Korelasi lingkar pingang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung

(1)

i

KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG-PANGGUL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rita Della Valentini NIM : 108114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Success is the sum of small efforts, repeated day in

and day out

(Robert Collier)

Successful people are successful because they form

the habits of doing those things that failures don t like

to do

(Albert Gray)

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,

Papa, Mama, Kakak-kakak ku,

Agus kekasihku, Sahabat-sahabatku,

Teman-temanku, dan Almamaterku


(5)

(6)

(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan penyertaan Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang dengan judul “Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio

Lingkar Pinggang-Panggul terhadap Kadar Trigliserida pada Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Kabupaten Temanggung” untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak atas bantuan yang telah diberikan, baik waktu maupun tenaga, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing utama skripsi, yang telah mendampingi penulis dengan segala kesabaran, selalu mendukung, menyediakan waktu, memotivasi, dan memberi masukan dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Phebe Hendra, M.Si, Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji atas saran dan dukungan yang membangun dan berharga.


(8)

viii

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas saran dan dukungan yang membangun dan berharga.

5. Ketua Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

6. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung sebagai tempat dilakukannya penelitian.

7. Semua dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis.

8. Pak Narto yang telah membantu membuat surat perijinan dalam berlangsungnya penelitian.

9. Papa (Petrus Kendro Gunadi), Mama (Agnes Sutini), Kakak-kakak: Maria Magdalena Dian Ekawati, Theresia Dina Dwi Kencana, dan Elisabeth Devi Triantini yang selalu memberikan semangat, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materiil. Doa dan motivasi kalian selalu menjadi sumber semangat penulis.

10. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2010 yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka masa perkuliahan dan praktikum, khususnya teman-teman kelas A dan FKK A yang senantiasa memberikan dukungan.

11. Ni Putu Padmaningsih, Francisca Devi Permata, Paulina Ambarsari M.N.H., Rotua Winata Nopelia Silitonga, Komang Ayu Nopitasari, Isabela Anjani yang senantiasa bertukar pikiran dan saling membantu dalam mengolah data serta memberikan dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi.


(9)

ix

12. Jonas, Ni Putu Padmaningsih, Francisca Devi Permata, Paulina Ambarsari Mawar Ning Hadi, Oswaldine Heraolia Pramesthi, Ines Permata Putri, Reza Pahlevi Adisaputra, Liliany Inamtri Ludji, Gabriel Indria Putri Sabatera K.W., Yeni Natalia Susanti, Isabela Anjani, Gissela Haryuningtiyas, Djanuar Davidzon Pah yang telah berjuang bersama untuk bertukar pikiran dalam mengolah data dan memberikan dukungan.

13. Yusup Agus Trianto, yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, motivasi dan doa kepada penulis.

14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Dukungan kalian berharga untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca. Kritik dan saran yang membangun menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap kesehatan.

Yogyakarta, 15 November 2013


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…… vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTARTABEL……….. xv

DAFTAR GAMBAR……….…… xvii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xviii

INTISARI……….. xxi

ABSTRACT………... xxii

BAB I PENGANTAR……….... 1

A. Latar Belakang………... 1


(11)

xi

2. Keaslian penelitian………... 5

3. Manfaat penelitian………... 10

B. Tujuan Penelitian……..………... 11

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……… 12

A. Diabetes Melitus Tipe 2………. 12

B. Obesitas……….. 17

C. Trigliserida………. 22

D. Sindroma Metabolik………... 26

E. Dislipidemia………... 28

F. Antropometri……….. 33

1. Lingkar pinggang………. 34

2. Rasio lingkar pinggang-panggul……….………. 35

G. RSUD Kabupaten Temanggung……….... 37

H. LandasanTeori………... 39

I. Hipotesis……… 40

BAB III METODEPENELITIAN……… 41

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 41

B. VariabelPenelitian………. 41

1. Variabel bebas……….. 41

2. Variabel tergantung………... 42

3. Variabel pengacau……… 42


(12)

xii

D. Responden Penelitian……….…………... 43

E. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 46

F. Ruang Lingkup Penelitian……….. 46

G. Teknik PengambilanSampel.……… 47

H. InstrumenPenelitian………. 48

I. Tata CaraPenelitian………... 48

1. Observasi awal……….… 48

2. Permohonan ijin dan kerjasama………... 49

3. Pembuatan leaflet dan informed consent………. 50

4. Pencarian calon responden dan penawaran kerja sama kepada calonresponden penlitian……….. 51

5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian…………. 52

6. Pengambilan darah danpengukuran antropometri…….. 53

7. Pembagian hasil pemeriksaanlaboratorium…… ……... 54

8. Pengolahan data………... 54

J. Teknik AnalisisData Statistik………... 54

K. KesulitanPenelitian………... 56

BAB IV HASILDAN PEMBAHASAN……….. …... 57

A. Profil Karakteristik Responden……….. 57

1. Usia……….. 58

2. Lingkar Pinggang………. 58

3. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul……… 60


(13)

xiii

B. Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida pada Responden Pria dengan Lingkar Pinggang <90 cm

dan Lingkar Pinggang≥90 cm………... 64

C. Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida pada Responden Wanita dengan Lingkar Pinggang <80 cm dan Lingkar Pinggang≥80 cm…... 66

D. Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida pada Responden Pria dengan RLPP <0,90 dan RLPP≥0,90…… 68

E. Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida pada Responden Wanita dengan RLPP <0,85 dan RLPP≥0,85... 70

F. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Responden Pria dan Wanita terhadap Kadar Trigliserida………... 72

1. Korelasi LP dan RLPP terhadap kadar trigliserida dalam darah pada responden pria………. 72

2. Korelasi LP dan RLPP terhadap kadar trigliserida dalam darah pada responden wanita……… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 86

A. Kesimpulan... 86

B. Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA……… 88


(14)

xiv


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus(ADA, 2010)… 12

Tabel II. Klasifikasi Serum Trigliserida

(NCEP-ATP III, 2002)...…... 23

Tabel III. Definisi Sindroma Metabolik (IDF, 2006)... 27 Tabel IV. Klasifikasi Dislipidemia (WHO, 2008)... 30 Tabel V. Klasifikasi Metabolik/Genetik Dislipidemia

(PERKENI, 2011)... 31 Tabel VI. Etiologi Dislipidemia Sekunder

(PERKENI, 2011)………... 31

Tabel VII. Nilai Lingkar Pinggang berdasarkan Etnis

(IDF, 2006)……… 35

Tabel VIII. Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi,

Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2012)... 56 Tabel IX. Profil Karakteristik Responden Pria dan Wanita... 58 Tabel X. Distribusi KadarTrigliserida pada Pria…… …… 63 Tabel XI. Distribusi Kadar Trigliserida pada Wanita… ……... 63 Tabel XII. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Trigliserida

Responden Pria pada Kelompok dengan

LP <90dan LP≥90 cm... 65 Tabel XIII. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Trigliserida


(16)

xvi

LP <80dan LP≥80 cm... 67 Tabel XIV. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Trigliserida

Responden Pria pada Kelompok dengan

RLLP <0,90 dan RLLP≥0,90... 69 Tabel XV. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Trigliserida

Responden Wanita pada Kelompok dengan

RLLP <0,85 dan RLLP≥0,85... 71 Tabel XVI. Korelasi Lingkar Pinggang (cm) dan RLPP

terhadap Kadar Trigliserida pada Responden

Pria... 72 Tabel XVII. Korelasi Lingkar Pinggang (cm) dan RLPP

terhadap Kadar Trigliserida pada Responden


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Obesitas Sentral (Lee, Wu and Fried, 2012)…………. 18 Gambar 2. Skema Dislipidemia pada Obesitas

(Klop, et al., 2013)... 29 Gambar 3. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (Rodrigues, Baldo,

and Mill, 2011)……...... 36 Gambar 4. Skema Responden Penelitian... 45 Gambar 5. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang

(cm) terhadap Kadar Trigliserida (mg/dL)

pada Responden Pria... 73 Gambar 6. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar

Trigliserida (mg/dL) pada Responden Pria... 76 Gambar 7. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang

(cm) terhadap Kadar Trigliserida (mg/dL)

pada Responden Wanita... 79 Gambar 8. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Ijin Penelitian……… 100

Lampiran 2. Ethical Clearance……….. 101

Lampiran 3. Informed Consent... 102

Lampiran 4. Panduan Wawancara... 103

Lampiran 5. Leaflet... 104

A. Halaman Depan... 104

B. Halaman Belakang... 105

Lampiran 6. Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul..……… 106

Lampiran 7. Hasil Tes Laboratorium... 107

Lampiran 8. Validasi Instrumen Pengukuran... 108

Lampiran 9. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia pada Responden Pria... 109

Lampiran 10. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia pada Responden Wanita... 110

Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Lingkar Pinggang pada Responden Pria... 111

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas Lingkar Pinggang pada Responden Wanita... 112

Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden Pria... 113


(19)

xix

Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas Rasio Lingkar

Pinggang Panggul pada Responden Wanita... 114 Lampiran 15. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

pada Responden Pria... 115 Lampiran 16. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

pada Responden Wanita... 116 Lampiran 17. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

Responden Pria pada LP <90cm

dan LP≥90cm... 117 Lampiran 18. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

Responden Wanita pada LP <80cm dan

LP≥80cm………... 119 Lampiran 19. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

Responden Pria pada RLPP <0,90

dan RLPP≥0,90... 121 Lampiran 20. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Trigliserida

Responden Wanita pada RLPP <0,85

dan RLPP≥0,85... 123 Lampiran 21. Uji Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida

Responden Pria pada LP <90cm

dan LP≥90cm... 125 Lampiran 22. Uji Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida


(20)

xx

dan LP≥80cm... 126 Lampiran 23. Uji Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida

Responden Pria pada RLPP <0,90

dan RLPP≥0,90... 127 Lampiran 24. Uji Perbandingan Rerata Kadar Trigliserida

Responden Wanita pada RLPP <0,85

dan RLPP≥0,85... 128 Lampiran 25. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang

dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul terhadap

Kadar Trigliserida pada Responden Pria... 129 Lampiran 26. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang

dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul terhadap

Kadar Trigliserida pada RespondenWanita... 130 Lampiran 27. Deskriptif dan Uji Normalitas Durasi Diabetes

Melitus Tipe 2……… 131

Lampiran 28. Data Responden yang Mengkonsumsi Obat


(21)

xxi

INTISARI

Pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga terjadi peningkatan berat badan sampai obesitas serta sindroma metabolik. Sindroma metabolik merupakan faktor risiko terjadinya dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida, small dense LDL, dan penurunan kadar HDL. Peningkatan trigliserida menyebabkan akumulasi sel lemak yang mengarah pada obesitas sentral. Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul merupakan metode antropometri yang dapat menunjukkan obesitas sentral. Penelitian ini untuk mengetahui korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Responden penelitian yang digunakan adalah 90 penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Pengukuran yang dilakukan meliputi lingkar pinggang, lingkar panggul, dan kadar trigliserida darah puasa. Data dianalisis dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk kemudian dilakukan uji hipotesis komparatif Mann-Whitney dan analisis korelasi Spearman dengan taraf kepercayaan 95%.

Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat korelasi positif dengan kekuatan lemah yang tidak bermakna antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida (pada pria r=0,216; p=0,205 dan pada wanita r=0,248; p=0,071). Korelasi positif dengan kekuatan sangat lemah yang tidak bermakna antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida (r=0,091; p=0,598) pada pria, serta korelasi positif dengan kekuatan sedang yang bermakna antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida (r=0,444; p=0,001) pada wanita.

Kata kunci: lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-panggul, trigliserida, dan


(22)

xxii

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus individuals experience a plague of lipid metabolism so that overweight, obesity or metabolic syndrome will occur. Metabolic syndrome is a risk factor causing dyslipidemia which is marked by an increase of triglyceride measure, a small dense of LDL, and a decrease of HDL measure. The improvement of triglyceride causes an accumulation of fatty cells that leads to central obesity. Waist circumference and waist-hip ratio are included as an anthropometric method that shows the central obesity. This research aims to recognize a correlation of waist circumference and waist-hip ratio toward triglyceride measure of type 2 diabetes mellitus in RSUD Kabupaten Temanggung.

This kind of research is an observational analytic using a cross-sectional design. This research respondents are 90 type 2 diabetes mellitus individuals in RSUD Kabupaten Temanggung which are chosen using a purposive sampling technique. Measurements were done through waist circumference, hip circumference, and triglyceride measure of blood. The data was analyzed using a Kolmogorov-Smirnov and Shapiro-Wilk normality test which then was tested by Mann-Whitney comparative hypothesis and Spearman analysis correlation whose confidence interval is 95%.

The conclusion of this study showed insignificant positive correlation with weak strength of waist circumference toward triglyceride measure (for men r=0.216; p=0.205 and for women r=0.248; p=0.071). This study showed insignificant positive correlation with very weak strength of waist-hip ratio toward triglyceride measure (r=0.091; p=0.598) for men, and significant positive correlation with middling strength of waist-hip ratio toward triglyceride measure (r=0.444; p=0.001) for women.

Keywords: waist circumference, waist-hip ratio, triglyceride, and diabetes


(23)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Diabetes melitus tipe 2 terjadi sebesar 90% dari semua kasus diabetes di dunia (Sukandar, 2008). World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada 2030. International Diabetes Federation (IDF) (2006), menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke-4 terbesar untuk prevalensi diabetes melitus tipe 2. Pada tahun 2007-2009, diabetes melitus tipe 2 menempati urutan kedua dari lima besar penyakit tidak menular di Jawa Tengah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Kejadian diabetes melitus tipe 2 meningkat dengan meningkatnya usia. Pada umumnya diabetes melitus tipe 2 terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Centers for Disease Control and Prevention, 2013).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik dan dapat menimbulkan komplikasi kronik, baik berupa komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Kurniawan, 2010). United Kingdom Prospective Diabetes Study (2012), melaporkan dalam 9 tahun 9% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami komplikasi mikrovaskuler dan 20% mengalami komplikasi makrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler memiliki presentase angka kejadian yang lebih tinggi dari pada komplikasi mikrovaskuler. Salah satu komplikasi makrovaskuler adalah penyakit kardiovaskuler.


(24)

Pada diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga menyebabkan peningkatan berat badan hingga obesitas serta terjadinya sindroma metabolik, terlebih pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan gaya hidup dan pola makan yang tidak baik. Terhitung hingga tahun 2010, sebanyak 80% individu diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas (Phee, Stephen, and Ganong, 2010). Sindroma metabolik merupakan faktor risiko terjadinya dislipidemia, sedangkan dislipidemia tersebut merupakan faktor risiko utama untuk komplikasi makrovaskuler yang ditandai dengan peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan small dense LDL (Saydah, Fradkin, and Covie, 2004; Rohman, 2007).

Peningkatan sintesis trigliserida de novo di liver karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi sterol regulation element binding proteins (SREBPs), protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang mengaktifkan gen yang terlibat dalam lipogenesis di liver yaitu meningkatkan protein transfer kolesterol ester (Cholesteryl Ester Transfer Protein/CETP) dan hepatic lipase. Protein transfer kolesterol ester menukar kandungan trigliserida dari VLDL dengan kolesterol ester pada HDL dan LDL sehingga HDL menjadi rendah dan terbentuk small dense LDL (Klop, Elte, and Cabezas, 2013). Menurut Soewondo, dkk. (2010), pada tahun 2008 sebanyak 60% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami dislipidemia. Hal tersebut didukung oleh Centers for Disease Control and Prevention (2007), yang menyatakan sebanyak 70-97% individu dengan diabetes mengalami dislipidemia.


(25)

Trigliserida yang terakumulasi di jaringan adiposit menyebabkan sel lemak bertambah besar dan mengalami proliferasi sehingga terakumulasi pada jaringan tubuh, yang mengarah pada obesitas sentral (Phee, et al., 2010). Menurut NCEP-ATP III (2002), kadar trigliserida normal adalah <150 mg/dL, sedangkan kadar trigliserida 200 - 499 mg/dL merupakan kategori batas tinggi.

Pengukuran antropometri dapat digunakan sebagai indikator kesehatan dan status nutrisi seseorang, pengukurannya mudah, murah, biasanya diperlukan untuk pemeriksaan klinik dan epidemiologi secara rutin (Dioum, Gartner, Bernard, Delpeuch, and Wade, 2005). Pengukuran lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) adalah salah satu indeks antropometri dengan ketepatan yang cukup tinggi dibandingkan Body Mass Index (BMI) dalam menunjukkan status kegemukan yaitu obesitas sentral (WHO, 2008). Menurut penelitian Ito, et al., (2004), lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul merupakan indikator antropometri terbaik untuk mengetahui risiko displidemia pada diabetes melitus tipe 2.

Menurut International Diabetes Federation (2006), kriteria lingkar pinggang etnis Asia jika pada pria ≥90 cm sedangkan pada wanita ≥80 cm akan memiliki peningkatan risiko penyakit kronis yang ditandai dengan obesitas sentral, dan untuk rasio lingkar pinggang-panggul, menurut World Health Organization (2008), akan terjadi peningkatan komplikasi sindroma metabolik bila rasio lingkar pinggang-panggul pada pria≥0,90 dan pada wanita ≥0,85. Hasil penelitian Lemieux, Pascot, and Couillard (2000) menggunakan lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik dan menemukan


(26)

lingkar pinggang ≥90 cm dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma puasa >150 mg/dL dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik sebanyak 80% dari 185 pria subjek penelitian. Hal tersebut didukung oleh penelitian Dewi dan Mulyati (2005), yang menyatakan terdapat korelasi positif bermakna antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida. Penelitian Jung, Lee, dan Shon, (2007), yang melibatkan responden sebanyak 95 penyandang diabetes melitus tipe 2 di Korea berumur diatas 65 tahun, juga menyatakan bahwa terdapat korelasi positif dengan kekuatan lemah (r=0,365) yang bermakna (p<0,001) antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida, dan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang (r=0,408) yang bermakna (p<0,001) antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil data lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-panggul, dan kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung sebagai model dalam penelitian ini dan merupakan jenis rumah sakit umum dengan kelas/tipe B Pendidikan serta sebagai rumah sakit rujukan bagi masyarakat di daerah Temanggung. Penyakit diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung menduduki urutan ketiga, sebagai penyakit yang banyak terjadi setelah diare dan hipertensi (Pemerintah Kabupaten Temanggung, 2012). Jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dalam 5 tahun terakhir ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan penelitian yang sama belum pernah dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah


(27)

dilakukan oleh kelompok penilitian yang bertema korelasi pengukuran antropometri terhadap profil lipid dan kadar glukosa darah puasa pada mahasiswa-mahasiswi kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Melalui penelitian ini diharapkan pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul dapat digunakan sebagai salah satu metode yang praktis, ekonomis, dan sebagai indikator awal peningkatan kadar trigliserida sehingga penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat mengontrol asupan makanan terutama yang mengandung lemak, yang dapat menyebabkan terjadinya dislipidemia diabetik.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian yang tercantum dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

