Efektivitas Penerapan Etika Pers Terhadap Kinerja Wartawan Di Harian Umum Galamedia Bandung

(1)

iv Made Nuryani

Skripsi ini dibawah bimbingan: Drs. Manap Solihat, M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana Efektivitas Penerapan etika Pers Terhadap Kinerja Wartawan Di HU Galamedia Bandung. dalam penelitian ini, peneliti menganalisis dari kredibilitas komunikator, daya tarik komunikator dan pesan yang digunakan, serta individu dan psikologi.

Tipe penelitian ini adalah kuantitatif, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik analisa deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui angket dan wawancara serta didukung oleh studi pustaka dan internet searching. Sampel dalam penelitian ini yaitu wartawan HU Galamedia Bandung, dengan jumlah unit sampel 26 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Sebelum penyebaran angket, penulis terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas pada setiap item pertanyaan dalam angket dengan menggunakan program SPSS 12. Teknik analisa data yang digunakan adalah penyeleksian data, klasifikasi data, coding book dan coding sheet, mentabulasikan data, dan mengolah data menggunakan program SPSS 12.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara kredibilitas komunikator terhadap kinerja sebesar 0,496 yang berarti hubungan yang cukup berarti, daya tarik komunikator terhadap kinerja sebesar 0,640 yang berarti hubungan yang cukup berarti, pesan terhadap kinerja sebesar 0,814 yang berarti hubungan yang tinggi;kuat, efektivitas terhadap individu sebesar 0,552 yang berarti hubungan yang cukup berarti, efektivitas terhadap psikologi sebesar 0,750 yang berarti hubungan yang tinggi;kuat.Sedangkan Hubungan antara efektivitas penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung yaitu sebesar 0,741 yang berarti hubungan yang tinggi;kuat dan signifikan. Sedangkan untuk nilai koefisien determinasi yaitu sebesar 53% dan t hitung 7,544 > t tabel 2,064. hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

Jadi kesimpulannya dapat dikatakan ada pengaruh antara penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung dengan hubungan yang tinggi;kuat dan signifikan (penting).

Saran penelitian ini adalah diharapkan Harian Umum Galamedia lebih mengembangkan pelatihan di bidang kewartawanan yang berkaitan dengan etika pers agar dapat mempertahankan prestasi yang telah dicapai dan lebih meningkatkan penerapan etika pers sehingga kinerja wartawan menjadi lebih baik.


(2)

v By: Made Nuryani

This research under guidance: Drs. Manap Solihat, M.Si

This study aims to identify the Effectiveness of The Implementation " Press Ethics" On The Journalist Performance in Daily Newspaper of Galamedia Bandung. So the researchers tried to analyze the credibility of the communicator, attractiveness the communicator and message appeal used, as well as individual and psychology.

This research type is quantitative, while the research method used is survey method with a descriptive analysis techniques. Most data collected through questionnaires and interviews and supported by library research and internet searching. The sample in this study are Galamedia Journalist Bandung, with the number of sample units of 26 respondents. The sampling technique used is total sampling. Before the questionnaire, the authors first test the validity and reliability of each question item in questionnaire by using program SPSS 12. Data analysis technique used is the selection of data, data classification, coding book and coding sheets, tabulating data, and process the data using SPSS 12.0.

The results showed that the correlation between communicator credibility on the performance of 0.496 which means a significant relationship, attractiveness of communicator on the performance of 0.640, which means a significant relationship, the message on the performance of 0.814 which means high correlation;strong, the effectiveness of individual amounted to0.552, which means a significant relationship, the effectiveness of the psychology of 0.750 which means high correlation;strong. While the relationship between the effectiveness imprementation press ethics to the Journalist performance in Daily of Galamedia Bandung that is equal to 0.741 which means high correlation, a strong and significant. While for the coefficient of determination is equal to 53% and 7.544 t count> t table 2.064, this shows that H0 is rejected and H1 accepted.

so that there is influence between the implementation press ethics on the Journalist performance in Daily Newspaper of Galamedia Bandung with high correlation, a strong and significant (important).

Based on the research that has been obtained, the expected daily newspaper Galamedia further develop training for Journalist associated with the Press Ethics in order to sustain past achievements and further improve the application of ethics of the press so that Journalist get better performance.


(3)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam suatu perusahaan. Kinerja seorang karyawan akan menentukan pencapaian dari tujuan suatu organisasi. Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Kinerja yang terdapat dalam suatu perusahaan tergantung bagaimana sikap karyawan dalam perusahaan tersebut.

Karyawan yang normal adalah karyawan yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka karyawan tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama karyawan untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

Selain itu, lingkungan kerja organisasi juga sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud


(4)

antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Untuk dapat menilai kinerja karyawan secara objektif dan akurat adalah dengan mengukur tingkat kinerja karyawan. Pengukuran kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk mengarahkan upaya karyawan melalui serangkaian prioritas tertentu, seperti komunikasi.

Komunikasi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia begitu juga untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerjanya. Setiap individu pasti akan berkomunikasi dengan individu yang lainnya karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa adanya interaksi dengan lingkungan sosialnya. Selain itu, kebutuhan akan informasi juga menuntut seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain mengingat betapa pentingnya informasi bagi kelangsungan hidup manusia. Sehingga informasi sangat dibutuhkan oleh manusia.

Komunikasi adalah penyampaian informasi dari individu ke individu yang lainnya. Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy adalah:

“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication menurut asal katanya berasal dari bahasa latin communicate, dalam perkataan ini bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat atau berlangsung selama dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si


(5)

penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2002: 9).

Komunikasi mempunyai empat tujuan yaitu: (1). Mengubah sikap, (2). Mengubah opini, (3). Mengubah perilaku, dan (4). Mengubah masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu proses komunikasi yang dapat mencapai tujuan komunikasi tersebut. (Effendy, 2003:54).

Dengan adanya komunikasi yang baik antara pemimpin perusahaan dan karyawan maka dapat dicapai suatu iklim organisasi yang kondusif. Dimana karyawan yang tadinya tidak memiliki kemampuan yang handal dalam bekerja menjadi lebih baik dalam bekerja sehingga dapat dicapai suatu kinerja yang bagus.

Dalam penelitian ini, peneliti meneliti akibat dari komunikasi yang berupa pesan penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan. Wartawan merupakan sebuah profesi yang penuh tanggung jawab dan resiko. Untuk menjadi wartawan seseorang harus siap mental dan fisik. Menurut Colema Hartwell yang dikutip oleh Asep Syamsul M. Romli, dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik Terapan menulis:

“Seseorang yang tidak mengetahui cara untuk mengatasi masalah dan tidak mempunyai keinginan untuk bekerja dengan orang lain, tidak sepantasnya menjadi wartawan. Hanya mereka yang merasa bahwa hidup ini menarik dan mereka yang ingin membantu memajukan kota dan dunia yang patut terjun di bidang jurnalistik”. (Romli, 2006:17).


(6)

Menurut Undang-undang No. 40/1999 tentang pers, wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dengan demikian, siapapun yang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan warta atau berita, bisa disebut wartawan, baik mereka yang bekerja pada surat kabar, majalah, radio, televisi, film maupun kantor berita. Tentu saja dalam melakukan pekerjaannya tersebut dibutuhkan rambu-rambu yang dapat mengatur bagaimana seharusnya seorang wartawan dapat bekerja secara profesional.

Kinerja dari seorang wartawan sangat menentukan bagaimana image dari media tempat wartawan tersebut bekerja. Wartawan dituntut untuk bekerja secara profesional, memiliki disiplin yang tinggi serta integritas dalam bekerja. Harus diakui bahwa sikap profesional dalam pers terutama terletak pada wartawannya. Korp wartawanlah yang membuat suatu koran terhormat atau tidak. Wartawan bekerja untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu publik pembaca, bukan untuk kepentingan segelintir pihak saja.

Dalam konteks negara kita, pers Indonesia mempunyai kode etik dan memiliki aturan serta hukum lainnya. Namun, hal itu pun sebenarnya belum cukup karena masih kerap terdengar adanya pelanggaran atas kode etik. Masih sering terdengar adanya sumber berita yang menjadi korban akibat ulah wartawan (Sobur, 2001: 119).

