Keragaman Komunitas Bakteri Pemfiksasi Nitrogen berdasarkan gen nifH dan 16S rRNA di Lahan

KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI PEMFIKSASI
NITROGEN BERDASARKAN GEN nifH DAN 16S rRNA DI
LAHAN SAWAH

RANDI HADIANTA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Komunitas
Bakteri Pemfiksasi Nitrogen berdasarkan gen nifH dan 16S rRNA di Lahan
Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Randi Hadianta
NIM G351130336

RINGKASAN
RANDI HADIANTA. Keragaman Komunitas Bakteri Pemfiksasi Nitrogen
berdasarkan gen nifH dan 16S rRNA di Lahan Sawah. Dibimbing oleh IMAN
RUSMANA dan NISA RACHMANIA MUBARIK.
Biological nitrogen fixation merupakan proses penting di alam yang
dilakukan oleh bakteri pemfiksasi nitrogen dalam mengubah nitrogen bebas di
atmosfer menjadi amonium. Amonium merupakan sumber nitrogen penting di
atmosfer. Bakteri pemfiksasi nitrogen dapat hidup bebas maupun bersimbiosis
dengan organisme lain seperti tanaman. Kemampuan bakteri pemfiksasi nitrogen
mengubah nitrogen bebas menjadi amonium disebabkan enzim nitrogenase yang
dimilikinya. Gen nifH merupakan salah satu gen yang dibutuhkan untuk
mengekspresikan enzim nitrogenase tersebut. Penggunaan gen nifH sebagai marka
dalam analisis keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen secara molekuler sudah
sering dilakukan. Pendekatan molekuler yang digunakan pada penelitian ini
adalah DGGE. Penggunaan gen 16S rRNA sebagai marka bertujuan untuk melihat

komunitas total bakteri yang terdapat pada lahan sawah tersebut.
Penggunaan pupuk hayati pada lahan sawah dapat memproduktivitas padi.
Produktivitas padi dapat didukung oleh bermacam faktor, antara lain adalah unsur
nitrogen. Penelitian terkait hubungan antara penggunaan pupuk hayati dengan
produktivitas padi yang terkait dengan keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen
yang terdapat pada lahan sawah belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen pada lahan sawah
dengan pendekatan DGGE.
Penelitian diawali dengan pengambilan tanah sawah yang telah diberi
perlakuan kontrol (300 kg NPK/ha) dan perlakuan celup serta sebar (200 kg
NPK/ha). Pengukuran tinggi tajuk dan jumlah anakan juga dilakukan untuk
melihat pengaruh perlakuan terhadap padi. Tanah yang sudah diambil kemudian
dilakukan ekstraksi DNA dengan menggunakan Power Soil DNA Isolation Kit
(Mobio Laboratories, Carlsbad, CA, USA). Hasil ekstraksi kemudian
diamplifikasi dengan primer PolF-GC/PolR untuk gen nifH dan primer
PRBA338F-GC/ PRUN518R untuk gen 16S rRNA. Produk PCR kemudian di
migrasi pada gel poliakrilamida 6% dengan gradien 35%-60% untuk nifH dan
30%-70% untuk 10%6S RNA. Hasil migrasi kemudian difoto dan dianalisis
dengan Phoretix 1D untuk dianalisis keragaman bakteri yang muncuk. Khusus
gen nifH, pita yang muncul pada gel poliakrilamid dipotong dan diamplifikasi

ulang dengan primer tanpa GC Clamp. Produk PCRnya kemudian di kirim untuk
disekuensing.

Hasil menunjukkan bahwa keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen bervariasi
pada tiap perlakuan selama masa tanam. Perlakuan kontrol terlihat paling
bervariasi di antara perlakuan celup dan sebar. Analisis clustering juga
menunjukkan pola keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen cenderung
mengelompok pada tiap perlakuan. Hal ini berbeda dengan keragaman total
bakteri yang dianalisis dengan 16S rRNA. Pola keragaman total bakteri cenderung
mengelompok pada tiap masa tanam. Hasil BLAST N menunjukkan bahwa semua
sekuen yang ambil dari pita DGGE tergolong kedalam Uncultured bacteria
nitrogenase. Hasil ini juga diperkuat dengan hasil BLAST X yang menunjukkan
bahwa semua sekuen yang diambil tergolong kedalam protein atau enzim
dinitrogenase reductase.

Kata kunci: bakteri pemfiksasi nitrogen, biofertilizer, DGGE, gen nifH, gen 16S
rRNA.

SUMMARY


RANDI HADIANTA. Diversity of Nitrogen Fixing Bacteria Communities based
on nifH and 16S rRNA genes in Rice Fields. Supervised by IMAN RUSMANA
and NISA RACHMANIA MUBARIK.
Biological nitrogen fixation is an important process in nature that performed
by nitrogen-fixing bacteria to transform nitrogen in the atmosphere into
ammonium. Ammonium is an important nitrogen source in environment. Nitrogen
fixing bacteria can live freely or symbiosis with other organisms such as plants.
The ability of nitrogen fixing bacteria to change free nitrogen into ammonium due
to its nitrogenase enzyme. NifH gene is one of the genes required to express
nitrogenase enzyme. The use of nifH gene as markers in diversity analysis of
nitrogen fixing bacteria by molecular basis has been studied oftentimes. The
molecular approach used in this study was DGGE. The use of the 16S rRNA gene
as a marker aimed to see the total bacterial community found in the rice fields.
The use of bio-fertilizers in rice fields can increase rice productivity. Rice
productivity can be supported by a variety of factors such as the nitrogen element.
Research related to the relationship between the use of bio-fertilizer and rice
productivity associated with the diversity of nitrogen fixing bacteria found in rice
fields has not been reported. This research aimed to study the diversity of nitrogen
fixing bacteria in rice fields with DGGE approach.
The study was began by taking rice fields soil which had been treated as

control (300 kg NPK/ha only), soaked and spread treatment (200 kg NPK/ha).
Measurement of height and number of tillers were also conducted to see the effect
of those treatments on rice plant growth. DNA from the taken soil then extracted
using the Power Soil DNA Isolation Kit. The extracted DNA then amplified with
PolF-GC/PolR primers for nifH gene and PRBA338F-GC / PRUN518R primer for
16S rRNA gene. PCR products then migrated on 6% polyacrylamide gel with a
gradient of 35%-60% for nifH and 30% -70% for the 16S rRNA. Migration result
then photographed and analyzed with 1D Phoretix to analyze the bacterial
diversity that appeared. In nifH gene analysis, the band which appeared on the
polyacrylamide gel were cut and re-amplified with primers without a GC Clamp.
PCR products were sent to be sequenced subsequently.

The results indicated the diversity of nitrogen fixing bacteria was various on
all treatments during the growing season. Control treatment showed the most
varied than soaked and spread treatment. Clustering analysis also showed
diversity pattern of nitrogen-fixing bacteria tend to cluster at each treatments. This
was in contrast to the total bacterial diversity on 16S rRNA gene diversity
analysis. Total bacterial diversity patterns tend to cluster at each growing season.
BLAST N results showed that all the sequences that sequenced from DGGE bands
were classified as uncultured bacteria nitrogenase. These results were also

confirmed by the results of BLAST X which showed that all the sequences were
classified into protein or dinitrogenase reductase enzyme.

