HASIL DAN PEMBAHASAN Model Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan Pada Ekosistem Mangrove Di Wonorejo, Kota Surabaya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden Dalam pendekatan analisis keberlanjutan mata pencaharian, sasaran responden adalah massyarakat Wonorejo yang memilikihubungan langsung terhadap ekosistem mangrove dan instansi yang terkait dengan pengelolaan mangrove. Responden terdiri dari masyarakat sekitar ekosistem mangrove Wonorejo dan instansi yang tergabung dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Jawa Timur. Responden masyarakat merupakan masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap ekosistem mangrove baik itu dalam hal pengelolaan ataupun masyarakat yang bermata pencaharian di wilayah ekosistem mangrove, yang kemudian dalam penelitian ini disebut masyarakat mangrove. Berdasarkan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan masyarakat mangrove merupakan masyarakat minoritas dengan jumlah kurang lebih hanya 50 orang dari 25 000 jiwa dari keseluruhan penduduk Wonorejo. Responden masyarakat terdiri dari masyarakat yang berprofesi sebagai petani mangrove dengan jumlah responden 2 orang dilakukan dengan sensus, petani tambak dengan jumlah responden 10 orang dan nelayan harian dengan jumlah responden 2 orang ddilakukan dengan purposive sampling dengan jenis kelamin laki-laki. Tabel 8 Karakteristik responden masyarakat No. Karakteristik Responden Kategori Kelompok Mata Pencahrian PM n=2 PT n=10 NH n=2 1 Jenis Kelamin Laki-laki 2 10 2 Perempuan - - - 2 Usia 25X65 Tahun - - - 45-65 Tahun Produktif 1 9 - 25-45 Tahun Sangat Produktif 1 1 2 3 Jenjang pendidikan SD - 6 - SMP - 3 2 SMA 1 1 - Perguruan tinggi 1 - - 4 Daerah asal Luar Wonorejo 2 7 - Dalam Wonorejo - 3 2 5 Lama Tinggal 5 Tahun 1 - - 10 Tahun - - - 15 Tahun 1 10 2 Keterangan: PM Petani mangrove; PT Petani tambak; NH Nelayan harian Karakteristik jenis kelamin responden 100 adalah laki-laki. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bermatapencaharian di wilayah eekosistem mangrove hanya laki-laki saja. Untuk petani mangrove, jumlah responden petani mangrove merupakan keseluruhan anggota aktif sampai pada tahun 2015. Kelompok aktif merupakan kelompok yang ikut aktif dalam setiap program kegiatan yang diadakan, yaitu ketua kelompok dan satu orang anggota memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Kelompok ini diketuai oleh Bapak Soni Muchson, seorang pendatang yang tidak memiliki keterampilan mengenai lingkungan mangrove. Melihat, kerusakan lingkungan yang terjadi disekitarnya, Bapak Soni mulai melakukan rehabilitasi mangrove di sepanjang sungai Wonorejo. Untuk menarik perhatian masyarakat sekitar agar peduli terhadap lingkungan sekitar, Ketua kelompok ini mulai berfikir kreatif untuk memanfaatkan buah mangrove sebagai bahan olahan makanan. Sehingga, Produk-produk inilah yang sampai saat dikenal oleh banyak kalangan dengan sirup bogem mangrove dan berbagai macam olahan makanan lainnya. Pemanafaatan tanaman mangrove mejadi olahan makanan merupakan salah satu strategi untuk memberikan pengajaran kepada masyarakat sekitar akan penting dan manfaat tanaman mangrove bagi lingkungan. Dengan latar belakang masyarakat yang berbeda-beda dan mata pencaharian yang sebgaian besar merupakan pekerja swasta Monografi Kelurahan Wonorejo 2014, Bapak Soni ingin melibatkan warga di Wonorejo dalam penyelamatan lingkungan di sekitarnya. Untuk itu dalam setiap kesempatan yang ada baik itu dalam rangka kegiatan penanaman dan pengolahan bahan makanan yang berasal dari mangrove mengikutsertakan masyarakat sekitar. Sampai saat ini kegigihan beliau mulai trelihat dengan banyaknya pihak yang mulai peduli terhadap penyelamatan lingkungan di kawasan mangorve di Wonorejo. Responden yang berasal dari kelompok petani tambak berjumlah 10 orang dengan latar belakang pendiidkan yang rendah. responden ini merupakan buruh tani tambak yang merupakan masyarakat pendatang yang sudah puluhan tahun tinggal di Wonorejo. Petani tambak masuk kedalam kelompok masyarakat Trunojoyo yang menaungi para petani tambak yang ada di Wonorejo. Selain petani tambak kelompok ini juga beranggotakan nelayan harian yang pada penelitian ini termasuk kedalam responden sebanyak dua orang. Jumlah responden ini merupakan 25 persen dari total keseluruhan masyarakat yang berprofesi sebagai petani tambak dan nelayan harian. Petani tambak dan nelayan harian yang tergabung dalam kelompok Trunojoyo mulai merasakan akibat kerusakan lingkungan mangrove disekitarnya. Dampak yang paling dirasakan oleh para petani tambak dan nelayan harian adalah semakin berkurangnya produksi ikan yang berasal dari tambak dan lingkungan luar tambak sekitar mangrove. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang semakin berkurang. Penurunan produksi yang berimbas pada ekonomi masayarakat mendorong kelompok ini mulai melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove dan memanfaatkan lingkungan ekosistem mangrove sebagai sarana pendidikan lingkungan bagi pelajar. Mata Pencaharian Masyarakat pada Ekosistem Mangrove 1. Petani Tambak Petambak Wonorejo tergabung dalam kelompok petani tambak trunojoyo Kelurahan Wonorejo. Jumlah anggota yang termasuk kedalam kelompok tani adalah 58 orang. Anggota kelompok ini 98 merupakan penunggu tambak sedangkan untuk sisanya yaitu 2 adalah pemilik tambak sekaligus sebagai pengelola tambak. Untuk memudahkan penyebutan dalam penilitian ini responden dari petambak disebut petani tambak. Penunggu tambak yang berada di Desa Wonorejo hanya mengandalkan penghasilan dari panen tambak dan udang harian serta mencari kepiting. Sebagian besar penunggu tambak berasal dari Kelurahan Wonorejo dan sebagian kecil berada dari luar kota seperti dari Jombang, Pasuruan, Tuban dan kota lainnya. Penunggu tambak diberikan hak pengelolaan tambak dengan luasan yang berbeda-beda. Luas areal keseluruhan yang dimanfaatkan untuk pengelolaan tambak di Desa Wonorejo adalah 220 ha dengan jumlah petani tambak 48 orang. Masing-masing luas areal garapan tidak sama antar para petani tambak. Luas minimal tambak untuk satu orang penunggu tambak adalah 1 ha, dan ada pula penunggu tambak yang mengelola tambak seluas 18 ha. Konsep pengelolaan tambak terdapat pemilik tambak yaitu orang yang berhak atas tanah tambak perusahaan atau perorangan dan penunggu tambak yaitu orang yang diberi mandat oleh pemilik tambah untuk mengelola tambak. Pembagian keuntungan dari hasil tambak dengan pemilik tambak berbeda-beda, berkisar 10 sampai 25 untuk penunggu tambak. sebagai contoh adalah Pak Darmanto, yang mengelola tambak seluas 12 ha dengan perjanjian pembagian keuntungan 10 untuk penunggu tambak dan 90 untuk pemilik tambak, dengan tambahan uang bulanan sebesar 300 ribubulan dari pemilik tambak. berbeda dengan Cak Malik, pembagian keuntungan adalah 25 tanpa adanya uang bulanan dari pemilik tambak. Model pengelolaan tambak yang diterapkan di Desa Wonorejo adalah tambak tradisional, yang merupakan tambak yang dikelola secara manual tanpa adanya alat-alat mekanik ataupun tehnik khusus untuk mengelolanya.Tambak ini sangat dipengaruhi pasang surut air laut yang merupakan sumber pengairan bagi tambak, dengan cara buka tutup pintu tambak. Untuk pemberian pakan ikan, petani tambak masih mengunakan bahan dari alam yaitu ganggang hijau yang tumbuh alami di dalam tambak. Namun demikian ditemukan satu pengelola tambak dengan luas tambak 18 ha yang dikelola oleh Pak Adam menambahkan pakan dari pabrik untuk menunjang pakan alami yaitu ganggang apabila tidak mencukupi untuk pakan ikan. a Kondisi vegetasi Luas keseluruhan lahan mata pencaharian petani tambak kurang lebih 220 ha. Dari luas tersebut 95 tidak terdapat tutupan vegetasi. Vegetasi mangrove hanya berada pada beberapa tambak dengan desain silvofishery dengan tanaman mangrove berada di tanggul tambak yang didominasi oleh tanaman Avicennia sp, Rhizophora sp dan Bruguiera sp, dan ada pula tambak dengan sistem silvofishery dengan tanaman mangrove berada di tengah tambak dengan luas lahan tambak kurang lebih 2 ha Gambar 13b yang didominasi oleh tanaman Avicennia sp. Berdasarkan BLH 2012 luas tanaman mangrove yang ada di wilayah tambak ini seluas 13.29 ha dengan luas vegetasi mangrove ini hanya kurang dari 20 dari total luas tambak yang ada. Pada tahun 2015 vegetasi mangrove ini sudah banyak berkurang akibat adanya alih fungsi lahan tambak menjadi pemukiman berupa komplek perumahan yang dikembangkan oleh investor. 