Selain terjadinya pelanggaran seperti yang diuraikan di atas, ada juga contoh wartawan yang melanggar etika pers yaitu dengan menayangkan suatu berita bohong seperti kasus yang menimpa salah seorang presenter TV X yang


(7)

diduga terlibat dalam rekayasa pemberitaan makelar kasus (markus). Markus yang diwawancarai ternyata adalah seorang tenaga lepas di media hiburan yang mengaku dibayar 1,5 juta untuk tampil di acara berita di TV X tersebut. Hal itu merupakan salah satu pelanggaran kode etik jurnalistik poin ke-4 yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila (Kode Etik Wartawan Indonesia).

Menurut Asep Romli dalam bukunya Jurnalistik Terapan mengatakan

bahwa “Banyak pula oknum wartawan yang sering disebut dengan WTS yaitu

Wartawan Tanpa Surat Kabar dan tidak bekerja pada sebuah penerbitan pers manapun bahkan para oknum tersebut tidak mempunyai identitas sebagai

wartawan”. (Romli, 2005: 104 ). Menurut Alex Sobur dalam bukunya yang

berjudul Etika pers mengatakan bahwa:

”hasil jajak pendapat (polling)yang diadakan H.U Pikiran Rakyat Bandung pada 500 responden terbukti 49,8% responden mengaku kadang-kadang percaya (meragukan) terhadap berita-berita yang dilansir pers, artinya segala upaya tanpa lelah para wartawan untuk mencari, mengolah dan menyajikan berita di media cetak tampaknya perlu ditinjau ulang”. (Sobur, 2001 : 7)

Selain kasus di atas, masih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan Indonesia. Misalnya, wartawan yang menyebutkan nama asli korban kasus pemerkosaan dan lain-lain. Pelanggaran terhadap peraturan etika pers tentunya mempengaruhi sikap wartawan dalam bekerja. Wartawan yang tidak mengindahkan aturan akan bekerja dengan semaunya, tetapi wartawan yang taat


(8)

akan adanya etika pers akan bekerja secara profesional, menghasilkan berita yang berkualitas sesuai dengan undang-undang atau etika pers yang berlaku.

Dari kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh oknum wartawan tersebut dapat dilihat bahwa kinerja yang baik harus dimiliki oleh seorang wartawan. Kemampuan, keterampilan dan sikap yang dimilki oleh wartawan berkaitan erat dengan kinerja dari wartawan. Sehingga untuk dapat meningkatkan kinerja wartawan yang berkualitas perlu adanya aturan-aturan yang jelas mengenai bagaimana wartawan dalam bekerja.

Di Indonesia yang mengatur bagaimana seharusnya seorang wartawan bekerja disebut dengan etika pers yang terdiri dari Kode etik wartawan Indonesia (KEWI), dan UU No.40/1999. Sedangkan untuk penyiaran yang mengatur adalah UU No. 32/2002 serta UU N0. 11/2008 yang merupakan undang-undang tentang internet.

Etika pers merupakan etika profesi dalam dunia pers, karena kewartawanan adalah suatu profesi maka seorang wartawan harus mentaati etika profesi yang ada dalam dunia kewartawanan sehingga dapat dicapai suatu sikap wartawan yang lebih profesional. Untuk dapat menerapkan etika pers dalam bekerja tentu saja terjadi proses komunikasi. Dalam bekerja wartawan diberi bekal mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana kepemimpinan yang ada pada media tempat wartawan bekerja. Seorang pemimpin redaksi dituntut memiliki keahlian dalam menyampaikan pesan kepada wartawan mengenai penerapan etika pers sehingga pesan tersebut


(9)

dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kinerja yang profesional.

Mengenai etika pers, dalam bukunya yang berjudul Etika Pers Profesionalisme Dengan Nurani, Alex Sobur mengatakan bahwa: “Etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau dengan perkataan lain, etika pers itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.” (Sobur, 2001: 146).

Oleh karena wartawan merupakan orang-orang yang terlibat dalam dunia pers maka wartawan dalam bekerja wajib taat kepada etika pers. Selain itu, syarat menjadi wartawan yang baik adalah wartawan yang dapat memenuhi pikiran-pikirannya sendiri mengenai kebenaran dan keadilan, dan harus menyesuaikan dirinya pada nilai-nilai tinggi yang telah dibina publik untuk dirinya. John Hohenberg dalam bukunya, The Profesionalisme Journalist, seperti yang dikutip oleh Rosihan Anwar (1977:1), mengemukakan empat syarat ideal untuk menjadi wartawan yang baik, yakni: (a) tidak pernah berhenti mencari kebenaran, (b) maju terus manghadapi zaman yang berubah dan jangan menunggu sampai dikuasai olehnya, (c) melaksanakan jasa-jasa yang berarti dan konsekuensinya bagi umat manusia, dan (d) memelihara kebebasan yang tetap teguh (Anwar, 1977 : 1).

Dalam bekerja wartawan tidak berdiri sendiri melainkan tergabung dalam suatu media massa baik media massa cetak maupun media massa elektronik. Dalam buku yang berjudul Jurnalistik Indonesia menulis berita dan feature, Haris


(10)

Sumadiria mengatakan: “Setiap bentuk media massa mempunyai ciri dan kekhasannya masing-masing. Ciri dan kekhasan itu antara lain terletak pada aspek filosofi penerbitan, dinamika teknis persiapan dan pengelolaan serta asumsi dampak yang ditimbulkan terhadap khalayak.” (Sumadiria: 2005, 4).

Di zamam sekarang ini perkembangan media massa begitu cepat. Dalam waktu yang tidak begitu lama setelah kebebasan pers diluncurkan, bersamaan dengan itu banyak juga insan jurnalistik karbitan yang dalam peliputan dan penulisan berita mengabaikan etika seolah-olah mereka tidak mempunyai hati nurani. Ditengah-tengah nilai-nilai permisif yang sedikit banyak dimotivasi oleh hadirnya media massa dalam kehidupan masyarakat. Tentu saja etika dan kebebebasan pers haruslah dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Kian besar kebebasan yang dimiliki para pengelola media massa, semakin besar pula tanggung jawab mereka.

Pernyataan tersebut terlihat jelas bahwa banyaknya media-media baru yang bermunculan membutuhkan aturan yang jelas guna memberikan arah agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh media massa. Sehingga media massa diharapkan tunduk pada aturan pers yang berlaku dalam hal ini yaitu etika pers. Namun, setiap lembaga pers memiliki kebijakan tersendiri mengenai aturan yang berlaku dalam masing-masing media karena di Indonesia banyak sekali muncul aliansi-aliansi jurnalistik yang memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur bagaiman pers atau media yang baik tetapi secara umum hal tersebut masuk ke dalam etika pers.


(11)

Selain itu, media massa memiliki andil yang besar dalam mendidik wartawannya untuk menjadi wartawan yang profesional serta memiliki kinerja yang bagus. Media massa hendaknya selalu memberikan arahan kepada wartawannya agar jangan sampai melakukan pelanggaran terhadap peraturan pers yang berlaku di Indonesia sehingga pelanggaran-pelanggaran yang banyak dilakukan oleh wartawan seperti saat sekarang ini tidak akan terjadi.

Harian Umum (HU) Galamedia merupakan salah satu media massa yang ada di Kota Bandung. Harian Umum Galamedia merupakan media massa yang menekankan penerapan etika pers kepada wartawannya dalam bekerja, sebagai media massa lokal HU Galamedia memiliki prestasi yang dapat dibilang sangat baik. HU Galamedia dinilai oleh Dewan Pers sebagai salah satu dari 10 koran terbaik di Indonesia untuk tahun 2005. Predikat itu baru diumumkan pada 2006. Hal ini terjadi karena para peneliti dari Dewan Pers memerlukan waktu yang cukup banyak untuk meneliti dan mengambil kesimpulan, koran-koran mana saja yang menjadi koran terbaik. Untuk tahun 2005, Dewan Pers meneliti 86 surat kabar di Indonesia. Koran urang Bandung yang mempunyai prestasi luar biasa, yaitu meraih predikat sebagai koran terbaik di Indonesia.

