Tabel 4.6 Uji Normalitas Bentuk Perilaku Seksual
B e
r d
a s
a r
k a
n
Berdasarkan data yang ditampilkan pada table diatas, variabel bentuk perilaku seksual pada remaja memiliki distribusi yang tidak
normal karena nilai probabillitas Asymtotic Significance kurang 0,05 yaitu 0,000.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Bentuk Perilaku
Seksual
N 206
Normal Parameters
a,b
Mean 123.43
Std. Deviation 50.891
Most Extreme Differences
Absolute .164
Positive .090
Negative -.164
Test Statistic .164
Asymp. Sig. 2-tailed .000
c
dalam suatu empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik Ghozali, 2002: 80 Peneliti melakukan analissis linear antara power
distance dan perilaku seksual. Uji linearitas ini dilakukan peneliti dengan
menggunakan data grafik dan statistik.
Gambar 4.3 Scatter Plot
Uji Linearitas
Berdasarkan scatter plot di atas, dapat dikatakan bahwa data power distance
dan bentuk perilaku seksual pada remaja bersifat tidak linear karena sebaran datanya yang tidak menunjukkan pola yang linear
atau lurus namun lebih menunjukkan bentuk u.
Tabel 4.7 Uji Linearitas Power Distance dan Bentuk Perilaku Seksual
Sum of Squares
df Mean
Square F
Sig.
Bentuk Perilaku
Seksual Power
Distance Between
Groups Combined
61167.162 29
2109.212 .790
.769 Linearity
2387.770 1
2387.770 .895
.346 Deviation
from Linearity
58779.392 28
2099.264 .787
.770
Within Groups 469753.387
176 2669.053
Total 530920.549
205
Hal ini juga dibuktikan dengan data statistik terkait dengan uji linearitas
varibel power distance dan bentuk perilaku seksual. Dalam uji linearitas
, data dikatakan linear jika memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel di atas menunjukkan adanya signifikasi pada angka 0,346
dimana angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data tidak linear.
3. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji korelasi antara
power distance dan bentuk perilaku seksual pada remaja dengan rentang
usia 19 sampai 24 tahun. Uji korelasi ini dilakukan untuk mleihat ada tidaknya hubungan antara power distance dan bentuk perilaku seksual
pada remaja dengan rentang usia 19 sampai 24 tahun serta mengetahui seberapa kuat korelasi tersebut.
Tabel 4.8 Uji Hipotesis Power Distance dan Bentuk Perilaku Seksual
Correlations
Power Distance
Bentuk Perilaku Seksual
Power Distance
Spearmans rho Correlation 1.000
-.106 Sig. 2-tailed
. .128
N 206
206 Bentuk
Perilaku Seksual
Spearmans rho Correlation -.106
1.000 Sig. 2-tailed
.128 .
N 206
206
Berdasarkan tabel statistik dari hasil uji korelasi antara power distance
dan bentuk perilaku seksual pada remaja tersebut, dapat terilihat bahwa koefisien korelasi anatar power distance dan bentuk perilaku
seksual berada pada angka -0.106 yang berarti bentuk hubungan antar keduanya negatif cenderung lemah, namun siginifikansi data korelasi
berada pada angka 0,128 atau lebih besar dari 0,05. Hal ini menujukkan
tidak adanya korelasi antara power distance dan bentuk perilaku seksual pada remaja.
4. Analisis Tambahan a. Persebaran Intensitas Perilaku Seksual Pranikah
Pada analisis ini, peneliti ingin melihat intensitas perilaku seksual pada remaja di Indonesia. Data yang digunakan pada analisis
frekuensi ini adalah menggunakan nilai rata-rata dari penskalaan intensitas yang digunakan.
Tabel 4.9 Pengelompokkan Data Intensitas Perilaku Seksual
Variabel Nilai Rata-
Rata Pengelompokkan
data Keterangan
Jumlah
Perilaku 94,6
94,6 Tinggi
104 94,6
Rendah 102
TOTAL 106
Berdasarkan tabel pengelompokkan data di atas dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata variabel intensitas perilaku seksual pranikah
pada remaja berada pada angka 94,6. Dari 206 subjek dalam penelitian ini, 104 remaja yang memiliki intensitas perilaku seksual
pranikah yang tinggi dan 102 lainnya memiliki perilaku seksual yang rendah.