Keywords: biofertilizer, DGGE, nifH gene, 16S rRNA gene, nitrogen fixing
bacteria.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN KOMUNITAS BAKTERI PEMFIKSASI
NITROGEN BERDASARKAN GEN nifH DAN 16S rRNA DI
LAHAN SAWAH


RANDI HADIANTA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Pengujian luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 hingga Mei
2014 ini ialah bakteri pemfiksasi nitrogen, dengan judul Keragaman Komunitas

Bakteri Pemfiksasi Nitrogen berdasarkan gen nifH dan 16S rRNA di Lahan
Sawah
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana MSi dan
Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Aris
Tjahjoleksono selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan rekan Mikrobiologi 2012
dan 2013, rekan-rekan Lab Mikrobiologi, IR CREW atas dukungan, saran dan
bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Randi Hadianta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2

2

TINJAUAN PUSTAKA
Fiksasi Nitrogen
Diazotrof
Metagenomik

2
2
3
5

METODE
Bahan
Alat
Sampling Tanah
Pengukuran Tinggi Tajuk dan Jumlah Anakan Padi
Ekstraksi DNA
Amplifikasi DNA
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis

Sekuensing dan Pembuatan Pohon Filogeni

6
6
7
7
7
7
8
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

10
10
18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Perlakuan tanah yang dilakukan
Kondisi PCR nifH
Kondisi PCR 16S rRNA
Runutan sekuen primer yang digunakan
Hasil ekstraksi DNA dengan menggunakan Power Soil DNA
Isolation Kit
6 Hasil BLAST-N sekuen dari gen nifH
7 Hasil BLAST-X sekuen dari gen nifH

7
9
9
9
12
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi penambatan nitrogen
2 Mekanisme Denaturing Gradient Gel Electrophoresis
3 Tinggi dan jumlah anakan padi pada perlakuan kontrol, celup, dan
sebar
4 Bobot basah dari rumpun, akar dan gabah padi pada perlakuan
kontrol, celup, dan sebar
5 Bobot kering dari rumpun, akar dan gabah padi pada perlakuan
kontrol, celup, dan sebar
6 Hasil amplifikasi gen nifH dengan primer PolF-GC/PolR pada gel
agarosa 1.5%
7 Hasil
amplifikasi
gen
16S
rRNA
dengan
primer
PRBA338F/PRUN518R pada gel agarosa 1.5%
8 Hasil analisis DGGE gen nifH
9 Hasil analisis DGGE gen 16S rRNA
10 Hasil amplifikasi ulang pita hasil DGGE dengan primer non GC
Clamp agarosa 1.5% dengan marker 100bp
11 Pohon filogeni dari 8 sekuen gen nifH yang diperoleh dari analisis
DGGE
12 Analisis clustering dari tiap perlakuan pada DGGE gen nifH
13 Analisis clustering dari tiap perlakuan pada DGGE gen 16S rRNA
14 Fase pertumbuhan padi

3
6
11
11
12
13
13
14
15
15
17
20
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil uji Balai Penelitian Tanah
Segitiga tanah USDA
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 1
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 2
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 3
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 4
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 5
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 6
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 7
Runutan basa, BLAST N, dan BLAST X pita 8
Surat pernyataan untuk penerbitan artikel di jurnal Advanced in
Environmental Biology

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nitrogen merupakan unsur makro yang diperlukan oleh tanaman namun
komposisi nitrogen sebanyak 78% di atmosfer tersebut tidak dapat dimanfaatkan
langsung oleh tanaman. Tanaman hanya mampu menyerap nitrogen yang terlarut
di dalam tanah dengan menggunakan akar. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah banyak, antara lain sebagai penyusun protein. Defisiensi nitrogen
pada tanaman dapat mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Pemenuhan suplai nitrogen di tanah dapat dilakukan dengan cara pemupukan atau
secara alamiah dengan bantuan mikroorganisme. Biological nitrogen fixation
merupakan proses penting di alam yang dilakukan oleh bakteri pemfiksasi
nitrogen dalam mengubah gas nitrogen bebas di atmosfer menjadi amonium.
Amonium merupakan sumber nitrogen terpenting dalam ekosistem. Menurut
Arshad dan Frankenberger (1993), fiksasi N2 secara biologi menyumbang sekitar
70% dari semua nitrogen yang difiksasi di bumi dan sekitar 90% kebutuhan
nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini. Bakteri pemfiksasi nitrogen
dapat hidup secara bebas (free living) dan dapat pula hidup bersimbiosis dengan
tanaman. Biological nitrogen fixation hanya terbatas pada prokariot, karena belum
dijumpai eukariot yang mampu melakukan fiksasi nitrogen (Bottomley dan
Myrold 2007).
Kemampuan bakteri pemfiksasi nitrogen dalam mengubah nitrogen bebas di
atmosfer menjadi amonium disebabkan oleh enzim nitrogenase yang dimilikinya.
Enzim nitrogenase terdiri atas dua subunit yaitu dinitrogenase dan dinitrogenase
reduktase. Enzim dinitrogenase disandikan oleh gen nifD dan nifK, sedangkan
enzim dinitrogenase reduktase yang disandikan oleh gen nifH. Keragaman bakteri
pemfiksasi nitrogen dapat diketahui dengan pendekatan molekuler. Salah satu
teknik molekuler yang dapat digunakan ialah dengan menggunakan metode
DGGE (denaturing gradient gel electrophoresis).
DGGE dapat membedakan spesies berdasarkan perbedaan komposisi GC
dari sekuen DNA yang dianalisis (Muyzer et al. 1993). Hal ini dapat disebabkan
oleh penggunaan gradien denaturan pada gel yang digunakan. Keragaman bakteri
pemfiksasi nitrogen dipelajari berdasarkan gen nifH. Penggunaan gen nifH dalam
DGGE sudah lazim digunakan dan terbukti lebih akurat untuk mendeteksi
keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen yang terdapat pada tanah (Coelho et al.
2008; Wartiainen et al. 2008; Coelho et al. 2009; Perez et al. 2014).
Menurut laporan Pingak et al. (2013), penggunaan pupuk hayati pada lahan
sawah dapat meningkatkan produktivitas padi. Produktivitas pada tanaman dapat
didukung oleh beragam faktor antara lain unsur nitrogen. Unsur nitrogen itu
sendiri dapat diperoleh dari pemupukan maupun bakteri pemfiksasi nitrogen.
Penelitian terkait hubungan antara penggunaan pupuk hayati dengan produktivitas
padi yang terkait dengan keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen di lahan sawah di
Sukabumi belum dilaporkan. Oleh karena itu, keragaman bakteri pemfiksasi
nitrogen berdasarkan teknik dan pendekatan DGGE perlu dikaji.

2
Perumusan Masalah
Keragaman bakteri pemfiksasi nitrogen pada lahan sawah dapat
mempengaruhi produktivitas padi dengan aplikasi pupuk hayati di lapangan.
Namun, keragaman bakteri yang begitu kompleks dan hingga sekarang tidak
semua bakteri dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium maka
dibutuhkan suatu pendekatan. Pendekatan molekuler dengan teknik DGGE dapat
digunakan untuk menjawab dan mempelajari keragaman bakteri pemfiksasi
nitrogen pada lahan sawah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman komunitas bakteri
pemfiksasi nitrogen berdasarkan gen fungsional nifH dan 16S rRNA di lahan
sawah, desa Cicurug, Sukabumi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi mengenai keragaman
komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen di lahan sawah, desa Cicurug, Sukabumi.
Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi referensi terkait penelitian komunitas
bakteri berdasarkan gen fungsional lainnya dengan metode DGGE.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi pengambilan sampel tanah sawah, pengukuran
parameter tinggi dan jumlah anakan padi, ekstraksi DNA asal tanah sawah
perbulan, amplifikasi DNA, analisis DGGE, sekuensing dan pembuatan pohon
filogeni.