Apakah terdapat korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 yang telah dipublikasikan antara lain sebagai berikut:

a. The Association of Anthropometric Indicators to Blood Lipid Profiles in Dyslipidemic Patient (Dewi dan Mulyati, 2005). Desain penelitian adalah


(28)

cross-sectional, jumlah responden 38 penderita dislipidemia. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif bermakna antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida (r=0,345 dan p=0,006) dan antara rasio lingkar pinggang-panggul dengan kadar trigliserida (r=0,532 dan p=0,001).

b. Dyslipidemia in Type 2 Diabetes Mellitus: More Atherogenic Lipid Profile in Women (Nakhjavani, Esteghamati, Esfahanian, and Heshmat, 2006). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 350 penyandang diabetes melitus tipe 2 (100 pria dan 250 wanita), dengan usia 19-28 tahun. Hasil penelitian menunjukkan wanita memiliki nilai tingkat plasma yang signifikan tinggi pada total kolesterol (p<0,001), trigliserida (p<0,05), LDL (p<0,001), HDL (p<0,05), semua tipe dislipidemia memiliki prevalensi yang signifikan pada wanita.

c. The Correlation between Central Obesity and Glucose, Lipid Metabolism and Macrovascular Complication in Eldery Type 2 Diabetes (Jung, et al., 2007). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 95 penyandang diabetes melitus tipe 2 di Korea, dengan usia diatas 65 tahun. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi positif dengan kekuatan lemah (r=0,365) yang bermakna (p<0,001) antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida, dan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang (r=0,408) yang bermakna (p<0.001) antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida.

d. The Relationship between Waist Circumference with Plasma Glucose, Serum Triglyceride and Blood Pressure amongst the Minangkabau in Padang


(29)

Pariaman, West Sumatera (Jalal, Liputo, Susanti, dan Oenzil, 2008). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 92 orang berusia 30-60 tahun di Kabupaten Padang, Pariaman. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif antara lingkar pinggang dengan kadar trigliserida (r=0,292 dan p=0,005), artinya semakin besar lingkar pinggang semakin tinggi kadar trigliserida.

e. Correlation of Antropometric indices with common Cardiovascular risk factors in Urban Adult Population of Iran: data from Zanjan Healthy Heart Study (Mellati, et al., 2009). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 1310 pria dan 1458 wanita berusia 21-75 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara lingkar pinggang (r=0,240) dan rasio lingkar pinggang-panggul (r=0,190) terhadap kadar trigliserida pada wanita (p<0,0001), sedangkan pada pria juga menunjukkan korelasi positif yang bermakna antara lingkar pinggang (r=0,300) dan rasio lingkar pinggang-panggul (r=0,230) terhadap kadar trigliserida (p<0,0001).

f. Freqeuncy of Dyslipidemia in Obese Versus Non-Obese in Relation to Body Mass Index (BMI), Waist Hip Ratio (WHR) and Waist Circumference (WC) (Shah, Devrajani, Devrajani, dan Bibi, 2010). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 100 pria dan 100 wanita berusia ≥20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kadar trigliserida pada responden dengan lingkar pinggang ≥102cm (obesitas) dan <102 cm (non-obesitas) pada pria (p<0,05), sedangkan pada wanita juga terdapat perbedaan bermakna antara kadar trigliserida dengan lingkar pinggang≥88 cm (obesitas) dan <88 cm (non-obesitas) (p<0,05).


(30)

g. Waist circumreference, Body Mass Index, and Other Measures of Adiposity in Predicting Cardiovascular Disease Risk Factors among Peruvian Adult (Knowles, et al., 2011). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 952 wanita dan 566 pria. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang bermakna anatara lingkar pinggang (r=0,455) dan rasio lingkar pinggang-panggul (r=0,226) terhadap kadar trigliserida pada wanita (p<0,001), sedangkan pada pria juga menunjukkan korelasi positif yang bermakna antara lingkar pinggang (r=0,461) dan rasio lingkar pinggang-panggul (r=0,335) terhadap kadar trigliserida (p<0,001).

h. Hubungan Faktor Risiko Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul Mahasiswa FKM UI (Hidayatulloh, 2011). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain metode cross-sectional, jumlah responden 54 mahasiswa FKM UI angkatan 2011 dan program pasca sarjana (23 pria dan 31 wanita). Hasil penelitian menunjukkan hubungan rasio lingkar pinggang-panggul berisiko (rasio lingkar pinggang-panggul pada pria =0,9 dan wanita =0,8) dengan 5 jenis faktor obesitas yaitu jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, usia dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengetahuan dan rasio lingkar pinggang-panggul tidak memiliki hubungan dengan p=0,695. Usia memiliki hubungan paling berpengaruh terhadap rasio lingkar pinggang-panggul, dengan p=0,001 pada usia lebih dari 39 tahun dan dengan p=0,012 pada usia 20-39 tahun.

i. Association between Anthropometric Parameters and Cardio Metabolic Disease Risk Factors among Obese Children and Adolescents (Hassan, 2012). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 139 murid


(31)

obesitas (pria dan wanita) dengan usia 8-16 tahun. Hasil penelitian menunjukkan murid pria memiliki nilai rerata signifikan yang lebih tinggi pada rasio lingkar pinggang-panggul, LDL dan kolesterol, sedangkan murid wanita memiliki nilai rerata signifikan yang lebih tinggi pada lingkar pinggang dan kadar trigliserida (p<0,05).

j. Hubungan Pengetahuan Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Ibu Rumah Tangga di Desa Pepe Krajan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan (Isnaini, Sartono, dan Winaryati, 2012). Desain penelitian adalah cross-sectional, jumlah responden 50 orang. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif antara pengetahuan ibu tentang obesitas dengan rasio lingkar pinggang-panggul (p<0,05; r=0,746).

k. Dislipidemia pada Obesitas dan Tidak Obesitas di RSUP Dr. Kariadi dan Laboratorium Klinik Swasta di Kota Semarang (Setiono, 2012). Desain penelitian dengan cross-sectional, jumlah responden 363 orang dengan usia >30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan hipertrigliserida (p=0,001) dan hipo-HDL (p=0,010) pada pria antara obesitas dan tidak obesitas didapatkan perbedaan bermakna, sedangkan hiperkolesterolemia (p=0,457), hipo-HDL (p=0,097) pada wanita, hiper-HDL (p=0,256), dislipidemia campuran (p=0,069) antara obesitas dan tidak obesitas didapatkan perbedaan tidak bermakna.

l. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul terhadap Kadar Trigliserida pada mahasiswa dan mahasiswi di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Sari, 2012). Desain penelitian dengan cross-sectional, jumlah responden 129 orang (60 pria dan 69 wanita). Hasil


(32)

penelitian menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan sedang antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida (r=0,442; p=0,000), dan korelasi yang tidak bermakna antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida (r=0,183; p=0,133) pada wanita. Hasil korelasi positif dengan kekuatan lemah antara lingkar pinggang terhadap kadar trigliserida (r=0,307; p=0,017), dan korelasi yang bermakna antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida (r=0,343; p=0,007) pada pria.

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, belum terdapat penelitian yang meneliti mengenai korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

b. Manfaat praktis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal kadar trigliserida puasa dalam darah sehingga para penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat lebih intensif mengontrol asupan makanan terutama yang mengandung lemak yang dapat meningkatkan kadar trigliserida yang berdampak pada terjadinya dislipidemia diabetik.


(33)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kebupaten Temanggung.


(34)

12

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh kekurangan produksi insulin atau pemanfaatan insulin yang kurang baik. Individu dengan diabetes melitus tipe 2 mengeluarkan lebih sedikit insulin sebagai respon terhadap glukosa dan memperlihatkan penurunan yang khas pada pelepasan awal insulin (Phee, et al., 2010). Kriteria diagnosis seseorang dinyatakan mengalami diabetes mellitus menurut standar pelayanan medis American Diabetes Association (ADA) (2010) dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2010)

Kriteria Diagnosis DM 1. HbA1C >6,5 %; atau

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL; atau

3. Kadar gula darah 2 jam pp >200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral yang dilakukan dengan 75 g glukosa

4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula sewaktu >200 mg/dL.

Insulin adalah hormon yang sangat diperlukan dalam pemanfaatan glukosa secara semestinya (Peter and Whitney, 2009). Pasien dengan diabetes melitus tipe 2 sering asimptomatik dan munculnya komplikasi dapat mengidentifikasi bahwa pasien telah menderita diabetes melitus selama bertahun-tahun (Dipiro, et al., 2008). Kejadian diabetes melitus tipe 2 meningkat dengan meningkatnya usia. Pada umumnya diabetes melitus tipe 2 terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Centers for Disease Control and Prevention, 2013). Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk yang lebih sering dijumpai, meliputi sekitar 90% pasien yang menyandang diabetes (Sukandar, 2008). Tingginya prevalensi


(35)

diabetes melitus yang sebagian besar tergolong dalam diabetes melitus tipe 2 ini disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan (Rubenstein, 2007).

Resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin sel beta merupakan lesi/kelainan primer pada diabetes melitus tipe 2 yang menyebabkan peningkatan kompensatorik sekresi insulin (hiperinsulinemia) yang akhirnya tidak dapat dipertahankan oleh pankreas. Ketika pankreas telah “kelelahan” dan tidak dapat

mengimbangi kebutuhan insulin, mungkin akibat efek toksik dari tumpukan protein-protein di retikulum endoplasma sel beta, timbullah diabetes klinis. Terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu defek primer sel beta. Peningkatan kadar insulin menekan jumlah reseptor insulin, yang menyebabkan resistensi insulin dan akhirnya menyebabkan kelelahan sel beta. Penelitian lain menduga bahwa defek primernya dapat berupa gangguan sekresi awal insulin oleh sel-sel pulau Langerhans sebagai respons terhadap glukosa, yang kemudian menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia dan hiperinsulinemia kompensatorik kemudian menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin diperkirakan timbul akibat defek pasca reseptor pada zat-zat antara penyalur sinyal yang berada di sebelah distal dari kinase reseptor insulin, misalnya insulin receptor substrate-1 (IRS-1), atau pada produk gen yang diatur oleh insulin, misalnya pengangkutan glukosa di jaringan lemak dan otot (GLUT-4) (German and Masharani, 2007).

