini adalah ekosistem mangrove). sehingga dapat memberikan ruang bagi penduduk yang belum bekerja (19,461%) untuk ikut andil dalam dunia usaha.
Penelitian ini berfokus pada masyarakat yang memiliki pekerjaan di wilayah ekosistem mangrove. tercatat terdapat tiga pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat yang berada di wilayah ini yaitu buruh tani tambak, petani mangrove, dan nelayan harian. Menurut data monografi Kelurahan Wonorejo 2014 penduduk yang bekerja sebagai petani, nelayan, ataupun buruh tani memiliki persentase yang sangat kecil (di bawah 1%). Dengan jumlah total 56 orang. Apabila dibandingkan dengan temuan dilapangan, jumlah buruh tani tambak tercatat 48 orang. Data ini jelas berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan. Sehingga perlu dilakukan survei ulang atau pendataan ulang terkait dengan pekerjaan penduduk di Wonorejo.
Pemanfaatan Lahan di Ekosistem Mangrove
Potensi yang tinggi pada bidang ekonomi di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo menjadikan daerah ini menjadi sektor pembangunan yang melibatkan berbagai macam pemanfaatan. Pemanfaatan lahan yang ada di wilayah ini diantaranya sebagai vegetasi mangrove, perumahan, ekowisata, rumah makan dan
(33)
pemancingan, pertambakan, serta terdapat bangunan-bangunan yang difungsikan untuk menunjang perlindungan dan pelestarian (bozem dan rumah pompa).
(1) Keberadaan Mangrove di Desa Wonorejo
Desa Wonorejo merupakan salah satu desa psisir di Kota Surabaya yang terkenal dengan kepadatan mangrovenya. Berdasarkan hasil penelitian dari BLH 2012 luas lahan mangrove pada tahun 2011 adalah 63,8 ha dengan kerapatan 1600 pohon/ha. Jumlah ini menurun jika dibanding pada tahun sebelumnya yaitu 64,27 ha. Luas vegetasi mangrove di Wonorejo jika dibandingkan dengan keseluruhan luas vegetasi yang ada di Pamurbaya adalah 12,93%.
Sebaran mangrove yang ada di Desa Wonorejo berada pada buffer zone laut dan sungai, tanaman ini mengelilingi tambak masyarakat, selain itu vegetasi mangrove juga terdapat di tambak masyarakat (Gambar 6). Jenis tanaman mangrove yang ada di Desa Wonorejo menurut penelitian BLH 2012 (Tabel 6).
(6a) (6b) (6c)
Gambar 6 (a) vegetasi mangrove di wilayah buffer zone Pantai Timur Surabaya; (b) vegetasi mangrove di buffer zone sungai; (c) vegetasi mangrove di tambak Tabel 7 Jenis tanaman mangrove di Wonorejo
No. Nama Ilmiah Nama Lokal
Mangrove sejati
1 Acanthus ebracteatus Jeruju putih
2 Acanthus ilicifolius Jeruju hitam
3 Acanthus aureum Lim. Paku laut
4 Aigiceras floridium Mangekasihan
5 Avicennia alba Api-api
6 Avicennia marina Api-api daun lebar
7 Avicennia officinalis Api-api putih
8 Excoecaria agallocha Buta-buta
9 Rhizophora mucronata Bakau hitam
Mangrove ikutan
1 Baringtonia asiatica (L.) Kurz Keben
2 Calophyllum inophyllum L. Nyamplung
3 Calotropis gigantea L. Dryander Widuri
4 Cerbera manghas L. Bintaro
5 Hibiscus tiliaceus L. Waru laut
6 Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet. Katang-katang, tapak kuda
7 Morinda citrifolia Mengkudu
8 Passiflora foetida (L.) Semangka kurung
9 Ricinus communis Linn. Jarak kepyar
10 Sesuvium portulacastrum (L.) Krokot laut
11 Terminalia catappa L. Ketapang
12 Wedelia biflora (L.) DC. Seruni laut
(34)
Selain tanaman mangrove yang disebutkan diatas terdapat pula Xylocarpus granatum di sekitar Sungai Jagir. Tanaman mangrove banyak terdapat disepanjang pesisir pantai dengan ketebalan 10 – 100 m (Gambar 2b), untuk di sepanjang sungai Avoor 10 m – 20 m (Gambar 2a).