Prestasi yang diraih oleh HU Galamedia tentunya tidak terlepas dari kerja keras dan sikap profesional yang dimiliki oleh wartawannya. Setiap wartawan yang bekerja di HU Galamedia dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam dunia jurnalistik. Selain itu, ketaatan


(12)

wartawan HU Galamedia terhadap etika pers juga mendapat perhatian yang besar dari pemimpin redaksi HU Galamedia untuk meningkatkan kinerja wartawannya. Penerapan etika pers oleh wartawan di HU Galamedia dilakukan dengan cara menaati aturan yang ada dalam undang-undang pers yang disampaikan baik melalui media berupa majalah dinding atau papan pengumuman maupun secara langsung oleh pemimpin redaksi. Misalnya, wartawan HU Galamedia tidak diperkenankan menerima amplop dari narasumber dengan maksud agar informasi dari narasumber dimuat atau tidak dimuat, wartawan HU Galamedia juga tidak boleh memaksakan suatu informasi dari narasumber yang tidak berkenan untuk memberikan informasi kepada wartawan HU Galamedia, dalam membuat berita, wartawan HU Galamedia harus menulis berita berdasarkan fakta yang terjadi bukan suatu kebohongan atau rekayasa dari wartawan, penulisan berita oleh wartawan HU Galamedia harus sesuai dengan kaidah jurnalistik yang berlaku di Indonesia, dan masih banyak lagi contoh-contoh penerapan etika pers yang terjadi di HU Galamedia.

Pesan penerapan etika pers diberikan kepada wartawan pada saat wartawan tersebut diterima bekerja di HU Galamedia, dimana pemimpin redaksi HU Galamedia secara langsung/personal memberikan peringatan agar wartawan menerapkan etika pers dalam bekerja. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana kinerja seorang wartawan, di HU Galamedia wartawan akan diberikan pelatihan dan masa percobaan selama satu tahun. Hal ini ditujukan untuk menilai kemampuan, keterampilan, dan sikap wartawan HU Galamedia yang akhirnya


(13)

akan menentukan kinerja dari wartawan yang tujuannya untuk mencapai tujuan organisasi HU Galamedia.

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti menarik rumusan masalah sebagai berikut: “Sejauhmana Efektivitas Penerapan Etika Pers Terhadap Kinerja Wartawan Di HU Galamedia Bandung?”

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk memberi arah pada penelitian ini, maka peneliti menyusun identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Sejauhmana kredibilitas komunikator pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung?

2. Sejauhmana daya tarik komunikator pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung?

3. Sejauhmana pesan pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung?

4. Sejauhmana efektivitas penerapan etika pers terhadap individu wartawan di HU Galamedia Bandung?

5. Sejauhmana efektivitas penerapan etika pers terhadap psikologi wartawan di HU Galamedia Bandung?

6. Sejauhmana efektivitas penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung?


(14)

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengukur, menjelaskan, dan menganalisa efektivitas penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kredibilitas komunikator pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung.

2. Untuk mengetahui daya tarik komunikator pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung

3. Untuk mengetahui pesan pada penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung.

4. Untuk mengetahui efektivitas penerapan etika pers terhadap Individu wartawan di HU Galamedia Bandung.

5. Untuk mengetahui efektivitas penerapan etika pers terhadap psikologi wartawan di HU Galamedia Bandung.

6. Untuk mengetahui efektivitas penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung.


(15)

1.4 kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi pada umumnya dan Ilmu Jurnalistik pada khususnya terhadap penerapan-penerapan teori komunikasi dalam memecahkan masalah yang ada pada objek penelitian yang berhubungan dengan dunia Ilmu Komunikasi dan Ilmu Jurnalistik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Membantu memecahkan masalah yang ada pada objek yang akan diteliti. a. Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan teori komunikasi dan model komunikasi yang telah dipelajari untuk mencoba menganalisa fakta, gejala dan peristiwa yang terjadi kemudian ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi terutama mengenai penerapan etika pers oleh wartawan untuk menghasilkan suatu kinerja yang berkualitas.

b. Program Studi Ilmu Komunikasi

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan mengenai penerapan etika pers oleh wartawan dalam mencari berita serta mampu


(16)

memberikan konstribusi ilmu untuk pengembangan disiplin ilmu komunikasi khususnya ilmu jurnalistik di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Program Studi Ilmu Komunikasi dan sebagai masukan informasi yang lebih jelas bagi peneliti selanjutnya yang ada hubungannya dengan masalah ini.

c. Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pemikiran mengenai bagaimana penerapan etika pers yang tepat dengan kaidah jurnalisme sehingga dapat menumbuhkan kinerja yang lebih baik dalam bekerja.

1.5 Kerangka pemikiran 1.5.1 Kerangka Teoritis

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dua variabel yaitu efektivitas sebagai variabel X dan kinerja sebagai variabel Y. Dimana efektif memiliki arti berhasil/tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas.

Menurut Haryani, komunikasi yang efektif mempunyai faktor-faktor yang terdiri dari komunikator yaitu kredibilitas komunikator dan daya tarik komunikator dan pesan yang disampaikan kepada komunikan (Haryani, 2001: 26-28). Untuk mengangkat indikator dari penelitian ini, peneliti menggunakan kredibilitas komunikator, daya tarik komunikator dan pesan pada variabel


(17)

efektivitas. Dimana kredibilitas disebut juga dengan ethos. Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur: Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya), sedangkan daya tarik komunikator terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kesamaan, kinerja, keterampilan komunikator dan perilakunya serta pesan adalah informasi yang disampaikan oleh seseorang. Pesan dapat verbal maupun non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas disesuaikan dengan bentuk pesan, teknik penyampaian pesan, dan sifat pesan.

Untuk variabel Y peneliti mengambil indikator yaitu individu dan psikologi. Indikator tersebut diambil berdasarkan teori yang menjadi acuan pada penelitian ini yaitu teori kinerja Gibson (Gibson, 1996: 124) yang menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok yang mempengaruhi kinerja yaitu:

1. Variabel Individu

Terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografis. Kemampuan dan keterampilam merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Demografis terdiri dari umur, etnis, dan jenis kelamin mempunyai hubungan langsung dengan perilaku dan kinerja. Latar belakang terdiri dari keluarga, tingkat sosial dan pengalaman.

2. Variabel Organisasi


(18)

3. Variabel Psikologi

Terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Teori kinerja yang dikemukan oleh Gibson erat kaitannya dengan pembentukan sikap kerja karyawan yang pada akhirnya akan membentuk kinerja karyawan secara personel.

Adapun faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut A.A Anwar Prabu Mangku Negara adalah faktor kemampuan yang meliputi kemampuan potensi dan kemampuan reality atau knowledge/skill. Selain itu, ada juga kemampuan motivasi yaitu terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Mangku Negara, 2006:67).

Menurut Notoatmojo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan pembawaan (ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity). Bantuan untuk terwujudnya perfomance, insentif materi maupun non materi (incentive), lingkungan (environment), dan evaluasi (evaluation). kinerja dipengaruhi oleh kualitas fisik individu (keterampilan dan kemampuan, pendidikan dan keserasian), lingkungan (termasuk insentif dan noninsentif) dan teknologi.


(19)

Dari hal tersebut maka kinerja seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilki karyawan secara individu, sikap dan motivasi yang mendorong seorang karyawan untuk memiliki kinerja yang lebih baik.

1.5.2 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini peneliti ingin melihat sejauhmana efektivitas penerapan etika pers terhadap kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu Efektivitas sebagai variabel X dan Kinerja sebagai variabel Y. Sebagai konsep dalam penelitian ini menjelaskan Variabel X yang meliputi tiga hal yaitu kredibilitas komunikator, daya tarik komunikator, dan pesan. Sedangkan variabel Y yang meliputi individu, organisasi dan psikologi.

Seperti yang telah dikemukakan dalam kerangka teoritis mengenai pengertian efektivitas yang dikemukakan oleh Haryani yang terdiri dari tiga aspek yang akan peneliti terapkan dalam penelitian ini. Kredibilitas komunikator yaitu keahlian dari pemimpin redaksi HU Galamedia sebagai komunikator penerapan etika pers serta pemimpin redaksi HU Galamedia dapat dipercaya mengenai apa yang ia sampaikan kepada wartawannya. Keahlian dan dapat dipercaya merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh pemimpin redaksi HU Galamedia untuk dapat menciptakan komunikasi yang efektif. Selain itu, daya tarik pemimpin redaksi HU Galamedia sebagai


(20)

seorang komunikator juga menjadi hal yang penting sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh wartawan.