Sebagian besar (80%) penyandang diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas, terutama obesitas sentral yang berkaitan dengan peningkatan resistensi


(36)

insulin (Dipiro, et al., 2008). Orang dengan obesitas yang tidak mengidap diabetes memperlihatkan peningkatan kadar insulin dan penurunan reseptor insulin. Penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas sering memperlihatkan peningkatan kadar insulin relatif terhadap kontrol non-obesitas. Pada kadar glukosa tertentu, kadar insulin pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas lebih rendah dari kadar yang dijumpai pada kontrol dengan obesitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyandang diabetes melitus tipe 2 mengalami defisiensi relatif insulin dan tidak dapat mengompensasi peningkatan resistensi insulin yang disebabkan oleh obesitas (Phee, et al., 2010).

Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat defisiensi kerja insulin dan kerja glukagon yang meningkat secara abnormal. Rasio glukagon-insulin yang tinggi ini menciptakan suatu keadaan yang serupa dengan keadaan yang dijumpai saat puasa dan menyebabkan terjadinya lingkungan “super-puasa” yang tidak sesuai untuk mempertahankan homeostasis secara normal. Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan kerja insulin (Kronenberg, 2008; Phee, et al., 2010).

Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidakmampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Secara klinis, hal ini menimbulkan hiperglikemia pasca-makan (postpandrial hyperglycemia). Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon terhadap hati tidak mendapat perlawanan yang berarti sehingga terjadi hiperglikemia pasca-makan dan hiperglikemia puasa. Pada diabetes melitus tipe 2 juga mengalami ketosis karena pengurangan nyata insulin menyebabkan lipolisis simpanan lemak


(37)

menjadi maksimal untuk menghasilkan substrat bagi ketogenesis di hati yang dipicu glukagon. Asam-asam lemak yang dibebaskan dari lipolisis, selain dimetabolisme oleh hati menjadi badan-badan keton, juga mengalami re-esterifikasi dan dikemas menjadi VLDL (Kronenberg, 2008).

Kelainan lipid yang utama pada diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol adalah hipertrigliseridemia yang menyebabkan peningkatan VLDL. Hipertrigliseridemia pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan penurunan kolesterol lipoprotein berdensitas-tinggi (HDL). Kolesterol LDL juga dapat meningkat baik akibat bertambahnya produksi (VLDL dikatabolisme menjadi LDL) maupun berkurangnya pembersihan. Defisiensi insulin menyebabkan penurunan lipoprotein lipase, yaitu enzim yang berperan dalam hidrolisis trigliserida yang terdapat dalam VLDL sebagai persiapan untuk penyimpanan asam lemak di jaringan adiposa. Penurunan lipoprotein lipase menyebabkan pembersihan VLDL melambat, sehingga pada diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi peningkatan kadar VLDL (Kronenberg, 2008; Phee, et al., 2010).

Hipertrigliseridemia, kolesterol HDL yang rendah, kolesterol LDL yang tinggi merupakan faktor-faktor risiko aterosklerosis. Penyebab diabetes dapat menjadi faktor risiko independen untuk aterosklerosis dan juga dapat bekerja secara sinergis dengan faktor risiko lain mencakup hal-hal berikut: (1) perubahan komposisi lipoprotein pada diabetes yang menyebabkan partikel menjadi lebih aterogenik (peningkatan small dense LDL, peningkatan kadar lipolisis, peningkatan oksidasi dan glikasi lipoprotein); (2) terjadinya keadaan prokoagulan relatif pada diabetes, termasuk peningkatan faktor-faktor pembekuan tertentu dan


(38)

peningkatan agregasi trombosit; (3) perubahan proaterogenik di dinding pembuluh darah akibat efek langsung hiperinsulinemia terhadap diabetes melitus tipe 2; (4) perubahan proaterogenik di dinding pembuluh darah akibat efek langsung hiperglikemia, termasuk pengendapan protein-protein terglikasi, seperti yang terjadi pada pembuluh halus. Terdapat tiga penyebab meningkatnya risiko aterosklerosis pada diabetes: (1) Peningkatan insiden faktor-faktor risiko lain, misalnya hipertensi dan hiperlipidemia; (2) diabetes itu sendiri merupakan faktor risiko independen untuk aterosklerosis; dan (3) diabetes bekerja secara sinergis dengan faktor lain untuk meningkatkan risiko aterosklerosis (Phee, et al., 2010).

Diabetes menyebabkan beragam komplikasi kronik yang menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan penyakit ini. Komplikasi pada diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh kelainan vaskular yaitu sistem mikrovaskuler (retinopati, nefropati, dan beberapa tipe neuropati) dan makrovaskuler (penyakit arteri koroner, penyakit vaskular perifer) (Phee, et al., 2010; Kurniawan, 2010). Frekuensi penyakit makrovaskuler aterosklerosis meningkat pada diabetes, yang menyebabkan peningkatan insiden infark miokardium, stroke, dan klaudikasio serta gangren ekstremitas bawah. Efek penyakit pembuluh darah besar ini paling parah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dan merupakan penyebab sekitar 75% kematian (Dipiro, et al., 2008).


(39)

B. Obesitas

Obesitas merupakan suatu keadaan ditemukannya lemak yang berlebihan dalam tubuh. Secara umum, obesitas lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan pada pria prevalensi terjadinya overweight lebih tinggi. Pada pria, faktor utama terkait penambahan berat badan merupakan fase transisi dari gaya hidup selama remaja (latihan fisik, olah raga, dan lain-lain) ke gaya hidup yang lebih konstan. Pada wanita, ketidakseimbangan telah diidentifikasi sebagai prediktor kenaikan berat badan seperti ketidakseimbangan hormon dalam tubuh (Mataix, et al., 2005).

Obesitas terbagi menjadi obesitas perifer dan obesitas sentral. Obesitas perifer atau gluteofemoral merupakan tipe obesitas di mana terdapat akumulasi lemak pada daerah gluteal dan femoral. Obesitas ini banyak terdapat pada wanita dan disebut juga obesitas gynoid (Kopelman, Caterson, and Dietz, 2010). Adanya penimbunan lemak dalam tubuh di abdomen atau yang dikenal sebagai obesitas sentral mempunyai kaitan dengan kejadian penyakit kardiovaskuler (Jalal, et al., 2008). Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam diet, penurunan level aktivitas fisik, peningkatan perilaku sedentary, genetik, faktor biologi dan faktor individu lain seperti merokok, jenis kelamin, dan umur merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi (WHO, 2000).

Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah perut (intra-abdominal fat). Secara anatomis, obesitas sentral merupakan


(40)

penimbunan lemak yang terdapat di abdominal baik subkutan maupun intra abdominal atau jaringan lemak viseral. Lemak intra abdominal terdiri atas lemak intraperitonial (omental dan mesentrik) dan retroperitoneal (Gambar 1) (Wajchenberg, 2000; Adam, 2006).

Gambar 1. Obesitas Sentral (Lee, Wu and Fried, 2012)

Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena lipolisis (hidrolisis oleh lipase) di daerah ini sangat efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan adiposit didaerah lain (Watson, Harmel and Matson, 2003; Garg, 2004; Gastaldelli, et al., 2004). Dari hasil penelitian epidemiologis terbukti bahwa keterkaitan obesitas dan diabetes melitus tipe 2 lebih jelas pada mereka dengan obesitas sentral. Hasil pemeriksaan dengan CT-scan perut memperlihatkan bahwa lemak viseral sangat berperan terhadap terjadinya resistensi insulin. Hubungan lemak viseral dan resistensi insulin hanya terjadi pada keadaan dimana jaringan lemak viseral berlebihan seperti pada penderita obesitas (Adam, 2006).


(41)

Pada obesitas maupun diabetes melitus tipe 2 selalu ditemukan kadar asam lemak bebas yang tinggi. Meningkatnya asam lemak bebas pada obesitas dan diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh meningkatnya proses lipolisis di jaringan lemak terutama di daerah viseral yang menyebabkan terjadinya obesitas sentral. Meningkatnya lipolisis diduga berkaitan dengan meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatis. Seperti diketahui lemak viseral peka terhadap rangsangan saraf simpatis sehingga metabolisme sel lemak viseral sangat aktif. Asam lemak bebas yang tinggi dalam plasma berperan terhadap terjadinya resistensi insulin baik pada otot, hati, maupun pada pankreas (Adam, 2006).

Obesitas sentral berkorelasi dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida, dan penurunan kadar HDL, sehingga dapat meningkatkan risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan sindroma metabolik (Chrzanowska, Sobiecki, Kowal, Kosciuk, and Matusik, 2006). Obesitas sentral dan resistensi insulin merupakan faktor signifikan yang dipertimbangkan sebagai penyebab sindroma metabolik. Resistensi insulin dikaitkan dengan lemak adiposit yang termasuk di dalam gejala dan tanda insulin resistance syndrome (IRS) atau sindroma metabolik (IDF, 2006).

Jaringan lemak mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida, dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan berbagai hormon yang disebut juga adipositokin (adipokin) yaitu leptin, tumor necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin (Adam, 2006). Adipokin-adipokin tersebut saling berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap resistensi insulin dan inflamasi.