Mangrove yang berada di wilayah buffer zone merupakan tanaman alami. Terdapat pula tanaman-tanaman baru yang didominasi oleh Rhizophora sp. yang berasal dari proyek penanaman yang dilakukan oleh berbagai perusahaan yang bekerjasama dengan kelompok masyarakat setempat. Keberadaan mangrove tidak hanya di wilayah buffer zone, terdapat tegakan mangrove yang didominasi oleh Avicennia sp dan Rhizophora sp di pematang tambak masyarakat. Tanaman mangrove ini merupakan mangrove yang tumbuh secara alami. Menurut keterangan masyarakat tanaman mangrove masih dipertahankan di wilayah ini karena mereka mengetahui manfaat mangrove sebagai penahan tanggul tambak. akan tetapi masyarakat masih banyak yang belum mengetahui fungsi tanaman mangrove secara lebih luas.
Fungsi dan Manfaat Vegetasi Mangrove di Pamurbaya
Berdasarkan hasil penelitian BLH (2012), vegetasi mangrove mempunyai fungsi penting bagi kota Surabaya. Fungsi ini memberikan manfaat baik dari segi ekologis dan ekonomi. Berikut ini merupakan fungsi dari vegetasi mangrove yang berada di wilayah Pamurbaya:
Fungsi Ekologis
Sebagai pelindung yang kuat dan alami dari ancaman abrasi serta dapat menjaga stabilitas garis pantai
Penetralisir limbah yang berasal dari laut dan sungai
Sebagai tempat berpijah ikan, terutama ikan-ikan kecil untuk dapat berkembang dan sebagai tempat berkembang biak, sumber pakan dari berbagai jenis ikan, udang burung, san satwa liar seperti burung dan buaya.
Kemampuan mangrove dalam mengembangkan wilayahnya ke arah laut yang berasal dari sedimentasi dari air sungai dengan membentuk tanah timbul. Kawasan konservasi
Bappeko (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota) Surabaya telah menetapkan Pamurbaya termasuk dalam kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada wilayah pantai timur.
Sebagai habitat satwa liar
Berdasarkan survei Badan Lingkungna Hidup Kota Surabaya (2012), keberadaan mangrove di Pamurbaya mampu menarik kedatangan spesies darat liar non ekonomi seperti spesies kelas Arachnida, spesies kelas Aves, spesies kelas Insecta, Mammalia, Reptilia, dan spesies kelas Amphibia. Terdapat pula satwa darat liar non ekonomi yaitu kelas Crustacea, kelas Mollusca, dan kelas Reptilia. Untuk satwa darat liar ekonomi terdapat populasi spesies kelas aves.
(Sumber BLH 2012) Fungsi Ekonomi
Sebagai tempat objek wisata mangrove (ekowisata).
Pengolahan buah mangrove sebagai bahan baku makanan dan sirup. Perikanan tambak udang dan bandeng
(35)
Penghasil kepiting
(Sumber: data primer pengamatan lapangan 2015) (2) Ekowisata
Ekowisata Wonorejo merupakan ekowisata yang memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai daya tarik wisatanya. Pemerintah Surabaya yang bekerjasama dengan pihak swasta ingin menjadikan ekowisata ini sebagai kawasan penyangga pantai timur Surabaya dari abrasi pantai sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar ekowisata Wonorejo. Berbagai macam fasilitas yang disediakan oleh pengelola ekowisata yang berkaitan dengan mangrove, diantaranya: hamparan vegetasi mangrove yang dipadukan dengan jalan setapak dari bambu; kegiatan penanaman mangrove bagi para pengunjung serta terdapat kapal boat yang disediakan bagi wisatawan yang ingin menikmati hamparan vegetasi mangrove di sepanjang sungai.