13a 13b 13c Gambar 13 Kondisi vegetasi tanaman mangrove pada lahan pertambakan b Kondisi Ekonomi Berdasarkan perhitungan, nilai ekonomi rata-rata pertambak udang dan bandeng adalah Rp 12 000 000 hatahun. Nilai ini merupakan nilai penghasilan dari usaha tambak yang nantinya akan dibagi 25 untuk petani tambak. Apabila rata-rata petani mengelola tambak seluas 4 ha maka mereka hanya mampu menghasilkan Rp 741 666,66 bulan. Selain dari pendapatan pertambakan mereka juga menangkap hasil udang liar dengan rata-rata pendapatan Rp 25 000 – Rp 100 000 hari. Sehingga para petani sangat mengharapakan pendapatan yang berasal dari udang liar yang ada. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, udang liar yang hampir tiap 3ari mereka dapatkan, sudah satu bulan terakhir hampir tidak ada. Hal ini dikarenakan peningkatan pencemaran air sungai. Peningkatan pencemaran air sungai merupakan salah satu faktor penurunan pendapatan petani tambak. Pencemaran air sungai memberikan dampak langsung terhadap kehidupan udang dan kepiting liar yang ada di tambak. Hal ini dikarenakan, sistem teknologi pengairan tambak yang masih sangat sederhana. Teknik ini dilakukan dengan buka tutup pintu tambak secara manual dan hanya mengandalkan keberadaan pasang surut air laut yang mengalir melalui sungai. c Kondisi Sosial Petani tambak memiliki kelompok masyarakat dengan nama Kelompok Tani Trunojoyo yang didirikan masyarakat yang memiliki latar belakang mata pencaharian petani tambak oleh inisiatif Bapak Ratno ketua kelompok. Kelompok masyarakat ini didukung oleh LSM nol sampah yang bergerak dalam bidang konservasi sumberdaya alam di wilayah pesisir. LSM ini sudah masuk ke wilayah pesisir di Desa Wonorejo dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Hingga saat ini LSM Nol Sampah masih aktif dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada Kelompok Tani Trunojoyo. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keterampilan kepada masyarakat petani tambak. Keterampilan ini nantinya diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan selain dari bidang pertambakan. Sehingga masyarakat juga dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, misalnya dengan pembibitan serta penyedia lokasi untuk pendidikan lingkungan dan satwa liar. 2. Petani Mangrove Petani mangrove merupakan kelompok masyarakat yang menjalani kegiatannya di bidang pemanfaatan buah mangrove. Selain melakukan pengolahan buah mangrove, petani magrove juga melakukan penanaman mangrove di berbagai tempat. Kelompok ini tergabung dalam kelompok mina tani mangrove yang diketuai oleh Soni Muchson, seorang aktivis lingkungan yang memiliki kreativitas yang tinggi dalam melakukan pengolahan makanan dari bahan yang berasal dari tanaman mangrove. Kelompok tani mangrove memiliki jumlah anggota aktif sebanyak 2 orang dibawah pengawasan perguruan tinggi negeri di Surabaya. Kelompok ini akan mempekerjakan masyarakat pada saat panen raya buah mangrove yang akan dijadikan bahan makanan ataupun pada saat melakukan kegiatan pembinaan. Hasil pengolahan tanaman mangrove dijadikan makanan dan minuman diantaranya, sirup mangrove yang berasal dari buah bogem Sonneratia caseolaris, tepung dari buah Bruguiera yang dijadikan dawet, brownis dan olahan makanan lainnya. Selain makanan, produk dari olahan ini mangrove ini juga dapat menghasilkan teh dari daun Acanthus sp. Pengolahan buah mangrove menjadi bahan baku makanan yang merupakan inovasi ramah lingkungan dan merupakan temuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sampai saat ini produk yang berupa sirup mangrove merupakan produk yang diunggulkan dari Kota Surabaya dan sebagai produk khas Desa Wonorejo. Selain itu juga, Bapak Muchson telah mengembangkan dawet yang berasal dari tanaman Bruguiera. Rasa dari dawet ini tidak jauh beda dengan dawet yang biasa dipasarkan, sehingga produk ini layak dan patut dikembangkan untuk dipasarkan secara luas. Kegiatan kelompok petani mangrove tidak hanya melakukan pemanfaatan buah mangrove, kegiatan lainnya adalah pendidikan lingkungan. Tidak jarang kelompok ini dipercaya untuk menjadi pembicara dan memberikan pelatihan dalam pengolahan buah mangrove baik untuk instansi, kelompok, mahasiswa dan siswa