Sedangkan variabel Y berdasarkan teori kinerja Gibson dapat diaplikasikan sebagai berikut:

1. Variabel Individu

Yaitu wartawan HU Galamedia, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh wartawan HU Galamedia menentukan bagaimana kinerja dari wartawan yang bersangkutan. Kemampuan dan ketrampilan tersebut akan mempengaruhi kualitas kerja, kuantitas kerja, dan prestasi kerja wartawan HU Galamedia. Setiap wartawan di HU Galamedia memiliki kemampuan dan keterampilan yang berbeda-beda yang menentukan kinerja masing-masing wartawan yang bersangkutan. Selain itu, latar belakang wartawan HU Galamedia yang terdiri dari umur, etnis, dan jenis kelamin mempunyai hubungan langsung dengan perilaku dan kinerja wartawan HU Galamedia. Latar belakang terdiri dari keluarga, tingkat sosial dan pengalaman. Hal ini menyebabkan faktor individu memiliki pengaruh dalam menentukan kinerja seorang wartawan di HU Galamedia.

2. Variabel Organisasi

Dalam hal ini yaitu HU Galamedia, sumber daya dan kepemimpinan yang ada di HU Galamedia akan menentukan kinerja dari wartawannya. Hal ini terlihat dengan adanya aturan yang jelas mengenai penerapan


(21)

etika pers yang harus dilakukan oleh wartawan HU Galamedia dalam bekerja, pemberian sangsi yang tegas bagi wartawan yang melanggar aturan tersebut sehingga wartawan HU Galamedia dalam bekerja selalu berusaha untuk taat pada aturan dan berusaha bekerja secara maksimal sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu, HU galamedia juga memberikan imbalan kepada wartawannya atas prestasi kerja yang telah dicapai, ini merupakan salah satu cara HU Galamedia untuk mendorong agar wartawannya selalu mengupayakan kinerja yang bagus.

3. Variabel Psikologi

Yaitu persepsi wartawan HU Galamedia terhadap penerapan etika pers, sikap wartawan HU Galamedia pada kondisi kerja yang dihadapi, kepribadian, belajar dan motivasi yang dimiliki oleh wartawan HU Galamedia untuk meningkatkan kinerjanya. Biasanya hal ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Ketiga hal tersebut di atas akan mempengaruhi perilaku kerja wartawan yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personel wartawan.


(22)

1.6 Operasionalisasi variabel

Setiap penelitian dibutuhkan adanya variabel-variabel yang masih berbentuk konsep abstrak agar didapat suatu bentuk yang lebih nyata. Proses tersebut dinamakan operasionalisasi variabel, adapun operasionalisasi variabel dari penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Operasionalisasi Variabel

NO VARIABEL INDIKATOR ALAT UKUR

1 Variabel X Efektivitas 1. Kredibilitas Komunikator Keahlian Dapat dipercaya 2. DayaTarik Komunikator Penampilan Fisik Gaya bicara Keakraban Kesamaan

3. Pesan Bentuk Pesan

Sifat Pesan 2. Variabel Y

Kinerja

1. Individu Kemampuan

Keterampilan

2. Psikologi Persepsi

Sikap Kepribadian Motivasi Sumber: Analisis Peneliti, 2010

I.7 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara dan masih harus dibuktikan kebenarannya (Arikunto, 1995:121). Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:


(23)

H1 : Jika penerapan etika pers baik, maka kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung juga baik.

Ho : Jika penerapan etika pers tidak baik, maka kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung juga tidak baik.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei dengan teknik analisis deskriptif.

Pendekatan kuantitatif yaitu mementingkan variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian.

Metode survei dengan teknik analisis deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan peristiwa yang telah atau sedang terjadi. Berkaitan dengan hal itu, Winarno Surakhmad mengatakan: “Penyelidik deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang yang mencakup berbagai teknik di antaranya adalah penyelidik yang menuturkan, menganalisis, dan mengklasifikasikan“ (Surakhmad, 1982: 13).


(24)

1.9 Populasi dan Sampel 1.9.1 Populasi

Nawawi (1985:141) menyebutkan bahwa, “populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, diketahui bahwa jumlah wartawan HU Galamedia Bandung berjumlah 26 wartawan dengan nama-nama sebagai berikut :


(25)

Tabel 1.2

Nama-nama Wartawan HU Galamedia Bandung

NO NAMA

1 Agus Hermawan

2 Andri Ridwan M

3 Anwar Januar M

4 Briliant Awal

5 Cucu Sumiati

6 Dadang Setiawan

7 Deni Kusmawan

8 Deni Sahbudin

9 Dicky Mawardi

10 Eli Kurniawati

11 Elli Siti Walsiah

12 Endan Suhendra

13 Engkos Kosasih

14 H. Abdullah Rochim

15 Imam Cahyadi

16 Kiki Kurnia

17 Laksmi Srisundari

18 Lucky Mochammad L

19 R. Achmad Mirza

20 R. Ris Imantoro

21 Remi Suryadi

22 Rini Rosliani

23 Rosyad Abdullah

24 Tri Widiyantie

25 Ude Dede Gunadi

26 Yeni Siti Apriani

Sumber : HU Galamedia Bandung, April 2010

1.9.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang


(26)

diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah teknik pengambilan seluruh sampel penelitian atau total sampling. Hal ini sesuai dengan pendapat Dr. Suharsimi Arikunto, bahwa bila subjek kurang dari 100 orang lebih baik diambil dari semua. Sehingga metode penelitian menggunakan metode sensus. Pengambilan sampel yang dimaksud dengan sensus adalah mengambil semua populasi untuk dijadikan sampel (Singarimbun, 1995:114).

Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh wartawan HU Galamedia yang berjumlah 26 orang.

1.10 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah: 1. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tetulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, angket juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang


(27)

luas. Angket dapat berupa pertanyaan tertutup atau pernyataan terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet. Pada penelitian ini angket diberikan kepada wartawan HU Galamedia Bandung.

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstuktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan kepala bagian Litbang redaksi HU Galamedia Bandung.

3. Studi Kepustakaan

Menurut J. Supranto seperti yang dikutip Ruslan dalam bukunya Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, bahwa studi kepustakaan adalah dilakukan mencari data atau informasi riset melalui membaca jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia diperpustakaan (Ruslan, 2004:31). Studi kepustakaan digunakan untuk mempelajari sumber bacaan yang dapat memberikan informasi yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti.


(28)

4. Internet Searching

Internet sebagai salah satu hasil dari kemajuan dunia teknologi, kini sudah menjadi pusat data dan informasi yang penting dalam rangka melakukan riset, khusus bidang komunikasi. Salah satu fungsi utama internet adalah WWW (World Wide Web) (Umar, 2002: 91).

1.11 Teknik Analisa Data

Setelah memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa data sebagai berikut:

1. Penyeleksian data, pemeriksaan kelengkapan dan kesempurnaan data serta kejelasan data.

2. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan jenisnya. 3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas pada angket yang telah disebar

sebelumnya, valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas menunjukan pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu.

4. Data dimasukan kedalam cooding book (buku koding) dan cooding sheet (lembaran koding).

5. Mentabulasikan data yaitu menyajikan data dalam sebuah tabel (tabel induk kemudian kedalam tabel tunggal) sesuai tujuan analisis data.


(29)

6. Data yang ditabulasi, dianalisis dengan koefisien korelasi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan cara memindahkan data kuantitatif, dengan cara pemberian skors atas pilihan yang diberikan oleh setiap responden. pemberian skors tersebut dimaksudkan untuk memindahkan data kuantitatif yang berupa jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan dalam angket ke dalam nilai-nilai kuantitatif. Untuk mengolah data, peneliti menggunakan program SPSS (Stastitical Product and Service Solution) yang merupakan program komputer. untuk menganalisa hubungan variabel X dan Variabel Y dapat menggunakan Teknik analisis Korelasi Rank Spearman dengan rumus sebagai berikut:

1 6

1 2

2

n n

di rs

Sumber: (Sarwono, 2006: 107) Dimana :

di2

-

[r(xi) - r(yi)]2

Keterangan :

Rs : korelasi Rank Spearman di : Selisih antara dua ranking n : Jumlah sampel

X : Efektivitas Penerapan etika pers Y : Kinerja Wartawan

r(Xi) : Rank pada X pada data ke-i r(Yi) : Rank pada Y pada data ke-i


(30)

Namun, dalam penelitian ini untuk menganalisa korelasi antara variabel X dan Variabel Y, peneliti menggunakan program SPSS 12.0. Sedangkan untuk menganalisa adanya pengaruh atau hubungan menggunakan koefisien determinasi (KD) antara variabel X dan Variabel Y dengan rumus:

