Manajemen Risiko Pada Bisnis Bunga Krisan Potong Di Perusahaan Sekar Arum Kabupaten Bogor

MANAJEMEN RISIKO PADA BISNIS BUNGA KRISAN
POTONG DI PERUSAHAAN SEKAR ARUM
KABUPATEN BOGOR

GABRIELLA BONITA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Risiko
pada Bisnis Bunga Krisan Potong di Perusahaan Sekar Arum Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Gabriella Bonita
NIM H34134034

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ii

ABSTRAK
GABRIELLA BONITA. Manajemen Risiko pada Bisnis Bunga Krisan Potong di
Perusahaan Sekar Arum Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NUNUNG
KUSNADI.
Bisnis bunga krisan potong semakin berkembang di Indonesia, walaupun
bisnis ini merupakan bisnis yang berisiko tinggi. Pada umumnya diversifikasi

dilakukan untuk mengatasi tingginya risiko pada bisnis bunga krisan potong,
namun hal ini tidak terjadi di Sekar Arum. Penelitian ini bertujuan menilai kinerja
manajemen risiko di Sekar Arum, 2 aspek yang dipertimbangkan yaitu proses
manajemen risiko dan proses bisnis. Metode yang digunakan ialah Skala Likert,
hasilnya menunjukan bahwa kinerja terbaik dalam proses manajemen risiko
adalah tahap penanganan risiko dan kinerja manajemen risiko terbaik berdasarkan
proses bisnis adalah tahap budidaya bunga krisan potong. Implikasi dari hasil
penelitian ini, manajemen risiko di Sekar Arum masih perlu diperbaiki pada
beberapa tahap proses bisnis dan proses manajemen risiko.
Kata kunci: bunga krisan potong, manajemen risiko

ABSTRACT
GABRIELLA BONITA. Risk Management in Krisan Cut Flower Business at
Sekar Arum Kabupaten Bogor. Supervised by NUNUNG KUSNADI.
Despite of high risk business, the number of cut flower business grows
rapidly in Indonesia. Diversification is a means to cope with the high risk of cut
flower business, but it is not the case at Sekar Arum. The purpose of this research
was to assess the performance of risk management at Sekar Arum, 2 aspects of
risk management assessment were considered namely the risk management and
the business process aspects. By using Likert Scale method, the result indicate that

the best performance in risk management process was handling management stage
and the best performance of risk management according to business process was
the cultivation of krisan cut flower stage. The implication of this finding were the
risk management at Sekar Arum to some stages both in business and risk
management process still need to be improved.
Keywords: krisan cut flower, risk management

iii

MANAJEMEN RISIKO PADA BISNIS BUNGA KRISAN
POTONG DI PERUSAHAAN SEKAR ARUM
KABUPATEN BOGOR

GABRIELLA BONITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iv

v
Judul Skripsi : Manajemen Risiko pada Bisnis Bunga Krisan Potong di
Perusahaan Sekar Arum Kabupaten Bogor
Nama
: Gabriella Bonita
NIM
: H34134034

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai April
2015 ini ialah manajemen risiko, dengan judul Manajemen Risiko pada Bisnis
Bunga Krisan Potong di Perusahaan Sekar Arum Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku

dosen pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dian
selaku pengelola Sekar Arum dan Bapak Ujang selaku kepala kebun yang telah
memberi kesempatan dan informasi data yang dibutuhkan penulis. Di samping itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan
memberi saran dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, bunda, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Gabriella Bonita

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi Risiko pada Agribisnis
Pengukuran Risiko pada Agribisnis
Penanganan Risiko pada Agribisnis
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Struktur Organisasi Perusahaan
Sumberdaya Perusahaan
Operasional Kegiatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Manajemen Risiko pada Tahap Budidaya Mother Plant Krisan
Manajemen Risiko pada Tahap Pembibitan Krisan
Manajemen Risiko pada Tahap Budidaya Bunga Krisan Potong
Manajemen Risiko pada Tahap Pemasaran Bunga Krisan Potong
Manajemen Risiko di Sekar Arum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
1
1
4
5

5
5
5
6
7
9
9
15
16
16
17
17
18
21
21
21
22
25
28
28

33
36
41
44
45
45
46
46
48
66

ix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13

Pertumbuhan volume ekspor dan nilai ekspor komoditi hortikultura di
Indonesia tahun 2010 sampai 2012
Pertumbuhan jumlah produksi bunga potong di Indonesia tahun 2009
sampai 2013
Kontribusi dan pertumbuhan jumlah produksi bunga krisan potong di
Jawa Barat tahun 2009 sampai 2013
Jenis, sumber dan rincian data yang digunakan dalam penelitian
Form cara menghitung kinerja manajemen risiko pada masing-masing
proses bisnis di Sekar Arum
Klasifikasi persentase (%) hasil penilaian kinerja manajemen risiko di
Sekar Arum
Jenis, jumlah dan kegunaan peralatan yang dimiliki Sekar Arum
tahun 2015
Hasil penilaian manajemen risiko tahap budidaya mother plant krisan
di Sekar Arum
Pestisida yang digunakan Sekar Arum dan kegunaannya
Hasil penilaian manajemen risiko pada tahap pembibitan bunga
krisan di Sekar Arum
Hasil penilaian manajemen risiko pada tahap budidaya bunga krisan
potong di Sekar Arum
Hasil penilaian manajemen risiko pada tahap pemasaran bunga krisan
potong di Sekar Arum
Penilaian kinerja manajemen risiko di Sekar Arum

1
2
3
17
20
20
24
28
32
34
36
41
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Proses manajemen risiko
Tahapan kerangka pemikiran operasional
Struktur organisasi di Sekar Arum tahun 2015
Bibit krisan yang digunakan untuk membuat mother plant (a) bibit
terserang hama Leaf miner (b) bibit tersebut ditanam kembali
Daun tanaman krisan yang terkena hama Leaf miner
Tanaman krisan yang terserang penyakit (a)Fusarium dan (b)White
rust
Bakalan bunga pada mother plant krisan
Contoh catatan jumlah mother plant krisan di Sekar Arum (a) jenis
standar (b) jenis aster atau spray (c) rencana tanam mother plant
Pembersihan gulma pada sekitar lokasi budidaya Sekar Arum
Busuk pada batang dan akar bibit krisan
Kegiatan penyiraman pada Sekar Arum
Kondisi naungan yang telah rusak di Sekar Arum
Contoh catatan jumlah bibit bunga krisan yang ditanam di Sekar
Arum (a) jenis standar (b) jenis aster atau spray