(42)

Kondisi tersebut diketahui mendasari perkembangan diabetes melitus tipe 2 dan berhubungan dengan komorbiditas lain, seperti hipertensi, dislipidemia dan aterosklerosis (Eid, 2011).

Leptin, tumor necrosis factor-alfa (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), dan resistin bekerja meningkatkan resistensi insulin, sebaliknya adiponektin bekerja meningkatkan sensitivitas insulin. Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi insulin belum jelas. Penelitian pada tikus percobaan, leptin menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS-1) yang akibatnya menghambat ambilan glukosa. Kadar TNF-alfa plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan, dan berperan dalam mekanisme resistensi insulin perifer. Walaupun demikian pada manusia kadar TNF-alfa dalam sirkulasi sangat sedikit untuk dapat menghambat kerja insulin pada jaringan otot. Kerja TNF-alfa diduga lebih bersifat parakrin daripada endokrin, atau dengan perantaraan faktor lain, misalnya asam lemak bebas, karena TNF-alfa memacu lipolisis. Pada jaringan adiposa tikus percobaan dan manusia, TNF-alfa diekspresikan secara berlebihan sehingga mengganggu insulin signaling yang akibatnya fosforilasi IRS-1 terhambat dan menekan ekspresi glukosa transporter (GLUT-4) (Gastaldelli, et al., 2004; Adam, 2006)

Interleukin-6 (IL-6) merupakan protein proinflamasi yang disekresikan oleh jaringan adiposa, IL-6 juga meningkat dengan meningkatnya berat badan. Pada manusia, IL-6 memacu pelepasan glukagon dan kortisol, serta meningkatkan glukoneogenesis. Penderita diabetes melitus yang obesitas lebih resisten terhadap


(43)

insulin, kadar IL-6, TNF-alfa, dan leptin meningkat dibandingkan kontrol penderita diabetes melitus yang tidak obesitas. Peran IL-6 pada resistensi insulin diduga melalui perlemakan (adiposit), secara tidak langsung berhubungan dengan kerja insulin. Resistin merupakan suatu molekul signalling yang disekresikan oleh adiposit. Kadar resistin meningkat pada tikus obesitas akibat makan berlebihan dan obesitas karena genetik, dan berkurang dengan pemberian obat anti diabetik agonis peroxisome proliferator-activator receptor (PPAR), seperti rosiglitazone (Adam, 2006).

Adiponektin adalah hormon peptida yang terutama dihasilkan oleh adiposit. Dibandingkan dengan adipositokin lainnya, kadar adiponektin paling tinggi dalam sirkulasi. Adiponektin mempunyai efek yang berlawanan dengan adipositokin lainnya, yaitu mencegah terjadinya resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2. Kadar adiponektin juga berkorelasi dengan sensitivitas insulin, dan sebaliknya berkurang dengan semakin buruknya toleransi glukosa. Penelitian pada manusia, kadar adiponektin meningkat dengan penurunan berat badan. Kerja adiponektin diduga dengan memacu ekspresi gen-gen yang mengatur metabolisme lemak pada jaringan otot, yaitu gen CD36 (Cluster of Differentiation 36), acyl co-enzyme A (CoA) oxidase, dan uncoupling protein-2 (UCP-2) yang akan meningkatkan efisiensi transpor asam lemak, pembakaran lemak dan termogenesis (Garg, 2004).

Pengukuran sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi obesitas sentral, yaitu: lingkar pinggang, dan rasio lingkar pinggang-panggul (Pinkney, 2002; Vazquez, et al., 2007). Pengukuran lingkar pinggang digunakan sebagai


(44)

prediksi terdapat jaringan adiposa abdominal subkutan dan viseral serta menyediakan pengukuran distribusi lemak yang tidak dapat menggunakan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) (Klein, 2007). Indeks massa tubuh tidak dapat membedakan antara berat yang berhubungan dengan otot dan lemak. Menurut International Diabetes Federation (2006), kriteria obesitas sentral di wilayah Asia Pasifik adalah lingkar pinggang≥90 cm pada pria dan ≥80 cm pada wanita.

Rasio lingkar pinggang-panggul merupakan pengukuran sederhana dari obesitas sentral yang dapat digunakan untuk mendeteksi kelebihan lemak tubuh pada seseorang dan akurat untuk mendeteksi risiko penyebab Penyakit Jantung Koroner (PJK), beberapa jenis kanker, hiperkolesterolemia, dan hipertensi. Nilai rasio lingkar pinggang-panggul memprediksikan risiko berkembangnya kondisi yang berhubungan dengan kelebihan lemak abdominal. Obesitas sentral merupakan kelebihan akumulasi lemak pada bagian abdominal yang merupakan tempat yang berbahaya karena dekat dengan organ vital beserta suplai darah. Konsekuensi kesehatan yang berhubungan dengan obesitas sentral salah satunya merupakan sindroma metabolik (WHO, 2008).

C. Trigliserida

Trigliserida merupakan bentuk lemak netral yang terdiri dari tiga molekul asam lemak teresterifikasi menjadi satu molekul gliserol dan ditemukan dalam sebagian besar sel, terutama di dalam sel jaringan adiposa (Sacher, Richard, and McPherson, 2004; Guyton and Hall, 2006). Peningkatan kadar trigliserida


(45)

adalah faktor risiko penyakit kardiovaskuler (Peter and Whitney, 2009). Menurut Almatsier (2004), menyatakan bahwa kadar trigliserida dalam tubuh diperoleh dari lemak dan perubahan unsur-unsur energi yang berlebihan (konsumsi karbohidrat sederhana yang berlebihan). Makan makanan berlemak, kebiasaan makan gula dan minum alkohol dapat menyebabkan obesitas dan akumulasi lemak dalam tubuh secara berlebihan yang berhubungan dengan naiknya jumlah adiposit akibat menumpuknya trigliserida (Soeharto, 2004). Menurut NCEP-ATP III (2002), kadar trigliserida dalam darah diklasifikasikan menjadi empat kategori yang dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Klasifikasi Serum Trigliserida (NCEP-ATP III, 2002)

Sumber utama trigliserida di dalam darah yaitu berasal dari jalur eksogen dan endogen. Sumber eksogen berasal dari makanan dalam wujud kilomikron sedangkan sumber endogen merupakan hasil sekresi hepar dalam wujud partikel VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Asam lemak dan kolesterol dalam makanan diabsorpsi oleh intestin dan mengalami esterifikasi menjadi trigliserida dan kolesterol ester yang kemudian dibentuk menjadi kilomikron. Di dalam pembuluh kapiler, kilomikron yang mengandung trigliserida dan kolesterol ester sebagai inti mengalami metabolisme oleh enzim lipoprotein lipase. Metabolisme kilomikron menghasilkan asam lemak bebas yang diambil

Total Trigliserida (mg/dL) Kategori

< 150 Normal

150–199 Batas Tinggi

200–499 Tinggi


(46)

oleh otot sebagai energi dan oleh jaringan adiposa untuk disimpan (Dale and Federman, 2003; Yuan, Al-Shali, and Hegele, 2007).

Dalam kondisi puasa, trigliserida berasal dari jalur endogen. Pada jalur endogen, VLDL terbuat dari gliserol dan asam lemak yang telah dilepaskan pada jaringan adiposa dan disintesis di hepar. VLDL berinteraksi dengan enzim lipoprotein lipase di dalam pembuluh kapiler. Trigliserida sebagai inti partikel VLDL mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase, menghasilkan asam lemak yang diambil oleh jaringan otot sebagai energi dan oleh adiposa sebagai cadangan energi. Lipoprotein lipase adalah enzim utama untuk katabolisme kilomikron dan VLDL yang memungkinkan partikel tersebut membentuk sisa-sisa yang dibersihkan oleh ApoE atau reseptor ApoB di hati. Sebagian hasil dari katabolisme partikel VLDL berinteraksi dengan reseptor LDL pada hepar (ApoE) dan sebagian lagi terakumulasi pada plasma kemudian mengalami katabolisme menjadi IDL (Intermediate Density Lipoprotein). Setelah beberapa menit hingga beberapa jam berada di dalam plasma, IDL dikatabolisme oleh hepatic lipase menjadi LDL (Dale and Federman, 2003).

Peningkatan kadar trigliserida dalam darah terjadi akibat peningkatan produksi partikel VLDL oleh hepar dan sekresi kilomikron oleh intestin atau penurunan aktifitas katabolisme perifer trigliserida akibat berkurangnya aktivitas enzim lipoprotein lipase (Yuan, et al., 2007). Lipoprotein lipase merupakan enzim yang tergantung oleh insulin dan resistensi insulin inilah yang akan menyebabkan peningkatan kadar trigliserida. Pada kondisi normal, asam lemak bebas tersebut diambil oleh otot dan jaringan adiposa dan digunakan sebagai energi atau untuk


(47)

penyimpanan kemudian residu partikel dirombak di hepar menjadi LDL. Pada kondisi kadar trigliserida yang meningkat, partikel VLDL dan IDL dapat mengalami katabolisme menjadi LDL. Partikel LDL yang mengandung banyak trigliserida menjadi kekurangan inti enzim kolesteril ester, di mana protein transfer kolesterol ester (Cholesteryl Ester Transfer Protein/CETP) diperlukan untuk pertukaran kolesterol ester pada partikel LDL dan HDL dengan trigliserida pada partikel VLDL sehingga dapat dimetabolisme oleh enzim hepatic lipase dengan lebih mudah. Akibat banyaknya trigliserida yang terdapat pada partikel LDL dan kekurangan inti kolesteril ester, maka enzim hepatic lipase menghidrolisis partikel LDL tersebut dan menghasilkan partikel LDL yang lebih kecil dan lebih rapat (small dense LDL). Partikel small dense LDL lebih mudah memasuki dinding pembuluh arteri dan lebih mudah berikatan dengan proteoglikan pada dinding arteri. Ketika berikatan dengan proteoglikan, partikel LDL mudah mengalami oksidasi yang dapat memicu sekresi makrofag dan aterogenesis. Partikel LDL tersebut merupakan faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner dan dislipidemia (Carr and Brunzell, 2004; Ginsberg, Zhang and Hernandez, 2006).