Sumber: (Sarwono, 2005: 43) Keterangan :

KD : Koefisien Determinasi

rs : Hasil Korelasi Rank spearman

1.12 Model Penelitian

Model penelitian diperlukan dalam suatu penelitian yaitu sebagai gambaran dalam menghubungkan antara variabel yang ada dengan masalah penelitian. Maka dari itu model penelitian dibuat dengan maksud mempermudah peneliti dalam menjelaskan hubungan antara variabel yang ada. Model dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(31)

Gambar 1.1 Model Penelitian

Sumber: Analisis Peneliti, 2010

1.13 Tempat dan Waktu Penelitian 1.13.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kantor redaksi HU Galamedia Jln. Blk. Factory No. 2B Bandung 40111 Jawa Barat . Telp. (022) 70085406, Fax (022) 4205262, e-mail: surga.galamedia@gmail.com

1.13.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Ada pun jadwal penelitian adalah sebagai berikut:

Efektivitas penerapan etika pers

Kredibilitas Komunikator Daya Tarik Komunikator Pesan

Kinerja wartawan di HU Galamedia Bandung

Individu Psikologi


(32)

(33)

1.14 Sistematika Penelitian

Dalam usaha untuk memberikan gambaran secara sistematis, peneliti membagi susunan penelitian ini ke dalam 5 bab yaitu:

1. Bab 1 Pendahuluan

Berisikan tentang penjelasan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, operasionalisasi variabel, metode penelitian, hipotesis, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, model penelitian, tempat dan waktu penelitian, serta sistematika penelitian.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Berisikan tinjauan teoritis tentang komunikasi, komunikasi massa, surat kabar, komunikasi interpersonal, jurnalistik, etika profesi, etika pers, teori kinerja Gibson, efektivitas, kinerja, dan wartawan

3. Bab III Objek Penelitian

Berisikan sejarah HU Galamedia dan wartawan di HU Galamedia. 4. Bab IV Hasil Penelitian

Berisikan hasil dari analisis kuantitatif data reseponden, mengolah dan menguraikan permasalahan yang diteliti yaitu berupa penyajian dan penyusunan data-data yang telah diterima oleh peneliti.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisikan tentang kesimpulan keseluruhan isi penelitian dan saran-saran bagi perusahaan dan bagi peneliti selanjutnya.


(34)

32 2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Communication dan dalam bahasa latin berasal dari kata Communicatus yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian menurut Lexicographer salah satu ahli kamus bahasa, mengartikan komunikasi yang menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.

Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu communication, berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli

(usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals

(communicatees).” (Proses dimana seseorang (komunikator)

menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). (Effendy, 2002: 49).

Sedangkan Jaques, berpendapat bahwa komunikasi adalah:

“Communication is the sum total of directly and indirectly consciouly and unconsciouly transmitted feeling, attitudes, and wishes”. (Komunikasi


(35)

adalah penyampaian segala macam perasaan, sikap kehendak, baik langsung dan tidak langsung, sadar maupun tidak sadar). (Handayani, 1981: 94).

Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas dapat dijabarkan bahwa komunikasi bukan hanya sekedar memberitahu, tapi juga mempengaruhi seseorang/sejumlah orang untuk melakukan tindakan tertentu (merubah perilaku orang lain).

Komunikasi yang efektif adalah apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Supratiknyo, 1995: 34). Apabila telah terjadi kesamaan makna dalam proses komunikasi seperti diuraikan di atas maka akan terjadi saling pengertian antara kedua belah pihak. Dalam proses komunikasi hal yang paling penting adalah pesan. Kiat mengirimkan pesan secara efektif menurut Johnson (1981) ada 3 syarat yang harus dipenuhi yaitu:

1. Kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah dipahami.

2. Sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas dimata penerima. 3. Kita harus berusaha umpan balik secara optimal tentang pengaruh pesan

kata itu dalam diri penerima. Dengan kata lain kita harus memiliki kredibilitas dan terampil mengirimkan pesan. (Supratiknyo,1995: 35).


(36)

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy tujuan dari komunikasi adalah: 1. Perubahan sikap (attitude change)

2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan perilaku (behavior change)

4. Perubahan sosial (social change) (Effendy, 2003: 8)

Sedangkan tujuan komunikasi pada umumnya menurut Cangara Hafied adalah mengandung hal-hal sebagai berikut:

a. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti.

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan (komunikator).

b. Memahami orang

Sebagai komunikator harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya. Jangan hanya berkomunikasi dengan kemauan sendiri.

c. Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain

Komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan kehendak.


(37)

d. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. (Hafied, 2002: 22)

Untuk fungsi dari komunikasi Onong Uchjana Effendy berpendapat sebagai berikut:

1. Menyampaikan informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence) (Effendy, 2003: 8)

2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi

Unsur-unsur komunikasi menurut Charles E. Redfield dalam bukunya yang berjudul Communication In Management, yang dikutip Wursanto dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, mengatakan sebagai berikut :

“Administrative communication can best regarded as a form of social or

human communication in which there are these five elements: a Communicator (a speaker, sender, issuer), who Transmits (says, sends, issues), Message (order, responts, suggestions), to a Communicatee (addresser, respond, audience) to influence the behavior of the

communicate as seen in his Response (replay, reaction)”. (Wursanto, 2007:156).


(38)

Jadi menurut kutipan diatas komunikasi mengandung lima unsur, yaitu :

1. Komunikator (Communicator), yaitu memberi berita, yang dalam hal ini dalah orang yang berbicara, pengirim berita atau yang memberitakan.

2. Menyamoaikan berita, dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.

3. Berita-berita yang disampaikan (Message), dapat dalam bentu perintah, laporan atau saran.

4. Komunikan (Comunicate), yaitu orang yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang menerima berita.

5. Tanggapan atau reaksi (Response), dalam bentuk jawaban atau reaksi (Wursanto, 2007: 157).

Kelima unsur komunikasi tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti apabila satu unsur tidak ada maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan. Jadi dengan demikian keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut.

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Organisasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi

Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian pernyataan manusia dengan lambang-lambang yang mengandung arti. Komunikasi yang efektif hanya dapat tercapai bila pihak-pihak yang terlibat dalam


(39)

proses komunikasi memberi arti dan makna yang sama terhadap lambang-lambang yang digunakan dalam kegiatan komunikasi tersebut.

Istilah organisasi bersumber dari kata Latin organization yang berasal dari kata kerja yang juga merupakan kata Latin, organizare, yang

berarti “to form as or into a whole consisting of independent or

coordinated parts” (membentuk sebagai atau menjadi keseluruhan dan bagian-bagian yang saling bergantung atau terkoordinasi) (Effendy,2003:114).

Dengan kata lain, secara harfiah organisasi berarti paduan dari bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lainnya. Definisi organisasi menurut Rogers dan Rogers yaitu : “Suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas” (Rogers dan Rogers dalam Effendy, 2003:114). Rogers dan Rogers memandang organisasi sebagai suatu struktur yang melangsungkan proses pencapaian tujuan yang telah ditentukan, dimana operasi dan instruksi di antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya berjalan secara harmonis, dinamis dan pasti.

“Suatu pendekatan subjektif memandang organisasi sebagai kegiatan yang dilakukan orang-orang. Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi yang melibatkan orang-orang. Organisasi diciptakan dan dipupuk melalui kontak-kontak yang terus-menerus berubah yang dilakukan antara orang-orang antara yang satu dengan lainnya dan tidak eksis secara terpisah dari orang-orang yang perilakunya membentuk organisasi tersebut. Sedangkan pandangan objektif menyarankan bahwa sebuah organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik dan kongkret, dan merupakan struktur dengan


(40)

batas-batas yang pasti. Istilah “organisasi” mengisyaratkan bahwa sesuatu yang nyata merangkum orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan.” (Pace dan Faules dalam Mulyana,2005:11).

Pernyataan Pace dan Faules tersebut memperlihatkan bahwa dalam pandangan subjektif organisasi merupakan kegiatan yang dilakukan orang-orang yang satu sama lain saling berinteraksi. Sedangkan pandangan objektif menganggap organisasi mensyaratkan adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staf pimpinan dan karyawan. Di samping itu, dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

“Redding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau yang sama tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis, dan komunikasi evaluasi program.” (Redding dan Sanborn dalam Muhammad,2002:65).