Tabel 4.10 Tabel Persebaran Intensitas Perilaku Seksual
Power distance Intensitas Perilaku Seksual
TOTAL Rendah
Tinggi Tinggi
54 49
103 Rendah
50 53
103 TOTAL
206
Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa dari 103 subjek yang memiliki power distance yang tinggi, 54 diantara memiliki intensitas
perilaku seksual yang rendah dan 49 lainnya memiliki intensitas perilaku seksual yang tinggi. Pada 103 subjek yang memiliki power
distance rendah, 50 diantaranya memiliki intensitas perilaku sesual
yang rendah dan 53 lainnya memiliki intensitas perilaku seksual yang tinggi.
b. Uji Korelasi Power Distance dan Intensitas Perilaku Seksual Setelah ditemukan data terkait intensitas perilaku seksual, kemudian
peneliti melakukan uji korelasi untuk melihat ada tidaknya korelasi
antara power distance dan intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja di Indonesia.
Tabel 4.11 Uji Korelasi Power Distance dan Intensitas Perilaku Seksual
Correlations
Power Distance Intensitas
Perilaku Seksual Power Distance
Spearman ’s rho Correlation
Coefficient 1.000
-.066
Sig. 2-tailed .
.347 N
206 206
Intensitas Perilaku Seksual
Spearman ’s rho Correlation
Coefficient -.066
1.000
Sig. 2-tailed .347
. N
206 206
Berdasarkan tabel statistik dari hasil uji korelasi antara power distance
dan intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja tersebut, dapat terilihat bahwa koefisien korelasi antara power
distance dan intensitas perilaku seksual berada pada angka -0.066
yang berarti bentuk hubungan antar keduanya negatif cenderung lemah, namun siginifikansi data korelasi berada pada angka 0,347
atau lebih besar dari 0,05. Hal ini menujukkan tidak adanya korelasi antara power distance dan intensitas perilaku seksual pranikah pada
remaja.
F. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara power distance
dan bentuk perilaku seksual dilakukan pada remaja di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan bertolak dari penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya terutama di negara barat terkait power distance dan beberapa variabel lain yang dikaitkan dengan perilaku seksual yang terjadi di
negara tersebut. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, hasil penelitian ini
menunjukkan korelasi negatif yaitu pada angka -0,106, namun memiliki nilai siginifikansi 0,128. Dari hasil uji hipotesis tersebut dapat dikatakan bahwa
tidak adanya hubungan antara power distance dan bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja di Indonesia. Peneliti melihat kegagalan dari penelitian
ini karena munculnya hasil uji asumsi yang tidak sesuai dengan standar uji dimana data tidak normal dan tidak linear. . Dalam proses menguji hipotesis
penelitian, terdapat dua uji asumsi klasik yang harus dilakukan dan sesuai standar uji untuk kemudian dilakukan uji hipotesis
Dua uji asumsi klasik yang harus dilakukan dan sesuai standar uji untuk kemudian dilakukan uji hipotesis yaitu uji normalitas dan uji linearitas.
Penelitian ini memiliki persebaran data yang tidak normal dengan signifikansi
0,017 pada variabel power distance dan 0,000 untuk variabel bentuk perilaku seksual remaja. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan social
desirability , perbedaan prinsip dan pandangan pada remaja dan
mempengaruhi jawaban mereka dalam mengisi survey yang diberikan sehingga persebaran data menjadi tidak normal. Selain itu, memiliki hasil uji
lineritas yang dilakukan pada variabel power distance dan perilaku seksual,
terlihat bahwa linearitas berada pada angka 0,346 yang berarti data kedua variabel tersebut menunjukkan data yang tidak linear.
Ketika hasil uji asumsi normalitas dianggap tidak normal dan uji asumsi linearitas menunjukkan hasil yang tidak linear memang tetap dapat
diolah dan diuji korelasinya. Teknik pengolahan untuk data yang tidak normal dan linear adalah dengan uji non-parametrik, namun data yang
diperoleh tidak dapat menggambarkan hubungan yang sebenarnya dari kedua varibel karena hasil korelasi ter-underestimasi.
Hasil data yang tidak linear tetap dapat dilakukan uji korelasi, namun dapat meng-underestimasi hasil korelasi variabel. Hal ini menyebabkan data
yang sebenarnya memiliki hubungan dapat terlihat sebagai data yang memiliki hubungan namun lemah atau bahkan tidak memiliki hubungan
karena jenis korelasi yang dilakukan dengan menggunakan uji non- parametrik.