TINJAUAN PUSTAKA
Fiksasi Nitrogen
Penambatan nitrogen secara biologis dan secara kimiawi mengubah gas
dinitrogen (N2) menjadi amonia dengan katalis enzim nitrogenase (Saika dan Jain
2007). Enzim merupakan protein katalisator untuk reaksi-reaksi kimia pada sistem
biologi. Sebagian besar reaksi sel-sel hidup akan berlangsung sangat lambat bila
reaksi tersebut tidak dikatalisis oleh enzim. Enzim adalah katalisator yang reaksispesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalisis oleh enzim. Enzim yang
berperan penting dalam proses penambatan nitrogen ialah nitrogenase. Enzim
nitrogenase terdapat dalam sel bakteri penambat nitrogen. Nitrogenase disusun

3
oleh dua komponen utama yang saling menunjang satu sama lain yaitu protein Fe
(komponen I) dan protein Mo-Fe (komponen II) (Hamdi 1982; Shilov 1992).
Protein Fe berukuran lebih kecil dari protein Mo-Fe dan mempunyai dua
sub-unit serupa berukuran masing-masing 30 sampai dengan 72 kDa, tergantung
organismenya. Setiap subunit berisi satu kluster besi-belerang (4 Fe dan 4 S2–)
yang turut ambil bagian dalam reaksi redoks yang terlibat dalam konversi N2
menjadi NH3. Protein Mo-Fe mempunyai empat sub-unit, dengan masa total satu
molekul sekitar 180 sampai dengan 235 kDa, tergantung pada spesies
organismenya pula. Setiap subunit mempunyai dua kluster Mo–Fe–S (Gambar 1).
Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen (Salisbury dan Ross 1995),
karena protein Fe dan protein Fe-Mo dari nitrogenase didenaturasi secara oksidatif
oleh oksigen. Protein Fe akan menjadi tidak aktif apabila terpapar oksigen dengan
waktu paruh kerusakan dari 30 sampai dengan 45 detik. Protein Mo-Fe juga
menjadi tidak aktif oleh oksigen, dengan satu waktu paruh 10 menit (Dixon dan
Wheeler 1986). Kedua molekul protein Fe akan bersenyawa dengan 1 molekul
protein Mo-Fe untuk membentuk nitrogenase aktif di dalam sel sel bakteroid atau
sel-sel Azotobacter (Hamdi 1982). Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap
oksigen, sehingga masing-masing bakteri memiliki cara tersendiri untuk menjaga
dan mengatasinya.
Gambaran terperinci dari pengikatan ATP, pengangkutan elektron dan
pengikatan substrat di antara kompenan-kompenan nitrogenase secara sederhana
(Gambar 1). Senyawa protein Fe dari nitrogenase menerima elektron-elektron
berpotensial rendah dari Ferredoxin dan Flavodoxin, kemudian protein Fe
bergabung dengan ATP menghasilkan suatu senyawa FeMgATP yang potensial
oksidasinya rendah. Hanya satu molekul MoMgATP hasil reduksi yang dapat
berlaku sebagai pereduksi protein Mo-Fe. Terbukti bahwa Mo-Fe yang berperan
dalam penambatan N2 (Siegbahn et. al. 1998).

Gambar 1 Reaksi penambatan nitrogen (Taiz dan Zeiger 2002)
Diazotrof
Diazotrof adalah mikroorganisme (bakteri dan arkea) yang memiliki
kemampuan memfiksasi nitrogen bebas di atmosfer dan mengubahnya menjadi
bentuk yang dapat dimanfaatkan yaitu ammonia (Postgate 1998). Menurut
Bottomley dan Myrold (2007), diazotrof merupakan organisme yang
menggunakan N2 sebagai satu satunya sumber N. Diazotrof mampu tumbuh
dengan baik tanpa adanya pasokan eksternal nitrogen pada habitatnya karena

4
mikroorganisme ini mampu mengambil sendiri dari N2 bebas dari atmosfer .
Semua diazotrof memiliki enzim nitrogenase dalam bentuk subunit enzim berupa
protein Fe dan protein Mo-Fe.
Diazotrof tersebar luas pada kelompok bakteri dan beberapa arkea. Akan
tetapi, pada satu spesies yang mampu memfiksasi nitrogen dapat ditemukan galur
dari spesies tersebut yang tidak dapat memfiksasi nitrogen (Postgate 1998).
Fiksasi nitrogen akan berhenti ketika sumber nitrogen lain tersedia, hal ini
menyangkut efisiensi energi. Selain itu, fiksasi nitrogen akan berhenti pada saat
konsentrasi oksigen tinggi.
Secara garis besar, diazotrof terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu
diazotrof yang hidup bebas dan diazotrof simbiotik (Moat et al. 2002). Diazotrof
yang hidup bebas, dapat dikelompokkan berdasarkan kebutuhan oksigennya
(aerob dan anaerob). Diazotrof dapat bersifat aerob heterotrof, seperti:
Azotobacter, Derxia, Azomonas, Biejerinkia, Nocardia, Pseudomonas. Selain itu
dapat bersifat aerob fototrof, seperti: Anabaena, Calothrix, Nostoc, Gleotheca,
Cylindrospermum, Aphanocapsa. Diazotrof bebas juga dapat ditemukan bersifat
fakultatif heterotrof, seperti: Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumoniae,
Bacillus polymyxa, Desulfovibrio desulfuricans, D. gigas, Achromobacter.
Selain bersifat aerob, diazotrof yang hidup bebas juga dapat bersifat anaerob
yaitu anaerob heterotroph, seperti: Clostridium pasteurianum, C. butyricum,
Propionispira arboris. Selain itu dapat juga bersifat anaerob fototrof, seperti:
Chromatium vinosum, Rhodospirillum rubrum, Rhodopseudomonas sphaeroides,
R. capsulata, Rhodomicrobium vernielli, Rhodocyclus, Chlorobium limocola.
Kelompok terakhir diazotrof dapat bersifat non-fotosintetik heterotrof seperti:
Methanobacterium,
Methylococcus,
Methylosinus,
Methanococcus,
Methanococcus, dan Methanosarcina (Moat et al. 2002).
Diazotrof simbiotik dapat ditemukan hidup bersimbiosis dengan berbagai
organisme baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Simbiosis dengan
berbagai genus tanaman legum, seperti: Azorhizobium caulindans dengan
Sesbania rostrata, Allorhizobium undicola dengan lotus (Lotus albic),
Bradyrhizobium japonicum dengan kedelai (Glycine max), Mesorhizobium
amorphae, dengan false indigo (Amorpha fruticosa), Rhizobium trifolii, dengan
clover (Trifolium, Crotolaria) dan Sinorhizobium meliloti, dengan alfalfa
(Medicago sativa). Diazotrof dari golongan aktinomiset (Frankia sp.)
bersimbiosis dengan angiospermae yaitu alder (Alnus), bog myrtle atau sweet gale
(Myrica), oleasters (Shepherdia, Eleagnus, Hippophae) dan New Jersey tea
(Ceanothus). Selain itu juga terdapat Klebsiella aerogenes yang bersimbiosis
tanaman berdaun dan membentuk struktur seperti seperti nodul (Moat et al. 2002).
Simbiosis diazotrof dengan hewan juga terjadi seperti pada
Chemoheterotrophic sp. dengan bivalves (Teredinidae), lalu pada Richelia
intracellularis (Cyanobacteria) dengan Rhizoselenia. Selain itu juga terdapat
hubungan interaksi asosiasi diazotrof dengan rumput-rumputan seperti
Azospirillum brasiliense dengan rumput tropis, Azospirillum lipoferum dengan
rumput tropis dan jagung, Azotobacter paspali dengan Paspalum notatum (Moat
et al. 2002).