(7a) (7b) Sumber: wisatajatim.com
Konsep ekowisata yang seharusnya merupakan bentuk wisata dengan pendekatan konservasi tidak berjalan dengan baik di wilayah ini. Hal ini terlihat dari mulai munculnya berbagai masalah yang ditimbulkan. Salah satunya adalah permasalahan dengan masyarakat. hal ini berawal dari kapal boat yang menimbulkan pencemaran di wilayah sungai. Berdasarkan keterangan masyarakat kapal boat yang dioperasikan untuk wisatawan menimbulkan gelombang besar yang membentur dinding tambak, sehingga hasil udang harian petani tambak berkurang bahkan tidak ada. Selain itu, banyaknya wisatawan yang tidak terkontrol berdampak pada keberadaan burung yang singgah di wilayah mangrove Wonorejo.
(3) Perumahan
Lokasi yang strategis dan memiliki potensi dalam bidang ekowisata dan perdagangan, menjadi hal yang menarik perhatian bagi para pengembang untuk melakukan pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan ini ditujukan untuk kalangan menengah keatas. Setidaknya ada tiga pengembang yang sedang membangun perumahan di wilayah ini.
Pada hakekatnya pengembangan perumahan yang diperuntukkan untuk masyarakat merupakan kegiatan yang baik untuk menunjang ekonomi wilayah tersebut. Dampak yang diberikan untuk perekonomian masyarakat juga cukup
Gambar 7 Ekowisata Wonorejo (7a) Jalan setapak bambu; (7b) kapal wisata ekowisata Wonorejo
(36)
tinggi yaitu salah satunya, usaha masyarakat dalam bidang kuliner dan sarana prasarana lainnya. Akan tetapi pengembangan perumahan juga perlu memperhatikan dampak yang terjadi terhadap lingkungan dan mata pencaharian masyarakat. Dampak bagi ekosistem mangrove yaitu semakin terdesaknya habitat vegetasi mangrove yang memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomi yang tinggi bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Berdasarkan BLH (2011) terdapat penurunan vegetasi mangrove di Wonorejo akibat adanya alih fungsi lahan sebesar 27,26%. Pada tahun 2015 luas lahan yang bervegetasi mangrove cenderung menurun kembali karena terjadi alih fungsi lahan untuk perumahan. selain berdampak terhadap lingkungan pembangunan perumahan yang dilakukan secara terus menerus berdampak pada pertambakan dan perikanan. Salah satu dampak buruk yang terlihat adalah berkurangnya lahan untuk pertambakan serta berkurangnya vegetasi mangrove yang memiliki manfaat bagi perlindungan dan habitat ikan dan satwa liar.
Gambar 8 Perumahan yang dikembangkan di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo
(4) Pemancingan dan Rumah Makan
Pemancingan dan rumah makan merupakan usaha yang mulai tumbuh di wilayah Wonorejo. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya wisatawan yang mulai berdatangan untuk menikmati keindahan mangrove di wonorejo. Sehingga banyak pengusaha yang tertarik membuka bisnis dalam bidang ini. Pemancingan merupakan usaha yang dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki wilayah tersebut, yaitu pertambakan. Usaha seacam ini banyak dipadukan dengan rumah makan yang menyajikan hasil tangkapan para pemancing ataupun dari tambak yang ada (Gambar 9).