10
16
22
29
29
30
31
31
32
35
35
35
37

x
14 Perbedaan warna bunga krisan yang terserang hama Thrips dan bunga
krisan yang tidak terserang
15 Pertumbuhan tanaman krisan yang terhambat akibat kurangnya
penyinaran
16 Tanaman krisan di Sekar Arum yang mengalami kekeringan
17 Contoh catatan penjualan bunga krisan potong di Sekar Arum (a)
penjualan kepada rader (b) penjualan kepada konsumen sekitar
perusahaan
18 Contoh kuitansi Sekar Arum (a) penjualan kepada trader Bromelia (b)
penjualan kepada konsumen sekitar perusahaan

38
38
39

42
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Checklist wawancara dengan responden
Checklist data pendukung atau bukti manajemen risiko
Penilaian manajemen risiko pada tahap budidaya mother plant krisan
Penilaian manajemen risiko pada tahap pembibitan bunga krisan
Penilaian manajemen risiko pada tahap budidaya bunga krisan potong
Penilaian manajemen risiko pada tahap pemasaran bunga krisan
potong
Ringkasan hasil penilaian manajemen risiko pada tahap budidaya
mother plant krisan
Ringkasan hasil penilaian manajemen risiko pada tahap pembibitan
bunga krisan
Ringkasan hasil penilaian manajemen risiko pada tahap budidaya
bunga krisan potong
Ringkasan hasil penilaian manajemen risiko pada tahap pemasaran
bunga krisan potong

48
49
50
52
54
56
58
60
62
64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang terdiri atas
sayuran, buah-buahan, florikultura, biofarmaka dan hortikultura lainnya.
Hortikultura berpotensi dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini
terlihat dari adanya pertumbuhan volume dan nilai ekspor komoditi hortikultura.
Pertumbuhan volume dan nilai ekspor komoditi hortikultura di Indonesia tahun
2010 sampai 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pertumbuhan volume ekspor dan nilai ekspor komoditi hortikultura di
Indonesia tahun 2010 sampai 2012
2010

2011

2012

Rata-rata
Pertumbuhan
(%)

Sayuran

47 190

46 398

82 176

20.92

16 730

20 024

25 764

19.36

Buah-buahan

13 118

16 631

24 152

26.13

10 298

13 779

21 005

29.83

Florikultura

4 293

4 305

9 268

26.91

9 042

13 160

25 911

40.25

Biofarmaka

10 331

3 847

2 226

-120.68

11 012

5 711

3 483

-78.39

Hortikultura
lainnya

289 209 309 896

308 754

3.15

343 657 438 644 428 375

9.63

Total

364 141 381 077

426 576

7.56

390 739 491 318 504 538

11.55

Volume Ekspor (Ton)
Komoditas

2010

2011

2012

Rata-rata
Pertumbuhan
(%)

Nilai Ekspor (USD 000)

Sumber: Kementerian Pertanian (2013) (diolah)

Tabel 1 menunjukan bahwa pertumbuhan volume dan nilai ekspor komoditi
hortikultura masing-masing sebesar 7.56% dan 11.55% setiap tahunnya dari tahun
2010 sampai 2012. Peningkatan terbesar volume dan nilai ekspor terjadi pada
komoditas florikultura. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor florikultura lebih
berpotensi meningkatkan perekonomian nasional. Peningkatan juga terjadi pada
komoditi sayuran dan buah-buahan namun tidak sebesar komoditi florikultura,
sedangkan penurunan volume dan nilai ekspor terjadi pada komoditi biofarmaka.
Penurunan volume dan nilai ekspor dapat disebabkan oleh permintaan atau jumlah
produksi yang tidak stabil.
Agribisnis florikulktura di Indonesia memiliki prospek untuk dikembangkan
baik dari sisi potensi sumberdaya maupun dari sisi potensi pasar. Prospek
agribisnis florikultura dari sisi sumberdaya ditunjukkan oleh: 1) Indonesia
merupakan wilayah tropis yang memiliki wilayah dataran rendah dan wilayah
dataran tinggi, maka hampir dari seluruh komoditi agribisnis florikultura dapat
dikembangkan di Indonesia. 2) Indonesia merupakan negara dengan
keanekaragaman sumberdaya florikultura yang cukup besar. Keragaman
sumberdaya florikultura memungkinkan untuk memenuhi hampir semua segmen
pasar baik domestik maupun internasional. 3) Indonesia masih memiliki lahan
yang relatif luas sehingga pengembangan agribisnis florikultura masih cukup
besar. 4) Teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengembangan florikultura
relatif tersedia. Dari segi potensi pasar, agribisnis florikultura cukup baik di pasar
domestik maupun pasar internasional yang ditunjukan oleh: 1) Jumlah penduduk
Indonesia yang besar dengan pendapatan yang cenderung meningkat merupakan

2
peluang pasar yang cukup besar. 2) Pertumbuhan kawasan pemukiman,
perkantoran, dan pusat belanja lainnya yang cukup besar akan meningkatkan
permintaan terhadap florikultura. 3) Meningkatnya daya beli masyarakat serta
meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kesegaran dan keindahan juga akan
meningkatkan permintaan bunga potong (Jaya 2009).
Bisnis florikultura khususnya bunga potong di Indonesia semakin
berkembang, banyak pengusaha yang tertarik pada bisnis bunga potong. Hal itu
terjadi karena meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap bunga potong
sehingga permintaan bunga potong pun meningkat. Bunga potong saat ini sudah
menjadi gaya hidup di masyarakat. Bunga potong tidak hanya berperan untuk
memperindah lingkungan sekitar atau dekorasi ruangan saja. Bunga potong juga
dapat berperan sebagai sarana penyalur emosi dan ungkapan perasaan, baik
perasaan suka maupun duka. Hal ini terlihat dari banyaknya bunga potong yang
digunakan untuk bahan rangkaian bunga di berbagai acara seperti ulang tahun,
pernikahan, wisuda, peresmian toko, acara kematian serta ucapan selamat lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa industri yang telah memanfaatkan komoditas bunga
potong untuk bahan dalam industri makanan, minuman, obat, kosmetik dan
minyak wangi. Ketertarikan masyarakat terhadap bunga potong serta
berkembangnya hotel dan restoran (BPS 2014) juga merupakan peluang pasar
bagi bisnis bunga potong.
Perkembangan bisnis bunga potong di Indonesia dapat dilihat dari
pertumbuhan jumlah produksi bunga potong. Pertumbuhan jumlah produksi
bunga potong di Indonesia tahun 2009 sampai tahun 2013 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Pertumbuhan jumlah produksi bunga potong di Indonesia tahun 2009
sampai 2013
Jumlah Produksi (Tangkai)