Pengukuran kadar trigliserida menggunakan uji kalorimetrik enzimatik metode glycerol phospate oxidase p-aminophenazone (GPO-PAP). Sampel adalah plasma yang berasal dari darah vena subyek yang telah dipisahkan plasmanya melalui sentrifugasi di dalam tabung berisi EDTA. Kadar trigliserida ditentukan setelah reaksi hidrolisis enzimatik dengan lipase. Dalam pengukuran trigliserida,


(48)

pasien harus berpuasa terlebih dahulu selama 8-10 jam sebelum pengambilan sampel darah (Sacher, et al., 2004).

D. Sindroma Metabolik

Sindroma metabolik menurut NCEP-ATP III (2002), adalah sekelompok kelainan metabolik lipid maupun non-lipid, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat), menurunnya kadar kolesterol HDL, hipertensi dan peningkatan kadar glukosa plasma. Sindroma metabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskuler pada obesitas dan diabetes melitus tipe 2 (Kronenberg, 2008).

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sindroma metabolik hingga saat ini bersumber pada resistensi insulin dan obesitas sentral (Alberti, Zimmet, and Shaw, 2005). Pada obesitas sentral terjadi akumulasi lemak di daerah viseral yang secara metabolik lebih aktif daripada lemak di daerah perifer. Penumpukan sel lemak akan meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis, yang akan menurunkan sensitivitas terhadap insulin. Peningkatan asam lemak bebas di liver akan meningkatkan gluconeogenesis, meningkatkan produksi glukosa dan menurunkan ekstraksi insulin, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Kemudian otot akan menurunkan pemakaian glukosa dan di sel pankreas akan menurunkan sekresi insulin. Sel lemak juga mengeluarkan adipositokin (adipokin) seperti IL-6, TNF-alfa, resistin dan leptin yang berhubungan dengan penurunan resistensi


(49)

terhadap insulin (Kershaw and Flier, 2004). TNF-alfa menyebabkan resistensi dengan cara menghambat aktifitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glukosa transporter-4 (GLUT-4) di sel lemak dan otot. Sedangkan adiponektin yang dapat menurunkan resistensi terhadap insulin, kadarnya menurun pada sindroma metabolik (Weyer, et al., 2001). Resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini akan menyebabkan perubahan metabolisme, sehingga menimbulkan hipertensi, dislipidemia, peningkatan respon inflamasi dan koagulasi, melalui mekanisme yang komplek, diantaranya mekanisme endotel dan stress oksidatif (Manrique, Lastra, and Whaley, 2005).

Tabel III. Definisi Sindroma Metabolik (IDF, 2006)

According to the new IDF definition, for a person to be defined as having the metabolic syndrome they must have:

Central obesity (defined as a waist circumference* with ethnicity specific values) plus any two of the following four factors:

Raised triglycerides ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L)

or specific treatment for this lipid abnormality Reduced HDL cholesterol < 40 mg/dL (1,03 mmol/L) in males

< 50 mg/dL (1,29 mmol/L) in females

Raised blood pressure Systolic BP≥ 130 or diastolic BP ≥ 85 mmHg or treatment of previously diagnosed hypertension Raised fasting plasma

glucose

(FPG)≥ 100 mg/dL (5,6 mml/L),

or previously diagnosed type 2 diabetes if above 5,6 mmol/L or 100 mg/dL, OGTT is strongly recommended but is not necessary to define presence of the syndrome * If BMI is > 30 kg/m2, central obesity can be assumed and waist circumference dose not need to be measured.

The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES, 2007) melaporkan prevalensi sindroma metabolik menggunakan kriteria IDF (2006), diantara 8.814 orang Amerika dewasa berusia 20 tahun sindroma metabolik mencapai rata-rata 23,7%. Prevalensi sindroma metabolik meningkat dengan bertambahnya usia, dari 44% pada populasi berumur dua puluh menjadi sekitar 70% pada populasi berusia enam puluh tahunan.


(50)

E. Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler yang mempengaruhi hampir 50% pasien dengan diabetes melitus tipe 2. Dislipidemia sering ditemui pada resistensi insulin atau diabetes melitus tipe 2, meskipun dengan gula darah terkontrol. Dislipidemia merupakan faktor risiko utama untuk komplikasi makrovaskuler pada diabetes mellitus tipe 2 (Saydah, et al., 2004).

Dislipidemia diduga berhubungan dengan hiperinsulinemia. Pada resistensi insulin terjadi peningkatan lipolisis, sehingga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam liver. Disamping itu terjadi peningkatan sintesis trigliserida de novo di liver karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi sterol regulation element binding proteins (SREBPs), protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang mengaktifkan gen yang terlibat dalam lipogenesis di liver. Cholesteryl Ester Transfer Protein (CETP) dan hepatic lipase juga meningkat. CETP akan menukar kandungan trigliserida pada VLDL dengan kolesterol ester pada LDL sehingga terjadi peningkatan trigliserida di LDL yang kemudian akan dihidrolisis oleh hepatic lipase membentuk small dense LDL. CETP juga akan menukar kandungan trigliserida pada VLDL dengan kolesterol ester pada HDL sehingga terjadi peningkatan trigliserida di HDL yang kemudian akan dihidrolisis oleh hepatic lipase membentuk small HDL. HDL akan berikatan dengan ApoA1 yang berfungsi menghantarkan HDL yang membawa kolesterol ke hati. Namun,


(51)

karena terbentuknya small HDL terjadi penurunan afinitas ApoA1 sehingga kemampuan HDL berkurang dalam menghantarkan kolesterol dari perifer ke hati. Skema dislipidemia pada obesitas dapat dilihat pada Gambar 2. Pola dislipidemia seperti ini sering disebut dislipidemia diabetic yang berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan keadaan ini ekivalen dengan kadar LDL kolesterol antara 150-220 mg/dL (PERKENI, 2005).

Gambar 2. Skema Dislipidemia pada Obesitas (Klop, et al., 2013).

Pasien diabetes yang tidak mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah mempunyai risiko yang sama untuk mengalami serangan jantung atau risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler dengan individu non diabetes yang mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah. Menurut Study to Help Improve Early Evaluation and Management of Risk Factors Leading to Diabetes (SHIELD) (2007), melaporkan bahwa dari 22.001 pasien penduduk di Amerika menunjukkan terjadinya dislipidemia dengan kemungkinan yang lebih tinggi pada diabetes melitus tipe 2 (p<0,0001, r=0,395).


(52)

1. Klasifikasi fenotipik

Klasifikasi fenotipik pada dislipidemia berdasarkan klasifikasi WHO (2000), merupakan modifikasi klasifikasi Fredrickson yang didasarkan pada pengukuran kolesterol total dan trigliserida serta penilaian secara elektroforesis dari subkelas lipoprotein. Sistem penggolongan disini berdasarkan fenotipe, ditandai dengan angka romawi I-V. Kerugiannya adalah bahwa fenotipe yang ditemukan dapat berubah karena diet atau terapi farmakologi. Klasifikasi disini tidak berdasarkan jenis penyakit seseorang yang mempunyai kelainan genetik yang sama atau efek metabolisme yang sama, serta juga tidak menggambarkan kelainan dari kolesterol HDL.

Tabel IV. Klasifikasi Dislipidemia (WHO, 2000)

Fredricson Klasifikasi generik Klasifikasi terapeutik Peningkatan Lipoprotein I Dislipidemia eksogen Hipertrigliseridemia

eksogen

Kilomikron IIa Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia LDL IIb Dislipidemia kombinasi Hiperkolesterolemia

Endogen + Dislipidemia kombinasi

LDL + VLDL

III Dislipidemia remmant Hipertrigliseridemia Partikel-partikel remnat (Beta VLDL)

IV Dislipidemia endogen Endogen VLDL

V Dislipidemia campuran Hipertrigliseridemia endogen

VLDL + Kilomikron

2. Klasifikasi patogenik

Dapat dibedakan menjadi: a. Dislipidemia Primer

Dislipidemia primer adalah semua gangguan metabolisme lipoprotein yang terjadi secara genetik, meliputi gangguan biosintesis, struktur


(53)

apolipoprotein, kelainan enzim yang berperan dalam metabolisme lipoprotein maupun kelainan pada pengenalan, pengambilan, dan katabolisme lipoprotein.

Tabel V. Klasifikasi Metabolik/Genetik Dislipidemia (PERKENI, 2011)

Kelainan Fenotipe Risiko PJK Hiperkolesterilemia poligenik IIa +

Hiperlipidemia kombinasi familial I, IIa, IIb, IV ++ Hiperkolesterolemia familial IIa, IIIb ++++

Dislipidemia remnant III +++

Sindrom kilomikron IV, V

-Dislipidemia HDL -

-Kolesterolemia beta IIa ++

b. Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang mendasari. Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti diperlihatkan pada Tabel VI.