(9a) (9b)
Gambar 9 (a) Wisata pemancingan; (b) rumah makan yang dikembangkan disekitar wilayah ekosistem mangrove Wonorejo
(37)
(5) Pertambakan
Sesuai dengan arahan RTRW kota surabaya tahun 2014, kawasan mangrove di peisisr timur Kota Surabaya juga difungsikan sebagai zona budidaya perikanan dengan luas 433 ha. Luas pertambakan ini termasuk di Kelrahan Wonorejo. Berdasarkan profil Kelompok Masyarakat Trunojoyo (Kelompok Petambak) luas lahan pertambakan di Kelurahan kurang lebih 220 ha. Tambak ini berada di sisi timur Wonorejo yang berbatasan dengan buffer zone sungai avoor dan sungai jagir serta serta Selat Madura.
Gambar 10 Tambak di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo Lahan tambak di Wonorejo sebagian besar dimiliki oleh warga luar Wonorejo. Penunggu tambak merupakan warga pendatang dari berbagai wilayah di Jawa Timur yang sudah puluhan tahun bekerja di tambak Wonorejo.
(6) Perlindungan dan Pelestarian
Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas PU Bina Marga dan Pamatusan, berencana akan menambah jumlah bozem di Surabaya. Pemerintah Kota juga telah melakukan upaya rehabilitasi bozem atau waduk dengan melakukan pengerukan sedimen secara rutin. Bozem di Desa Wonorejo ini berfungsi untuk pengairan tambak, pemancingan dan ekowisata, akan tetapi kondisi bozem yang saat ini belum berfungsi dengan baik (Gambar 8a). Selain bozem, pemerintah juga membangun Rumah Pompa di Desa Wonorejo.
(11a) (11b)
Gambar 11 Sarana dan prasarana (11a: bozem; 11b: Rumah Pompa) dalam upaya perlindungan dan pelestarian di Desa Wonorejo
Rumah Pompa merupakan pompa air yang berfungsi untuk mengatur pasang surut air laut yang mengalir di Sungai Avoor (Gambar 8a). Rumah Pompa ini
(1)
Lampiran 6 Penilaian atribut dimensi teknologi, sarana, prasarana model mata pencaharian berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo
No
Atribut
Teknologi dan sarana prasarana
Skor
Jenis mata pencaharian
Baik Buruk Ketentuan Penilaian
PM PT NH
1 sarana transportasi
0; 1; 2; 3 3 3 3 3 0 (0) tidak berpengaruh; (1) dapat dilalui pejalan kaki; (2) dapat dilalui pejalan kaki dan motor; (3) dapat dilalui kendaraan roda empat
2 sarana jalan 0; 1; 2; 3 3 3 3 3 0 (0) tidak berpengaruh (1) dapat dilalui pejalan kaki; (2)
dapat dilalui pejalan kaki dan motor; (3) dapat dilalui kendaraan roda empat.
3 penggunaan teknologi
0; 1; 2; 3 3 2 1 2 0 (0) tidak menggunakan teknologi (1) menggunakan
teknologi sederhana; (2) menggunakan teknologi yang berbasis lingkungan ; (3) menggunakan teknologi yang komplek dan ramah lingkungan.
4 Sarana pengairan
0; 1; 2; 3 2 1 1 0 1 (0) tidak menggunakan teknologi (1) menggunakan
teknologi sederhana; (2) menggunakan teknologi yang berbasis lingkungan ; (3) menggunakan teknologi yang komplek dan ramah lingkungan.
5 Ketersediaan pakan/pupuk
0; 1; 2; 3 3 3 3 3 0 (0) tidak berpengaruh (1) berasal dari bahan kimia; (2)
berasal dari pakan alam buatan; (3) bersal dari alam.