Komoditas
2009
16 205 949

2010
14 050 445

Anthurium

3 833 100

7 655 542

4 724 730

Anyelir
Gerbera
Gladiol

5 320 824
5 185 586
9 775 500

7 607 588
9 693 487
10 064 082

5 130 332
10 543 445
5 448 740

Heliconia

4 124 174

2 961 385

2 791 257

Anggrek

2011
15 490 256

2012

2013

Rata-rata
Pertumbuhan
(%)

20 277 672

4.25

6 731 211

4 044 012

-12.19

5 299 671
9 854 787
3 417 580

3 164 326
7 735 806
2 581 063

-20.63
5.05
-43.42

3 306 604

2 043 579

-22.89

20 727 891

Krisan

107 847 072 185 232 970

305 867 882 397 651 571 387 208 754

25.40

Mawar
Sedap Malam
Total

60 191 362 82 351 332
51 047 807 59 298 954
263 531 374 378 915 785

74 319 773 68 624 998 151 947 873
62 535 465 101 197 847 104 975 942
486 851 880 616 812 160 683 979 027

15.66
15.22
20.88

Sumber: Direktorat Jendral Hortikultura (2013) dan Badan Pusat Statistik (2014) (diolah)

Tabel 2 menunjukan produksi bunga potong di Indonesia mengalami
pertumbuhan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20.88% setiap tahunnya.
Pertumbuhan total jumlah produksi bunga potong belum tentu menunjukan
pertumbuhan produksi pada masing-masing jenis komoditas. Terlihat pada Tabel 2,
setiap masing-masing komoditas ada yang mengalami pertumbuhan ataupun
penurunan jumlah produksi. Komoditas yang mengalami pertumbuhan jumlah
produksi adalah anggrek, garbera, krisan, mawar dan sedap malam. Pertumbuhan

3
ini dapat dipicu oleh meningkatnya ketertarikan masyarakat dan berkembangnya
bisnis seperti hotel dan restoran yang membutuhkan bunga potong untuk
menambah estetika ruangan. Perkembangan beberapa komoditas bunga potong
yang kurang baik seperti anturium, anyelir, gladiol dan heliconia kemungkinan
dapat disebabkan oleh perubahan selera masyarakat.
Berdasarkan Tabel 2, terlihat juga bahwa pertumbuhan produksi tertinggi
terjadi pada komoditas bunga krisan potong yaitu dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 25.40% setiap tahunnya. Pertumbuhan produksi bunga krisan potong yang
tinggi disebabkan oleh tingginya permintaan bunga krisan potong. Bunga krisan
potong banyak disukai masyarakat karena memiliki keindahan berupa keragaman
bentuk dan warna, bunga krisan juga memiliki kesegaran yang relatif lama dan
mudah dirangkai.
Sentra utama produksi bunga krisan potong di Indonesia adalah Provinsi
Jawa Barat. Kontribusi dan pertumbuhan jumlah produksi bunga krisan potong di
Jawa Barat tahun 2009 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kontribusi dan pertumbuhan jumlah produksi bunga krisan
potong di Jawa Barat tahun 2009 sampai 2013
Produksi (Tangkai)
Indonesia

Jawa Barat

Kontribusi
(%)

2009

107 847 072

55 715 528

51.66

2010

185 232 970

55 930 892

30.19

0.39

2011

305 867 882

142 223 484

46.50

60.67

2012

397 651 571

217 879 685

54.79

34.72

2013

387 208 754

197 826 269

51.09

-10.14

46.85

17.13

Tahun

Rata-rata (%)

Pertumbuhan
(%)
-

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014) (diolah)

Tabel 3 menunjukan bahwa dari tahun 2009 sampai tahun 2013 rata-rata
46.85% bunga krisan potong di Indonesia dihasilkan dari daerah Jawa Barat.
Salah satu penghasil bunga krisan potong di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor menjadi daerah produksi bunga krisan di Indonesia karena tidak
lepas dari adanya dukungan dari kondisi tanah dan iklim yang cocok dengan
pertumbuhan bunga krisan. Pada Tabel 3 terlihat pula adanya pertumbuhan jumlah
produksi bunga krisan potong di Jawa Barat dengan rata-rata sebesar 17.13%
setiap tahunnya dari tahun 2009 sampai tahun 2013.
Telah diketahui secara umum bahwa bisnis bunga potong, termasuk bunga
krisan potong, adalah bisnis yang berisiko. Risiko yang dihadapi dalam bisnis
bunga krisan potong antara lain risiko produksi dan risiko pasar atau harga
(Nursakinah 2012; Nasti 2013; Permatasari 2014). Mereka tidak mengetahui
apakah cuaca akan berubah atau apakah harga pasar akan meningkat atau
menurun sehingga dipaksa untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang
tidak sempurna (Drollette 2009). Nasti (2013) mengungkapkan bahwa risiko
produksi pada budidaya bunga krisan potong disebabkan oleh beberapa sumber
risiko diantaranya hama, penyakit, cuaca dan iklim, serta kinerja sumberdaya
manusia.

