Dimensi Budaya LANDASAN TEORI
Berdasarkan dimensi budaya tersebut, terdapat enam dimensi budaya yaitu power distance, uncertainty acoidance,
collectivism vs individualism, masculinity vs feminity, long Term vs Short Term Orientation, indulgence vs restraint.
Dari keenam dimensi budaya tersebut, dimensi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dimensi power distance karena sesuai dengan keadaan remaja di sekitar peneliti terkait dengan alasan remaja dalam
melakukan perilaku seksual yang cenderung menunjukkan adanya kekuatan dari satu pihak.
Power distance sebagai bagian dari budaya juga merupakan
suatu hal yang berasal dari dalam diri dan bukan dari luar. Power distance,
sebagai bagian dari budaya budaya, dapat menentukan cara seseorang dalam berpikir, merasakan, berperilaku serta
berpikir realisistis Matsumoto, 2001. Keadaan ini membuat power distance
mampu diperoleh dengan menggunakan analisis diri. Hal ini menjadi salah satu alasan penggunaan power distance
dalam penelitian ini.
3. Karakteristik Dimensi Budaya a. Power Distance
Power distance terbagi atas 2 jenis yaitu power distance
tinggi dan power distance rendah Bialas, 2009. Terdapat beberapa karakteristik pada power distance tinggi dan rendah, budaya yang
memiliki power distance yang tinggi memiliki beberapa karakteristik yaitu lebih menolerir ketidaksamaan atau ketidaksetaraan, anggota
sebuah masyarakat setuju bahwa kekuasaan memang tidak seharusnya dibagikan secara sama atau rata. Mereka yang berada
pada posisi atas atau tinggi pada suatu kekuasaan memiliki hal istimewa dan dianggap benar, Mead, 2003, dalam Bialas 2009. Di
sisi lain, budaya yang memiliki power distance yang rendah cenderung memiliki karakteristik seperti lebih tidak toleran pada
ketidaksetaraan, hal istimewa merupakan suatu hal atau posisi yang kurang bisa diterima oleh masyarakat, kemerdekaan dianggap lebih
penting dan utama dibandingkan kesesuaian atau kepatuhan Mead, 2003, dalam Bialas 2009.
Selain itu, power distance juga mempengaruhi bagaimana seseorang mengungkapkan emosi. Mereka yang memiliki power
distance yang cenderung tinggi cenderung kurang mampu
mengungkapkan dan mengekspresikan emosi karena akan dianggap kurang menghormati Basabe et al., 1993, dalam Ubilos 2012.
Kurangnya kemampuan mereka dalam menunjukkan emosi yang dirasakan membuat mereka cenderung kaku dan kurang terbuka
Santili Miller, 2011. Hal ini ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan Richarson Smith 2007 terkait dengan pemilihan media
komunikasi yang menyatakan bahwa Jepang, yang memiliki power distance
tinggi, memiliki cara yang khusus dalam mengekspresikan
emosi yang dirasakan terhadap individu lain dengan status lebih tinggi. Di sisi lain, individu yang memiliki power distance rendah
cenderung lebih mudah mengungkapkan dan mengekspresikan emosi yang dirasakan Basabe et al, 1993, dalam Ubilos 2012.
Kemudahan dalam menujukkan emosi yang dirasakan membuat individu pada power distance yang rendah menjadi lebih fleksibel
dan terbuka Santili Miller, 2011. b. Individualism vs Collectivism
Mereka yang memiliki budaya invidualism cenderung mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan
bersama Rinuastuti, et al, 2014. Selain itu, mereka yang tinggal dalam budaya ini cenderung menghargai konflik terbuka dan logika
linier. Dalam budaya ini, persaingan daripada kerjasama didorong, inisiatif individu dan prestasi ditekankan, dan pengambilan
keputusan individu dihargai Samovar dan Porter, 2004. Pada budaya ini, individu fokus pada prestasi mereka sendiri dan tujuan
pribadi bukan pada kelompok. Mereka terlihat inovatif, memiliki waktu pribadi yang bernilai dan bebas, sedangkan pada budaya yang
cenderung kolektivis, individunya cenderung lebih suka loyalitas dan keberhasilan
kelompok pada
keuntungan masing-masing
Kagitcibasi, 1997 dalam Tarhini 2013
c. Uncertainty Avoidance Individu yang memiliki uncertainty avoidance yang lemah
cenderung memiliki tingkat stres dan kecemasan yang rendah, memiliki kontrol diri yang baik, lebih toleransi dengan ide orang
orang lain, serta memiliki kesehatan diri yang baik. Di sisi lain, mereka yang memiliki uncertainty avoidance yang kuat cenderung
memiliki tingkat stres dan kecemasan yang tinggi, kesehatan diri yang rendah, lebih emosional, lebih membutuhkan kejelasan dan
struktur dalam kehidupannya Hofstede, 2011. d. Masculine vs feminine
Individu yang condong pada dimensi maskulin cenderung emosional, mengutamakan pekerjaan, memiliki anggapan bahwa
laki-laki lebih cenderung melihat realita dan perempuan perasaan, penentu dalam keluarga. Sedangkan feminity cenderung pemerhati,
simpati, memiliki anggapan bahwa baik laki-laki maupun perempuan harus melihat realita dan perasaan Hofstede, 2011.