6 Mutu benih 0; 1; 2; 3 3 2 3 2 0 (0) tidak berpengaruh (1) mutu benih baik; (2) mutu benih
baik dan berkualitas tetapi belum divaksinasi ; (3) tidak memerlukan benih/ mutu benih baik dan berkualitas (sudah divaksinasi)
7 keramahan teknologi pada lingkungan
0; 1; 2; 3 3 2 3 3 0 (0) tidak berpengaruh; (1) mata pencaharian menimbulkan
pencemaran berat bagi lingkungan; (2) mata pencaharian sedikit memberikan kerusakan lingkungan; (3) mata pencaharian tidak memberikan dampak pencemaran
(2)
Lampiran 7 Penilaian atribut dimensi kelembagaan model mata pencaharian berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo
No Atribut kelembagaan Skor
Jenis mata
pencaharian Baik Buruk Ketentuan Penilaian
PM PT NH
1 Kebijakan mengenai kepemilikan lahan
0; 1; 2; 3 3 2 2 3 0 Observasi lapangan, RTRW Kota Surabaya 2014,
(1)kurang tersedia; (2) cukup tersedia (3) tersedia 2 lokasi usaha sesuai
dengan peraturan
0; 1; 2; 3 3 2 3 3 0 RTRW Kota Surabaya 2014, (1) tidak sesuai; (2) kurang
sesuai (3)sesuai 3 Kebijakan mengenai
alih fungsi lahan
0; 1; 2; 3 1 1 1 0 1 Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2011 dan observasi
lapangan, (0) tidak berpengaruh; (1) pengelolaan tidak berpihak pada lingkungan dan kepentingan masyarakat; (2) pengelolaan ditujukan untuk kepentingan lingkungan; (3) pengelolaan ditujukan untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat.
4 Komitmen
pemerintah
0; 1; 2; 3 1 1 1 0 1 Wawancara (1) kurang dalam berkomitmen; (2) cukup
dalam berkomitmen (3)berkomitmen
5 Peran perguruan
tinggi
0; 1; 2; 3 3 2 2 3 0 Wawancara, observasi lapangan, Profil Kelompok Tani
(1) kurang berperan; (2) cukup berperan (3)berperan aktif
6 Peran LSM 0; 1; 2; 3 3 3 2 3 0 Melalui obervasi lapangan dan diskusi pakar (1) kurang
berperan; (2) cukup berperan (3)berperan aktif
7 Peran investor 0; 1; 2; 3 2 1 1 0 1 Melalui obervasi lapangan dan diskusi pakar (1) kurang
berperan; (2) cukup berperan (3)berperan aktif 8 Ketersediaan
organisasi kelompok masyarakat
0; 1; 2; 3 3 3 3 3 0 Melalui obervasi lapangan dan diskusi pakar (1) tidak
memadai (2) kurang memadai (3)cukup memadai 9 Koordinasi antar
instansi yang terkait
0; 1; 2; 3 3 1 1 0 2 Melalui obervasi lapangan dan diskusi pakar (1) tidak
terkoordinasi; (2) cukup terkoordinasi(3)terkoordinasi dengan baik
(3)
Lampiran 8 Matriks penilaian faktor internal pada Analisis SWOT
No. Uraian Faktor Internal Bobot (Setiap Stakeholder) ∑B Rasio Rating (Setiap Stakeholder) ∑R Rasio Nilai
M T N P K D B L M T N P K D B L
KEKUATAN (S)
1 Kesesuaian pemanfaatan lahan sebagai usaha masyarakat berkelanjutan
4 4 4 4 4 3 4 3 30 0,233 4 4 4 3 3 2 2 3 25 0,188 0,044
2 Ketrampilan petani dan nelayan 4 3 3 3 4 3 3 4 27 0,209 4 4 4 4 3 3 3 3 28 0,211 0,044 3 Keberadaan kelompok tani 3 3 3 3 3 3 3 3 24 0,186 4 4 4 4 3 3 3 3 28 0,211 0,039 4 Kualitas produk 3 3 3 3 3 3 3 3 24 0,186 4 4 4 4 3 3 3 3 28 0,211 0,039 5 Ketersediaan pakan 3 3 3 3 3 3 3 3 24 0,186 3 4 3 4 3 2 2 3 24 0,180 0,034
129 133 0,200
KELEMAHAN (W)