4
Selain risiko produksi, pengusaha bunga krisan potong juga menghadapi
risiko pasar atau harga. Harga bunga krisan potong berubah-ubah sesuai dengan
kondisi permintaan. Jumlah permintaan bunga krisan potong akan sangat tinggi
ketika terjadi hari-hari raya besar seperti lebaran, natal, tahun baru imlek ataupun
tahun baru masehi. Jumlah permintaan juga akan meningkat ketika terdapat
kegiatan-kegiatan tertentu yang akan berlangsung, seperti pernikahan, seminar
dan lain-lain. Ketika itu pula harga bunga krisan potong cenderung tinggi, namun
jumlah permintaan serta waktu untuk kegiatan pernikahan, seminar dan lain-lain
tidak dapat diperkirakan sehingga menyebabkan ketidakpastian harga. Sebaliknya,
ketika bunga krisan potong sedang mengalami panen raya dan sedikitnya
permintaan maka harga mengalami penurunan (Nursakinah 2012).
Risiko produksi dan risiko pasar dapat memberikan dampak atau pengaruh
negatif terhadap perusahaan, dengan demikian perkembangan bisnis bunga krisan
potong perlu diimbangi dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan
manajemen risiko. Manajemen risiko dapat meminimalisir kerugian akibat risiko
sehingga sangat penting bagi pengusaha bunga krisan potong untuk
mengantisipasi risiko dengan melakukan manajemen risiko. Oleh sebab itu,
penting untuk mempelajari manajemen risiko pada bisnis bunga krisan potong di
Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang, karakteristik bisnis bunga
krisan potong berisiko dan risiko yang sering dihadapi ialah risiko produksi dan
risiko pasar (Nursakinah 2012; Nasti 2013; Permatasari 2014). Tingginya rsiko
menyebabkan perusahaan melakukan diversifikasi. Diversifikasi sering digunakan
dalam strategi manajemen risiko untuk mengurangi dampak risiko produksi
(Harwood et al. 1999), begitu pula pada bisnis bunga potong diversifikasi sering
digunakan. Diversifikasi dengan memproduksi lebih dari satu jenis tanaman dapat
mengurangi risiko kerugian total karena perusahaan tidak bergantung pada satu
komoditi. Contoh pada beberapa penelitian seperti penelitian Akcaoz (2000),
Wisdya (2009), Nasti (2013) dan Permatasari (2014) diversifikasi digunakan
untuk menangani risiko. Walaupun demikian, tidak semua perusahaan melakukan
diversifikasi, contohnya adalah perusahaan Sekar Arum.
Sekar Arum merupakan salah satu perusahaan yang selama 7 tahun
melakukakan spesialisasi pada komoditas bunga krisan potong. Bunga krisan
potong merupakan satu-satunya komoditas yang dihasilkan oleh Sekar Arum,
sehingga keberhasilan dalam proses produksi dan penjualan bunga krisan potong
sangat berpengaruh dan menentukan penerimaan serta keberlangsungan
perusahaan. Karena itu, timbul pertanyaan bagaimana proses manajemen risiko
yang dilakukan pada masing-masing tahap proses bisnis di Sekar Arum? Pada
proses bisnis apa manajemen risiko secara relatif dilakukan dengan baik? Proses
manajemen risiko apa yang secara relatif dilakukan dengan baik oleh Sekar
Arum?

5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai kinerja manajemen risiko di Sekar
Arum berdasarkan 2 aspek, yaitu:
1. Aspek proses bisnis yang terdiri atas: budidaya mother plant krisan,
pembibitan krisan, budidaya bunga krisan potong dan pemasaran bunga
krisan potong.
2. Aspek proses manajemen risiko yang terdiri atas: identifikasi risiko,
pengukuran risiko, penanganan risiko dan evaluasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Menilai kinerja manajemen risiko di Sekar Arum, bukan melakukan
identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk merumuskan alternatif
penanganan risiko.
2. Kajian masalah dalam penelitian difokuskan pada manajemen risiko
produksi dan manajemen risiko pasar atau harga di Sekar Arum.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengusaha dalam bidang agribisnis menghadapi risiko atau ketidakpastian
yang besar setiap harinya. Risiko yang dihadapi dapat berupa risiko produksi,
risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko sumberdaya manusia dan risiko
finansial (Harwood et al. 1999). Risiko menunjukkan peluang atau kemungkinan
suatu kejadian merugikan yang bisa diketahui oleh pembuat keputusan, pada
umumnya risiko dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan
bisnis. Dampak negatif yang ditimbulkan seperti produktivitas yang berfluktuasi
dan ketidakpastian terhadap keuntungan yang diperoleh sehingga berdampak pada
pendapatan perusahaan.
Identifikasi Risiko pada Agribisnis
Identifikasi risiko merupakan kegiatan yang dilakukan agar pelaku bisnis
dapat mengetahui risiko yang dihadapi dan penyebab atau sumber dari risiko.
Risiko yang banyak dihadapi dalam agribisnis adalah risiko pasar, risiko produksi,
risiko keuangan, risiko akibat kebijakan pemerintah dan risiko pribadi (Nguyen et
al. 2005; Sekumade dan Ogunro 2013). Pada bisnis tanaman florikultura,
identifikasi risiko telah dilakukan oleh beberapa perusahhan khususnya risiko
produksi seperti menganalisis sumber risiko dan melakukan pencatatan terkait
risiko. Pencatatan data yang dilakukan seperti data produksi, data kegagalan dan
data sumber risiko (Permatasari 2014), namun ada juga perusahaan yang hanya
melakukan pencatatan data produksi dan data kegagalan (Wisdya 2009; Permana
2011; Nasti 2013). Disamping itu, masih terdapat perusahaan yang tidak
melakukan pencatatan data (Rachmi 2014).

6
Para peneliti biasanya melakukan identifikasi risiko dengan membuat daftar
risiko, namun diagram Fishbone juga dapat digunakan sebagai hasil dari
identifikasi risiko seperti yang digunakan pada penelitian Djauhari (2014).
Diagram Fishbone menggambarkan permasalahan dan penyebabnya dalam suatu
kerangka tulang ikan. Diagram ini menunjukkan hubungan antara penyebab utama
suatu masalah yang terjadi. Pada intinya, daftar risiko dan diagram Fishbone
memiliki fungsi yang sama hanya berbeda metode penulisannya saja.
Beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi agribisnis yang
teridentifikasi ialah kondisi iklim dan cuaca, curah hujan, bencana alam, hama dan
penyakit, hewan predator, kualitas input, kekurangan peralatan atau tenaga kerja,
kontaminasi, kerusakan mekanis serta kesalahan pekerja (Akcaoz 2000; Drollette
2009; Wisdya 2009). Cuaca dan iklim, hama dan penyakit, kinerja sumberdaya
manusia yang tidak optimal, merupakan sumber yang paling sering menyebabkan
risiko produksi yang dihadapi oleh pelaku bisnis budidaya bunga potong
(Permana 2011; Nasti 2013; Permatasari 2014). Permana (2011) membagi sumber
risiko menjadi 2, yaitu dari dalam lingkungan perusahaan seperti tenaga kerja dan
dari luar perusahaan seperti kondisi iklim atau cuaca dan serangan hama dan
penyakit. Sumber risiko pada budidaya bunga potong berbeda dengan sumber
risiko pada pembibitan bunga. Sumber risiko produksi pada pembibitan bunga
ialah kualitas air, kualitas sekam, kualitas mother plant serta cuaca yang tidak
menentu (Rachmi 2014).
Risiko yang dihadapi tidak hanya risiko produksi, pengusaha bunga potong
juga mengalami adanya risiko pasar. Risiko pasar yang paling umum disebabkan
oleh permintaan yang bersifat musiman (Nursakinah 2012). Permintaan yang
bersifat musiman menyebabkan fluktuasi dan tidak pastinya permintaan. Fluktuasi
dan ketidakpastian permintaan menyebabkan ketidakpastian harga produk dan
pada akhirnya berpengaruh pada ketidakpastian pendapatan yang diperoleh.
Variabel utama yang diduga menjadi sumber risiko pada usaha di bidang
florikultura khususnya bunga krisan potong adalah perubahan cuaca dan iklim,
hama dan penyakit, kualitas air, kualitas sekam, kualitas mother plant, kinerja
sumberdaya manusia yang tidak optimal serta permintaan yang bersifat musiman.
Variabel utama ini juga diduga menjadi sumber risiko pada bisnis bunga krisan
potong di Sekar Arum.
Pengukuran Risiko pada Agribisnis
Pengukuran risiko dilakukan untuk mengetahui besaran risiko yang dialami
dan mengetahui pengaruh atau dampak risiko terhadap suatu kegiatan bisnis
melalui penggunaan suatu alat pengukuran tertentu. Pengukuran risiko belum
banyak dilakukan oleh perusahaan, hal ini terlihat dari masih banyaknya
penelitian yang melakukan pengukuran risiko seperti penelitian Wisdya (2009),
Permana (2011), Nasti (2013), Rachmi (2014) dan Permatasari (2014).
Nilai coefficient variation merupakan ukuran yang sering digunakan untuk
mengetahui besaran risiko yang dihadapi. Pengukuran besaran risiko dengan
perhitungan nilai expected return, variance, standard deviation, dan coefficient
variation dilakukan oleh Wisdya (2009), Permana (2011) dan Nasti (2013).
Wisdya (2009) dan Nasti (2013) yang menggunakannya pada usaha spesialisaisi
dan diversifikasi sedangkan Permana (2011) hanya menggunakannya pada usaha