5
Metagenomik
Metagenomik merupakan studi tentang metagenom, yaitu bahan genetik
yang secara langsung diambil dari lingkungan atau dapat juga disebut studi yang
mempelajari metagenom yaitu keseluruhan DNA dari suatu ekosistem secara
lengkap (bukan dari satu organisme saja). Istilah metagenomik pertama kali
digunakan Handelsman et al. (1998). Namun, istilah ini kemudian diperbaiki oleh
Chen dan Pachter (2005) yaitu penerapan teknik genomik modern untuk studi
komunitas mikrob secara langsung di lingkungan alami mereka, tanpa melewati
tahapan isolasi dan pengayaan di laboratorium. Definisi ini mengacu pada prinsip
bahwa jenis mikrob yang tidak dapat dikulturkan (unculturable) lebih banyak
dibandingkan yang dapat dikulturkan (culturable).
Kemampuan dari metagenomik dalam mengungkap keragaman komunitas
sampel mikrob dari lingkungan yang sebelumnya tidak dapat dijangkau oleh
teknik isolasi membuat teknik ini menjadi harapan baru untuk mempelajari dunia
mikrob. Metagenomik menawarkan suatu potensi dan perubahan yang
revolusioner dalam pemahaman terhadap dunia mikrob dan kehidupan (Marco
2011).
Metagenomik berbasis keanekaragaman mikrob di lingkungan. Untuk itu
dibutuhkan teknik molekuler dalam analisisnya. Beberapa teknik berbasis
molekuler yang digunakan untuk menganalisis keanekaragaman mikrob adalah
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE), Fluorescent in-situ
Hybridization (FISH), Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism
(TRFLP) dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA) (Marsh
et al. 2000). Tujuan dari semua teknik di atas sama, yaitu memperoleh informasi
cetak biru dari suatu mikrob (DNA) yang nantinya akan disekuensing sehingga
diketahui runutan basanya.
DGGE merupakan salah satu teknik molekuler dalam analisis
metagenomik. Prinsip dari DGGE adalah elektroforesis dengan penggunaan gel
denaturan yang bergradien (Gambar 2). Teknik DGGE dapat memisahkan DNA
dari suatu mikrob berdasarkan Tm (melting temperature) dan komposisi GC dari
DNA mikrob tersebut (Muyzer et al. 1993) karena pada dasarnya setiap mikrob
memiliki runutan basa DNA yang berbeda beda. Keunggulan utama DGGE
dibandingkan teknik molekuler lain seperti T-RFLP dalam menganalisis
keragaman bakteri ialah amplikon PCR yang terpisah-pisah pada gel dapat dielusi,
diamplifikasi ulang, diklon dan kemudian disekuensing sehingga dapat diketahui
taksonomi dan filogeni tentang sampel yang dianalisis (Bottomley dan Myrold
2007).
Aplikasi DGGE dalam analisis mikrob diazotrof sudah menemukan
metode yang relatif stabil. Gen yang dipakai sebagai marka adalah nifH yang
menyandikan enzim dinitrogenase reductase. Penggunaan nifH lebih umum
karena gen ini selalu ada (conserve) pada setiap diazotrof. Hal ini berbeda jika
kita menggunakan nifD dan nifK sebagai marka. Penggunaan nifD dan nifK tidak
umum karena gen tersebut tidak conserve pada setiap diazotrof. Studi komunitas
diazotrof sudah banyak yang berhasil seperti yang sudah diteliti oleh Muyzer et al.
(1993), Rosado et al.(1998), Boulygina et al. (2002), Dedysh et al. (2004).

6

Gambar 2 Mekanisme Denaturing Gradient Gel Electrophoresis

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 – Mei 2014. Penelitian di
lapang dilakukan di persawahan desa Cidahu, Kecamatan Cicurug, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Analisis dilakukan Laboratorium Mikrobiologi dan
Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sampel tanah dari
sawah Sukabumi dengan tiga perlakuan (Tabel 1) yang berbeda setiap bulan
selama 3 bulan (3 kali pengambilan) dari desa Cidahu, Kecamatan Cicurug,
Kabupaten Sukabumi, syringe, kantung plastik, kit isolasi DNA, kit PCR dan kit
DGGE, ddH2O.

7
Tabel 1 Perlakuan tanah yang dilakukan
No
Perlakuan
Kondisi Pemupukan
1
Kontrol
300 kg/ha NPK
2
Celup
Pupuk hayati* dicelup + 200 kg/ha NPK
3
Sebar
Pupuk hayati* disebar + 200 kg/ha NPK)
*: Pupuk hayati yang digunakan merupakan konsorsium dari isolat bakteri metanotrof

Alat
Peralatan khusus yang digunakan antara lain Nano Drop 2000 (Thermo
Scientific, Wilmington, DE, USA), T-Gradient Thermocycler (Biometra GmbH,
Goettingen, Germany), D Code Universal Mutation Detection System (Bio-Rad,
Hercules, CA, USA), G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA).

Sampling Tanah
Tanah sawah pada perlakuan kontrol, celup dan sebar diambil dengan
menggunakan syringe ukuran 10 mL sebanyak 2 kali ulangan tiap perlakuan.
Luasan petak sawah pada tiap perlakuan bervariasi. Petak kontrol memiliki luas
sebesar 150 m2. Petak celup dan petak sebar memiliki luas sebesar 600 m2.
Pengambilan tanah dilakukan setiap bulan selama 3 kali selama masa tanam
padi, yaitu 30 HST (Hari Setelah Tanam), 60 HST, dan 90 HST. Sebanyak ±1 kg
tanah pada tiap perlakuan diambil pada awal dan akhir masa tanam dikirim dan
dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor untuk mengetahui karakteristik fisik
dan kimiawi dari tanah tersebut.

Pengukuran Tinggi Tajuk dan Jumlah Anakan Padi
Setiap petak sawah yang diberi perlakuan, ditandai 10 rumpun tanaman padi
yang akan dijadikan patokan pengukuran setiap bulannya. Pengukuran yang
dilakukan terdiri atas tinggi tajuk dan jumlah anakan setiap rumpun. Pengukuran
bobot basah dan bobot kering dari rumpun, akar dan gabah juga dilakukan pada
akhir masa penanaman.

Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan Power Soil DNA Isolation
Kit (Mobio Laboratories, Carlsbad, CA, USA). Prosedur yang digunakan seperti
yang disarankan oleh produsen. Sebanyak 0.25 gram tanah dimasukkan ke dalam
PowerBead Tube yang telah disediakan, kemudian dikocok dengan menggunakan
vortex sekitar 5 menit.
Sebanyak 60 µL larutan C1 (larutan denaturasi) dimasukkan ke dalam
tabung mikro, kemudian tabung dibolak-balikkan dengan tangan. Tabung mikro
kemudian ditaruh di atas vorteks pada posisi horizontal, lalu dikocok selama 10
menit. Selanjutnya tabung dimasukkan ke dalam sentrifuse pada kondisi 10000 x

8
g selama 30 detik pada suhu ruang. Selanjutnya, supernatan hasil sentrifuse
dipindahkan ke dalam tabung mikro baru sebanyak 400 - 500 µL.
Sebanyak 250 µL larutan C2 (larutan IRT/Inhibitor Removal TechnologyTM)
dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian dikocok selama 5 detik dengan
vorteks lalu diinkubasi pada suhu 4 °C selama 5 menit. Setelah diinkubasi, tabung
mikro lalu disentrifuse pada kondisi 10000 x g selama 60 detik pada suhu ruang.
Setelah disentrifuse, sebanyak 500 - 600 µL supernatan dipindahkan ke tabung
tabung mikro yang baru.
Sebanyak 200 µL larutan C3 (larutan IRT/Inhibitor Removal TechnologyTM)
ditambahkan pada tabung mikro kemudian dikocok selama 5 detik dengan vorteks
lalu diinkubasi pada suhu 4 °C selama 5 menit. Setelah inkubasi, tabung mikro
disentrifuse pada kondisi 10000 x g selama 60 detik pada suhu ruang. Setelah
disentrifuse, 750 µL supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru.
Sebanyak 1200 µL larutan C4 (larutan garam) dimasukkan ke dalam tabung
mikro kemudian dikocok dengan vorteks selama 5 detik. Sebanyak 675 µL larutan
yang telah dikocok tadi dimasukkan ke dalam spin filter kemudian disentrifuse
pada kondisi 10000 x g selama 60 detik pada suhu ruang. Setelah itu buang cairan
yang terdapat pada bawah tabung spin filter, lalu dimasukkan lagi 675 µL larutan
sebelumnya kemudian disentrifuse kembali pada kondisi 10000 x g selama 60
detik pada suhu ruang. Cairan yang terdapat pada bawah tabung spin filter
dibuang kemudian dimasukkan lagi sisa larutan sebelumnya, kemudian
disentrifuse pada kondisi 10000 x g selama 60 detik, lalu cairan yang terdapat
pada bawah tabung filter dibuang.
Sebanyak 500 µL larutan C5 (larutan pencuci) dimasukkan ke dalam tabung
filter kemudian disentrifuse pada kondisi 10000 x g selama 30 detik pada suhu
ruang. Setelah disentrifuse, cairan yang terdapat pada bawah tabung filter dibuang,
kemudian tabung disentrifuse ulang pada kondisi 10000 xg selama 60 detik pada
suhu ruang. Setelah sentrifuse, tabung filter dipindahkan ke dalam tabung mikro
baru.
Sebanyak 100 µL larutan C6 (larutan elusi) dimasukkan ke dalam tabung,
kemudian disentrifuse pada kondisi 10000 xg selama 30 detik. Setelah sentrifuse
selesai, spin filter dibuang. DNA hasil ekstraksi tedapat pada tabung sekitar 100
µL dan siap digunakan untuk proses lanjutan seperti PCR. Hasil ekstraksi dicek
kualitasnya dengan menggunakan NanoDrop 2000 (Thermo Scientific,
Wilmington, DE, USA).

Amplifikasi DNA
DNA yang telah di elektroforesis kemudian di amplifikasi dengan teknik
PCR. Amplifikasi gen nifH menggunakan KAPA Hot Start Readymix (KAPA
Biosystems, Wilmington, MA, USA). Komposisi mix antara lain 12.5 µL KAPA
Hotstart Ready Mix 2X, 1.25 µL forward primer 10 pmol (0.5 µM), 1.25 µL
reverse primer 10 pmol (0.5 µM), 3 µL template DNA (~100 ng) dan 7 µL
nuclease free water. Amplifikasi dilakukan selama 30 siklus (Tabel 2).
Amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan GoTaq Green Master Mix
(Promega, Madison, WI, USA). Komposisi antara lain 25 µL GoTaq Green
Master Mix 2X, 0.25 µL forward primer 100 pmol (0.5 µM), 0.25 µL reverse

9
primer 100 pmol (0.5 µM), 3 µL template DNA (~100 ng) dan 21 µL nuclease
free water. Amplifikasi dilakukan selama 30 siklus (Tabel 3) dengan
menggunakan T-Gradient Thermocycler (Biometra GmbH, Goettingen, Germany).
Runutan primer yang digunakan untuk amplifikasi nifH dan 16S rRNA tersaji
pada Tabel 4.
Hasil amplifikasi kemudian dicek ukurannya dengan cara dimigrasi
sebanyak 5 µL pada gel agarosa 1.5 %, 80 volt selama 1 jam. Hasil migrasi
kemudian diwarnai dengan Ethidium bromide 0.1% selama 15 menit kemudian
dilihat di bawah UV Transiluminator dan Gel Doc untuk didokumentasikan.
Produk PCR yang tersisa disimpan pada suhu -20 ºC sebelum dianalisis dengan
DGGE.
Tabel 2 Kondisi PCR nifH
Tahapan
Denaturasi awal
Denaturasi
Annealing
Elongasi
Elongasi akhir

Kondisi PCR
95 ºC, 1 menit
95 ºC, 15 detik
55 ºC, 15 detik
72 ºC, 15 detik
72 ºC, 5 menit

Tabel 3 Kondisi PCR 16S rRNA (Edenborn dan Sexstone 2007)
Tahapan
Kondisi PCR
Denaturasi awal
94 ºC, 5 menit
Denaturasi
92 ºC, 30 detik
Annealing
55 ºC, 30 detik
Elongasi
72 ºC, 30 detik
Elongasi akhir
72 ºC, 5 menit
Tabel 4 Runutan sekuen primer yang digunakan
Nama
Sekuen
Primer
PolF*
5’-TGCGAYCCSAARGCBGACTC-3’
PolR
5’-ATSGCCATCATYTCRCCGGA-3’
PRBA338F* 5’-ACTCCTACGGGAGGCAGCAG-3’
PRUN518R 5’-ATTACCGCGGCTGCTGG-3’

Referensi
Poly et al. (2001)
Poly et al. (2001)
Ovreas et al. (1997)
Ovreas et al. (1997)

* Sekuen GC Clamps (5’-CGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGTCCCGCCGCCCCCGCCCG-‘3)
(Rosado et al. 1998) dihibridisasi pada ujung 5’ primer forward.