Sedangkan Goldhaber (1986) mengemukakan bahwa :”Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah” (Goldhaber dalam Muhammad, 2002:67).


(41)

“Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan pertukaran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.” (Pace dan Faules dalam Mulyana,2005:31).

Definisi di atas memperlihatkan bahwa adanya pertunjukan dan pertukaran pesan antara unit-unit komunikasi. Pertunjukan dan pertukaran pesan merupakan penyampaian dan penerimaan informasi yang menurut Pace dan Faules, dalam penyampaian dan penerimaan informasi ke seluruh unit-unit organisasi merupakan salah satu tantangan besar dalam organisasi. Proses penyampaian dan penerimaan informasi berhubungan dengan aliran informasi.

Dengan landasan pengertian komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka terdapat batasan tentang komunikasi organisasi, yaitu komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi. Atau dengan definisi yang disebutkan Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain (the flow of messages within a network of independent relationship) (Sendjaja, Rahardjo dan Pradekso,2004:133).


(42)

2.2.2 Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi

Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu : fungsi informatif, regular, persuasif dan integratif.

1. Fungsi informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Dalam hal ini wartawan HU Galamedia berharap memperoleh informasi mengenai penerapan etika pers yang lebih mendalam agar dapat lebih memahami bagaimana penerapan etika pers yang benar untuk memperoleh kinerja yang lebih baik. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota/wartawan dalam organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.

2. Fungsi regular

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada di tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua


(43)

informasi yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Begitu juga di HU Galamedia, wartawan membutuhkan peraturan-peraturan yang jelas yaitu etika pers.

3. Fungsi persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada member perintah. HU Galamedia memiliki kepemimpinan yang mampum mempersuasif wartawan agar melaksanakan atau menerapkan etika pers dalam bekerja.

4. Fungsi integratif

Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan yang lebih baik. Di HU Galamedia ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam sebuah organisasi tersebut (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata


(44)

2.3 Surat Kabar

2.3.1 Pengertian Surat Kabar

Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikkan dengan pers namun karena pengertian pers sudah semakin luas, dimana televisi dan radio sekarang ini sudah dikategorikan sebagai pers juga, maka muncul pengertian pers dalam arti luas dan sempit. Dalam pengertian pers luas pers meliputi seluruh media massa, baik cetak maupun elektronik. Sedangkan dalam arti sempit, pers hanya melipui media massa tercetak saja, salah satunya adalah surat kabar.

“Menurut Kurniawan Junaidi yang dimaksud dengan surat kabar

adalah “Sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media

massa tercetak berupa lembaran berisi tentang berita-berita, karangan-karangan dan iklan serta diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum, isinya pun harus aktual, juga harus bersifat universal, maksudnya pemberitaanya harus bersangkut-paut dengan manusia dari berbagai golongan dan kalangan”. (Junaidi, 1991 : 105)

Selain menurut Kurniawan Junaidi definisi surat kabar juga dikemukakan oleh George Fox Mott yaitu :

1. Suatu lembaga masyarakat yang punya fasilitas dan target masing-masing.

2. Suatu pelayanan masyarakat atau melayani masyarakat untuk kepentingan-kepentingan informasi.

3. Pemimpin yang bertujuan untuk memimpin pada masyarakat yang menyangkut nilai-nilai moral, etika dan lain-lain.


(45)

4. Penghubung antara masyarakat dalam menyampaikan informasi-informasi.

5. Penjual pengetahuan menyerap berbagai informasi dan pengetahuan lalu menyebarkannya kepada masyarakat.

Surat kabar di Indonesia hadir dalam berbagai bentuk yang jenisnya bergantung pada frekuensi terbit, bentuk, kelas ekonomi pembaca, peredarannya serta penekanan isinya.

Selain pendapat di atas pengertian surat kabar juga dikemukakan Onong Uchjana Effendy yaitu : “Lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa atau aktual, mengenal apa saja di seluruh dunia yang mengandung nilai-nilai untuk diketahui khalayak pembaca”. (Effendy, 1993 : 241).

2.3.2 Ciri-ciri Surat Kabar

Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai surat kabar sebagai salah satu jenis media cetak, maka kita pun harus mengetahui ciri-ciri dari surat kabar itu sendiri yaitu :

- Publisitas

Publisitas adalah penyebaran kepada publik atau khalayak, karena diperuntukkan khalayak, maka sifat surat kabar adalah umum.


(46)

- Perioditas (Kontinuitas)

Adalah keteraturan terbitnya surat kabar, bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari bisa pula satu kali atau dua kali seminggu.

- Universalitas

Universalitas adalah kesemestaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.

- Aktualitas

Aktualitas adalah kecepatan laporan tanpa mengesampingkan kebenaran berita”. (Effendy, 1986 : 120)

Dibandingkan dengan media elektronik yang menyiarkan pemberitaan seperti radio dan televisi, ditinjau dari ilmu komunikasi sifat surat kabar menurut Effendy (2001), yakni:

1. Terekam

Artinya berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat, dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf, yang di cetak pada kertas.

2. Menimbulkan perangkat mental secara aktif

Karena berita surat kabar mengunakan bahasa dengan huruf “mati” diatas kertas, maka pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif. Maka, wartawan harus menggunakan bahasa yang umum dan lazim untuk memudahkan pembaca dalam mencernanya.


(47)

3. Pesan menyangkut kebutuhan komunikan

Dalam proses komunikasi, pesan yang disampaikan kepada komunikan menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasarannya dan mencapai tujuannya.

4. Efek sesuai dengan tujuan

Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar bergantung pada tujuan si wartawan sebagai komunikator”.

(Effendy, 2001 : 155-158)

Demikianlah empat ciri surat kabar dapat dikatakan empat syarat yang harus dipenuhi surat kabar.

2.3.3 Fungsi Surat Kabar

Pada jaman modern sekarang ini, surat kabar tidak hanya mengelola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar. Karena itu fungsi surat kabar sekarang meliputi berbagai aspek, yaitu :

a. Menyiarkan informasi b. Mendidik

c. Menghibur d. Mempengaruhi

(Effendy, 1986 : 122-123)

Fungsi surat kabar yang salah satunya mendidik diharapkan banyak membantu pertumbuhan dan pengetahuan masyarakat, akan tetapi sifat


(48)

mendidik yang harus dimiliki oleh sebuah surat kabar tidak tampak pada surat kabar-yang baru muncul pada sekarang ini. Surat kabar yang ada sekarang hanya mengedepankan sisi hiburan saja dibandingkan dengan mendidik lewat media massa.

Selain hal tersebut di atas surat kabar sebagai media massa mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat seperti dikatakan oleh Yakob Oetomo yaitu :

“Berbagai penelitian mengungkapkan orang mambaca surat kabar,

hal itu merupakan sarana untuk hidup, pers menjadi perabot rumah tangga yang lebih dalam maknanya dari perabot meja dan kursi, pers menjadi sarana hidup sebab untuk hidup orang perlu mengetahui lingkungannya dan berkomunikasi dengan lingkungannya, untuk masyarakat semakin luas, kompak serta pesatnya perkembangan pers

menjadi sarana disamping berbagai media massa lainnya”. (Oetomo,

1986 : 47)

Arti pentingnya surat kabar terletak pada fungsi utamanya dalam melengkapi berita bagi para pembacanya, sebagai agen perubahan sosial. Menurut Schramm surat kabar atau pers dapat melakukan peran-peran sebagai berikut :

a. Pers dapat memperluas cakrawala pemandangan. Melalui surat kabar orang dapat mengetahui kejadian-kejadian yang dialami di negara-negara lain.

b. Pers dapat memusatkan perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya. Dalam masyarakat modern gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya,


(49)

masyarakat menilai menggantungkan pengetahuan pers dan media massa.

c. Pers mampu meningkatkan aspirasi. Dengan penguasaan media, suatu masyarakat dapat mengubah kehidupan mereka dengan cara meniru apa yang disampaikan oleh media tersebut.

d. Pers mampu menciptakan suasana membangun. Melalui pers dan media massa dapat disebarluaskan informasi kepada masyarakat, ia dapat memperluas cakrawala, pemikiran serta membangun simpati, memusatkan perhatian pada tujuan pembangunan sehingga tercipta

suasana pembangunan yang serasi dan efektif”. (Rachmadi,

1990:17-18).