7
spesialisasi. Variance, standard deviation, dan coefficient variation menjadi
indikator besar atau kecilnya risiko yang dihadapi. Jika semakin kecil nilai dari
ke-3 indikator tersebut maka semakin rendah risiko yang dihadapi, begitu juga
sebaliknya semakin besar nilai dari ke-3 indikator tersebut maka semakin tinggi
risiko yang dihadapi. Risiko produksi spesialisasi krisan adalah sebesar 0.11 pada
krisan tipe spray dan 0.30 pada krisan tipe standar (Nasti 2013). Nilai ini
menunjukkan bahwa produksi krisan tipe standar mengalami risiko produksi yang
lebih besar dibandingkan dengan krisan tipe spray.
Sumber risiko yang telah diidentifikasi dengan analisis kualitatif, dapat
dinilai tingkatan dampak dan probabilitasnya. Z-score dan VaR (Value at Risk)
atau Expert Opinion dan Delphy digunakan untuk mengukur probabilitas dan
dampak risiko. Analisis dampak dan probabilitas risiko dilakukan oleh Nasti
(2013) dengan menggunakan metode Expert Opinion dan Delphy melalui
wawancara. Metode Expert Opinion dan Delphy dipilih karena tidak tersedia data
historis mengenai jumlah produksi terkait risiko produksi bunga krisan potong
pada perusahaan. Expert Opinion merupakan suatu metode dimana seorang ahli
dalam suatu bidang diminta pendapatnya mengenai dampak dan probabilitas suatu
risiko. Sementara itu metode Delphy merupakan suatu metode dimana beberapa
orang ahli diminta pendapat mengenai dampak dan probabilitas dari suatu
risiko yang kemudian pendapat dari ahli diberikan kepada ahli lainnya tanpa
memberitahukan identitas dari ahli sebelumnya.
Berbeda dengan penelitian Permatasari (2014) dan Rachmi (2014) yang
menganalisis probabilitas menggunakan metode nilai standar atau Z–score dan
menganalisis dampak menggunakan metode VaR. Setelah dilakukan perhitungan
Z-score dan VaR, dilakukan pemetaan terhadap sumber-sumber risiko yang
akhirnya muncul strategi penanganan terhadap risiko yang dihadapi. Sumber yang
memiliki probabilitas terbesar pada bisnis bunga krisan potong adalah sumber
risiko hama. Sumber risiko hama juga merupakan sumber risiko yang
memberikan dampak paling besar pada usaha budidaya bunga krisan potong
(Permatasari 2014). Sumber risiko kualitas air memiliki probabilitas tertinggi
dalam bisnis pembibitan bunga krisan dan dampak kerugian paling besar
ditimbukan oleh sumber risiko kualitas sekam (Rachmi 2014).
Penanganan Risiko pada Agribisnis
Penanganan risiko perlu dilakukan untuk mengurangi peluang, mengurangi
dampak atau mengalihkan risiko yang terjadi. Untuk mentukan upaya penanganan
risiko, perusahaan seharusnya melakukan identifikasi risiko dan pengukuran risiko
terlebih dahulu agar upaya penanganan risiko yang dilakukan sesuai dengan risiko
yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Wisdya (2009), Permana (2011), Nasti
(2013), Rachmi (2014) dan Permatasari (2014) memberikan saran kepada
perusahaan untuk menerapkan alternatif penanganan risiko seperti yang telah
dirumuskan oleh peneliti. Hal ini menunjukan bahwa penanganan risiko yang
dilakukan perusahaan belum berjalan maksimal karena tidak melakukan
identifikasi dan pengukuran risiko terlebih dahulu atau karena perusahaan
memang belum melakukan penanganan risiko.