e. Long term orientation vs short term orientation Mereka yang memiliki short-term orientation cenderung
peribadi yang stabil, memiliki anggapan bahwa ada acuan akan sesuatu yang baik dan buruk, sedangkan mereka yang memiliki long-
term orientation cenderung pribadi yang mudah beradaptasi dengan
perubahan, memiliki anggapan bahwa sesuatu yang baik dan buruk
disesuaikan dengan keadaan atau realita Handayani Rinuastuti, et al, 2014.
f. Indulgence vs Restraint, Indulgence
lebih mengarah pada kesenangan dan pemuasan atas keinginan individu yang relatif bebas dan cenderung bersenang-
senang, sedangkan restraint lebih mengarah pada pembatasan atas keinginan individu yang di kontrol melalui norma-norma yang ketat
Hofstede, 2011. Berdasarkan teori di atas, dapat dikatakan bahwa setiap
dimensi memiliki kerateristiknya masing-masing. dalam penelitian ini peneliti menggunakan power distance sebagai variabel penelitian
dengan alasan kesesuaian dengan realita yang dihadapi peneliti sehingga dalam penelitian ini karakteristik yang digunakan adalah
karakteristik dari power distance.
4. Dampak Dimensi Budaya Dimensi budaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dimensi power distance. Dalam kehidupan sosial, power distance memberikan dampak yang sangat berarti pada beberapa aspek kehidupan
yaitu : a. Sikap
Jepang merupakan salah satu negara yang dianggap memiliki power distance
yang tinggi, namun dari peneltian yang dilakukan
oleh Richardson dasn Smith 2007, power distance index yang dicapai oleh Jepang berada di bawah rata-rata. Jepang merupakan
negara yang menjunjung tinggi norma dan hirarki dalam kehidupan sosial. Masyarakat Jepang sangat mengharga adanya hirarki sosial
dan norma yang berlaku di masyarakat. Mereka percaya dan memiliki berbagai cara untuk menunjukkan rasa hormatnya pada
individu yanng memiliki tingkatan atau status yang lebih tinggi. Di sisi lain, Amerika lebih menerima persamaan dalam bersikap dengan
masyarakat sekitar dan kurang memandang adanya hirarki Page dan Wiseman, 1993, dalam Richardson and Smith, 2007
Selain itu,
power distance
pada seseorang
juga mempengaruhi individu dalam bersikap. Mereka yang memiliki
power distance yang tinggi memiliki sikap yang tertutup dan kaku.
Hal ini banyak terjadi pada individu yang memiliki tingkat lebih rendah terhadap individu dengan tingkatan yang lebih tinggi Santili
Miller, 2011.
b. Perilaku Perilaku seseorang merupakan suatu perbuatan atau wujud
dari sikap yang dimilikinya. Penelitian Ricahardson dan Smith 2007 terkait dengan pemilihan media komunikasi, menjelaskan
dalam penelitiannya bahwa masyarakat Jepang memiliki sikap menghargai serta menghormati individu dengan status yang lebih
tinggi adapun perilaku ini dapat dilihat di bidang pendidikan seperti misalnya dalam menunjukkan rasa hormat pada gurunya, para murid
di Jepang memiliki ekspresi dan kata-kata khusus terhadap mereka yang dianggap lebih
“tinggi” yaitu guru dengan cara mempehatikan dan bertanya apabila ada penjelasan yang kurang dapat ditangkap. Di
sisi lain, maysrakat di Amerika dapat memberikan respon dalam bentuk verbal maupun non verbal secara langsung kepada guru. Hal
ini menunjukkan adanya kebebasan dalam mengungkapkan emosi. Page and Wiseman, 1993, dalam Richardson and Smith, 2007
Ekspresi dan kata-kata khusus yang ditunjukkan merupakan contoh perilaku seseorang dari sikap kaku dan tertutup yang dimiliki
pada individu yang memiliki power distance yang cenderung tinggi. Sebaliknya, individu yang lebih terbuka dan mampu menunjukkan
emosi yang dirasakan merupakan perwujudan dari sikap terbuka dan fleksibel pada individu dengan power distance yang cenderung
tinggi. Santili and Miller, 2011