yang berasal dari berbagai daerah. Bahkan ketua kelompok ini yaitu Bapak Soni Muchson sudah banyak mendapatkan penghargaan dari berbagai macam kategori dibidang lingkungan, yang salah satunya adalah SCTV Award pada tahun 2013. a Kondisi vegetasi Mata pencaharian sebagai petani mangrove yang memanfaatkan buah mangrove merupakan mata pencaharian yang sangat bergantung dengan keberadaan vegetasi mangrove. Jenis tanaman mangrove yang dimanfaatkan oleh petani mangrove adalah Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorrhiza, dan Acanthus sp. Jenis tanaman ini mereka dapatkan dari vegetasi yang berada di sepanjang sungai Jagir Desa Wonorejo, namun tidak semua bahan baku buah mangrove berasal dari desa ini. Sonneratia caseolaris atau lebih dikenal dengan bogem merupakan tanaman yang memiliki buah berbentuk bulat berwarna hijau. Tanaman ini tumbuh baik dihabitat ekosistem mangrove. Di tangan Bapak Muchson Ketua Kelompok Tani Mangrove buah dari tanaman mangrove ini dimanfaatkan untuk bahan baku sirup. Tanaman ini tumbuh di sekitar Sungai Jagir. Jumlah tanaman yang dimanfaatkan untuk bahan baku olahan sirup hanya 8 tanaman. Selain bogem, di wilayah ini juga, kelompok tani mengambil Acanthus sp. sebagai bahan baku pembuat teh. Untuk tanaman Bruguiera gymnorrhiza, yang dimanfaatkan untuk membuat tepung, kelompok tani mangrove mengambilnya dari desa yang berbeda. Hal ini dikarenakan keterbatasan jenis tanaman Bruguiera sp. yang ada di Desa wonorejo. b Kondisi ekonomi Pendapatan yang dihasilkan dari olahan buah mangrove cukup menjanjikan, terutama dari sirup bogem. Sirup bogem dijual dengan harga Rp. 25.000,00 botol. Rata-rata produk ini terjual 75 sampai 100 botol per bulan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi adalah 75 per botol. Keterbatasan tanaman membuat produksi tidak dapat dipastikan, sehingga dalam memproduksi akan dimasksimalkan pada masa panen raya. Panen raya buah Sonneratia sp berkisar antara bulan juni sampai dengan juli. Pemasaran hasil produk olahan buah mangrove masih dalam kalangan tertentu saja. Produk dijual pada saat acara-acara tertentu, seperti pada saat pelatihan yang dilakukan untuk pelajar ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang sering dilakukan oleh kelompok tani mangrove. Pendapatan petani mangrove, selain dari hasil jual produk olahan mangrove, juga berasal dari proyek-proyek lingkungan yang bekerjasama oleh perusahan atau organisasi-organisasi non pemerintah seperti WWF atau NGO lainnya. Keterampilan dan pengetahuan kelompok mangrove tani seperti inilah yang menjadi daya tarik sendiri untuk mendapatkan peluang dalam menjalankan usahanya dalam pemanfaatan lingkungan secara berkelanjutan. c Kondisi Sosial Petani mangrove memiliki kelompok masyarakat dengan nama kelompok tani mangrove Wonorejo. Kelompok ini memiliki struktur organisasi yang sudah baik yang dipimpin sekaligus sebagai aktor dari penemu olahan buah mangrove yaitu seorang penggiat lingkungan yang tinggal di Desa Wonorejo sejak tahun 1998. Kelompok ini banyak didukung oleh perguruan tinggi yang ada di Kota Surabaya diantaranya Universitas Airlangga dan Intitut Teknologi Sepuluh November, dan pergguruan tinggi dari Kota Malang Universitas Brawijaya. Perguruan tinggi ini banyak bekerjasama dibidang riset dengan menempatkan mahasiswanya untuk melaksanakan kerja lapangan dan penelitian skripsi dan tesis terkait dengan pengolahan buah mangrove dan mempelajari hal- hal yang berkaitan dengan ekosistem mangrove. Selain dari perguruan tinggi, kelompok tani mangrove ini juga dipercaya oleh berbagai sekolah tingkat SD sampai SMA baik yang didalam Kota Surabaya maupun luar Kota Surabaya untuk mengajarkan siswa-siswanya mengenai lingkungan ekosistem mangrove dan manfaat dari tanaman mangrove. Kerjasama yang dilakukan kelompok petani mangrove dengan perusahaan dan organisasi non pemerintah juga menjadi sorotan yang menarik. Kelompok Petani Mangrove sudah dipercaya oleh banyak pihak dalam jasanya terhadap lingkungan karena keahlian dan keterampilan yang dimilki oleh anggota kelompoknya, sehingga Kelompok tani mangrove ini banyak mendapatkan peluang dalam bentuk kerjasama untuk menyelamatkan lingkungan pada ekosistem mangrove.

3. Nelayan Harian