Dengan demikian surat kabar telah membawa banyak perubahan pada kehidupan individu dan masyarakat lewat berita-berita dan artikel yang disajikan, serta iklan-iklan yang ditawarkan dengan berbagai bentuk dan tulisan yang menarik, cakrawala pandangan seseorang menjadi bertambah, sehingga dapat tercipta aspirasi untuk membenahi diri dan lingkungannya.

2.3.4 Jenis-jenis Surat Kabar

Menurut Elvinaro, 2005:106 surat kabar dapat dikelompokkan pada berbagai kategori sebagai berikut :


(50)

Surat Kabar Nasional Surat Kabar Regional Surat Kabar Lokal 2. Ditinjau dari Bentuk

Surat Kabar Harian Tabloid

3. Dilihat dari Bahasa

Surat Kabar Berbahasa Indonesia Surat Kabar Berbahasa Inggris Surat Kabar Berbahasa Daerah

Namun jika dilihat dari segmentasinya surat kabar terbagi menjadi dua bagian yaitu menengah keatas dan menengah kebawah dengan pertimbangan berita yang dimuat pada surat kabar tersebut.

2.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal 2.4.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. (Muhammad, 2005:158-159).


(51)

Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy,2003:30).

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000:73)

Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003:13).


(52)

2.4.2 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal

Redding yang dikutip Muhammad (2004:159-160) mengembangkan klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan dan wawancara.

a. Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.

b. Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya.

c. Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui kebenarannya.

d. Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi mengenai suatu pekerjaannya.


(53)

2.4.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal mungkin mempunyai beberapa tujuan. Di sini akan dipaparkan 6 tujuan, antara lain (Muhammad, 2004:165-168) : a. Menemukan Diri Sendiri.

b. Menemukan Dunia Luar.

c. Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti. d. Mengubah Sikap Dan Tingkah Laku.

e. Untuk Bermain, Kesenangan, dan untuk membantu.

2.4.4 Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu:

1. Keterbukaan (openness) 2. Empati (empathy)

3. Sikap mendukung (supportiveness) 4. Sikap positif (positiveness)

5. Kesetaraan (equality) ( Devito, 1997:259-264 )


(54)

2.4.5 Aplikasi Efektivitas Komunikasi Interpersonal Antara Pemimpin Redaksi dengan wartawan Di HU Galamedia Bandung

1. Keterbukaan (openness)

Antara pemimpin redaksi (komunikator) HU Galamedia dan wartawan (komunikan) terdapat saling keterbukaan mengenai pesan atau permasalahan yang disampaikan saat komunikasi sedang berlangsung sehingga akan mudah diperoleh suatu persamaan makna dalam komunikasi. Serta pemimpin redaksi menyampaikan pesan penerapan etika pers dalam bentuk yang terbuka kepada wartawan.

2. Empati (empathy)

Wartawan HU Galamedia memiliki empati terhadap apa yang disampaikan oleh pemimpin redaksi, sehingga wartawan tergugah untuk melaksanakan pesan penerapan etika pers.

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Sikap mendukung merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan dari suatu komunikasi. Dalam hal ini wartawan HU Galamedia memiliki sikap mendukung pesan penerapan etika pers yang disampaikan oleh pemimpin redaksi (Komunikator).

4. Sikap positif (positiveness)

Sikap positif wartawan HU Galamedia terhadap pesan penerapan etika pers akan mengakibatkan wartawan melaksanakan etika pers dengan sunggu-sungguh untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik.


(55)

5. Kesetaraan (equality)

Kesetaraan dalam komunikasi interpersonal dalam hal ini komunikator (pemimpin redaksi) HU Galamedia menganggap dirinya setara dengan wartawan sehingga pesan lebih mudah disampaikan kepada wartawan karena wartawan merasa tidak terdapat perbedaan dengan pemimpin redaksi, perbedaan disini yaitu perbedaan kekedudukan.

2.5 Tinjauan Tentang Jurnalistik 2.5.1 Pengertian Jurnalistik

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Prancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dalam leksikon komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi (Kridalaksana, 1977: 44).

F. Fraser Bond dalam An Introduction to Journalism (1961:1) menulis pengertian jurnalistik sebagai berikut: “jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.”

Erik Hodgins, Redaktur Majalah Time, menyatakan pengertian jurnalistik sebagai berikut: “Jurnalistik adalah pengiriman dari sini ke sana


(56)

dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan” (Suhandang: 2004: 23).

Onong Uchjana Effendy mengemukakan, secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengolah berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada masyarakat (2003: 95). Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

2.5.2 Bentuk Jurnalistik

Dari segi bentuk dan pengelolaannya, jurnalistik dibagi ke dalam tiga bagian besar:

1. Jurnalistik Media Cetak (News Paper and Magazine), meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik surat kabar mingguan, jurnalistik tabloid harian, jurnalistik tabloid mingguan, dan jurnalistik majalah.

2. Jurnalistik Media Elektronik Auditif (Radio Broadcast Journalism) merupakan jurnalistik radio siaran.

3. Jurnalistik Elektronoik Audiovisual (Television Journalism), jurnalistik televisi siaran.


(57)

2.6 Tinjauan Tentang Etika Profesi 2.6.1 Pengertian Etika profesi

Untuk mengetahui pengertian etika profesi, maka terlebih dahulu kita harus tahu apa itu etika dan profesi. Etika adalah ilmu yang membicarakan masalah baik dan buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.

Secara etimologis, istilah “profesi” (bahasa Inggris: profession) bersumber

dari bahasa latin professi, yang secara harfiah berarti “sumpah keagamaan”. Kini, pengertian profesi tersebut tidak hanya mengandung makna keagamaan lagi, tetapi keilmuan (Effendy, 1986). Pendapat lain mengartikan kata proffesio sebagai “pengakuan” atau “pernyataan di depan umum”, atau semacam kesaksian di depan umum.

Dalam buku yang berjudul Etika Pers profesionalis Dengan Nurani, Alex Sobur mengatakan bahwa:

“Kata profesi, professio, profession, atau profesional tidak menunjukkan pekerjaan, keahlian , serta mata pencaharian dan yang serupa semata-mata. Kata tersebut sebenarnya berarti lebih luas daripada hanya pekerjaan, mata pencaharian, dan keahlian tertentu.” (Lanur, dalam basis, 12, Desember 1985:442)

Dengan memahami berbagai terminologis, profesi dapat diartikan

sebagai “jabatan atau kedudukan, khususnya yang mensyaratkan

pendidikan yang ekstensif dalam suatu cabang ilmu” (Effendy, 1986). Atau “pekerjaan yang didasarkan pada keahlian suatu disiplin ilmu, yang dapat diaplikasikan, baik pada manusia maupun benda dan seni” (Hamzah, 1992:18).


(58)

Dari pernyataan tersebut di atas, maka pengertian etika profesi dapat dirumuskan sebagai “cabang ilmu etika yang secara kritis dan sistematis merefeleksikan permasalahan moral yang melekat pada suatu profesi.” Etika profesi juga dapat dipahami sebagai nilai-nilai dan asas-asas moral yang melekat pada pelaksanaan fungsi profesional tertentu dan wajib diperhatikan oleh pemegang profesi tersebut (Sudarminta,1990).

2.6.2 Kode Etik Profesi dan Idealisme Profesi

Biasanya setiap himpunan profesi merumuskan semacam kode etik. Kode adalah sistem pengaturan-pengaturan (system of rules), sedangkan etik adalah norma perilaku (Atmadi, 1985: 61). Kode etik merupakan tuntunan, bimbingan atau pedoman moral kesusilaan untuk suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikatnya dalam mempraktekkannya.

Pada dasarnya, apa yang disebut kode etik profesi itu tidak sama dengan etika profesi karena sejumlah aturan yang dikumpulkan dalam kode etik profesi dapat mempunyai berbagi maksud. Maksud kode etik paling sederhana adalah supaya menjadi ukuran bagi keputusan masing-masing orang profesional. Kode etik sebenarnya, rincian lebih lanjut dari norma-norma yang lebih umum, yang dirumuskan dan dibahas dalam etika profesi. Kode etik merinci lebih jauh dan dengan demikian, memperjelas serta mempertegas norma-norma tersebut, dengan memilih dari berbagai


(59)

kemungkinan penetaan norma-norma yang paling dibutuhkan dalam praktek pelaksanaan profesi yang bersangkutan.