8
Strategi penanganan risiko produksi yang disarankan dalam agribisnis
adalah strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dan strategi
mitigasi dijadikan alternatif strategi dalam penelitian yang dilakukan oleh Akcaoz
(2000), Nguyen et al. (2005), Nasti (2013), Permatasari (2014), dan Rachmi
(2014), sedangkan penelitian Permana (2011) hanya menjadikan strategi preventif
sebagai strategi penanganan risikonya. Lain halnya dengan Sekumade dan Ogunro
(2013) dan Wisdya (2009) yang menjadikan alternatif strategi mitigasi saja
sebagai strategi penanganan risiko.
Penanganan risiko yang dilakukan menurut Akcaoz (2000) dan Nguyen et
al. (2005) adalah melakukan investasi pada kegiatan bisnis off farm, kontrak
dengan perusahaan lain, melebarkan daerah penjualan, diversifikasi, melakukan
pengendalian hama dan penyakit, meminimalkan area tanaman berisiko dan
memaksimalkan area tanaman kurang berisiko, kegiatan pemasaran diserahkan
kepada ahli, penanaman di waktu yang optimal dan hanya menjual sebagian dari
produksi. Strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan perusahaan bunga
krisan potong (Nasti 2013) diantaranya adalah strategi preventif, yaitu dengan
pelaksanaan SOP pengolahan lahan yang baik, perbaikan mother plant, perbaikan
sistem naungan, pengendalian OPT dan pengembangan sumber daya manusia;
sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan adalah diversifikasi produksi dan unit
usaha, serta membangun kemitraan.
Contoh strategi preventif lain yang dapat diterapkan adalah melakukan
teknik penyiraman dengan menyesuaikan kondisi kelembapan lingkungan,
menjaga kualitas green house, perbaikan green house secara rutin, sterilisasi
media tanam, menjaga kebersihan untuk menghindari penyebaran hama dan
penyakit, dan melakukan pola tanam yang baik sehingga tidak terjadi kondisi
terpaksa menggunakan mother plant yang sudah berumur tua. Strategi mitigasi
yang dapat diterapkan adalah membuang bibit krisan yang terserang penyakit agar
tidak menular ke tanaman lain dan pemberian pestisida hayati agar tidak
mencamari tanaman (Rachmi 2014).
Pada penelitian Permatasari (2014), alternatif strategi yang dapat dilakukan
adalah strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan
cara sterilisasi media tanam, pengaturan kelembapan green house, mengatur jarak
tanam, sterilisasi alat panen, sanitasi lingkungan dan pencarian informasi ramalan
cuaca sedangkan strategi mitigasi dapat dilakukan adalah memberikan musuh
alami, pemasangan perangkap sesuai hama, perbaikan green house, mengontrol
tenaga kerja saat proses produksi serta pemberian sarana, pendidikan dan
pelatihan kepada tenaga kerja perusahaan.
Sekumade dan Ogunro (2013) dan Wisdya (2009) hanya melakukan
penanganan risiko secara mitigasi. Penanganan mitigasi berupa diversifikasi
dengan cara pola tanam tumpangsari sehingga dapat mengurangi risiko dan
mengefisienkan biaya. Selain itu, melakukan kerjasama penyediaan bibit dengan
konsumen dan usaha perangkaian bunga dalam pot (forward integrated). Sangat
bertolak belakang dengan yang terjadi pada penelitian Permana (2011), hanya
strategi preventif dipilih sebagai alternatif strategi penanganan dalam mengatasi
risiko produksi karena tepat untuk mencegah peningkatan peluang terjadinya
risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi.

9
Strategi penanganan risiko produksi berbeda dengan penanganan risiko
pasar. Nursakinah (2012) fokus kepada alternatif strategi penanganan risiko pasar.
Alternatif strategi penanganan risiko pasar diantaranya menjalin kerjasama
dengan banyak pemasok, memproduksi bunga krisan sendiri, menjalin kerjasama
antar pedagang, menjalin kerjasama dengan konsumen besar dengan menerapkan
sistem abodement, mengolah sendiri bunga krisan menjadi bunga rangkai. Selain
itu, bekerjasama dengan pihak lain untuk mengadakan pasar lelang bunga secara
kontinu dan festival bunga nusantara setiap tahunnya.
Strategi yang dilakukan oleh setiap perusahaan berbeda-beda. Perbedaan
disebabkan oleh karakteristik usaha, sumber risiko, tingkat risiko, serta kondisi
tempat dan komoditas yang berbeda sehingga penanganan yang diberikan juga
berbeda. Penanganan risiko yang umumnya diterapkan ialah diversifikasi (Akcaoz
2000; Wisdya 2009; Nasti 2013; Permatasari 2014). Nilai coeffecient variation
spesialisasi krisan sebesar 0.11 pada krisan tipe spray dan 0.30 pada krisan tipe
standar, namun apabila melakukan diversifikasi nilai coeffecient variation menjadi
0.12. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan diversifikasi, perusahaan
dapat mengurangi risiko produksi yang terjadi dibandingkan memproduksi krisan
secara spesialisasi (Nasti 2013). Sekar Arum tidak melakukan diversifikasi produk
dalam menjalankan usahanya. Karena itu, pada penelitian ini akan dipelajari
strategi manajemen risiko apa saja yang dilakukan Sekar Arum dalam menangani
risiko produksi dan risiko pasar yang dihadapinya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Manajemen Risiko
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja manajemen risiko sehingga
perlu mengetahui konsep manajemen risiko terlebih dahulu. Menurut Terry and
Franklin (1982) manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan. Tujuan dari
manajemen risiko ialah meminimalisir kerugian yang diterima perusahaan akibat
dari adanya risiko, sehingga manajemen risiko merupakan suatu usaha yang
dilakukan perusahaan untuk mengenali, menilai dan menangani risiko yang
dihadapi. Penanganan risiko yang baik diperlukan agar peluang kerugian yang
menimpa perusahaan dapat diminimalkan sehingga biaya menjadi lebih kecil dan
perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Fungsi manajemen terdiri atas planning, organizing, actuating dan
controlling atau biasa disingkat menjadi POAC (Terry dan Franklin 1982).
Planning merupakan kegiatan menyusun langkah-langkah yang akan ditempuh
untuk mencapai tujuan, organizing ialah kegiatan untuk mengumpulkan
sumberdaya manusia dan menempatkan mereka sesuai dengan kompetensinya,
actuating ialah tindakan menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan
rencana, sedangkan controlling dilakukan untuk mengawasi apakah semuanya
telah berjalan sesuai rencana agar tujuan dapat dicapai. Apabila diterapkan dalam
manajemen risiko, fungsi manajemen risiko akan lebih mudah dipahami melalui

10
langkah-langkah proses pengelolaan risiko yang terdiri atas identifikasi risiko,
pengukuran risiko, penanganan risiko serta evaluasi (Darmawi 1990; Kountur
2008). Proses manajemen risiko dapat dilihat pada Gambar 1.
Identifikasi Risiko
 Risiko yang mungkin terjadi
 Sumber-sumber risiko

Pengukuran Risiko
 Probabilitas risiko
 Dampak risiko

Evaluasi

Penanganan Risiko





Menghindari risiko
Mencegah timbulnya risiko (preventif)
Memperkecil kerugian akibat risiko (mitigasi)
Mengalihkan risiko ke pihak lain

Gambar 1 Proses manajemen risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui risiko apa saja yang dihadapi
oleh perusahaan serta apa penyebab dari risiko. Kemudian dilakukan pengukuran
risiko agar mengetahui besaran risiko dan dampak atau nilai kerugian yang
disebabkan oleh adanya risiko sehingga perusahaan dapat mengetahui tingkat
keparahan dari risiko yang ada. Setelah dilakukan identifikasi dan pengukuran,
langkah selanjutnya adalah penanganan risiko. Penanganan risiko dimaksudkan
untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam menangani masing-masing risiko
yang telah diidentifikasi. Aktivitas selanjutnya dari proses manajemen risiko
adalah evaluasi.
Pada intinya manajemen risiko bertujuan memilih alternatif agar dapat
mengurangi dampak dari adanya risiko sehingga dapat meningkatkan keuntungan
perusahaan (Kountur 2008). Manfaat yang diperoleh perusahaan dengan
menerapkan manajemen risiko menurut Darmawi (1990) adalah sebagai berikut:
1. Mencegah perusahaan mengalami kegagalan
2. Meningkatkan laba yang diterima
3. Mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran kas, serta membuat
perusahaan melanjutkan kegiatannya walaupun telah mengalami kerugian
untuk mencegah pelanggan pindah ke produk pesaing
4. Ketenangan pikiran bagi manajer karena adanya perlindungan terhadap
risiko murni, hal ini merupakan harta non material bagi perusahaan
5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko sedangkan kreditur,
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka
secara tidak langsung meningkatkan public image.