Denaturing Gradient Gel Electrophoresis
DGGE dilakukan dengan menggunakan D Code Universal Mutation
Detection System (Bio-Rad, Hercules, CA, USA). Sebanyak 25 µL template (20
µL produk PCR + 4 µL Loading Dye) dimigrasikan pada 1 mm gel poliakrilamid
8% (Akrilamid-Bisakrilamid [37.5:1]) dalam 7 L TAE 1X (40mM Tris, 20mM
asam asetat, dan 1mM EDTA) menggunakan urea sebagai denaturan dengan
gradient denaturan 35% - 60% (100% denaturan dibuat dengan 7M Urea dan 40%
(v/v) formamida). Migrasi dilakukan dengan pada suhu 60 ºC, tegangan 130 volt

10
selama 6 jam. Prosedur di atas untuk gen nifH, sedangkan untuk gen 16S rRNA
menggunakan gradient 30% - 70% dengan kondisi tegangan 150 volt selama 5
jam.
Setelah migrasi selesai, gel direndam dan diwarnai dengan SYBR Safe
(Invitrogen-Molecular Probes, Carlsbad, CA, USA) selama 1 jam. Visualisasi gel
dilakukan dengan menggunakan G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA). Pita
yang muncul kemudian dipotong dan dimasukkan ke dalam tabung mikro yang
berisi 50 µL ddH2O lalu disimpan pada suhu 4 ºC. Hasil foto gel akrilamid dengan
G:BOX dianalisis dengan menggunakan software Phoretix 1D (Total Lab) untuk
mengestimasi total pita yang muncul.

Sekuensing dan Pembuatan Pohon Filogeni
Supernatan dari tiap pita yang dipotong dicek dengan Nanodrop 2000 untuk
mengetahui jumlah DNA yang terdapat didalamnya. Sebanyak 10 µL (~50 ng)
supernatan diamplifikasi ulang menggunakan primer tanpa GC Clamps dengan
kondisi PCR yang sama seperti sebelumnya. Produk PCR kemudian dikirim ke
perusahaan jasa sekuensing (1stBASE Malaysia).
Hasil sekuensing dibandingkan dengan database dari dari situs NCBI
(www.ncbi.nlm.nih.gov) dengan program Basic Local Alignment Search Tool
Nucleotide (BLAST-N) dan BLAST-X. Pensejajaran sekuen nukleotida dan
konstruksi pohon filogeni dilakukan dengan menggunakan piranti lunak MEGA
5.2 (Tamura et al. 2011). Konstruksi pohon menggunakan metode Neighbour
Joining dengan best model Tamura 3 Parameter dan nilai bootstrap 1000X.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Tanah
Tanah pada petak perlakuan kontrol tersusun dari 10% pasir, 43% debu dan
47% liat. Tanah pada petak perlakuan celup tersusun dari 16% pasir, 33% debu
dan 51% liat. Tanah pada petak perlakuan sebar tersusun 18% pasir, 38% debu
dan 48% liat. Petak kontrol, celup, dan sebar memiliki kisaran pH yang sama,
yaitu pH 5. Kandungan karbon dari petak kontrol, celup, dan sebar secara
berurutan ialah 1.97%, 1.81%, dan 1.91%. Kandungan nitrogen dari petak kontrol,
celup, dan sebar secara berurutan ialah 0.17%, 0.17% dan 0.14%. Rasio C/N dari
tiap petak ialah 12, 11 dan 14 (Lampiran 1).
Pengukuran Tinggi Tajuk dan Jumlah Anakan Padi
Hasil pengukuran tinggi tajuk tanaman padi menunjukkan bahwa perlakuan
C memiliki tinggi paling maksimum dibandingkan dua perlakuan lain. Perlakuan
K menempati posisi terbawah dari ketiganya. Perlakuan celup memiliki rataan
tinggi 88 cm, perlakuan sebar 85.5 cm, dan perlakuan kontrol 77 cm.

11
Jumlah rataan anakan pada perlakuan celup dan sabar yang sama,
menempati tempat di atas perlakuan kontrol. Perlakuan celup dan sebar memiliki
rataan jumlah anakan 26, sedangkan perlakuan kontrol hanya 16 jumlah anakan
(Gambar 3).

Gambar 3 Tinggi dan jumlah anakan padi pada perlakuan kontrol, celup, dan sebar pada
90 HST

Parameter lainnya yang diukur ialah bobot basah dan bobot kering dari tiap
perlakuan. Komponen yang diukur ialah akar, rumpun dan gabah. Perlakuan celup
memiliki bobot basah dan bobot kering tertinggi dibandingkan dua perlakuan lain
pada semua komponen yang diukur. Perlakuan sebar menempati urutan kedua
sedangkan perlakuan kontrol menempati urutan ketiga (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4 Bobot basah dari rumpun, akar, dan gabah padi pada perlakuan kontrol, celup,
dan sebar pada 90 HST

12

Gambar 5 Bobot kering dari rumpun, akar, dan gabah padi pada perlakuan kontrol, celup,
dan sebar pada 90 HST

Ekstraksi DNA
DNA yang diekstrak dari tanah dengan menggunakan Power Soil DNA
Isolation Kit menunjukkan hasil yang bervariasi berkisar 24 ~ 28 ng/µL (Tabel 5).
Hasil menunjukkan pola yang hampir konsisten pada setiap perlakuan pada setiap
pengambilan. Konsentrasi DNA tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol 60
HST, sekitar 28 ng µL-1. Konsentrasi DNA terendah diperoleh pada perlakuan
celup 30 HST dan celup 60 HST, yaitu sekitar 24.4 ng µL-1.
Tabel 5 Hasil ekstraksi DNA dengan menggunakan Power Soil DNA Isolation Kit
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kode
Kontrol, 30 HST
Celup, 30 HST
Sebar, 30 HST
Kontrol, 60 HST
Celup, 60 HST
Sebar, 60 HST
Kontrol, 90 HST
Celup, 90 HST
Sebar, 90 HST

Konsentrasi
DNA (ng µL-1)
26
24.4
24.5
28
24.4
27.9
27.4
26.6
27.2

A260/A280
1.96
1.97
1.9
1.94
1.95
1.98
1.99
1.92
1.98

13
Amplifikasi DNA
Sembilan sampel yang diamplifikasi dengan primer PolF-GC/PolR berhasil
diperoleh. Ukuran fragment sesuai dengan yang diharapkan, yaitu 360 bp
(Gambar 6) dan pita yang diperoleh single band. Pengecekan dilakukan pada gel
agarosa 1.5%.
M

a

b

c

d

e

f

g

h

i

3000 bp
1000 bp
500 bp

360 bp

Gambar 6 Hasil amplifikasi gen nifH dengan primer PolF-GC/PolR pada gel agarosa
1.5%. Sumur dari kiri ke kanan: marker 100 bp, (a) kontrol 30 HST, (b) celup
30 HST, (c) sebar 30 HST, (d) kontrol 60 HST, (e) celup 60 HST, (f) sebar 60
HST, (g) kontrol 90 HST, (h) celup 90 HST, (i) sebar 90 HST

Sembilan
sampel
yang
diamplifikasi
dengan
primer
16S
PRBA338F/PRUN518R berhasil diperoleh. Ukuran fragment sesuai dengan yang
diharapkan, yaitu 196 bp (Gambar 7) dan pita yang diperoleh single band.
Pengecekan dilakukan pada gel agarosa 1.5%.
M a

b

c

d

e

f

g

h

i

3000 bp
1000 bp

500 bp
196 bp

Gambar 7 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan primer PRBA338F/PRUN518R pada
gel agarosa 1.5%. Sumur dari kiri ke kanan: marker 100 bp, (a) kontrol 30 HST,
(b) celup 30 HST, (c) sebar 30 HST, (d) kontrol 60 HST, (e) celup 60 HST, (f)
sebar 60 HST, (g) kontrol 90 HST, (h) celup 90 HST, (i) sebar 90 HST