Uji asumsi yang tidak sesuai dengan standar merupakan salah satu faktor gagalnya penelitian ini. Berbagai bentuk perilaku seksual dan
pandangan yang dimiliki setiap remaja saat ini dipengaruhi oleh adanya
budaya yang ada di sekitar. Menurunnya penerapan budaya serta munculnya budaya lain seperti budaya barat membuat bentuk perilaku seksual dan power
distance remaja di Indonesia menjadi bervariasi. Hal ini terjadi pada
penelitian Ounjit 2014 yang mendapati perbedaan hasil perilaku seksual pada remaja dimana terdapat remaja yang memiliki perilaku seksual tinggi
dan rendah karena budaya lain yang masuk. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Lakshmi, Gupta,
Kumar 2007 juga dikatakan bahwa faktor sosial budaya merupakan faktor utama terbentuknya perilaku seksual terutama pada remaja namun hal ini juga
harus dilihat di budaya mana penelitian ini dilakukan. Dikatakan dalam penelitian yang dilakukan di India tersebut, bahwa budaya yang masuk yang
budaya yang ada di masyarakat juga mempengaruhi perilaku seksual. Sebuah negara atau tempat dengan budaya yang masih kuat seperti negara-negara di
asia yaitu India dan Indonesia, akan memiliki hasil yang berbeda dengan sebuah negara di barat seperti Amerika.
Selain budaya, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pada remaja seperti misalnya faktor dalam diri dan dari luar dirinya.
Beberapa faktor tersebut antara lain hormon dalam diri remaja yang terus berkembang sehingga munculnya dorongan seksual, kurangnya pengetahuan
remaja terkait seksual membuat mereka mencari tahu sendiri melalui media internet dan teman terdekat dimana informasi yang didapatkan belum tentu
benar. Selain itu, norma agama dan norma masyarakat yang kurang kuat diterapkan pada remaja dan kurangnya keikutsertaan orang tua dalam
memberikan pengetahuan dan informasi terkait seksual serta pergaulan yang semakin bebas pada jaman ini mendorong dilakukannya perilaku seksual
pranikah oleh remaja Sarwono, 2008. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, dikatakan bahwa
power distance tidak memiliki hubungan atau pengaruh pada perilaku seksual
pranikah pada remaja, namun terdapat data lain yang menyatakan bahwa kedua variabel tersebut ada kemungkinan memiliki hubungan. Hal ini dapat
terlihat dari nilai mean empiris yang lebih rendah daripada mean teoritik pada variabel power distance dan mean empiris yang lebih tinggi daripada
mean teoritik pada variabel perilaku seksual. Hasil ini berarti power distance pada remaja Indonesia cenderung rendah namun perilaku seksual pranikah
yang muncul cenderung tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan kedua variabel tersebut berisfat negatif yaitu jika power
distance semakin tinggi maka perilaku seksual pranikah pada remaja semakin
rendah, begitu juga sebaliknya Pada penelitian ini, peneliti juga ingin melihat hubungan antara power
distance dan intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja di Indonesia.
Dari hasil pengambilan dan pengolahan data, terdapat hasilnya yang menunjukkan kefisien korelasi pada angka -0,066 yang berarti terdapat
hubungan negative antara power distance dan intensitas perilaku seksual pada remaja, namun signifikansinya berada pada angka 0,347 yang berarti tidak
signifikan. Hasil uji korelasi ini menunjukkan bahwa power distance tidak memiliki hubungan dengan intensitas perilaku seksual pranikah pada remaha.
Hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnnya oleh Ubilos 2002 tentang budaya dan seksual. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa power distance memiliki hubungan dan pengaruh terhadap perilaku seksual terutama terkait dengan intensitas perilaku seksual
yang dilakukan walaupun sifatnya lemah. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terjadi
karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya
oleh Ubilos 2002 terkait power distance dan intensitas perilaku seksual, dikatakan bahwa terdapat dimensi budaya lain yang dapat mempengaruhi
perilaku seksual seseorang antara lain kolektivis-individualis, uncertainty avoidance,
serta agama yang dianut oleh sujek itu sendiri. Selain itu, perbedaan hasil penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh budaya dan norma
setempat mengingat penelitian Ubilos dilakukan di negara barat dengan budaya dan norma masyarakat yang cenderung longgar sedangkan penelitian
ini dilakukan di Indonesia dengan budaya dan norma masyarakat yang cenderung kuat. Selain itu, perbedaan hasil penelitian ini juga dapat terjadi
mengingat seksual masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan maupun diungkapkan sehingga social disirebility masih cukup tinggi ketika mengisi
skala yang diberikan. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi beberapa penelitian
sebelumnya seperti pada penelitian Ubilos 2002. Hasil penelitian ini memberikan tambahan data bagi penelitian sebelumnya serta bagi peneliti