1 Kondisi vegetasi 4 3 3 4 4 4 3 4 29 0,187 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,186 0,035 2 Kualitas air 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,206 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,186 0,038 3 Status kepemilikan lahan 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,206 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,186 0,038 4 Pendapatan 4 4 4 4 4 3 3 4 30 0,194 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,186 0,036 5 Kelayakan usaha 3 3 3 3 2 2 2 2 20 0,129 3 3 3 3 2 2 2 2 20 0,116 0,015 6 Biaya produksi 3 3 1 1 1 1 1 1 12 0,077 3 3 3 3 3 3 3 3 24 0,140 0,011
155 172 0,173
Nilai Faktor Internal (S-W) 0,026
Keterangan :
M: Petani Magrove ; T: Petani Tambak ; N: Nelayan Harian ; P: Perguruan Tinggi ; K: BKSDA Jawa Timur ; D: Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur ; B: Bappeda Provinsi Jawa Timur ; L: LSM ; ∑B: Jumlah Bobot ; ∑R: Jumlah Rating
(4)
Lampiran 9 Matriks penilaian faktor eksternal pada Analisis SWOT
No. Uraian Faktor Eksternal Bobot (Setiap Stakeholder) ∑B Rasio Rating (Setiap Stakeholder) ∑R Rasio Nilai
M T N P K D B L M T N P K D B L
PELUANG (O)
1 Sarana jalan dan transportasi 2 2 2 2 3 3 3 2 19 0,196 2 2 2 2 2 2 2 2 16 0,176 0,034 2 Peran LSM dan pers 2 3 3 3 2 2 2 4 21 0,216 2 3 3 3 2 2 2 3 20 0,220 0,048 3 Peran perguruan tinggi 4 3 3 3 3 3 3 3 25 0,258 3 3 3 3 3 3 3 3 24 0,264 0,068 4 Komitmen pemerintah 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,330 4 4 4 4 4 4 4 3 31 0,341 0,112
97 91 0,262
ANCAMAN (T)
1 Sarana pengairan 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,390 4 4 4 4 4 4 4 4 32 0,344 0,134 2 Konflik yang terjadi akibat
pembangunan (alih fungsi lahan)
1 1 1 1 1 1 1 1 8 0,098 3 3 3 2 2 2 2 3 20 0,215 0,021 3 Peran investor 1 1 1 2 2 2 3 1 13 0,159 1 1 1 2 2 2 2 1 12 0,129 0,020 4 Koordinasi antar stakeholder 3 3 3 4 4 4 4 4 29 0,354 3 3 3 4 4 4 4 4 29 0,312 0,110
82 93 0,286
Nilai Faktor Eksternal (O-T) -0,024 Keterangan :
M: Petani Magrove ; T: Petani Tambak ; N: Nelayan Harian ; P: Perguruan Tinggi ; K: BKSDA Jawa Timur ; D: Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur ; B: Bappeda Provinsi Jawa Timur ; L: LSM ; ∑B: Jumlah Bobot ; ∑R: Jumlah Rating
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 25 Juli 1989 dan merupakan putri keempat dari pasangan Drs. M. Zen Dahlan, M.Pd dan Ngatmining. Penulis menikah dengan Imam Fauzi Syamsu, S.Hut dan dikarunia 2 (dua) anak yang bernama Almamaira Zahreen Fauzi dan Fares Muhammad Fauzi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bojonegoro lulus pada tahun 2007 dan melanjutkan ke strata 1 di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2013 penulis melalui beasiswa BPPDN melanjutkan studi strata 2 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2010 penulis banyak terlibat dalam penelitian mengenai mangrove, salah satunya penulis juga pernah menjadi peneliti di Wetlands (2011-2013), dan mewakili Wetlands dalam Rapat koordinasi Kelompok Kerja Mangrove Nasional (KKMN) pada tahun 2012. Sampai saat ini peneliti juga masih aktif dalam penelitian mangrove termasuk sebagai karya ilmiah dalam penyelesaian strata 2.