14
Profil DGGE
Hasil DGGE berhasil memisahkan sampel yang dianalisis menjadi beberapa
pita yang terpisah. Masing-masing pita yang terpisah mewakili satu spesies
tersendiri. Pada DGGE untuk analisis gen nifH, terdapat 3 pita yang selalu muncul
pada tiap perlakuan tiap bulannya. Perlakuan kontrol, memiliki jumlah pita yang
terbanyak dengan variasi berbeda tiap bulannya. Perlakuan celup, cenderung tetap
tiap bulan dengan 2 pita. Perlakuan sebar, terjadi peningkatan pita tiap bulan dari
4 pita pada bulan pertama menjadi 6 pita pada bulan ketiga (Gambar 8).
Hasil DGGE dengan menggunakan 16S rRNA, berhasil mendapatkan
variasi pita yang sangat banyak. Fenomena yang berbeda teradapat pada sumur C,
yaitu perlakuan sebar HST 30, terlihat pita yang relatif paling sedikit
dibandingkan pita yang dihasilkan pada sumur lain. Hal ini disebabkan hasil PCR
dari gen 16S dari perlakuan tersebut tidak terlihat tebal ketika dimigrasi pada gel
agarosa. Template PCR yang tidak terlalu tebal mengakibatkan pita DGGE yang
muncul pada perlakuan ini menjadi sedikit (Gambar 9).
a b c

d e f

g h i

1

3

a

b

c d

e

f

g

h

i

1
2
3

4

2
4

5
6
8

5
7

6
8

7

Gambar 8 Hasil analisis DGGE gen nifH. Kiri: Foto dari G:BOX dan Kanan: Interpretasi
dari piranti lunak Phoretix 1D. Angka di samping pita menunjukkan pita yang
dipotong untuk diamplifikasi ulang. Sumur dari kiri ke kanan: (a) kontrol 30
HST, (b) celup 30 HST, (c) sebar 30 HST, (d) kontrol 60 HST, (e) celup 60
HST, (f) sebar 60 HST, (g) kontrol 90 HST, (h) celup 90 HST, (i) sebar 90 HST

15
a b c

d e

f

g h i

a

b

c d

e

f

g

h

i

Gambar 9 Hasil analisis DGGE gen 16S rRNA. Kiri: Foto dari G:BOX dan Kanan:
Interpretasi dari piranti lunak Phoretix 1D. Sumur dari kiri ke kanan: (a)
kontrol 30 HST, (b) celup 30 HST, (c) sebar 30 HST, (d) kontrol 60 HST, (e)
celup 60 HST, (f) sebar 60 HST, (g) kontrol 90 HST, (h) celup 90 HST, (i)
sebar 90 HST

Potongan pita DGGE dari gen nifH diamplifikasi ulang dengan primer tanpa
GC Clamps. Delapan pita yang dipotong berhasil diamplifikasi ulang dan
menunjukkan fragmen yang diharapkan (Gambar 10). Hasil PCR tanpa GC
Clamps ini kemudian disekuensing untuk mengetahui runutan basa sehingga dapat
dianalisis dan dibuat pohon filogeninya.

360 bp

Gambar 10 Hasil amplifikasi ulang pita hasil DGGE dengan primer non GC Clamp
agarosa 1.5% dengan marker 100bp. Sumur dari kiri ke kanan: marker 100 bp,
pita 1, pita 2, pita 3, pita 4, pita 5, pita 6, pita 7, pita 8

16
BLAST dan Pohon Filogeni
Hasil BLAST-N menunjukkan bahwa semua sekuen yang diperoleh berupa
uncultured bacteria dinitrogenase (nifH) gene dari berbagai bakteri (Tabel 6). Hal
ini menunjukkan bahwa sekuen bakteri yang diperoleh tergolong unculturable.
Selain itu juga menunjukkan bahwa sekuen yang ditemukan tergolong baru karena
persentase identitas dari hasil blast dengan sekuen database di bawah 95% dari
~360bp runutan basa.
Pita 1, 6, dan 8 merupakan pita yang terdapat pada gel DGGE pada tiap
perlakuan setiap bulannya. Ketiga pita ini diduga merupakan bakteri yang
dominan pada tanah sawah karena muncul pada tiap perlakuan tiap bulannya.
Hasil BLAST menunjukkan pita 1 memiliki kedekatan sebesar 89% dengan
Uncultured bacterium clone MDE_amb_35f2 dinitrogenase reductase (nifH) gene,
partial cds. Pita 6 memiliki kedekatan sebesar 88% dengan Uncultured bacterium
clone cloA-42 nitrogenase iron protein (nifH) gene, partial cds dan pita 8
memiliki kedekatan sebesar 92% dengan Uncultured bacterium clone Sipa-L24
nitrogenase iron protein (nifH) gene, partial cds.
Tabel 6 Hasil BLAST-N sekuen dari gen nifH
Pita
1

2

3

4

5

6

7

8

Deskripsi
Uncultured
bacterium
clone
MDE_amb_35f2
dinitrogenase
reductase (nifH) gene, partial cds
Uncultured bacterium clone Sipa40 nitrogenase iron protein (nifH)
gene, partial cds
Uncultured bacterium clone Sipa36 nitrogenase iron protein (nifH)
gene, partial cds
Uncultured bacterium clone Sipa34 nitrogenase iron protein (nifH)
gene, partial cds
Uncultured
bacterium
clone
JSR8-2 dinitrogenase reductase
(nifH) gene partial cds
Uncultured bacterium clone cloA42 nitrogenase iron protein (nifH)
gene, partial cds
Uncultured
bacterium
clone
BG2.3 dinitrogenase iron protein
(nifH) gene, partial cds
Uncultured bacterium clone SipaL24 nitrogenase iron protein
(nifH) gene, partial cds

Query
Cover
100%

E Value

Basa/Basa

Identitas

No Akses

5e-114

308/348

89%

KF846889.1

97%

5e-134

309/331

93%

JX268437.1

99%

5e-149

328/347

95%

JX268435.1

97%

3e-126

305/332

92%

JX268433.1

98%

9e-107

292/330

88%

HM750439.1

97%

2e-102

288/328

88%

JX268272.1

97%

3e-116

295/327

90%

JX079620.1

100%

5e-139

331/360

92%

KF032172.1

Hasil BLAST-X dari semua sekuen yang diperoleh dari 8 pita DGGE nifH
yang dipotong menunjukkan bahwa sekuen merupakan sekuen DNA yang
nantinya akan menyandikan protein dinitrogenase reduktase (Tabel 7). Hal ini

17
sesuai dengan yang diharapkan karena gen nifH memang bertugas menyandikan
protein / enzim dinitrogenase reduktase.
Tabel 7 Hasil BLAST-X sekuen dari gen nifH
Pita
1
2
3
4
5
6
7
8

Deskripsi
Nitrogenase Iron Protein Pelobacter propionicus
Dinitrogenase reductase (Uncultured bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured nitrogenfixing bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured nitrogenfixing bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured bacterium)
Dinitrogenase reductase (Uncultured bacterium)