11
Identifikasi Risiko
Tahap pertama dalam manajemen risiko adalah identifikasi risiko.
Identifikasi risiko pada dasarnya merupakan kegiatan untuk menemukan risiko
perusahaan dan sumber dari risiko yang dihadapi. Tahap ini merupakan tahap
yang relatif paling sulit tetapi paling penting, sebab proses manajemen risiko
selanjutnya sangat bergantung pada hasil identifikasi. Jika risiko yang mungkin
menimpa perusahaan tidak diketahui, tidak mungkin dapat mengelola risiko
dengan baik. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mengidentifikasi risiko
yang dihadapi sebelum melakukan penanganan risiko karena cara penanganan
risiko berbeda-beda sesuai dengan risiko yang dihadapi. Kejadian yang termasuk
risiko adalah kejadian yang memberikan dampak negatif, namun peluang kejadian
negatif dapat diketahui dan diukur oleh pengambil keputusan (Robison dan Barry
1987; Kountur 2008).
Proses identifikasi risiko dimulai dari menentukan unit dalam perusahaan
dimana risiko akan diidentifikasi, contohnya proses produksi merupakan tujuan
utama dalam identifikasi risiko produksi. Memahami kegiatan yang dilakukan unit
perusahaan dan menentukan aktivitas krusial merupakan tahapan selanjutnya
dalam proses identifikasi risiko. Dikatakan aktivitas krusial apabila unit risiko
tidak dapat menghasilkan produk atau jasa jika aktivitas yang bersangkutan
terganggu. Identifikasi risiko perlu dilakukan terhadap barang atau apa saja yang
ada pada kegiatan krusial dan orang yang terlibat di dalamnya serta menentukan
bentuk kerugiaan yang dapat dialami. Setelah risiko teridentifikasi, selanjutnya
menentukan penyebab atau sumber risiko dan tahap akhir yang dilakukan dalam
identifikasi risiko adalah membuat daftar risiko yang berisikan risiko yang terjadi
dan sumber penyebabnya (Kountur 2008). Sumber risiko pada kegiatan produksi
pertanian dapat dibedakan menjadi 5 kelompok (Moschini dan Hennessy 1999),
yaitu:
1. Risiko Produksi
Risiko produksi merupakan kegagalan yang terjadi dalam proses
budidaya atau dalam proses memproduksi suatu komoditas. Risiko produksi
merupakan risiko yang lebih sering dihadapi oleh pelaku bisnis pertanian di
sektor onfarm daripada subsektor lainnya. Sumber risiko yang berasal dari
kegiatan produksi diantaranya adalah teknik dan alat produksi yang tidak
tepat, perubahan iklim dan cuaca, adanya hama dan penyakit, kesalahan
tenaga kerja bagian produksi, rendahnya kualitas input, kurangnya
pengawasan, dll.
2. Risiko Pasar atau Harga
Risiko pasar merupakan risiko yang terjadi akibat tidak stabilnya
harga output dan harga input. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar
diantaranya adalah barang tidak dapat dijual diakibatkan ketidakpastian
mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli
masyarakat, persaingan, dll.
3. Risiko Kelembagaan
Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan
tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk
memasarkan produk, memperluas penjualan ataupun meningkatkan hasil
produksinya. Perubahan kebijakan dan peraturan sangat berpengaruh pada
sektor pertanian. Salah satu contohnya adalah peningkatan kuota impor

12
dapat memunculkan masalah bagi produsen dalam negeri karena
meningkatkan jumlah pesaing bagi produsen dalam negeri. Risiko
kelembagaan dapat memberi dampak pada risiko produksi, risiko pasar atau
harga dan risiko keuangan.
4. Risiko Sumberdaya Manusia
Risiko sumberdaya manusia adalah kejadian yang menyebabkan
sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan tidak bekerja dengan optimal.
Risiko sumberdaya manusia sangat erat kaitannya dengan produksi sehingga
dapat mempengaruhi risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan. Risiko
suberdaya manusia dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya yang bekerja
dalam suatu kegiatan usaha khususnya pertanian.
5. Risiko Finansial
Risiko finansial terjadi karena adanya kejadian yang berhubungan
dengan finansial, dimana kejadiannya tidak sesuai dengan yang
direncanakan. Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain
adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga
perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun
akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya.
Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko adalah proses lebih lanjut setelah risiko teridentifikasi
dan dibuatkan daftar risikonya. Hal yang diukur dalam pengukuran risiko adalah
besarnya kemungkinan kejadian merugikan yang dapat terjadi dan besarnya
kerugian bila risiko benar-benar terjadi. Pengukuran risiko perlu dilakukan untuk
menentukan tingkat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang
memudahkan dalam menentukan upaya penanganan risiko yang tepat (Darmawi
1990).
Alat pengukuran yang digunakan untuk mengukur besarnya risiko adalah
nilai variance, standard deviation dan coefficient variance (Elton dan Gruber
1995). Ke-3 ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai
penentu ukuran yang lainnya. Standard deviation merupakan akar kuadrat dari
variance sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari standard deviation
dengan nilai expected return dari suatu kegiatan usaha. Return yang diperoleh
dapat berupa pendapatan, produksi ataupun harga (Elton dan Gruber 1995).
Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation tidak
mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
(expected return), sehingga jika nilai variance dan standard deviation digunakan
untuk mengambil keputusan dalam penilaian risiko dikhawatirkan akan terjadi
keputusan yang kurang tepat. Karena itu, lebih baik menggunakan coefficient
variance untuk menilai risiko karena ukuran ini telah mempertimbangkan risiko
yang dihadapi untuk setiap pendapatan (return) yang diperoleh dari kegiatan
usaha.
Metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui
kemungkinan (peluang) terjadinya risiko adalah metode Poisson, metode
Binomial dan Z-Score (Kountur 2008). Metode Poisson dan metode Binomial
digunakan jika terdapat data historis tentang kejadian dan datanya berbentuk
diskrit. Data diskrit adalah data yang angkanya bulat, tidak ada angka desimal.
Perbedaan yang mendasar antara 2 metode ini ialah pada metode Binomial harus