Tabel VI. Etiologi Dislipidemia Sekunder (PERKENI, 2011)

Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia Dislipidemia campuran

Hipotiroid DM, Alkohol Hipotiroid

Sindroma nefrotik Obesitas Sindroma nefrotik Penyakit hati obstruktif Gagal ginjal kronik Gagal ginjal kronik

Dalam pengamatannya, The Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) mendapatkan bahwa mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler diantara pasien diabetes mellitus mencapai 4 kali lebih tinggi daripada individu non diabetes melitus dengan kadar kolesterol serum yang sama. Pasien diabetes melitus dengan kadar kolesterol serum terendah mempunyai angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok individu non diabetes melitus yang mempunyai kadar kolesterol tertinggi. Meningkatnya sifat aterogenisitas ini disebabkan adanya pengaruh proses glikosilasi, oksidasi, dan tingginya kandungan trigliserida didalam lipoprotein. Glikosilasi LDL akan meningkatkan


(54)

waktu paruhnya, sehingga bentuknya menjadi lebih kecil dan padat serta lebih bersifat aterogenik. Bentuk ini lebih mudah mengalami oksidasi serta lebih mudah diambil oleh makrofag untuk membentuk sel-sel busa (foam cells). Glikosilasi HDL memperpendek waktu paruhnya dan membentuk lebih banyak varian HDL-3 yang kurang bersifat protektif dibandingkan varian HDL-2. Kemampuan HDL untuk mengangkut kolesterol dari jaringan perifer kembali ke hati mengalami penurunan bila HDL banyak mengandung trigliserida. Kadar HDL yang direkomendasikan adalah > 40 mg/dL untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita dan kadar LDL kolesterol dibawah 100 mg/dL (American Diabetes Association, 2000).

HDL adalah partikel lipoprotein yang padat dan kecil, disintesis di hati maupun usus. Terdapat tiga macam HDL yaitu HDL-1 (jumlah sedikit), HDL-2, dan HDL-3. Komposisi HDL-2 adalah protein 33%, lipid 67% (trigliserida 16%, fosfolipid 43%, kolesterol ester 31%, dan kolesterol total 10%), sedangkan HDL-3 terdiri atas protein 57%, lipid 4HDL-3% (trigliserida 1HDL-3%, fosfolipid 46%, kolesterol ester 29%, kolesterol bebas 6%, dan asam lemak bebas 6%) (Kusmiyati, 2004). Ukuran HDL-2 lebih besar dan kaya lipid bila dibandingkan dengan HDL-3 yang lebih kecil dan padat. HDL-3 terdiri dari lapisan ganda fosfolipid, mengandung apolipoprotein dan kolesterol bebas. Kolesterol bebas yang berasal dari membran sel ditransfer ke HDL-3, dan diubah menjadi ester kolesterol oleh enzim LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase). Ester kolesterol ini akan bergerak masuk ke dalam inti HDL-3. Reaksi terus berlangsung, inti nonpolar mendesak lapisan ganda sehingga terpisah sampai bentuknya berubah menjadi sferis. Pembentukan


(55)

ester kolesterol tersebut akan meningkatkan kapasitas HDL-3 untuk menerima lebih banyak kolesterol bebas sehingga terbentuk HDL-2 yang berukuran lebih besar dan kaya lipid (Price and Wilson, 2005).

F. Antropometri

Antropometri berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos yang berarti manusia dan metron yang berarti mengukur. Jadi, antropometri adalah ukuran-ukuran tentang manusia. Setiap manusia memiliki ukuran-ukuran yang berbeda-beda (Marizar, 2005). Antropometri merupakan teknik tunggal yang paling praktis, dapat diaplikasikan secara universal, murah, dan non-invasif untuk mengetahui ukuran, proporsi, dan komposisi tubuh (WHO, 2008). Menurut NHANES (2007), pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan pada saat berdiri, tinggi badan pada saat berbaring, skinfold thickness, lingkar kepala, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-panggul, lebar bahu dan lebar pergelangan tangan. Indikator antropometri tersebut cukup akurat untuk menggambarkan komposisi lemak tubuh yang berkaitan dengan profil lipid (NHANES, 2007).

Distribusi dan akumulasi lemak tubuh dapat diketahui menggunakan pengukuran antropometri, yaitu dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) (NHLBI, 2000; Dalton, et al., 2003). Menurut International Diabetes Federation (2006), seseorang yang memiliki sindroma metabolik dapat dipastikan memiliki obesitas sentral. Akumulasi sel lemak pada area sentral (obesitas sentral) dapat


(56)

digambarkan dengan lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul (Dalton, et al., 2003; Huxley, Mendis, Zheleznyakov, Reddy, and Chan, 2010).

1. Lingkar Pinggang

Lingkar pinggang merupakan sebuah garis keliling yang menunjukkan estimasi lingkar tubuh pada bagian abdomen (Klein, 2007). Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terbawah dan tepi atas tulang panggul. Pada saat pengukuran, subjek harus berdiri dengan kaki rapat, lengan pada kedua sisi tubuh, dianjurkan memakai pakaian yang tipis dan dalam kondisi akhir ekspirasi normal. Pita pengukur tidak boleh dilingkarkan terlalu kencang hingga menekan kulit subjek dan pengukuran dilakukan paralel dengan lantai (WHO, 2008).

Indeks lingkar pinggang dapat menggambarkan perkiraan masa lemak dalam perut dan total lemak tubuh. Peningkatan lingkar pinggang berkaitan dengan sindroma metabolik. Sindroma metabolik antara lain adalah diabetes mellitus tipe 2, impaired glucose tolerance, atau toleransi glukosa normal dengan resistensi insulin, secara bersamaan dua atau lebih dengan peningkatan tekanan darah, obesitas abdominal dan atau BMI >30 kg/m2, kolesterol HDL rendah, trigliserida tinggi, dan mikroalbuminuria (National Obesity Forum, 2006).

Pada penelitian Klein (2007), menyatakan bahwa lingkar pinggang merupakan metode yang menunjukkan korelasi yang paling baik dengan risiko penyakit dan mencerminkan adanya perubahan pada jaringan adiposa abdominal. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Kato, et al., (2008) menyatakan bahwa lingkar pinggang merupakan parameter yang praktis dan nyaman untuk


(57)

mendeteksi akumulasi faktor risiko yaitu seseorang mengalami dua atau lebih keadaan: hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia.

Penelitian Lemieux, et al. (2000), menggunakan lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik dan menemukan lingkar pinggang ≥90 cm dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma puasa >150 mg/dL dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik sebanyak 80% dari 185 pria subjek penelitian. International Diabetes Federation (IDF) (2006), menetapkan kriteria lingkar pinggang pada pria dan wanita yang dinyatakan mengalami obesitas sentral dapat dilihat pada Tabel VII.

Tabel VII. Nilai Lingkar Pinggang berdasarkan Etnis (IDF, 2006)

Country/Ethnic group Waist circumference

South Asians: Based on a Chinese, Malay and Asian-Indian population

Male ≥ 90 cm

Female ≥ 80cm

2. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

Rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) adalah salah satu indeks antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama obesitas sentral (WHO, 2008). Menurut World Health Organization (2008), akan terjadi peningkatan komplikasi sindroma metabolik bila rasio lingkar pinggang-panggul pria ≥0,90 dan pada wanita ≥0,85. Pada pengukuran rasio lingkar pinggang-panggul digunakan formula dari rasio lingkar pinggang dan pinggang-panggul yaitu lingkar pinggang (cm) dibagi dengan lingkar panggul (cm) sehingga skala pengukurannya adalah rasio. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terbawah dan tepi atas tulang panggul, sedangkan pengukuran


(58)

lingkar panggul dilakukan pada lingkar terlebar dari panggul, dimana lingkar panggul adalah diameter terbesar dari tubuh dibawah pinggang (Jenkis, 2011).

Gambar 3. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (Rodrigues, Baldo, and Mill, 2011)

Peningkatan rasio lingkar pinggang-panggul dapat mencerminkan kelebihan lemak abdominal relatif (meningkatnya lingkar pinggang) dan sedikitnya otot gluteal (menurunnya lingkar panggul). Variasi dari lingkar pinggang mencerminkan variasi dalam lemak viseral dan subkutan, sedangkan variasi lingkar panggul berkaitan dengan variasi struktur tulang (lebar pelvis), otot gluteal dan lemak gluteal subkutan (Seidell, Perusse, Depres, dan Bouchard, 2011).

Penelitian Lear, et al. (2007) menunjukkan bahwa populasi Asia memiliki jaringan adiposa viseral yang lebih banyak dibandingkan dengan populasi Eropa, sehingga batas nilai lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul perlu disesuaikan untuk tiap populasi. Penelitian Ho, et al., (2001), menyatakan bahwa IMT dan lingkar pinggang merupakan prediktor penyakit kardiovaskuler yang efektif untuk pria, sedangkan lingkar pinggang dan RLPP efektif untuk wanita. Pada penelitian Odenigbo, Odennigbo, Oguejiofor, and Adogu, (2011), menyatakan bahwa rasio lingkar pinggang-panggul lebih kuat dalam memprediksi obesitas pada wanita dibandingkan pada pria.


(59)

Penelitian Gupta, et al. (2007), menunjukkan bahwa pada responden dengan kategori rasio lingkar pinggang-panggul ≥1,00 memiliki presentase prevalensi sindroma metabolik paling tinggi yaitu sebesar 73%. Hasil penelitian tersebut menyatakan terdapat korelasi positif bermakna antara rasio lingkar pinggang-panggul dan sindroma metabolik (r=0,900; p=0,004).

G. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten (RSUD) Temanggung terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. Penyelenggara RSUD Kabupaten Temanggung adalah pemerintah kabupaten dan merupakan jenis rumah sakit umum dengan kelas/ tipe B dengan jumlah tenaga medis sebanyak 362 orang serta sebagai rumah sakit rujukan bagi masyarakat di daerah Temanggung. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang dapat menjadi rumah sakit pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Klasifikasi Rumah Sakit Umum berdasarkan perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, yang terdiri dari rumah sakit kelas A, B Pendidikan, dan B Non Pendidikan, C dan D (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lainnya dan 2 subspesialis dasar serta dapat menjadi rumah sakit pendidikan


(60)

apabila telah memenuhi persyaratan dan standar. Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis penyakit dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, anestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi. Pelayanan medik sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Pelayanan medik sub spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya. Kriteria, fasilitas dan kemampuan RSU Kelas B meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik subspesialis, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Berdasarkan data rekam medik di RSUD Kabupaten Temanggung, sejak tahun 2010 -2013 tercatat sebanyak 6319 pasien menderita diabetes melitus tipe 2, sedangkan untuk diabetes melitus tipe 1 sebanyak 42 pasien, dan diabetes melitus tipe lain sebanyak 3300 pasien. Pasien diabetes melitus tipe 2 jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, di bulan Januari terdapat 95 orang, di bulan Februari sebanyak 46 orang, dan di bulan Maret meningkat


(61)

menjadi 249 orang. Diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung menduduki urutan ketiga, sebagai penyakit yang banyak terjadi (Pemerintah Kabupaten Temanggung, 2012). Hingga tahun 2013 belum terdapat upaya-upaya dari pemerintah setempat untuk mensosialisasikan mengenai pencegahan atau pengontrolan hidup sehat bagi pasien-pasien diabetes melitus tipe 2 tersebut. Sosialisasi yang telah dilakukan di daerah Temanggung yaitu hanya mengenai HIV/AIDS, flu burung, diare, anthrax, sadar gizi, kematian bayi, imunisasi campak dan folio, keracunan makanan, TBC, KB, dan hydrocypalus (Pemerintah Kabupaten Temanggung, 2012).

H. Landasan Teori

Indonesia merupakan Negara ke 4 terbesar untuk prevalensi diabetes mellitus tipe 2, sedangkan di RSUD Kabupaten Temanggung menduduki urutan ketiga sebagai penyakit yang sering terjadi. Jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung selama 5 tahun terakhir selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung merupakan rumah sakit dengan kategori tipe B Pendidikan. Pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan metabolisme lipid yang menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan sampai obesitas serta terjadinya sindroma metabolik.

Sindroma metabolik merupakan sekelompok kelainan metabolik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia aterogenik, penurunan kadar kolesterol


(62)

HDL, hipertensi dan peningkatan kadar glukosa plasma. Dislipidemia pada diabetes ditandainya dengan meningkatnya kadar trigliserida, menurunnya kadar HDL, dan kadar LDL yang di dominasi oleh bentuk yang lebih kecil dan padat (small dense LDL). Adanya dislipidemia diabetik akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskuler seperti penyakit kardiovaskuler. Peningkatan kadar trigliserida erat kaitannya dengan terjadinya obesitas sentral, dimana kadar trigliserida dalam tubuh diperoleh dari lemak makanan dan perubahan unsur-unsur energi yang berlebihan. Kelebihan lemak khususnya trigliserida dapat meningkatkan ukuran sel adiposa yang menyusun jaringan adiposa.

Pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul merupakan salah satu metode antropometri yang dapat dilakukan dengan sederhana untuk memperkirakan proporsi lemak yang tersimpan pada tubuh di pinggang dan panggul yang dapat menunjukkan obesitas sentral serta terjadinya sindroma metabolik. Obesitas sentral dapat dinyatakan dengan pengukuran lingkar pinggang bila pada pria ≥90 cm, dan pada wanita ≥80 cm untuk orang Asia, sedangkan risiko sindroma metabolik meningkat bila rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) pada pria≥0,90 dan pada wanita≥0,85.

I. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.


(1)

Lampiran 24. Uji Perbandingan Rerata Trigliserida Responden Wanita pada

RLPP <0,85 dan RLPP

0,85

Ranks Rasio

lingkar

pinggang-panggul N Mean Rank Sum of Ranks Kadar Trigliserida <0.85 15 16.33 245.00

>=0.85 39 31.79 1240.00 Total 54

Test Statisticsa

Kadar Trigliserida Mann-Whitney U 125.000 Wilcoxon W 245.000

Z -3.236

Asymp. Sig. (2-tailed) .001 a. Grouping Variable: KLASIFIKASI_RLPP3


(2)

Lampiran 25. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar

Pinggang-Panggul terhadap Kadar Trigliserida pada Responden

Pria

Correlations

Lingkar Pinggang Kadar Trigliserida Spearman's rho Lingkar Pinggang Correlation Coefficient 1.000 .216

Sig. (2-tailed) . .205

N 36 36

Kadar Trigliserida Correlation Coefficient .216 1.000 Sig. (2-tailed) .205 .

N 36 36

Correlations

Rasio lingkar

pinggang-panggul Kadar Trigliserida Spearman's rho Rasio lingkar

pinggang-panggul

Correlation Coefficient 1.000 .091 Sig. (2-tailed) . .598

N 36 36

Kadar Trigliserida Correlation Coefficient .091 1.000 Sig. (2-tailed) .598 .


(3)

Lampiran 26. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar

Pinggang-Panggul terhadap Kadar Trigliserida pada Responden

Wanita

Correlations

Lingkar Pinggang Kadar Trigliserida Spearman's rho Lingkar Pinggang Correlation Coefficient 1.000 .248

Sig. (2-tailed) . .071

N 54 54

Kadar Trigliserida Correlation Coefficient .248 1.000 Sig. (2-tailed) .071 .

N 54 54

Correlations

Rasio lingkar

pinggang-panggul Kadar Trigliserida Spearman's rho Rasio lingkar

pinggang-panggul

Correlation Coefficient 1.000 .444** Sig. (2-tailed) . .001

N 54 54

Kadar Trigliserida Correlation Coefficient .444** 1.000 Sig. (2-tailed) .001 .

N 54 54


(4)

Lampiran 27. Deskriptif dan Uji Normalitas Durasi Diabetes Melitus Tipe 2

Descriptives

Statistic Std. Error

Durasi Mean 8.5222 .72398

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 7.0837 Upper Bound 9.9608 5% Trimmed Mean 7.8765

Median 6.0000

Variance 47.174

Std. Deviation 6.86831

Minimum 1.00

Maximum 30.00

Range 29.00

Interquartile Range 7.25

Skewness 1.359 .254

Kurtosis 1.478 .503

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Durasi .170 90 .000 .860 90 .000 a. Lilliefors Significance Correction


(5)

Lampiran 28. Data Responden yang Mengkonsumsi Obat Penurun Kolesterol

No. Nama Responden Jenis Kelamin Usia (tahun) Lingkar Pinggang (cm) Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Kadar Trigliserida (mg/dL) Obat Penurun Kolesterol

1. Ny. S Wanita 75 95,33 1,01 106 Simvastatin

2. Ny. P Wanita 61 103,00 1,09 146 Simvastatin

3. Ny. H Wanita 64 81,03 0,85 95 Simvastatin

4. Ny. M Wanita 58 82,20 0,87 99 Simvastatin

5. Ny. Sp Wanita 73 89,33 0,97 116 Simvastatin

6. Ny. Su Wanita 58 91,17 0,85 108 Simvastatin

7. Ny. Sd Wanita 75 86,37 0,85 95 Simvastatin

8. Ny. Mu Wanita 71 101,73 1,08 104 Simvastatin

9. Ny. Ma Wanita 54 87,27 0,88 89 Simvastatin

10. Ny. T Wanita 68 96,57 1,09 92 Gemfibrozil

11. Tn. Ab Pria 76 90.93 0,95 127 Simvastatin

12. Tn. C Pria 77 93,33 0,92 114 Simvastatin

13. Tn. I Pria 54 92,80 0.90 124 Simvastatin

14. Tn. Ja Pria 68 98,20 0,99 131 Simvastatin

15. Tn. Ju Pria 55 98,70 0,92 133 Simvastatin

16. Tn. K Pria 78 93,00 0,93 93 Fenofibrate

17. Tn. Sh Pria 57 92,47 0,95 130 Simvastatin

18. Tn. Sj Pria 51 92,17 0,93 117 Simvastatin

19. Tn. Sn Pria 51 100,33 0,98 124 Simvastatin


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Rita Della Valentini, lahir di

Pringsewu tanggal 27 Juni 1992 dan merupakan anak

keempat dari empat bersaudara pasangan Petrus Kendro

Gunadi dan Agnes Sutini. Pendidikan awal penulis dimulai

di TK Fransiskus Asisi Pringsewu (1996-1998), SD

Fransiskus Asisi Pringsewu (1998-2004), SMP Xaverius

Pringsewu (2004-2007), SMA Xaverius Pringsewu (2007-2010). Pada tahun 2010

penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Farmasi. Selama kuliah penulis aktif

sebagai pengurus beberapa kegiatan seperti menjadi sekretaris Seminar Kanker

Serviks dan Paru, sekretaris Penyuluhan Desa Mitra, sie Publikasi Dekorasi

Dokumentasi kegiatan Donor Darah, sie Acara KPU BEMU Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, sebagai volunteer Kampanye Informasi Obat. Penulis juga

aktif sebagai asisten praktikum Botani Farmasi, Mikrobiologi, dan Anatomi

Fisiologi Manusia.


Dokumen yang terkait

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap rasio kadar LDL/HDL pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

1 1 167

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

0 1 114

Korelasi lingkar pingang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

0 0 157

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar trigliserida pada mahasiswa dan mahasiswi di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 0 108

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung

0 2 112

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap rasio kadar LDL HDL pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung

0 1 165

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar trigliserida dalam darah - USD Repository

0 0 83

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar glukosa darah puasa - USD Repository

0 0 91

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung - USD Repository

0 0 145

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap rasio kadar kolesterol total/HDL pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung - USD Repository

0 0 163