E-Value
2e-33
1e-65
2e-74
3e-35
1e-52

Identitas
90%
95%
97%
87%
79%

No Akses
WP_011737276.1
AEU16550.1
ACO36762.1
AGR39788.1
AGE45125.1

1e-34

87%

AAP59808.1

5e-64
4e-73

89%
93%

AEO13482.1
AHN50464.1

Pembuatan pohon filogeni dilakukan dengan best method yang dianjurkan
dari MEGA 5.2 yaitu Tamura 3 parameter. Pohon filogeni dibuat dengan mode
Neighbour Joining dengan nilai bootstrap 1000X (Gambar 11).
band 1
Uncultured bacterium clone MDE amb 35f2 dinitrogenase reductase (nifH) gene partial cds KF846889.1
Pseudomonas stutzeri FR669138.1
Gamma Proteobacterium BAL281 AY972874.1
Pseudomonas sp. GX-127 FJ822997.1
Halorhodospira halophila EF199951.1
Uncultured bacterium clone cloA-42 nitrogenase iron protein (nifH) gene partial cds JX268272.1
band 6
Uncultured bacterium clone BG2.3 dinitrogen reductase (nifH) gene partial cds JX079620.1
Uncultured bacterium clone Sipa-L24 nitrogenase iron protein (nifH) gene partial cds KF032172.1
Anaeromyxobacter sp. CP000769.1
band 8
band 7
Uncultured bacterium clone JSR8-2 dinitrogenase reductase (nifH) gene partial cds HM750439.1
band 5
Aeromonas sp. FJ687522.1
Pseudomonas sp. FJ687518.1
Uncultured bacterium clone Sipa-40 nitrogenase iron protein (nifH) gene partial cds JX268437.1
Uncultured bacterium clone Sipa-36 nitrogenase iron protein (nifH) gene partial cds JX268435.1
Uncultured bacterium clone Sipa-34 nitrogenase iron protein (nifH) gene partial cds JX268433.1
band 3
band 2
band 4
Azonexus hydrophilus EF626686.1
Methanococcus vannielii AY221830.1

Gambar 11 Pohon filogeni dari 8 sekuen gen nifH yang diperoleh dari analisis
DGGE. Pohon filogeni dibuat dengan metode Neighbour Joining,
model Tamura-3-Parameter dengan nilai bootstrap 1000X

18
Pembahasan
Karakteristik Tanah
Berdasarkan kriteria dari USDA (1987), tanah dari perlakuan kontrol
tergolong tanah Silty Clay, perlakuan celup tergolong tanah Clay dan perlakuan
sebar tergolong Clay. Berdasarkan kriteria dari BALITANAH (2005), ketiga
tanah yang digunakan tergolong masam (pH 4.5 - 5.5) dengan unsur karbon dan
nitrogen tergolong rendah sedangkan rasio C/N dari ketiga tanah yang digunakan
tergolong sedang. Menurut AGRISNET (2014), tanaman padi tumbuh baik pada
tanah clay, silty clay dan silty loam clay. Kondisi pH yang optimum yang
diperlukan untuk tumbuh dengan baik berkisar 5-7. Perez et al. (2014)
melaporkan bahwa, tanah dengan pH 5 dapat mempengaruhi pertumbuhan padi
menjadi tidak efektif.
Selain itu, kadar C pada tanah juga memiliki peranan penting yang
mempengaruhi komunitas diazotrof yang terdapat pada lingkungan tersebut, salah
satunya bakteri pemfiksasi nitrogen. Perubahan kadar C di tanah dapat terjadi
karena bermacam faktor, salah satunya manajemen penanaman padi. Kadar N
pada tanah juga memiliki peranan. Coelho (2009) melaporkan bahwa peningkatan
kadar N di tanah dapat menurunkan keragaman diazotrof yang terdapat pada
daerah rizosfer. Oleh karena itu, pemupukan dengan pupuk nitrogen yang berlebih
harus diperhatikan dengan seksama.
Pengukuran Tinggi Tajuk dan Jumlah Anakan Padi
Menurut Yoshida (1981), tinggi tanaman padi dapat dipengaruhi oleh unsur
nitrogen. Unsur nitrogen yang sesuai dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman
padi. Namun, penggunaan pupuk nitrogen sebagai suplai unsur N harus
diperhatikan. Pemberian pupuk nitrogen pada umur-umur awal justru
mengakibatkan tanaman padi menjadi rebah. Tanaman padi yang rebah dapat
menyebabkan rusaknya pembuluh xilem dan floem sehingga berpotensi
mengganggu aliran unsur hara dan fotosintat. Tingginya tanaman padi pada
perlakuan celup dan sebar menunjukkan aktivitas bakteri pemfiksasi nitrogen
dalam menyuplai nitrogen pada tanaman. Hal ini disebabkan tinggi tanaman pada
perlakuan kontrol lebih rendah daripada perlakuan celup dan sebar yang mana
diberi pupuk lebih sedikit dibandingkan kontrol.
Anakan atau tunas mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5
daun (Makarim dan Suhartatik 2009). Perkembangan anakan berhubungan dengan
perkembangan daun. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda. Dari batang
utama, akan tumbuh anakan primer, kemudian dari anakan primer akan tumbuh
anakan sekunder, lalu dari anakan sekunder akan tumbuh anakan tersier (Yoshida
1981). Anakan padi merupakan indikator pertumbuhan tanaman padi yang sehat
atau sakit, meskipun genetik varietas tanaman menentukan jumlah anakan.
Varietas padi Ciherang rata rata akan menghasilkan 14-17 anakan produktif
(LITBANGDEPTAN 2008). Perlakuan kontrol memperoleh rataan anakan sesuai
dengan harapan, yaitu 16. Perlakuan celup dan sebar memperoleh rataan anakan
26. Kadar N di tanah dapat mempengaruhi pembentukan anakan. Kadar nitrogen
di bawah 1% dapat menghambat pembentukan anakan (Murata dan Matsuhima
1978). Kadar nitrogen pada tanah sawah terukur di bawah 1% sehingga

19
diperlukan pemupukan. Pemupukan NPK dan pupuk hayati menghasilkan anakan
yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK saja.
Ekstraksi dan Amplifikasi DNA
Penggunaan kit PowerSoil DNA Extraction kit dikhususkan untuk isolasi
tanah dari sampel lingkungan yang sulit dengan menghasilkan DNA genom yang
murni. Kemampuan kit isolasi ini disebabkan larutan IRT yang telah dipatenkan
yang dimiliki oleh kit tersebut. Larutan IRT berfungsi memisahkan DNA dari
pengotornya dan meningkatkan keberhasilan template DNA yang dihasilkan
dalam proses PCR. Beberapa penelitian yang menggunakan PowerSoil DNA
Extraction antara lain Adetutu et al. (2011), Makadia et al. (2011),dan Aleer et al.
(2014).
Larutan larutan yang digunakan dalam proses ekstraksi memiliki fungsifungsi tersendiri. Larutan C1 berfungsi sebagai detergen yang berperan dalam lisis
membran sel, lebih tepatnya mendegradasi asam lemak yang terdapat pada
membran sel. Larutan C2 dan C3 merupakan larutan IRT yang berfungsi
mengendapkan materi organik selain DNA dan materi anorganik seperti asam
humat, protein