13
diketahui probabilitas berhasil dan gagalnya. Sedangkan untuk data yang bersifat
kontinus (berbentuk desimal) dapat digunakan metode Z-Score.
Jika peluang terjadinya risiko sudah diketahui, dampak kerugian yang
ditimbulkannya pun dapat dihitung menggunakan metode VaR (Value at Risk).
Metode VaR (Value at Risk) merupakan metode yang popular dan efektif untuk
mengukur dampak risiko. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya
dapat dilakukan apabila terdapat data historis dari bisnis (Kountur 2008). Peluang
terjadinya risiko tidak mungkin bernilai nol, seingga perusahaan seharusnya
menentukan batas risiko dan batas dampak risiko yang akan dicapai sehingga itu
merupakan target dalam manajemen risiko dan dapat memotivasi penanganan
risiko yang akan dilakukan (Kasidi 2010).
Penanganan Risiko
Setelah mengidentifikasi dan mengukur risiko yang dihadapi, tahap
selanjutnya adalah penanganan risiko. Penanganan risiko terdiri atas 4 cara, yaitu
menghindari risiko, mencegah timbulnya risiko (preventif), memperkecil kerugian
akibat risiko (mitigasi) dan mengalihkan risiko ke pihak lain (Darmawi 1990;
Kountur 2008).
1. Menghindari risiko
Salah satu cara menangani risiko adalah menghindari segala sesuatu
yang dapat menimbulkan risiko. Menghindari risiko dapat dilakukan dengan
cara menolak memiliki atau melaksanakan kegiatan yang menimbulkan
risiko atau dengan cara menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima
atau menghentikan kegiatan yang mengandung risiko.
2. Preventif
Preventif merupakan kegiatan penanganan risiko yang dilakukan
untuk mencegah timbulnya risiko agar dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya risiko. Strategi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur,
mengembangkan sumberdaya manusia, memasang atau memperbaiki
fasilitas fisik, dan lain sebagainya.
3. Mitigasi
Mitigasi merupakan kegiatan penanganan risiko yang dilakukan untuk
memperkecil dampak atau kerugian akibat adanya risiko. Strategi ini
dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak besar. Beberapa
cara yang termasuk strategi mitigasi antara lain ialah diversifikasi,
penggabungan, integrasi dan kontrak. Diversifikasi merupakan cara yang
banyak dilakukan oleh pengusaha untuk mengurangi dampak risiko.
Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau usaha di beberapa tempat
atau unit sehingga jika salah satu terkena musibah tidak akan menghabiskan
seluruh asset yang dimiliki. Berbeda dengan penggabungan yang
merupakan salah satu cara penanganan risiko yang dilakukan oleh
perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan dengan pihak
perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan
merger atau akuisisi. Selain itu, terdapat strategi integrasi vertikal dan
kontrak produksi maupun kontrak pemasaran.

14
4. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko merupakan cara penanganan risiko dengan
mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan mengurangi
kerugian yang dihadapi oleh perusahaan. Cara ini dapat dilakukan melalui
asuransi, leasing dan hedging. Lindung nilai (hedging) merupakan cara
untuk mengurangi risiko kerugian akibat perubahan harga. Hedging berarti
mengalihkan risiko dari suatu usaha yang menginginkan pengurangan risiko
kepada pihak yang mau menerima risiko dalam pertukaran profil yang
diharapkan.
Penanganan risiko dapat menggunakan salah satu cara atau kombinasi dari
beberapa cara di atas yang paling efektif dan efisien sesuai dengan karakteristik
masing-masing risiko seperti frekuensi, kegawatan, jenis, sumber risiko dan
biayanya. Perusahaan dapat menyusun anggaran untuk menunjang kegiatan
penanganan risiko yang dilakukan. Besarnya biaya yang diluarkan oleh
perusahaan bergantung pada seberapa besar perusahaan, kompleksitas proses dan
risiko yang ditanggung (Hanggraeni 2010).
Evaluasi
Manajemen risiko tidak berhenti hanya sampai pada penanganan risiko saja,
masih ada 1 tahap lagi yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk memastikan
bahwa prosedur operasional diikuti dengan baik, penanganan risiko yang
dilakukan telah sesuai dengan risiko yang dihadapi dan mampu meminimalisir
risiko. Evaluasi juga diperlukan untuk membantu dalam melakukan perbaikan
terhadap kinerja manajemen risiko dan untuk mengidentifikasi adanya risiko dan
sumber risiko yang baru ataupun berubah. Perbaikan yang berkelanjutan akan
membuat perusahaan semakin baik, risiko dan biaya berkurang serta ketika suatu
risiko terjadi maka penanganan yang dipilih akan tepat sesuai dengan risiko yang
dihadapi. Hasil penemuan pada saat evaluasi dilaporkan kepada pimpinan,
manajer risiko atau pihak lain yang berwenang membahas penemuan dan
menindaklanjuti penemuan (Hanggraeni 2010).
Aspek penunjang
Manajemen risiko yang formal dan terintegrasi diperlukan agar mendukung
pengelolaan risiko suatu bisnis berjalan efektif. Perusahaan harus membuat
manajemen risiko yang formal yang didukung oleh manajemen puncak.
Manajemen risiko formal tidak hanya mencakup proses manajemen risiko, tetapi
didukung pula oleh beberapa hal, yaitu (Kasidi 2010):
1. Infrastruktur keras, seperti ruang kerja, bagian khusus manajemen risiko,
komputer, model statistik dan sebagainya.
2. Infrastruktur lunak, seperti budaya hati-hati, sikap responsif terhadap risiko
dan sebagainya.
Risiko juga perlu dikelola secara terintegrasi, harus ada komunikasi secara
kontinu antar unit untuk memberikan laporan secara periodik sehingga risiko
sekecil apapun dapat segera terdeteksi.

15
Kerangka Pemikiran Operasional
Karakteristik bisnis bunga krisan potong berisiko, walaupun demikian Sekar
Arum telah menjalankan bisnis bunga potong selama 7 tahun dengan spesialisasi
pada bunga krisan potong. Keberhasilan Sekar Arum menjalankan bisnis dengan
spesialisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko.
Karena