menghasilkan lebih banyak asam lemak, yang selanjutnya dapat menghambat efek antilipolisis dari insulin Aganović dan Duŝek, 2007.
E. Obesitas, Dislipidemia, dan Komplikasi Makrovaskuler pada Penyandang
Diabetes Melitus Tipe 2
Sebanyak 90 penyandang diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas Whitmore, 2010. Menurut Kamath, Shivaprakash, dan Adhikari 2011, sebagian
besar penyandang diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas, dan sebagian besar adalah obesitas sentral. Hasil penelitian Sharma dan Jain 2009 di India
menyatakan bahwa 65 kejadian obesitas pada penyandang diabetes melitus tipe 2 merupakan obesitas sentral. Obesitas yang terjadi pada penyandang diabetes
melitus tipe 2 dapat memperburuk resistensi insulin. Individu dengan gangguan pada kadar glukosa darah puasa, termasuk
penyandang diabetes melitus tipe 2, cenderung akan mendapatkan lemak viseral secara lebih selektif daripada lemak subkutan. Hal ini disebabkan oleh adanya
gangguan pada adipogenesis Kamath,
et al
., 2011. Lemak viseral merupakan bagian lemak yang aktif secara metabolik. Lemak viseral lebih berbahaya daripada
lemak subkutan, karena lemak viseral menghasilkan protein yang berperan pada proses inflamasi, aterosklerosis, dislipidemia, dan hipertensi Kelly, 2012.
Lemak viseral tersusun atas adiposit yang menyimpan kelebihan energi dalam bentuk trigliserida dan akan melepaskan asam lemak bebas pada keadaan
puasa. Pada individu dengan obesitas, kapasitas penyimpanan kelebihan lemak pada jaringan adiposa mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan akumulasi
lemak yang abnormal pada jaringan. Adiposit menghasilkan berbagai hormon dan sitokin, yang disebut adipositokin, yang terlibat dalam metabolisme glukosa
adiponektin dan resistin, metabolisme lemak
cholesterylester transfer protein
atau CETP, inflamasi TNF- α dan IL-6, tekanan darah angiotensinogen dan
angiotensin II, dan asupan makanan leptin. Hormon-hormon tersebut dapat mempengaruhi metabolisme dan fungsi berbagai organ dan jaringan, meliputi otot,
hati, sistem peredaran darah, dan otak Camp, Ren, dan Leff, 2002; Hajer, van Haeften, dan Visseren, 2008.
Jumlah adipositokin akan meningkat seiring dengan meningkatnya jaringan adiposa dan volume adiposit, kecuali pada jumlah adiponektin yang
menurun pada individu dengan obesitas. Adiponektin memiliki efek anti- aterosklerotik dan berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin melalui
penghambatan produksi glukosa hepatik dan meningkatkan
uptake
glukosa di otot, serta meningkatkan oksidasi asam lemak di hati dan otot Hajer,
et al
., 2008. Pada individu obesitas dengan diabetes melitus tipe 2, terjadinya
dislipidemia diabetik menyebabkan risiko dalam perkembangan komplikasi makrovaskuler Joslin, 2005; Rai dan Jeganthan, 2012. Komplikasi pada diabetes
melitus tipe 2 terutama berhubungan dengan vaskulopati diabetik yang dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu mikrovaskuler retinopati, neuropati, dan
nefropati dan makrovaskuler menyebabkan peningkatan risiko CVD pada penyandang diabetes Rizvi dan Sanders, 2006.
Perubahan yang diinduksi diabetes melitus tipe 2 pada faktor risiko terjadinya CVD, seperti HDL, trigliserida TG, ukuran partikel LDL, dan tekanan
darah. Diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan abnormalitas lipid sebagai prediktor penyakit jantung koroner, meliputi penurunan kadar HDL, partikel LDL
yang kecil dan padat, dan peningkatan kadar TG Craig, Neveux, Palomaki, Cleveland, dan Haddow, 1998,
cit
., Nakhjavani, Esteghamati, Esfahanian, dan Heshmat, 2006.
Komplikasi makrovaskuler berhubungan dengan peredaran darah besar pada jantung, otak, dan kaki. Aterosklerosis pada arteri koronaria merupakan
bentuk komplikasi makrovaskuler dan penyebab kematian paling umum pada penyandang diabetes. Risiko terjadinya komplikasi makrovaskuler meningkat pada
faktor risiko seperti peningkatan kadar kolesterol dan obesitas Guthrie dan Guthrie, 2004.
Dislipidemia pada
obesitas salah
satunya ditandai
dengan hipertrigliseridemia. Sumber trigliserida di dalam tubuh berasal dari endogen dan
eksogen. Sumber eksogen berasal dari makanan dalam bentuk kilomikron, sedangkan sumber endogen berasal dari hepar dalam bentuk VLDL. Peningkatan
fluks asam lemak bebas ke dalam hati akan menyebabkan akumulasi trigliserida. Hal ini menyebabkan peningkatan sintesis VLDL, yang menghambat lipolisis
kilomikron yang berasal dari usus. Proses lipolisis pada individu dengan obesitas akan terganggu, yaitu karena berkurangnya tingkat ekspresi mRNA dari lipoprotein
lipase pada jaringan adiposa, serta berkurangnya aktivitas lipoprotein lipase pada otot rangka. Tingginya kadar trigliserida tersebut akan menginduksi pertukaran
cholesterolester
pada HDL dengan trigliserida pada VLDL dan LDL. Pertukaran ini diperantarai oleh
cholesterylester-transfer protein
CETP. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan trigliserida di dalam LDL. Adanya
hepatic lipase
akan menghilangkan trigliserida dan fosfolipid dari LDL, menyebabkan terbentuknya partikel
small-dense LDL
Klop, Elte, dan Cabezas, 2013.
Keadaan obesitas memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap metabolisme HDL. Hal ini disebabkan oleh jumlah kilomikron dan VLDL yang
meningkat karena terjadinya gangguan pada proses lipolisis. Peningkatan jumlah lipoprotein yang mengandung banyak trigliserida menyebabkan peningkatan
aktivitas CETP. Dengan adanya CETP tersebut akan menukar kandungan
cholesterolester
dari HDL dengan trigliserida pada VLDL dan LDL. HDL yang mengandung banyak trigliserida tersebut akan mengalami lipolisis oleh
hepatic lipase
, menghasilkan
small HDL
dengan penurunan afinitas terhadap ApoA-I. Hal ini akan menyebabkaan disosisi ApoA-I dari HDL, sehingga terjadi penurunan
kadar HDL Klop,
et al
., 2013. Dislipidemia pada individu dengan obesitas dapat dilihat pada Gambar 1.
Garis berwarna hijau menunjukkan proses metabolisme yang diinduksi oleh terjadinya obesitas, sedangkan garis panah berwarna merah menunjukkan proses
yang direduksi. Bagian berwarna kuning terang menunjukkan kolesterol, dan kuning muda menunjukkan trigliserida.
Gambar 1. Skema Dislipidemia pada Obesitas Klop,
et al
., 2013.
F. Kolesterol