Kode etik adalah pemandu sikap dan perilaku, bilamana kode etik tersebut telah menjadi fungsi nurani. Kode etik profesi merupakan milik kelompok profesi itu sendiri dan pedoman perilaku yang mereka susun demi kepentingan mereka bersama. Karena itu, yang wajib menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang melanggar adalah kelompok profesi itu sendiri.

Ada sejumalah sifat yang harus dimilki kode etik, yaitu: (1) kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi, (2) kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku, dan (3) kode etik harus bersifat universal (Gunawan, 1991:20). Ricahard DeGeorge dan John Kultgen (dalam Johannesen, 1991:180-181), secara lebih rinci mengusulkan sepuluh pedoman untuk pengembangan kode etik formal yang sehat sebagai berikut:

1. Kode etik harus memperjelas pernyataan-pernyataan yang merupakan sasaran ideal untuk diperjuangkan, tetapi tidak sepenuhnya dapat dicapai dan pernyataan-pernyataan mana yang merupakan kondisi minimum yang harus dipenuhi untuk dianggap etis dan menghindari hukuman.

2. Dalam keadaan biasa, kode etik seharusnya tidak memerlukan kebajikan heroik, pengorbanan luar biasa, atau melakukan hal yang benar apapun halangannya.


(60)

3. Bahasa kode etik harus jelas dan spesifik, sebaliknya kesamaran dan kerancauan bahasa harus dikurangi.

4. Ketentuan kode etik haru masuk akal, artinya hubungan antar ketentuan harus jelas mengenai urutan, prioritas dan cakupannya. 5. Kode etik harus melindungi kepentingan masyarakat umum,

kepentingan orang-orang yang dilayani kelompok itu. Kode etik tersebut tidak boleh swalayan. Kode etik tersebut tidak boleh melindungi kepentingan kelompok dengan mengorbankan masyarakat.

6. Ketentuan kode etik harus melebihi peringatan umum terhadap kebohongan dan penipuan untuk memfokuskan pada sisi-sisi fungsi kelompok. Yang merupakan godaan-godaan tertentu untuk para anggotanya.

7. Kode etik harus merangsang kelanjutan diskusi dan refleksi yang membawa perubahan atau revisi.

8. Kode etik profesi atau bisnis hendaknya memberi petunjuk etika bagi profesi tersebut sebagai keseluruhan, bukan hanya bagi anggota secara individu.

9. Kode etik harus memperjelas prinsip-prinsip moral yang berlaku, nilai-nilai etika yang mendasari ketentuan-ketentuan seperti keadilan, kewajaran, penghargaan terhadap hak orang lain, dan


(61)

mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi suatu tindakan terhadap semua yang dipengaruhinya.

10.Kode etik harus dapat dilaksanakan dan dijalankan.

2.7 Tinjauan Tentang Teori Kinerja Gibson

Teori kinerja Gibson (Gibson, 1996: 124) menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok yang mempengaruhi kinerja yaitu:

1. Variabel Individu

Terdiri dari dari kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografis. Kemampuan dan keterampilam merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku individu. Demografis terdiri dari umur, etnis, dan jenis kelamin mempunyai hubungan langsung dengan perilaku dan kinerja. Latar belakang terdiri dari keluarga, tingkat sosial dan pengalaman.

2. Variabel Organisasi

Terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain yang ada dalam suatu organisasi dan akan menentukan kinerja dari karyawannya. Hal ini terlihat dengan adanya aturan yang jelas.

3. Variabel Psikologi

Terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.


(62)

Ketiga hal tersebut di atas akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personel karyawan.

2.8 Tinjauan Tentang Efektivitas

Efektif memiliki arti berhasil/tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Sedangkan menurut Haryani, komunikasi yang efektif mempunyai faktor-faktor yang terdiri dari komunikator dan pesan yang disampikan kepada komunikan (Haryani, 2001: 26-28). Efektivitas memiliki pengertian pencapaian sasaran yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, efektivitas berarti daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan untuk mempengaruhi komunikan. Menurut Rakhmat dalam Puspawati (2002: 15) pesan yang efektif harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya kesamaan dalam mempermudah proses-proses penyandian (decoding) yakni proses menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan.

2. Adanya kesamaan membantu membangun premis yang sama (persepsi). 3. Adanya kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator.


(63)

2.9 Tinjauan tentang Etika Pers 2.9.1 Pengertian Etika Pers

Etika pers dapat dirumuskan bahwa pada hakikatnya, etika pers itu adalah etika dari semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Dengan demikian maksud etika pers dalam pembahasan ini adalah salah satu atau semua pengertian berikut: Etika pers adalah falsafah di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Atau etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers, atau dengan perkataan lain, etika pers itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Atau etika pers mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik.

Sumber etika pers adalah kesadaran moral. Maksud kesadaran moral pers adalah pengetahuan tentang baik dan buruk, benar, dan salah, tepat dan tidak tepat, bagi oramg-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Bahwa harus ada etika dalam pergaulan hidup, baik yang tersurat maupun tersirat, tidak ada orang yang memperdebatkannya. Di dalam kehidupan pers pun dirasa perlu adanya norma-norma etik tertentu, sebagaimana halnya dalam bidang-bidang keprofesian lainnya, jika keprofesian itu memang banyak bergantung ketat atau longgarnya standar etik yang dianut, serta


(64)

dipertahankan oleh yang bersangkutan. Selain itu, tentu saja keharusan adanya jiwa pengabdian serta persiapan-persiapan teknis dan mental bagi pelaksanaan suatu profesi.

2.9.2 Batasan Pembahasan Bidang Etika Pers

Pembahasan etika selalu berhubungan dengan soal keharusan yakni upaya untuk menemukan dan mencari hal-hal yang baik dan buruk. Pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber sehingga khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi tersebut. Berdasarkan aspek ini, kita dapat melihat betapa luasnya bidang etika pers. Mulai dari pencarian, pengorganisasian sampai penulisan berita.

Batasan pembahasan mengenai etika pers dalam UU No. 40/1999 adalah sebagai berikut:

1. Fungsi pers (Bab III, Pasal 3) 2. Hak Pers (Pasal 4)

3. Kewajiban Pers (Pasal 5) 4. Peranan Pers


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan.

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua peneliti (Ibu dan Bapa) atas doa dan dukungan yang selama ini diberikan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Dengan selesainya penelitian ini tidak terlepas dari pihak lain yang sangat membantu, baik moril dan materil. Semoga sesuatu yang telah diberikan kepada peneliti memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan menjadikan nilai ibadah, sehingga mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. J. M. Papasi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mengeluarkan dan menandatangani surat izin penelitian.


(2)

vii

2. Yth. Ibu Rismawaty, S.Sos,. M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan dukungan kepada kita semua dan telah memberikan izin kepada kita untuk mengikuti sidang skripsi.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus penguji pada saat peneliti mengikuti sidang skripsi. Terima kasih atas sran dan masukannya.

4. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Dosen Wali dan Dosen Pembimbing peneliti selama melakukan kegiatan penelitian yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 5. Yth, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan kepada peneliti saat mengikuti sidang skripsi. 6. Yth. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak

memberikan ilmu kepada peneliti.

7. Yth. Ibu Astri Ekawati, A.Md. Kom selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu peneliti dalam administrasi.

8. Yth. Bapak Sutisna selaku Kepala Litbang Redaksi HU Galamedia Bandung yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitan di HU Galamedia Bandung.

9. Yth. Wartawan HU Galamedia Bandung yang telah bersedia membantu peneliti dalam pengisian angket penelitian.


(3)

viii

11. Stephani Gloria Tanamal, Theodosia Diane Setia Putri dan Rahmat Gojali ”My Best Friend” terimakasih semangatnya.

12. Adelina S. Simangunsong, teman satu bimbingan yang selalu memberiku semangat.

13. Muhammad Mizan, Eki Ahmad Hidayat, dan Adtya Farissi, terimakasih atas bantuannya.

14. Teman-teman kelas IK_Jurnalistik 2006 yang telah memberi dukungan kepada peneliti.

15. Teman-teman kelas IK_2 2006 yang telah membantu dan memberikan semangat, terima kasih.

16. Teman-teman Angkatan 2006 Program Studi Ilmu Komunikasi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas pertemanan dan dukungannya. Semoga semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis mendapat limpahan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.

Bandung, Juli 2010


(4)

(5)

(6)